Bahan Pajak Kel 1 Makalah
Bahan Pajak Kel 1 Makalah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta
dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan
pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama
dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber
dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita
luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
C. Tujuan
1. Sebagai tugas kelompok dari Dosen Perpajakan.
2. Penulis dapat lebih mengerti pembahasan PPN & PPnBM.
3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca makalah ini.
4. Dapat menyajikan materi secara ringkas agar mudah dimengerti
pembaca/pendengar.
D. Manfaat
1. Mengetahui konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif dan
perhitungannya.
2. Memahami tentang Faktur pajak baik itu tentang persyaratan maupun
fungsinya.
3. Mengerti cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang pembayaran
PPN.
4. Menjelaskan secara jelas dasar pengenaan PPnBM.
5. Memahami penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Objek PPN
a. Penyerahan /impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP /JKP/BKP
tidak berwujud.
1) Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak maupun pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak tetapi belum
dikukuhkan.
2) Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3) Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean
didalam daerah pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang
memberikan jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah
pabean.
6) Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika
yang melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
7) Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan
ekspor BKP tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
8) Ekspor JKP oleh PKP.
b. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri atau
digunakan pihak lain.
c. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut
tidak untuk diperjual belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat
perolehan menurut ketentuan dapat dikreditkan.
4. Subjek Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN, yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean.
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau
nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima
Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan
cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea
Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan Peraturan
Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP
atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean, di dalam daerah pabean berupa film cerita impor dan
penyerahan film cerita impor.
B. Faktur Pajak
1. Pengertian
Menurut Siti Resmi (2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak
atau penyerahan jasa kena pajak.
Faktur pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur
pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.
Faktur pajak wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
a. Saat penyerahan barang kena pajak.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan.
d. Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan tagihan kepada
Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
C. Perhitungan PPN
PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan
pajak.
2. Objek PPnBM
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan
oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah
Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
3. Penetapan Tarif
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif yaitu tarif
terendah sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar 200%. Perbedaan
tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang tergolong mewah
yang atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong
mewah, karena diekspor atau dikonsumsi di luar daerah Pabean.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan
pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak
atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang
dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada
tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur
produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak
secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode
perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha
Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen
tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak
mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.
B. Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat
mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.
http://riaviinola.blogspot.com/2015/12/makalah-ppn-ppnbm.html
Karakteristik dan Mekanisme Pengenaan PPN dan PPnBM
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods
and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya
pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung.
a. Atas impor dan Penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yang
menghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut disamping dikenakan
PPN juga dikenakan PPnBM.
b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu Impor atau pada
waktu menyerahkan BKP yang tergolong Mewah tersebut oleh pabrikan.
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap
PPnBM;
d. Tarif PPnBM yang berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10%
sampai dengan 35% dengan UU No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi
setinggi-tingginya 50% dan dengan UIJ No. 18 Tahun 2000 diubah lagi
menjadi setinggi-tingginya 75%.
e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM
yangtelah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang
diekspor tersebut.
Karakteristik PPnBM sebagai berikut:
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP Mewah selain PPN
2. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saat
penyerahan BKP Mewah oleh PKP Pabrikan.
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya
4. Dalam hal BKP Mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada saat
perolehannya dapat diminta kembali (restitusi).
Objek PPN
k. Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang tidak
didasarkan atas kontrak.
2. Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang menyerahkan BKP
atau JKP berdasarkan kontrak /purchase order.
Objek PPnBM
6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau
sebaliknya;
Jasa kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atauperbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
PPN 1984. Dan dasar hukum Jasa Kena Pajak tercantum pada Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.
Pada prinsipnya, semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) kecuali
yang dinyatakan lain oleh undang-undang PPN itu sendiri. Dengan demikian, yang
diatur secara rinci dalam undang-undang PPN adalah jasa-jasa yang bukan
merupakan jasa kena pajak, yaitu di pasal 4A UU No.18 Tahun 2000 dan secara
otomatis jasa-jasa lainnya merupakan Jasa Kena Pajak.
Pengecualian JKP
Jenis-Jenis Jasa Tidak Kena Pajak menurut Pasal 4A Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 adalah
sebagai berikut:
2. Jasa di bidang pelayanan sosial, misalnya jasa pelayanan panti asuhan, jasa
pemberian pertolongan pada kecelakaan, jasa di bidang olahraga kecuali
yang bersifat komersial, dan sebagainya.
4. Jasa di bidang perbankan, jasa asuransi, dan jasa sewa guna usaha dengan
hak opsi (capital lease).
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan
(Pajak Daerah), seperti pementasan kesenian tradisional yang
diselenggarakan secara cuma-cuma.
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, seperti penyiaran radio
dan televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang
bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan
komersial.
9. Jasa angkutan umum di darat dan di air, yaitu jasa angkutan yang
dilakukan pemerintah atau swasta.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, misalnya jasa penyelenggaraan latihan bagi
tenaga kerja.
Atas penyerahan BKP yang tergolong mewah dan impor barang yang
tergolong mewah serendah rendahnya adalah 10 % ( sepuluh persen ) dan setinggi
tingginya 75 %
Dasar pengenaan pajaknya adalah harga jual untuk BKP yang tergolong
mewah dan nilai impor untuk impor barang mewah yang didalamnya sudah
termasuk PPn dan PPnBM
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh
PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Dasar Pengenaan Pajak imtuk menghitung PPN dan PPnBM atas Impo
r adalah:
PPN = Rp 250.000,00
Jumlah Rp 3.050.000,00 ,
Dari dua pola penghitungan ini diperoleh hasil yang sama. Yang
perlu
diingat adalah bahwa PPN tidak membentuk harga barang, sedangkan
sebaliknya PPnBM membentuk harga barang. Hal ini disebabkan oleh
karakter dari PPN yang dapat dikreditkan sedangkan PPnBM tidak dapat di
kreditkan sehingga akan dibebankan sebagai biaya.
3. Tempat pajak terutang atas kegiatan pajak membangun sendiri adalah di temapt
bangunan tersebut didirikan.
I. Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa
kena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang
digunakan oleh Direktorat jenderal Pajak. Bagi pengusaha kena pajak (PKP)
faktur pajak ini merupakan bukti dari pemenuhan kewajiban perpajakannya. Bagi
pembeli atau penerima jasa faktur pajak ini digunakan sebagai sarana
pengkreditan pajak masukan.
Pengisian data yang tidak benar bias berupa NPWP salah, nomor seri faktur pajak
yang tidak benar. Data yang tidak benar juga bias karena kesalahan penulisan
nama pembeli atau nama perusahaan yang tercantum dalam faktur pajak.
Pengisian faktur pajak standar tidak lengkap karena ada kolom atau barus yang
ternyata tidak diisi kecuali kolom “PPnBM” yang disediakan untuk diisi oleh
pabrikan atau importir Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
Pengisian tidak lengkap dapat berupa:
5. Faktur pajak dibuat oleh pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak (PKP)
Secara umum Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang
dijadikan Dasar untuk menghitung Pajak yang terutang adalah :
1. DPP Umum
- Harga Jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak
- Penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
- Nilai Ekspor
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
- Nilai Impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor
Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang-undang ini.
2. DPP Nilai Lain
Nilai Lain adalah suatu Nilai yang Ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
DPP untuk :
Pajak masukan yang dibayar oleh PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain
untuk menghasilkan penyerahan:
2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah;
Dalam hal harga jual atas Barang Kena Pajak atau penggantian atas Jasa
Kena Pajak dipengaruhi adanya hubungan istimewa, maka harga jual atau
penggantian tersebut dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak tersebut.
- Jika antara suami istri ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,
maka hubungan keduanya merupakan hubungan istimewa.
1. PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan dan
atau dibayarkan, harus disetorkan seluruhnya dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan
kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut.
Dalam hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum
dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena
pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.
2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib
melaporkan pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan
mempergunakan SSP lembar ke tiga bukti setoran PPN paling lambat tanggal 20
pada bulan dilakukannya penyetoran.
1. masih harus membayar PPN, dalam hal pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan;
2. terjadi kelebihan pembayaran pajak, dalam hal Pajak Keluaran lebih kecil
daripada Pajak Masukan;
3. tidak kurang bayar dan tidak terjadi kelebihan pembayaran PPN, dalam Pajak
Keluaran sama dengan Pajak Masukan.
Contoh Kasus:
1. Pengusaha sepatu pada bulan januari 2011 menjual tunai kepada pengusaha
sepatu A sebanyak 100 pasang sepatu @ Rp 100.000 = Rp 10.000.00
Hitung PPN dan jumlah yang harus dibayar oleh pengusaha sepatu b kepada
pengusaha sepatu B
Jawab:
10 % X Rp 10.000.000 = Rp 1.000.000
2. Jumlah yang harus dibayar pengusaha B adalah = Rp 11.000.000.
Jawab :
10 % x Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000
20 % x Rp 30.000.000 = Rp 6.000.000
“Sehingga PPn dan PPnBM yang terutang pengusaha kena pajak D adalah Rp
9.000.000”
3. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang sepatu
@ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
• Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, DPP adalah harga jual
tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00
Rp.15.000.000,00
6. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM
dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah
mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
http://sophiaririnkali.blogspot.com/2013/04/konsep-dasar-ppn-dan-ppnbm.html