Pembimbing:
disusun oleh
11-2016-280
RS BETHESDA LEMPUYANGWANGI
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS BETHESDA LEMPUYANGWANGI YOGJAKARTA
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. M Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMU
Alamat : Jl. Balirejo, Perumahan Timaho Masuk Rumah Sakit : 18 Agustus 2018,
Residence, Kel. Muja Muju, Kac. jam 03.11 WIB
Umbulharjo, Yogjakarta.
IDENTITAS SUAMI
Nama suami : Tn. A
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jl. Balirejo, Perumahan Timaho Residence, Kel. Muja Muju, Kac.
Umbulharjo, Yogjakarta.
Anamnesis
Keluhan utama
Keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00 WIB
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00 WIB,
awalnya darah keluar sedikit, beberapa saat kemudian darah keluar semakin banyak.
Darah yang keluar menggumpal, pada gumpalan darah tersebut terdapat bagian warna
putih kecoklatan. Perut pasien terasa nyeri (kemeng), nyerinya mendadak dan tidak
terlokalisir. Pasien mengaku hamil sudah 7 minggu. Sebelum keluar darah pasien
menyangkal riwayat jatuh, tidak ada mengkonsumsi jamu, atau obat-obatan. Pasien
terakhir melakukan hubungan suami istri 6 hari yang lalu. Tidak ada mual, muntah.
Tidak ada keluhan BAK, dan BAB.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Dismenorrhea : (-)
Menopause : (-)
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Riwayat Kontrasepsi
3
Tidak ada
Riwayat Perkawinan
Baru satu kali menikah, pada usia 27 tahun, lama menikah 14 tahun.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit (kuat angkat, reguler)
Pernafasan : 20x/menit (abdomino-torakal)
Suhu : 36,5oC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 62 kg
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
Telinga : tidak tampak kelainan
Hidung : tidak tampak kelainan
Mulut/gigi : tidak tampak kelainan
Leher : tidak tampak pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Perut datar, supel, nyeri tekan (-), BU (+) normoperistaltik
4
Ekstremitas : Edema -/-
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran payudara (-), hiperpigmentasi areola mammae (+),
puting susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)
Abdomen : perut mendatar, tidak ada bekas oprasi.
Palpasi :
Nyeri tekan abdomen tidak ada
Tinggi Fundus Uteri : tidak teraba
Auskultasi: BU (+)
Radiologi
USG : USG sisa plasenta 2,18, cavum uteri 7,03 x 6,87, GS (-).
Ringkasan/Resume
Anamnesis
5
Pasien wanita 41 tahun, G3P2Ab0Ah2 usia kandungan 7 minggu, datang dengan
keluhan keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00 WIB, Darah yang keluar
menggumpal, pada gumpalan darah tersebut terdapat bagian warna putih kecoklatan.
Perut pasien terasa nyeri (kemeng), nyerinya mendadak dan tidak terlokalisir. Sebelum
keluar darah pasien menyangkal riwayat jatuh, tidak ada mengkonsumsi jamu, atau
obat-obatan. Pasien terakhir melakukan hubungan suami istri 6 hari yang lalu. Tidak ada
mual, muntah. Tidak riwayat hamil anggur dan kehamilan diluar kandungan
sebelumnya, sebelumnya hamil menstruasi teratur, tidak ada keluhan menstruasi yang
berarti.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit (kuat angkat, reguler)
Pernafasan : 20 x/menit (abdomino-torakal)
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Nyeri tekan abdomen (-)
Pemeriksaan dalam (VT)
pembukaan 1 ujung jari (2 cm), porsio tebal, kaku.
Pemeriksan penunjang
Laboratorium : Leukosit 11,20 x 103/uL
Radiologi : USG sisa plasenta 2,18, cavum uteri 7,03 x 6,87, GS (-).
Diagnosis Kerja
Abortus Inkomplit
Dasar Diagnosis: pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00
WIB, Darah yang keluar menggumpal, pada gumpalan darah tersebut terdapat
bagian warna putih kecoklatan. Perut pasien terasa nyeri (kemeng), nyerinya
mendadak dan tidak terlokalisir. Pada pemeriksaan fisik obstetri vagina touche
6
pembukaan 1 ujung jari 2 cm, porsio tebal, kaku. Dari pemeriksaan USG USG
sisa plasenta 2,18, cavum uteri 7,03 x 6,87, GS (-).
Diagnosis Banding
Kehamilan Ektopik
Mola Hidatidosa
Penatalaksanaan
• Pre Operasi Kuretase
• Infus RL 1000 ml/24 jam
• Profilaksis gentamisin 2 ampul
• Oprasi Kuretase
• Post Oprasi Kuretase
• Ciprofloxasin 2 x 500 mg
• Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Follow Up
19 Agustus 2018 pukul 05.00 WIB
S: tidak ada keluhan
O: Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 67x/menit
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 20x/menit
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Paru-Paru : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : BJ 1 – BJ 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-)
PPV : Flek (+) berkurang
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat.
A: Abortus Inkomplit Post Kuretase
P: Lanjutkan terapi
7
O: Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 60x/menit
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 21x/menit
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Paru-Paru : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : BJ 1 – BJ 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
PPV : Flek (-)
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat.
A: Abortus Inkomplit Post Kuretase
P: Lanjutkan terapi
P: Lanjutkan terapi
- Boleh pulang
8
- Kontrol 2 minggu untuk USG
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan
menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu
abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan
tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik
dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.6
9
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.5
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga
kali berturut-turut atau lebih.5
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
genital.5
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritonium.5
Etiologi Abortus
1. Faktor genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar
abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini berdasarkan
pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang
berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau
poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik
pada trimester pertama berupa trisomi autosom.3
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan
diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang
sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3 Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut.3
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya
10
konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang
kehamilan.3
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi
dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen
yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik seperti Sindroma
Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum
merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik
seperti pada penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII
mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3
2. Faktor anatomi
Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi
serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan
serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih
dengan memperlihatkan gejala yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau
lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan
mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1 faktor-faktor yang mengakibatkan
serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat
cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1
11
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda
yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-
16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian
bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang
sesuai dengan inkompeten serviks.1
3. Faktor endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya
kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.3
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM
dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.3
12
1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit
atau tiada ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK
kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal
untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem
ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.
4. Faktor infeksi
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa
mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif
juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat
mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela,
parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.3
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus
5. Faktor imunologi
13
pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar
abortus berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan
dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat
ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.3 Dari international consensus
workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:3
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3
- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di
mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan
gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau
insufisiensi plasenta yang berat)3
- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6
minggu)3
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33%
pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan
infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3
6. Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan
infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena
trauma .1
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan
kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-faktor yang
14
terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan
kafein.
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli
kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada kontrasepsi
yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko
aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan.1
Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan
nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan
tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena
dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya
ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini
disebut blighted ovum.1
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal.1 Kulit akan
15
tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. 1 Bisa juga
apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang
akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat
kering dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.1
Gambaran klinis
Diagnosis
1. Anamnesis
3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan
perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini
terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam
rahim.7 Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu
dari HPHT.6 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi.
16
Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti
janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di
daerah atas simpisis.6
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi
traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan
pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga
abortus akibat infeksi.7
2. Pemeriksaan Fisis
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen dapat
memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan
bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya.4
Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai
samaada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus
yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.4
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4
17
konsepsi
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis banding.2
Penatalaksanaan
1. Abortus Imminens.4
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total dan
pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan seksual.
Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian
lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus
18
berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain
dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih
besar dari yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.
2. Abortus insipiens.4
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin
0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan
untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi ditunggu,
kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam
500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes
per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan,
kondisi ibu tetap dipantau.
3. Abortus inkomplit.4
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg
IV atau misoprostol 400mcg per oral diberikan.
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi vakum
tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi
belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg
per oral dapat diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam
500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam diberikan
setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal
dalam uterus segera dievakuasi.
4. Abortus komplit.4
19
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan
tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2
minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan
dengan konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
5. Abortus septik/infeksius.3
Pemantauan pascaabortus.4
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa
terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui secara
klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika
terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping
pada kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada
komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.
Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter
bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru
20
yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan.
Komplikasi
1. Perdarahan.6
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah
abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan
serviks, dan juga koagulopati.
2. Perforasi.6
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.
3. Syok.6
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu
dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.
4. Infeksi.6
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus
21
septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium,
dan peritonium.
a. Efek anesthesia.7
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering
digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja
pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi,
cardiopulmonary arrest dan kematian.
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga
DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.
Prognosis.6
22
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan
ektopik berada di saluran telur (tuba falopii).1,2,3
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter pelayanan kesehatan. Hal ini
bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per
seribu kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopok tersering karena sel telur
yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga
embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh
diluar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan
diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan
ektopik yang terganggu.1,2,3
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini.
Kehamilan tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars
ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%).
Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan
abdominal sekunder di mana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian
abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus
tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di
kavum abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
23
Diagnosis Kehamilan Ektopik
Kesukaran memuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu
demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau
rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang
belum terganggu, penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang
dapat digunakan ialah ultrasonografi, laparaskopi, atau kuldoskopi.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami
kesukaran, teteapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam
diagnosis, maka tiap perempuan dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan.
Pada umumnya dengna anamnesis teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat
ditegakkan, walaupun biasanya alat antu diagnostic seperti kuldosentesis,
ultrasonografi, dan laparaskopi masih diperlukan. Haid biasanya terlambat untuk
beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam
terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
24
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu sering keliru dengan abortus insipiens atau
abortus inkompletus yang kemudian dilakukan kuretase. Bila hasil kuretase meragukan
jumlah sisa hasil konsepsinya, maka kita perlu curiga terjadinya kehamilan ektopik
terganggu yang gejala dan tandanya tidak khas. Pada umumnya dilatasi dan kerokan
untuk menunjang diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat
dikemukakan:
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis dapat dilaksanakan dengan urutan
berikut.
Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks;
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglasi dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.
Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:
o Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku;
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
o Darah tua berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku, atau
yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.
25
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui
prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglasi, dan ligamentum latum. Adanya
darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi ini
menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.1,2,3,5
Mola Hidatidosa
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal yaitu berupa gelembung-gelemnung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm.1,2,3,6
Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak
ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.
Adanya mola hidatidosa harus dicuriagai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk
memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin immunoassay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke 100, sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan USG, dimana kasus mola menunjukkan
gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran
seperti sarang lebah (honey comb).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun,
bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena
pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum
pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
26
bagian-bagian anekoik vesicular berdiameter antara 5-10 mm. gambaran tersebut dapat
dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow
storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin yang
ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya
janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau
bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang
edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain
masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid.
Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.1,2,3,6
27
DAFTAR PUSTAKA
28