KELOMPOK 1 :
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas asuhan keperawatan jiwa PSIKOSOSIAL ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbingyang telah membantu
kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas
bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan
untuk menyempurnakan makalah ini.
Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu
bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Remaja merupakan salah satu periode kehidupan yang dimulai dengan
perubahan biologis pada masa pubertas dan diakhiri dengan masuknya seseorang ke
dalam tahap kedewasaan. Dua ratus tahun yang lalu, periode ini tidak dikenali.
Untuk waktu yang lama, remaja dimaknai sebagai masa transisi, tidak lebih
dari masa selintas menuju kedewasaan, masa yang ditandai dengan instabilitas dan
keresahan. Meskipun remaja bermasalah tidak bisa dianggap mewakili kelompok
usia remaja secara keseluruhan, pada saat yang bersamaan remaja dipandang
sebagai periode emosi yang tidak stabil dan terganggu, serta masa pemberontakan.
Saat ini, dengan pengetahuan ilmiah pada proses pengalaman remaja, masa
remaja secara luas dipandang sebagai periode pertumbuhan yang bersemangat, dan
kemajuan personal yang pesat. Pertumbuhan bukan secara murni terdiri dari aspek
biologis dan pubertas, tetapi juga perubahan mental dan sosial yang membantu
membentuk kepribadian masa dewasa.
Jiwa "pemberontakan" yang dilabelkan pada remaja harus dipandang sebagai
perspektif orang dewasa, dan bukan sepenuhnyua karakteristik dari kelompok usia
ini. Sesungguhnya, yang disebut "pemberontakan" tersebut tidak lebih dari upaya
remaja untuk mencari penegasan diri untuk menemukan bahwa dirinya berbeda,
dan merupakan proses yang penting dalam tahap-tahap pembentukan kepribadian.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi remaja
2. Untuk mengetahui dan memahami ciri-ciri masa remaja
3. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan psikososial remaja
4. Untuk mengetahui dan memahami tugas perkembangan remaja
5. Untuk mengetahui dan memahami pengembangan aspek psikososial remaja
6. Untuk mengetahui dan memahami dimensi remaja
7. Untuk mengetahui dan memahami kasus psikososial remaja
8. Untuk mengetahui dan memahami permasalahan remaja
9. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana menangani permasalahan
yang terjadi pada remaja
10. Untuk mengetahui dan memahami remaja dan perilaku hidup sehat
11. Untuk mengetahui dan memahami proses keperawatan jiwa pada
perkembangan psikososial remaja
BAB II
PEMBAHASAN
ASKEP JIWA BERDASARKAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL PADA REMAJA
A. DEFENISI
Menurut (Stanley Hall, 1991)
Masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai
dan stress (Storm and Stress).Karena mereka mereka telah memiliki keinginan bebas
untuk menentukan nasib sendiri, kalau terarah dengan baik maka ia akan menjadi
seorang individu yang memiliki rasa tanggungjawab, tetapi kalau tidak terbimbing
maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan /dengan baik.
Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 1998) usia remaja antara 12 sampai
usia 23 tahun.
Menurut Erikson masa remaja adalah masa yang akan melalui krisis dimana
remaja berusaha untuk mencari identitas diri (Search for self -Identity) (Dariyo, 2004)
Remaja : masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa
yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,psikis & psikososial.
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:(Konopka, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989):
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas
utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis
ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini
bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa
yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia,
Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa
dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang
pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan
menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
F. DIMENSI REMAJA
1. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi
dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang
berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
a. Follicle-Stimulating Hormone (FSH)
b. Luteinizing Hormone (LH).
Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan
estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki,
Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone
(ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas
merubahsistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat
menstruasi,sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu
terjadi jugaperubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki
mulaimemperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang
berhubungandengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan
berubahsecara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada
dunia remaja.
2. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).
Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri
dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah
beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para
remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih
sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya
mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih
tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit,
dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu
melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem
pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode
belajarmengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada
pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh
pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai
anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran
abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir
kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
3. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para
remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah
populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,
kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka
selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran
yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis,
remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan
kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di
luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada
banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.
Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia
terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja
berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan
ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang
ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan
merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang
seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau
otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada
seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu
tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya
membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai
baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik
nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan
menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya.
Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan
oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika
orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi
jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif
jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua
yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya
remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak
mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat
sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar
lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika
“lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan
dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan
mulai menajam.
4. Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago
olehMihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa
remajarata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang
luarbiasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa
jamuntuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja
iniseringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau
kegiatansehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah
dengancepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah
psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami
perubahanyang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka
sangatrentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa
orang lainsangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka
mengagumi ataumengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja
sangatmemperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
Remajacenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan
percayakeunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putriakan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya
orang akan melirikdan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan
membayangkandirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang
dengansendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu,
Remajaakan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan
tidakselalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan
remajabahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi
tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan
tantanganuntuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan
kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu,
sehinggaseringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan
mereka.Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar
danbelum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka
panjang.Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan
perbuatanmereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati,
lebihpercaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan
rasatanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan
jatidiripositif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada
dirisendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang
yanglebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana
menghadapimasalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan
berbagai caraakan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa
yang akandilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti
itu.Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja.
Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yangtelah
dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yangbisa terjadi pada
masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resikodan berdampak negative
pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko padamasa remaja misalnya seperti
penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya;aktivitas social yang berganti – ganti
pasangan dan perilaku menentang bahayaseperti balapan, selancar udara, dan layang
gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah
bermacam – macam danBerhubungan dengan dinamika fobia balik ( conterphobic dynamic
), rasa takutdianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan
dinamikakelompok seperti tekanan teman sebaya.
A. IDENTITAS
Nama : Nn.T
Usia : 15 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan teknologi 7 no. 5 Nanggalo, Siteba, Padang
B. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
√ Pada bagian ( )
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Potensial (normal): potensial pembentukan identitas diri.
Risiko (penyimpangan): risiko bingung peran.
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 REMAJA:
E. EVALUASI
S:
T mengeluhkan bahwa dia sulit untuk mengambil keputusan dan sulit untuk menemukan
minat dan bakat dalam dirinya. Dan T tidak dapat menemukan kelebihan dan kekurangan
dirinya.
O:
T tampak kesulitan untuk menemukan bakat dan minat, kelebihan dan kekurangan dirinya
saat diskusi. T tampak bingung dan gelisah saat diskusi
A:
T belum mandiri dan butuh bantuan perawat dalam menjalankan tugas perkembangannnya.
P:
SP 1 dievaluasi kembali sebelum dilanjutkan ke SP 2
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak remaja anda mungkin berbeda sedikit dari remaja lainnya. Setiap
generasi memiliki kadar motif, gaya hidup, harapan dan mimpi yang berbeda. Tapi
lingkungan sekolah dan pergaulan remaja sekarang sangatlah berbeda dari apa yang
remaja dulu alami.
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju
masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik
maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh
berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai
pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah secara kognitif dan mulai
mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai
melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran
sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.
B. SARAN
Diharapkan teman-teman dari mahasiswa mau membaca makalah ini, karena
sangat berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan. “jangan katakan tidak
mampu sebelum mencoba”. Kita sama-sama di berikan akal fikiran oleh Allah SWT,
jadi jangan di sia-siakan, manfaatkan fasilitas yang ada seefisien dan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Keliat, Budi dkk. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa
: CMHN (Intermediate Course). Jakarta : EGC.