Anda di halaman 1dari 28

Abortus Inkomplit

Pembimbing:

dr. Ririel, SpOG

disusun oleh

Theo Nalmiades Ambra

11-2016-280

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT


KANDUNGAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RS BETHESDA LEMPUYANGWANGI

PERIODE 2 Juli 2018 – 08 September 2018

1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS BETHESDA LEMPUYANGWANGI YOGJAKARTA

Nama : Theo Nalmiades Ambra


NIM : 11.2016. 280
Dr pembimbing / penguji : dr. Ririel, Sp.OG

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. M Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMU
Alamat : Jl. Balirejo, Perumahan Timaho Masuk Rumah Sakit : 18 Agustus 2018,
Residence, Kel. Muja Muju, Kac. jam 03.11 WIB
Umbulharjo, Yogjakarta.

IDENTITAS SUAMI
Nama suami : Tn. A
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jl. Balirejo, Perumahan Timaho Residence, Kel. Muja Muju, Kac.
Umbulharjo, Yogjakarta.

Anamnesis

Diambil dari : Autoanamnesis , Tanggal: 18 Agustus 2018 pukul 03.11 WIB

Keluhan utama
Keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00 WIB

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00 WIB,
awalnya darah keluar sedikit, beberapa saat kemudian darah keluar semakin banyak.
Darah yang keluar menggumpal, pada gumpalan darah tersebut terdapat bagian warna
putih kecoklatan. Perut pasien terasa nyeri (kemeng), nyerinya mendadak dan tidak
terlokalisir. Pasien mengaku hamil sudah 7 minggu. Sebelum keluar darah pasien
menyangkal riwayat jatuh, tidak ada mengkonsumsi jamu, atau obat-obatan. Pasien
terakhir melakukan hubungan suami istri 6 hari yang lalu. Tidak ada mual, muntah.
Tidak ada keluhan BAK, dan BAB.

Riwayat Kehamilan Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


No Hamil Usia Jenis Penolong Jenis Berat Perdarahan
ke kehamilan persalinan Kelamin Badan
Lahir

1 2005 aterem spontan bidan perempuan 3000 tidak ada


normal

2 2009 aterem spontan bidan laki-laki 4100 tidak ada


normal

3 2018 Hamil usia 7 minggu

Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 28 Juni 2018
HPL : 4 April 2019

Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Dismenorrhea : (-)
Menopause : (-)
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari

Riwayat Kontrasepsi

3
 Tidak ada

Riwayat Perkawinan
Baru satu kali menikah, pada usia 27 tahun, lama menikah 14 tahun.

Riwayat Antenatal Care


Pasien memeriksakan kehamilannya baru 1 kali di RSU Bethesda Lempuyangwangi.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Os tidak pernah menderita hamil anggur, kehamilan ektopik, penyakit jantung,
kencing manis, asma, dan alergi.
 Os tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, penyakit jantung,
diabetes, asma dan alergi.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit (kuat angkat, reguler)
Pernafasan : 20x/menit (abdomino-torakal)
Suhu : 36,5oC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 62 kg
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
Telinga : tidak tampak kelainan
Hidung : tidak tampak kelainan
Mulut/gigi : tidak tampak kelainan
Leher : tidak tampak pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Perut datar, supel, nyeri tekan (-), BU (+) normoperistaltik

4
Ekstremitas : Edema -/-

Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran payudara (-), hiperpigmentasi areola mammae (+),
puting susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)
Abdomen : perut mendatar, tidak ada bekas oprasi.
Palpasi :
 Nyeri tekan abdomen tidak ada
 Tinggi Fundus Uteri : tidak teraba

Auskultasi: BU (+)

Pemeriksaan dalam (VT)


 Pembukaan 1 ujung jari (2 cm), porsio tebal, kaku.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Agustus 2018, jam 4.03 WIB
Darah rutin
 Hemoglobin 13,3 g/dL (N: 11,7 – 15,5)
 Leukosit 11,20 /uL (H) (N: 3.600 – 11.000)
 Hematokrit 39,0 % (N: 30-43)
 Trombosit 294.000 (N: 150.000-440.000)
Hemostasis
 Pembekuan /CT 4,00 menit (N: 2 - 6)
 Perdarahan /BT 3,00 menit (N: 1 - 3)
GDS : 100 gr/dl

Radiologi
USG : USG sisa plasenta 2,18, cavum uteri 7,03 x 6,87, GS (-).

Ringkasan/Resume
Anamnesis

5
Pasien wanita 41 tahun, G3P2Ab0Ah2 usia kandungan 7 minggu, datang dengan
keluhan keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00 WIB, Darah yang keluar
menggumpal, pada gumpalan darah tersebut terdapat bagian warna putih kecoklatan.
Perut pasien terasa nyeri (kemeng), nyerinya mendadak dan tidak terlokalisir. Sebelum
keluar darah pasien menyangkal riwayat jatuh, tidak ada mengkonsumsi jamu, atau
obat-obatan. Pasien terakhir melakukan hubungan suami istri 6 hari yang lalu. Tidak ada
mual, muntah. Tidak riwayat hamil anggur dan kehamilan diluar kandungan
sebelumnya, sebelumnya hamil menstruasi teratur, tidak ada keluhan menstruasi yang
berarti.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit (kuat angkat, reguler)
Pernafasan : 20 x/menit (abdomino-torakal)
Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
 Nyeri tekan abdomen (-)
Pemeriksaan dalam (VT)
 pembukaan 1 ujung jari (2 cm), porsio tebal, kaku.

Pemeriksan penunjang
Laboratorium : Leukosit 11,20 x 103/uL
Radiologi : USG sisa plasenta 2,18, cavum uteri 7,03 x 6,87, GS (-).

Diagnosis Kerja
 Abortus Inkomplit
 Dasar Diagnosis: pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan dari jam 23.00
WIB, Darah yang keluar menggumpal, pada gumpalan darah tersebut terdapat
bagian warna putih kecoklatan. Perut pasien terasa nyeri (kemeng), nyerinya
mendadak dan tidak terlokalisir. Pada pemeriksaan fisik obstetri vagina touche

6
pembukaan 1 ujung jari 2 cm, porsio tebal, kaku. Dari pemeriksaan USG USG
sisa plasenta 2,18, cavum uteri 7,03 x 6,87, GS (-).
Diagnosis Banding
 Kehamilan Ektopik
 Mola Hidatidosa
Penatalaksanaan
• Pre Operasi Kuretase
• Infus RL 1000 ml/24 jam
• Profilaksis gentamisin 2 ampul
• Oprasi Kuretase
• Post Oprasi Kuretase
• Ciprofloxasin 2 x 500 mg
• Asam Mefenamat 3 x 500 mg

Follow Up
19 Agustus 2018 pukul 05.00 WIB
S: tidak ada keluhan
O: Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 67x/menit
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 20x/menit
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Paru-Paru : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : BJ 1 – BJ 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-)
PPV : Flek (+) berkurang
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat.
A: Abortus Inkomplit Post Kuretase

P: Lanjutkan terapi

19 Agustus 2018 pukul 08.00 WIB

S: Tidak ada keluhan

7
O: Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 60x/menit
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 21x/menit
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Paru-Paru : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : BJ 1 – BJ 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
PPV : Flek (-)
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat.
A: Abortus Inkomplit Post Kuretase

P: Lanjutkan terapi

19 Agustus 2018 pukul 14.00 WIB

S: Tidak ada keluhan


O: Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 60x/menit
Suhu : 36,6oC
Pernapasan : 21x/menit
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Paru-Paru : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : BJ 1 – BJ 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
PPV : Flek (-)
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat.
A: Abortus Inkomplit Post Kuretase

P: Lanjutkan terapi

- Boleh pulang

8
- Kontrol 2 minggu untuk USG

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya


dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan
menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu
abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan
tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik
dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.6

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus


therapeutica dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi
adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis adalah
abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh
tenaga tradisional.6

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana


terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.5
b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam
dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri.5
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil
konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5
d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar
(desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5

9
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.5
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga
kali berturut-turut atau lebih.5
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
genital.5
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritonium.5

Etiologi Abortus

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

1. Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar
abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini berdasarkan
pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang
berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau
poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik
pada trimester pertama berupa trisomi autosom.3

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan
diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang
sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3 Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut.3

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya

10
konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang
kehamilan.3

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi
dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen
yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik seperti Sindroma
Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum
merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik
seperti pada penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII
mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3

2. Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya


abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien.3 Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum
uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus
unicornis (10-30%).3 Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan
infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus.3 Sindroma Asherman
bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah
pada permukaan endometrium.3 Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu, kelainan yang didapat
misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan
komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.6

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi
serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan
serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih
dengan memperlihatkan gejala yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau
lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan
mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1 faktor-faktor yang mengakibatkan
serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat
cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1

11
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda
yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-
16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian
bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang
sesuai dengan inkompeten serviks.1

3. Faktor endokrin

Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya
kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.3

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM
dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.3

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium


terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat
mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus
menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum
pada usia 7 minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada
pasien ini, maka kehamilan dapat diselamatkan.3

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17%


kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat
ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.3

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan


kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa
uterus.3 Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses
migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.3 Di sini
interaksi antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus
berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah large granular cell, dan
makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK dijumpai dalam jumlah yang banyak
terutama pada endometrium yang terpapar progesteron.3 Perannya adalah pada trimester

12
1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit
atau tiada ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK
kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal
untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem
ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat


merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang
penting pada kelangsungan kehamilan.6

4. Faktor infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa
mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif
juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat
mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela,
parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.3

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus

- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum,


mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3
- Spirokaeta: treponema pallidum.3

5. Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah


SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA adalah antibodi spesifik yang
ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan

13
pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar
abortus berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan
dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat
ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.3 Dari international consensus
workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:3

- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di
mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan
gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau
insufisiensi plasenta yang berat)3

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6
minggu)3

- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,


kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet
normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)3

aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33%
pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan
infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3

6. Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan
infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena
trauma .1

7. Faktor nutrisi dan lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan
kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-faktor yang

14
terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan
kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1 Pada


wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari
risiko pada wanita yang tidak merokok.1 Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara
lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta.6 Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan
dapat mamacu neurotoksin.6 Meminum alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat
meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus.1 Kadar abortus meningkat 2
kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada
konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.1

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene


satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih
dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. 1
Pada penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit
kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada kontrol.1

8. Faktor kontrasepsi berencana

Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli
kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada kontrasepsi
yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko
aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan.1

Patogenesis

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan
nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan
tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena
dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya
ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini
disebut blighted ovum.1

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal.1 Kulit akan
15
tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. 1 Bisa juga
apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang
akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat
kering dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.1

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena


vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14
minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian
lagi akan tertinggal.6 Perdarahan yang banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang
dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium.6

Gambaran klinis

Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4


Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon yang
telah dipakai, dan biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan keluarnya
fetus atau jaringan.6 Ini penting untuk melihat progress abortus.6 Pada abortus yang
sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus sering terjadi infeksi yang dilihat dari
demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan,dan
luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru saja terjadi didapati
serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis
atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari seharusnya.6 Pada pemeriksaan USG,
ditemukan kantung gestasional yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda kehidupan
dari janin.6

Diagnosis

Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan
perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini
terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam
rahim.7 Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu
dari HPHT.6 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi.

16
Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti
janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di
daerah atas simpisis.6

Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi
traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan
pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga
abortus akibat infeksi.7

2. Pemeriksaan Fisis

Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen dapat
memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan
bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya.4
Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai
samaada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus
yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.4

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan Diagnosis


tanda
Bercak sedikit Tertutup Sesuai dengan Kram perut Abortus
hingga sedang usia gestasi bawah, uterus immines
lunak
Tertutup/terbuka Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus
dari usia nyeri perut komplit
gestasi bawah,riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang Terbuka Sesuai dengan Kram atau nyeri Abortus
sehingga masif usia perut bawah, insipien
kehamilan belum terjadi
ekspulsi hasil

17
konsepsi

Kram atau nyeri Abortus


perut bawah, incomplit
ekspulsi
sebahagian hasil
konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus mola
lebih besar kram perut
dari usia bawah,
gestasi sindroma mirip
PEB, tidak ada
janin, keluar
jaringan seperti
anggur

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu


bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG ditemukan
kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.6

Diagnosis banding.2

- kehamilan ektopik tertanggu

- abortus mola hidatidosa

Penatalaksanaan

1. Abortus Imminens.4

Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total dan
pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan seksual.
Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian
lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus

18
berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain
dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih
besar dari yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.

2. Abortus insipiens.4

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin
0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan
untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi ditunggu,
kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam
500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes
per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan,
kondisi ibu tetap dipantau.

3. Abortus inkomplit.4

Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg
IV atau misoprostol 400mcg per oral diberikan.

Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi vakum
tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi
belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg
per oral dapat diberikan.

Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam
500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam diberikan
setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal
dalam uterus segera dievakuasi.

4. Abortus komplit.4

19
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan
tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2
minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan
dengan konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.

5. Abortus septik/infeksius.3

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan keseimbangan


cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan flour yang keluar
pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau
ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg dan metronidazol 2x1gram.
Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal 6


jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus
dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik harus
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak
memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dah kuat. Apabila
ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus
dibuat dengan larutan peroksida H2O2. Histerektomi harus dibuat secepatnya jika
indikasi.

Pemantauan pascaabortus.4

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa
terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui secara
klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika
terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping
pada kehamilan berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada
komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.
Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter
bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru

20
yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan.

Komplikasi

1. Perdarahan.6

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah
abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan
serviks, dan juga koagulopati.

2. Perforasi.6

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.

3. Syok.6

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu
dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

4. Infeksi.6

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus

21
septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium,
dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska


abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri
lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan
Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.

a. Efek anesthesia.7

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering
digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja
pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi,
cardiopulmonary arrest dan kematian.

b. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).7

Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga
DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

Prognosis.6

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan


sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan
etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.
Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada
kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang
tidak jelas.

22
Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan
ektopik berada di saluran telur (tuba falopii).1,2,3

Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter pelayanan kesehatan. Hal ini
bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per
seribu kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopok tersering karena sel telur
yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga
embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh
diluar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan
diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan
ektopik yang terganggu.1,2,3

Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini.

 Kehamilan tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars
ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%).

 Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan
abdominal sekunder di mana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian
abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus
tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di
kavum abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.

 Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.

 Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di


kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian
sekitar satu per 15.000-40.000 kehamilan.

 Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat


jarang.1,2,3

23
Diagnosis Kehamilan Ektopik

Kesukaran memuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu
demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau
rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang
belum terganggu, penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang
dapat digunakan ialah ultrasonografi, laparaskopi, atau kuldoskopi.

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami
kesukaran, teteapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam
diagnosis, maka tiap perempuan dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan.
Pada umumnya dengna anamnesis teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat
ditegakkan, walaupun biasanya alat antu diagnostic seperti kuldosentesis,
ultrasonografi, dan laparaskopi masih diperlukan. Haid biasanya terlambat untuk
beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam
terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel


darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Permeriksaan
hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama
3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung
diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia; tetapi, harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat
setelah 24 jam.

Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis


meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvic, dapat
diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya
menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan
tetapi, tes negative tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu
karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human
chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative.1,2,3,5

24
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu sering keliru dengan abortus insipiens atau
abortus inkompletus yang kemudian dilakukan kuretase. Bila hasil kuretase meragukan
jumlah sisa hasil konsepsinya, maka kita perlu curiga terjadinya kehamilan ektopik
terganggu yang gejala dan tandanya tidak khas. Pada umumnya dilatasi dan kerokan
untuk menunjang diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat
dikemukakan:

 Kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik;

 Hanya 12-19% kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi desidua;

 Perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak khas untuk


kehamilan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan bersama dengan
perdarahan terdiri atas desidua tanpa vili korialis, hal itu dapat memperkuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis dapat dilaksanakan dengan urutan
berikut.

 Penderita dibaringkan dengan posisi litotomi.

 Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic.

 Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks;
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.

 Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglasi dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.

 Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:

o Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku;
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk

o Darah tua berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku, atau
yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.

25
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui
prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglasi, dan ligamentum latum. Adanya
darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi ini
menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.1,2,3,5

Mola Hidatidosa

Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal yaitu berupa gelembung-gelemnung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm.1,2,3,6

Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak
ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.

Diagnosis Mola Hidatidosa

Adanya mola hidatidosa harus dicuriagai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk
memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin immunoassay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke 100, sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan USG, dimana kasus mola menunjukkan
gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran
seperti sarang lebah (honey comb).

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun,
bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena
pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum
pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.

Pada kehamilan trisemester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga


seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
inkompleteus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trisemester II gambaran mola
hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur

26
bagian-bagian anekoik vesicular berdiameter antara 5-10 mm. gambaran tersebut dapat
dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow
storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein.

Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin yang
ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya
janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau
bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang
edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain
masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid.
Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.1,2,3,6

27
DAFTAR PUSTAKA

1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 22nd


edition. Mc-Graw Hill, 2005

2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and


treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008

3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu


Kandungan, edisi 2008

4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17

5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina Etaham,


2008, ms 33-35

6. Abortus Incomplete. Available at http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-


inkomplit , accessed on July 29, 2014

7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on July 29,
2014

8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on July 29,
2014

9. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http :


//www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm, accessed on
July 29, 2014

10. Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, available at http :


//www.theceli.com/opik/Aborsi.htm, accessed on July 29, 2014

28

Anda mungkin juga menyukai