Anda di halaman 1dari 11

PORTOFOLIO KASUS MEDIKOLEGAL

PATIENT SAFETY

Disusun oleh:
dr. Fristia Rahmadyah

Pendamping :
dr. Sherly Monalisa

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD PARIAMAN

2018

PORTOFOLIO KASUS PATIENT SAFETY

Nama Peserta : dr. Fristia Rahmadyah

Nama Wahana : RSUD Pariaman

Topik : Kasus Patient Safety

Nama : dr A dan dr B Sp.X

Tanggal Presentasi : Mei 2018

Nama Pendamping : dr. Sherly Monalisa


Tempat Presentasi : Ruang Konfrensi RSUD Pariaman

Objektif Presentasi : - Keilmuan

- Management

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

Borang Portofolio Kasus Medikolegal

No. ID dan Nama Peserta dr. Fristia Rahmadyah


No. ID dan Nama Wahana RSUD Pariaman
Topik Kasus Etik
Tanggal (kasus) 11 Februari 2017
Nama Pasien By. R No. RM :
Tanggal Presentasi Mei 2018 Pendamping : dr. Sherly Monalisa
Tempat Presentasi Ruang Konfrensi RSUD Pariaman
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi Dokter A melakukan pelanggaran etik dan Disiplin Kedokteran
□ Tujuan Mengetahui jenis pelanggaran etik dan disiplin kedokteran beserta sanksinya
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : By. R No. Registrasi :
Nama RS : RSUD Pariaman Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Seorang dokter jaga A mengkonsultasikan tentang terapi pasien BBLR kepada dr B Sp.X,
kemudian dr B Sp.X memberikan jawaban konsul terapi antibiotik dengan dosis yang sangat besar,
lalu dr A mengkonfirmasi kembali dosis tersebut namun dr B Sp.X tetap membenarkan dosis yang
disampaikan sebelumnya, hingga konfirmasi kedua kalinya dr B Sp X baru menyadari dosis yang
diberikan tidak tepat.

Daftar Pustaka :
1. Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku 1, Prestasi
Pustaka Publisher. Jakarta.
2. Syahrul Machmud, 2008, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang
Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, CV Mandar Maju, Bandung.
3. Eddy Rahardjo, 2010, Implementasi Clinical Privilege & Continuing Professional
Development, dalam “Seminar Nasional dan Workshop Clinical Privilege, Jakarta.
4. Hana Permana Subanegara, 2010 , Tantangan dan Hambatan di Dalam Penerapan Clinical
Privilege di RSUD, Seminar Nasional dan Workshop Clinical Privilege, Jakarta.
5. Medias Almatsier, 2010 , Arti Penting Clinical Privilege Dalam Penyelesaian Kasus di
MKDKI, dalam “Seminar Nasional dan Workshop Clinical Privilege”, Jakarta.
6. Sofwan Dahlan, 2010, Quality, Risk Management and Patient Safety, Bahan Kuliah Hospital
Bylaws, Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata, Semarang.
7. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), 2015, Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit, Jakarta.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamtan Pasien Rumah Sakit.

Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui dan memahami patient safety di Indonesia.
2. Mengetahui factor terkait patient safety di Indonesia.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1.Kasus

Seorang dokter jaga A mengkonsultasikan tentang terapi pasien BBLR kepada dr B


Sp.X, kemudian dr B Sp.X memberikan jawaban konsul terapi antibiotik dengan dosis yang
sangat besar, lalu dr A mengkonfirmasi kembali dosis tersebut namun dr B Sp.X tetap
membenarkan dosis yang disampaikan sebelumnya hingga konfirmasi kedua kalinya dr B Sp
X baru menyadari dosis yang diberikan tidak tepat. .

2.Pembahasan Kasus

Pada kasus diatas didapati dr B Sp X telah melakukan tindakan yang mengancam


Insiden Keselamatan Pasien berupa Kejadian Nyaris Cedera dimana insiden belum terpapar
kepada pasien sehingga tidak menimbulkan cedera.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang


Keselamtan Pasien Rumah Sakit dijelaskan bahwa terdapat prosedur alur pelaporan insiden
Kejadian Tidak Diharapkan secara internal mauoun eksternal. Sistem pelaporan akan
mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya
investigasi selanjutnya.

Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)

1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib segera


ditindaklanjuti untuk mengurangi dampak tidak diharapkan.

2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi Formulir


Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Atasan langsung. (Palinglambat2x24jam)

3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan langsung pelapor.
(Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/
Instalasi/ Departemen / Unit).

4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden
yang dilaporkan.

5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut

6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden dilaporkan ke Tim KP di RS

7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
Regrading.

8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar masalah / Root
Cause Analysis (RCA)

9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi untuk
perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk / "Safety alert" untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.

10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi

11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik kepada unit
kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit

12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing - masing

13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

Sedangkan alur ekstrenal insiden keselamatan pasien adalah laporan hasil investigasi
sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi pada pasien dan telah mendapatkan
rekomendasi dan solusi oleh Tim KP di RS (internal) / Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS
dengan melakukan entry data (e-reporting) melalui website resmi KKPRS :
www.buk.depkes.go.id.
PATIENT SAFETY

Dalam dunia medis yang semakin berkembang, maka peranan rumah sakit
sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju mundurnya rumah
sakit akan sangat ditentukan oleh keberhasilan pihak‐pihak yang bekerja di rumah
sakit, dalam hal ini, dokter, perawat dan orang‐orang yang berada di lingkungan
rumah sakit tersebut. Salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya untuk menjaga keselamatan pasien adalah dengan menjaga
standart profesi dan kompetensi para dokter yang melakukan tindakan medis terhadap
pasien di rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar setiap tindakan
medik yang dilakukan terhadap pasien oleh tenaga medis yang benar‐benar kompeten.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit diberikan melalui bentuk perawatan dan
tindakan medik. Tenaga medis dalam hal ini bertanggung jawab terhadap pengobatan
dan perawatan yang dilakukan. Tindakan medik tersebut merupakan wewenang
dokter.
Untuk menjaga patient safety, salah satunya dengan menjaga kompetensi
dokter yang melakukan tindakan medik tertentu, oleh karena alasan tersebut
pelayanan kesehatan pada rumah sakit merupakan hal yang penting yang harus dijaga
maupun ditingkatkan kualitasnya Dokter atau tenaga kesehatan lainnya dalam
melaksanakan tugas profesinya harus sesuai degan Standar Profesi/Standart
Operational Procedures/Standar Pelayanan Medis dan harus dijaga maupun
ditingkatkan kualitasnya sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku agar
masyarakat sehingga pasien dapat merasakan pelayanan yang diberikan.

Definisi

1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
2. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat meningkatkan
risiko pada pasien.

3. Keselamatan Pasien / Patient Safety


Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari
harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / sosial / psikologis, cacat,
kematian,dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan.
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses
dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya
risiko. (Penjelasan UU 44/2009 ttg RS pasal 43).
4. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
5. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh
dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang 5 termasuk harm adalah :
a. Penyakit/Disease : Disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera/Injury : Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
c. Penderitaan/Suffering: Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan termasuk
nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi, agitasi,dan ketakutan
d. Cacat/Disability : Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan
aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm
yang terjadi sebelumnya atau saat ini.
6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident
Setiap adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lainlain) yang
tidak seharusnya terjadi.
7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”),
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss
Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak
menyebabkan cedera pada pasien.
9. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan
cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu obat dengan reaksi
alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
10. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance”
Suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.
11. Kejadian Sentinel (Sentinel Event)
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti
operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi
(misalnya Amputasi pada kaki yang salah, dan sebagainya) sehingga pencarian fakta
terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
12. Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal)
Pelaporan secara tertulis setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian
tidak diharapkan (KTD) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau kondisi potensial
cedera (KPC) yang menimpa pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal)
Pelaporan secara anonim secara elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak
diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak cedera
(KTC) atau Sentinel Event yang terjadi pada pasien, setelah dilakukan analisa
penyebab, rekomendasi dan solusinya.

14. Faktor Kontributor


Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan
dalam mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya
pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan). Contoh :
a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada prosedur
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau perilaku
petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya team workatau komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.

15. Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA)


Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis
kejadian menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang diulang hingga menemukan akar
penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa' harus ditanyakan hingga tim
investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.

Dalam Penjelasan Pasal 50 Undang‐Undang RI no 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran tersebut menyatakan bahwa apabila dokter/dokter gigi yang
melaksanakan praktik kedokteran/kedokteran gigi telah sesuai dengan standar profesi
dan standar operasional prosedur, maka dokter/dokter gigi tersebut berhak mendapat
perlindungan hukum.
Undang‐undang RI No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, diundangkan
untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan
perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medik dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi,
sehingga menuntut rumah sakit untuk dapat melaksanakan Good Clinical Governance
bagi para klinisnya. Setiap dokter di rumah sakit harus bekerja dalam kondisi clinical
priviledge yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit.
Adapun merupakan suatu kewajiban rumah sakit untuk menetapkan clinical
privilege sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat 1 huruf (r) UU RI no 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws).
Hospital bylaws atau peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) adalah suatu
peraturan organisasi rumah sakit (corporate bylaws) sedangkan peraturan yang
mengatur tentang staf medis rumah sakit adalah medical staff by laws, yang disusun
dalam rangka menyelenggarakan good clinical governance, mengatur tentang
clinical privilege.
Kesadaran akan jaminan keselamatan pasien mulai meningkat di masyarakat
dengan bertambahnya kasus‐kasus gugatan terhadap dugaan malpraktik. Salah satu
faktor penyebab terjadinya kejadian yang tidak diharapkan adalah tindakan dokter
yang tidak aman. Hal ini dapat dicegah bila komite medis mampu memahami dan
melaksanakan tugasnya dalam mengendalikan profesionalisme dokter. Kinerja komite
medis diantaranya meliputi struktur credentialing dan clinical privilege.
Credentialing (Proses Kredensial) adalah proses evaluasi oleh suatu rumah sakit
terhadap seorang tenaga medis untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak
diberi clinical privilege, untuk menjalankan tindakan medik tertentu dalam
lingkungan rumah sakit tersebut dalam periode tertentu.
Clinical Privilege merupakan hasil dari suatu proses di sarana pelayanan
kesehatan, memberikan otoritas (kewenangan) kepada seorang profesional kesehatan
dalam hal ini tenaga medis untuk melakukan pelayanan kesehatan dalam batas yang di
tetapkan dalam sarana kesehatan tersebut. Komite medis merupakan badan yang
dibentuk oleh rumah sakit yang berfungsi mencegah kemungkinan terjadinya
kelalaian dalam tindakan medik tertentu serta mengupayakan penyelesaiannya bila
kelalaian itu terjadi.
Peran dan fungsi komite medis di rumah sakit adalah menegakkan etik dan
mutu profesi medik. Etik profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik
Kedokteran Indonesia (Kodeki). Demi menjaga keselamatan pasien dari tindakan
medik yang dilakukan oleh dokter yang tidak kompeten, rumah sakit perlu mengambil
langkah dan pengamanan dengan cara pemberian clinical privilege. Komite medis
akan menentukan jenis‐jenis clinical privilege bagi setiap dokter yang bekerja di
rumah sakit berdasarkan kompetensinya melalui mekanisme kredensial. Dengan
terkendalinya tindakan medik di setiap rumah sakit maka pasien lebih terlindungi dari
tindakan medik yang dilakukan oleh dokter yang tidak berkompeten.
Adapun mengenai keselamatan pasien ini juga telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamtan
Pasien Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1.Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku 1,
Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.
2.Syahrul Machmud, 2008, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi
Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, CV Mandar Maju, Bandung.
3. Eddy Rahardjo, 2010, Implementasi Clinical Privilege & Continuing Professional
Development, dalam “Seminar Nasional dan Workshop Clinical Privilege, Jakarta.
4. Hana Permana Subanegara, 2010 , Tantangan dan Hambatan di Dalam Penerapan
Clinical Privilege di RSUD, Seminar Nasional dan Workshop Clinical Privilege,
Jakarta.
5. Medias Almatsier, 2010 , Arti Penting Clinical Privilege Dalam Penyelesaian Kasus di
MKDKI, dalam “Seminar Nasional dan Workshop Clinical Privilege”, Jakarta.
6. Sofwan Dahlan, 2010, Quality, Risk Management and Patient Safety, Bahan Kuliah
Hospital Bylaws, Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata, Semarang.
7. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), 2015, Pedoman Pelaporan
Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit, Jakarta.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamtan Pasien Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai