Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan fisik berasal dari kata physical examination berarti memeriksa
tubuh dengan atau tanpa alat untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan
kondisi klien. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari rangkaian
pengkajian, dalam asuhan kebidanan pengkajian merupakan tahapan yang
pertama dilakukan oleh seorang perawat sebelum menentukan masalah atau
keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan pemeriksaan fisik secara komprehensip
sangat diperlukan karena data yang diperolah dari pemeriksaan fisik ini akan
menjadi dasar dalam penentuan masalah. Untuk dapat memahami pemeriksaan
fisik yang baik dan benar dibutuhkan pemahaman terhadap konsep anatomi,
fisiologi tubuh manusia dan pathofisiologi serta didukung oleh ketrampilan
melalui latihan – latihan sehingga menjadi terbiasa. Dalam pemeriksaan fisik juga
diperlukan integrasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dari pemeriksa
sampai pada menginterprestasikan dan mengintegrasikan data temuan satu dengan
data temuan yang lainnya.
Pengkajian fisik pada dasarnya sama, baik yang dilakukan oleh dokter,
perawat atau bidan, semuanya untuk menemukan penyimpangan secara objektif
dari keadaan fisiologis atau normal, perbedaannya adalah dalam memanfaatkan
data tersebut, bidan atau perawat memperolah data dari pemeriksaan fisik untuk
menentukan keputusan masalah sebagai awal dalam memberikan asuhan
kebidanan.
Dalam pelaksanaannya pemeriksaan fisik bersamaan dengan metode
pengumpulan data lainnya seperti wawancara ( anamnesa ), dan observasi, untuk

1
itu perawat juga harus menguasai tehnik anamnesa yang benar dan pengamatan
yang akurat sesuai dengan kondisi pasien.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui prinsip dasar pemeriksaan fisik
2. Untuk mengetahui metode pemeriksaan
3. Untuk mengetahui persiapan untuk pemeriksaan
4. Untuk mengetahui pemeriksaan tanda vital
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik head to toe

1.3 Rumusan Masalah


1. Apakah prinsip dasar pemeriksaan fisik ?
2. Bagaimana metode pemeriksaan ?
3. Apakah persiapan yang dilakukan untuk pemeriksaan ?
4. Bagaimana prosedur pemeriksaan tanda vital ?
5. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik head to toe ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki
pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik
mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap
terapi tersebut. (Potter dan Perry, 2005)

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau


hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)

Tujuan Pemeriksaan Fisik

1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.


2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien
dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan
tertentu yang akan dijelaskan nanti di setiap bagian tubuh yang akan
dilakukan pemeriksaan fisik.

Manfaat Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,


maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:

3
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

2.1 Prinsip Dasar Pemeriksaan Fisik

Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi


mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama,
untuk mengidentifikasi status ‘’normal’’ dan kemudian mengetahui adanya variasi
dari keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-
gejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah
kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam
medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuan temuan klinis
yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu.

Seperti telah dibahas pada, rekam medis terdiri dari informasi subyektif dan
obyektif. Informasi subyektif yang baru akan diperoleh dari hasil wawancara pasien
dan riwayat kesehatan. Informasi subyektif akan membuat pemeriksa waspada
mengenai area apa yang harus menjadi perhatian selama pemeriksaan itu. Informasi
lebih lanjutan kemudian akan diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Harus diingat
bahwa garis pemisah antara riwayat pasien dan pemeriksaan fisik selalu abstrak.
Sebagai contoh, temuan klinis obyektif akan memperkuat memvalidasi dan
menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada pemeriksaan awal, tetapi juga pada
saat yang sama, temuan fisik akan menstimulasi pemeriksa untuk bertanya lebih
lanjut selama pemeriksaan.

Tidak ada yang absolut mengenai metode yang digunakan dan sistem yang
harus dicakup dalam suatu pemeriksaan fisik. Penentuan pilihan dipengaruhi oleh
usia pasien, gejala, data fisik dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu

4
sendiri (misalnya, penapisan/screening fisik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau
analisis gejala-gejala). Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan
kunjungan yang terjadwal untuk mengkaji progresi atau kesembuhan dari suatu
masalah atau abnormalitas tertentu).

Pengkajian kesehatan sering dianggap sebagai suatu insiden tersendiri.


Namun, saat ini, telah diterima bahwa penapisan atau pemantauan kesehatan terkait-
usia harus dilakukan secara teratur (jika pasien tidak menunjukkan
gejala/asimtomatik).Remaja (usia 12-19 tahun) sebaiknya menjalami pemeriksaan
fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (usia 20-59 tahun) sebaiknya menjalani
pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 5-6 tahun. Pemeriksaan penapisan lainnya,
misalnya mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, dan sigmoidoskopi,
sebaiknya dilakukan secara lebih teratur, seperti yang disarankan pada Pedoman
Deteksi Kanker Dini dari American Cancer Society. Orang-orang dewasa yang lebih
lanjut usia (>60 tahun) sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 2
tahun, termasuk serangkaian pemeriksaan penapisan seperti yang telah dikemukakan
di atas.

Karena asuhan kefarmasian yang berorientasi pasien mencakup juga tindakan


pencegahan masalah kesehatan, farmasis sebaiknya secara rutin mengajukan
pertanyaan pada pasien kapan pasien terakhir melakukan pemeriksaan fisik.
mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, kolesterol, dan lain-lain). Farmasis
sebaiknya mendorong pasien untuk menemui dokter untuk pemeriksaan fisik
menyeluruh. Jika psien tidak melakukan pemeriksaan selama 2 tahun terakhir (untuk
pasien >60 tahun). Farmasis juga sebaiknya memberikan penyuluhan/edukasi kepada
pasien mengenai penapisan dan pemantauan kesehatan sesuai pedoman. Pemeriksaan
penapisan yang teratur sangat penting, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit
pertemuan antara pasien dan farmasis yang dilakukan untuk penapisan/skrining
kesehatan saja. Kebanyakan pada interaksi farmasis dengan pasien lebih membahas
keluhan-keluhan pasien. Pemeriksaan yang dilakukan sebagai respon terhadap

5
keluhan atau gejala diarahkan untuk mengetahui atau mencegah masalah kesehatan
yang potensial dan merupakan interaksi yang terfokus. Ketika memberikan
pelayanan/asuhan kesehatan yang berorientasi pasien, farmasis dapat berperan
penting dalam menentukan fokus interaksi tersebut untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien yang berkaitan dengan
efek pengobatan.

2.2 Metode Pemeriksaan

Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk


digunakan selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-
teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera
penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan
semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren.
Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan
harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data
yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia
pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika
abdomen yang diperiksa.

2.2.1 Inspeksi

Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan
mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan
untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang
lain setiap hari, membangun kesan pada pikiran kita mengenai orang lain,
memutuskan apakah kita menyukai atau tidak menyukai mereka, dan secara umum
akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi mereka.

Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi. Secara
formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat

6
pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu,
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan
dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan
obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan
diagnosis dan terapi.

Pemeriksaan yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli)


melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai
sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena
inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada berbagai
situasi di apotek, maka teknik ini merupakan metode yang paling penting yang harus
dikuasai pada praktek kefarmasian.

2.2.2 Palpasi

Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah


kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan
informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan
komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas
misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif
untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.

Gambar 4-1 menunjukkan area tangan yang digunakan untuk palpasi untuk
membedakan temuan-temuan klinis. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian
tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari

7
pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena
ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga
akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh.
Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan Menggunakan bagian punggung
(dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara
paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau memegang.

Struktur individu dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat


dipalpasi untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan
juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang
terkumpul secara abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan
telapak tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek
ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi
getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk
area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam,
medium atau ringan.

Gambar 4.1 Area tangan yang digunakan untuk palpasi

8
Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat
ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi (Gambar 4-2). Jika pada awal
palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak
mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa
nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan
berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat
pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan
palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien,
gerakkan jari secara memutar.

Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk
massa, nyeri, tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh
pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar.

Palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan (Gambar 4-2). Jika dilakukan dengan dua
tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan
gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir.
Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-
benar menilai suatu gejala.

9
Gambar 4-2 Teknik palpasi (A) Ringan (B) Dalam

2.2.3 Perkusi

Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh


secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau
cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang
suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan
berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu.
Tabel 4-1 menunjukkan kualitas dan karakter suara yang keluar pada saat perkusi
sesuai dengan tipe dan densitas jaringan dan sifat lapisan di bawahnya. Terdapat lima
macam perkusi seperti yang tercantum di bawah ini:

Tabel 4.1 Suara Perkusi

Suara Nada/pitch* Intensitas Durasi Kualitas Lokasi


Datar Tinggi Lembut Pendek Absolut Normal :
sternum,

10
Tidak Jelas paha
(dullness) Abnormal:
paru‐paru
atelektatik;
massa
padat
Tidak tajam Medium Medium Moderat Seperti suara Normal:
(dull) pukulan/jatuh, hati;
pendek organorgan
(muffled thud) lain;
kandung
kencing
penuh
Abnormal:
efusi
pleura,
asites
Resonan/gaung Rendah Keras Moderat/panjang Kosong Normal:
paru‐paru
Hiper‐resonan Sangat Sangat Panjang Berdebam Abnormal:
rendah keras Emfisema
paru‐paru
Timpani Tinggi Keras Panjang Seperti drum Normal:
Gelembung
udara
lambung
Abnormal:
Abdomen

11
distensi
udara

 Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik (cycles per
second/cps).
 Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi, sedangkan vibrasi
lambat menghasilkan nada pitch yang rendah.Amplitudo (atau intensitas)
menentukan kerasnya suara. Makin besar amplitude, makin keras suara.
 Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar.
 Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang
digunakan untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu.
 Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan
panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang
menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek.
 Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi
akustik menyerap suara pada ruang kedap suara

Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat
pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu
karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil
(biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini
merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa
repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan
bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai
plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang (Gambar 4-3).

12
Gambar 4.3 Perkusi jari tak langsung

Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada
permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk
menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan
tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari
segera diangkat, agar tidak menyerap suara.

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan
tangan (Gambar 4-4). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari
tangan yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi
langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak
berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang
pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan)
mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan
costovertebral angle (CVA) ginjal.

13
Gambar 4.4. Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah
costovertebral (CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA.

2.2.4 Auskultasi

Auskultasi adalah keterampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,


jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting
yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk
oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras
lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi
suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-
paru, suara usus, dan suara organ tubuh.

Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4-5). Stetoskop regular tidak


mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat
(endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),

14
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan
satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan
akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan
kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan
tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.

Gambar 4.5 Stetoskop

Bagian endpiece harus memiliki diafragma dan bel (Gambar 4-5). Diafragma
digunakan untuk meningkatkan suara yang tinggi-pitch-nya., misalnya suara nafas
yang terdengar dari paru-paru dan suara usus melalui abdomen dan ketika
mendengarkan suara jantung yang teratur (S1 dan S2). Bel dipergunakan khususnya
untuk suara dengan pitch-rendah dan mengamplifikasi suara-suara gemuruh murmur
jantung, turbulensi arteri (bruits) atau vena (hums), dan friksi organ. Karena aliran
darah memberikan suara dengan pitch yang rendah, bel juga digunakan untuk
mengukur tekanan darah; namun, peletakan bel dengan tepat pada beberapa pasien

15
kadang-kadang cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu, diafragma sering juga
digunakan untuk mengukur tekanan darah.

Banyak pemeriksa, baik yang masih baru maupun yang sudah ahli, cenderung
meletakkan stetoskop pada dada segera setelah pasien melepas pakaian dan tanpa
melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk ini menjadi kebiasaan,
maka pemeriksa akan melewatkan/tidak mengetahui petunjuk penting mengenai
analisis gejala. Mengikuti metode pemeriksaan secara berurutan dan menggunakan
auskultasi sebagai pemeriksaan terakhir merupakan hal-hal yang esensial. Seperti
telah dikemukakan sebelumnya, pemeriksaan abdomen merupakan perkecualian
aturan ini. Auskultasi abdomen harus mendahului palpasi dan perkusi; jika tidak
demikian, suara mekanik yang terjadi dalam abdomen akibat menekan-nekan sekitar
isi perut akan menghasilkan suara usus palsu.

Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit


interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari
sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika
menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara
artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh,
tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan
mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat
berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :

1. Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran


halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar).
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
2. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien
batuk. Misalnya pada edema paru.

16
3. Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4. Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

2.3 Persiapan Untuk Pemeriksaan

Agar interaksi pasien berlangsung efisien dan lancar, penting bagi pemeriksa
untuk bersiap-siap sebelum perjumpaan dengan pasien. Langkah-langkan penting
pada persiapan ini meliputi hal-hal berikut: mengumpulkan peralatan, menyiapkan
tempat, dan menjamin keselamatan pasien.

2.3.1 Menyiapkan Alat

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik komprehensif yang dilakukan


oleh seorang dokter umum dapat dilihat pada Gambar 4-6. Farmasis tidak perlu
menggunakan seluruh alat tersebut; walaupun demikian akan bermanfaat untuk
mengetahui dan mengenal alat-alat umum yang digunakan pada pemeriksaan fisik.
Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik menyeluruh adalah:

a. Pena cahaya atau senter digunakan untuk cek kulit dan respon pupil terhadap
cahaya dan untuk sumber cahaya tangensial menerangi dada danabdomen
dariri sisi samping.
b. Penggaris atau meteran,lebih disukai jika menggunakan satuan centimeter,
untuk mengukur ukuran mola atau abnormalitas kulit lainnya, abdomen,
tinggi fundus dan keliling tangan.
c. Sarung tangan dan masker atau kaca mata pelindung/goggles sesuai aturan
Centers for Disease Control (CDC) untuk situasi tertentu.
d. Otoskop dan oftalmoskop untuk memeriksa telinga dan mata (jika otoskop
tidak dilengkapi dengan spekulum pendek, maka diperlukan spekulum nasal).

17
e. Depresor lidah untuk menggerakkan atau menahan lidah pada saat memeriksa
orofaring.
f. Stetoskop (dengan bel dan diafragma) untuk auskultasi paru-paru, jantung dan
saluran cerna.
g. Palu reflex untuk menguji reflex tendon
h. Beberapa benda untuk menguji saraf cranial (misalnya uang logam, peniti,
kancing dll)

Peralatan tambahan yang diperlukan untuk menilai tanda-tanda vital (vital


signs) antara lain:

a. Thermometer untuk mengetahui temperature


b. Sfigmomanometer untuk mengetahui tekanan darah
c. Jam dengan jarum penunjuk detik atau jam digital untuk menghitung
kecepatan detak jantung (nadi) dan pernafasan.
d. Skala untuk mengukur berat badan

Hampir semua alat sudah tercantum pada daftar di atas. Karena anda harus siap
melakukan pemeriksaan terfokus tanpa interupsi, anda harus menyiapkan peralatan
dasar (misalnya sfigmomanometer dan stetoskop) tersedia dan mudah dijangkau di
ruang praktek Pengaturan yang hati-hati dan konsisten sebelum memulai pemeriksaa
akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan dan menjamin pemeriksaan
selalu dilakukan dengan urutan yang sesuai.

18
Gambar 4.5 Peralatan yang digunakan selama pemeriksaan fisik: 1) stetoskop, 2)
sphygmomanometer; 3) palu reflex; 4) garpu untuk tuning; 5) garpu untuk tuning; 6)
roda untuk pemeriksaan sensori; 7) kartu untuk memeriksa penglihatan; 8) peak flow
meter; 9) thermometer membrane timpani; 10) thermometer merkuri; 11)
thermometer elektronik; 12) alcohol pad; 13) bola kapas; 14) sarung tangan sekali
pakai; 15), tape measure; 16) specimen cup; 17) otoskop; 18) button (benda tumpul
untuk pemeriksaan sensori); 19), kunci (benda tajam untuk pemeriksaan sensori); 20)
oftalmoskop; endpiece (dapat diganti dengan otoskop endpiece); 21) triceps skinfold
caliper; 22) 51onofilament; 23) pena cahaya; 24), depressor lidah.

2.4 Pemeriksaan Tanda Vital

A. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari
proses pemompaan jantung. Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam
keadaan tidur atau istirahat. Kondisi hipertermia dapat meningkatkan denyut

19
nadi sebanyak 15 – 20 kali per menit setiap peningkatan suhu 1 derajat
celcius.
Penilaian denyut nadi yang lain adalah takikardia sinus yang ditandai
dengan variasi 10 – 15 denyutan dari menit ke menit dan takikardia
supraventrikuler paroksimal ditandai dengan nadi sulit dihitung karena terlalu
cepat (lebih dari 200 kali per menit).Bradikardia merupakan frekuensi denyut
jantung lebih lambat dari normal. Pemeriksaaan nadi yang lain adalah
iramanya, normal atau tidak. Disritmia (aritmia) sinus adalah ketidakteraturan
nadi, denyut nadi lebih cepat saat inspirasi dan lambat saat ekspirasi.
B. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah indikator penting dalam menilai fungsi
kardiovaskuler. Dalam prosesnya perubahan tekanan darah dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain ;
1. Tolakan Perifer. Merupakan sistem peredaran darah yang memiliki
sistem tekanan tertinggi (arteria) dan sistem tekanan terendah
(pembuluh kapiler dan vena), diantara keduanya terdapat arteriola
dan pembuluh otot yang sangat halus.
2. Gerakan memompa oleh jantung. Semakin banyak darah yang
dipompa ke dalam arteria menyebabkan arteria akan lebih
menggelembung dan mengakibatkan bertambahnya tekanan darah.
Begutu juga sebaliknya.
3. Volume darah. Bertambahnya darah menyebabkan besarnya
tekanan pada arteria.
4. Kekentalan darah. Kekentalan darah ini tergantung dari
perbandingan sel darah dengan plasma.
C. Pemeriksaan Pernapasan
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Menilai frekuensi,
irama, kedalaman dan tipe atau pola pernapasan

20
D. Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di
dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi melalui
metabolisme darah. Keseimbangan suhu harus diatur dalam pembuangan dan
penyimpanannya di dalam tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Pembuangan
atau pengeluaran panas dapat terjadi melalui berbagai proses, diantaranya :
1. Radiasi, yaitu proses penyebaran panas melalui gelombang
elektromagnet.
2. Konveksi, yaitu proses penyebaran panas karena pergeseran antara
daerah yang kepadatannya tidak sama seperti dari tubuh pada
udara dingin yang bergerak atau pada air kolam renang.
3. Evaporasi, yaitu proses perubahan cairan menjadi uap.
4. Konduksi, yaitu proses pemindahan panas pada objek lain dengan
kontak langsung tanpa gerakan yang jelas, seperti bersentuhan
dengan permukaan yang dingin dan lain – lain.

2.4 Pemeriksaan Fisik Head To Toe

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak


dengan pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu yang di
perlukan dan terminasi/ mengakhiri.

Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan dilakukan secara urut dan


menyeluruh dan dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:

1. Kulit, rambut dan kuku


2. Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut
3. Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP
4. Dada : jantung dan paru
5. Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam
6. Genetalia

21
7. Kekuatan otot /musculosekletal
8. Neurologi

Tahap-tahap pelaksanaanya adalah sebagai berikut:


A. Pemeriksaan Kulit, Rambut Dan Kuku
KULIT :
Tujuan :
a. Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit
b. Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka
Tindakan :
I = Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna kehitaman/kecoklatan),
edema, dan distribusi rambut kulit.
P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus,
suhu : akral dingin atau hangat.

RAMBUT :
Tujuan :
a. Untuk menbetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
b. Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor
Tindakan :
I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus

KUKU:
Tujuan:
- Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang
- Untuk mengetahui kapiler refill
Tindakan:

22
I = catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb, bentuk:
clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit difisisensi
fe/anemia fe
P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia
lambat s/d 5-15 detik.

B. Pemeriksaan Kepala
Tujuan :
a. Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b. Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala
Tindakan :
I = Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke kanan
atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH.
P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala sesuai
kebutuhan
MATA:
Tujuan:
a. Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan pengelihatan, visus dan otot-
otot mata)
b. Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata
Tindakan:
I = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip baik/tidak,
konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin/gangguan
pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil, pin point/sangat kecil
(suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah meninggal)
Inspeksi gerakan mata :
- Anjurkkan pasien untuk melihat lurus ke depan
- Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat)
- Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi

23
- Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi kepala
pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata.
Inspeksi medan pengelihatan:
- Berdirilah didepan pasien
- Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di periksa
- Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik
pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.
- Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa
kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien mengatakan kapan
dan dititik mana benda mulai tidak terlihat (ingat pasien tidak boleh melirik untuk
hasil akurat).
Pemeriksaan visus mata:
- Siapkkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar)
- Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter (sesuai
kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).
- Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas.
- Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan kiri
- Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang terbesar
sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
- Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan.
- Misal: hasil visus:
OD (Optik Dekstra/ka): 5/5
Berarti : pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya dapat
dilihat/dibaca pada jarak 5 m
OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2
Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang seharusnya di
baca pada jarak 2 m.

24
P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika ada
peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji
adanya nyeri tekan.

HIDUNG:
Tujuan:
a. Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b. Untuk mendetahui adanya inflamasi/sinusitis
Tindakan:
I = Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret
P = Apakah ada nyeri tekan, massa

TELINGA
Tujuan:
a. Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga
b. Untuk mengetahui fungsi pendengaran
Tindakan:
Telinga luar:
I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan, adanya lesy.
P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago.
Telinga dalam:
Note : Dewasa : Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat
Anak : Daun telinga ditarik kebawah
I = Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani (warna, bentuk)
adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.
Pemeriksaan pendengaran:
1) Pemeriksaan dengan bisikan
a. Mengatur pasien berdiri membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 m

25
b. Mengistruksikan pada klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak
diperiksa.
c. Membisikan suatu bilangan misal “6 atau 5”
d. Menyuruh pasien mengulangi apa yang didengar
e. Melakukan pemeriksaan telinga yang satu
f. Bandingkan kemempuan mendengar telinga ka.ki
2) Pemeriksaan dengan arloji
a. Mengatur susasana tenang.
b. Pegang sebuah arloji disamping telinga klien.
c. Menyuruh klien menyatakan apakah mendengar suara detak arloji.
d. Memimndahkan arloji secara berlahan-lahan menjauhi. telinga dan suruh
pasien menyatakan tak mendengar lagi.
e. Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat didengar.
3) Pemeriksaan dengan garpu tala:
a. Tes Rinne
a. Pegang garpu tala (GT) pada tangkainya dan pukulkan ketelapak tangan
b. Letakkan GT pada prosesus mastoideus klien
c. Menganjurkan klien mangatakan pada pemeriksa sewaktu tidak
merasakan getaran
d. Kemudian angkat GT dengan cepat dan tempatkan didepan lubang
telinga luar jarak 1-2 cm, dengan posisi parallel dengan daun telinga.
e. Mengistrusikan pada klien apakah masih mendengara atau tidak.
f. Mencatat hasil pemeriksaan
b. Tes Weber
a. Pegang GT pada tangkainya dan pukulkan pada telapak tangan atau jari
b. Letakkan tangkai GT di tengah puncak kepala/os. Frontalis atas.
c. Tanayakan pada klien apakah bunyi terdengar saama jelas antara telinga
ka.ki atau hanya jelas pada satu sisi saja.
d. Mencatat hasil pemeriksaan

26
c. Tes Swebeck
a. Untuk mengetahui membandingkan pendengaran pasien dengan
pemeriksa
b. Dekatkan GT pada telinga klien kemudian dengan cepat di dekatkan ke
telinga pemeriksa.

MULUT DAN FARING:


Tujuan:
a. Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
b. Untuk mengetahui kebersihan mulut
Tindakan:
I = Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
kelembaban, pembengkakkan, lesi.
Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi
Inspeksi mulut dalam dan faring:
- Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna, kelembaban, dan
adanya lesi
- Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi
- Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa steril,
kemudian minta klien menjulurkan lidah dan berkata “AH” amati ovula/epiglottis
simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri.
Lakukkan palpasi dasar mulut dengan menggunakkan jari telunjuk dengan memekai
handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata “EL” sambil menjulurkan lidah,
pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan jari telunjuk, posisi ibu jari
menahan dagu. Catat apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut.

27
C. Pemeriksaan Leher
Tujuan:
a. Untuk menentukan struktur integritas leher
b. Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan
c. Untuk memeriksa sistem limfatik
Tindakkan:
I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut
Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya massa
Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping ka,ki.
Mintalah pasien untuk mengerakkan leher (fleksi-ektensi ka.ki), dan merotasi- amati
apakah bisa dengan mudah dan apa ada respon nyeri.
P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
Palpasi trachea apakah kedudukkan trachea simetris atau tidak.

D. Pemeriksaan Dada/Thorax
PARU/PULMONALIS
Tujuan:
a. Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru
b. Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan
c. Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa, peradangan, edema, taktil
fremitus.
d. Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya
e. Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara
Tindakan:
I = Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati gerkkan paru.
Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
P = Palpasi ekspansi paru:

28
a. Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah
papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru ki.ka.
b. Berdiri deblakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah scapula/setinggi
costa ke-10, ibu jari ka.ki di dekatkan jangan samapai menempel, dan jari-jari di
regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali menarik nafas
dalam dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak.
Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior:
a. Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex paru/stinggi
supra scapula (posisi posterior) .
b.Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata “Sembilan-sembilan” (nada
rendah)
c. Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata tersebut, sambil pemeriksa
mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah sampai pada basal paru atau
setinggi vertebra thorakal ke-12.
d.Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru
e. Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah
f. Ulangi/lakukkan pada dada anterior

JANTUNG/CORDIS
I = Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm disamping bawah
xifoideus.
P = Merasakan adanya pulsasi
a. Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area aorta dan
spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
b. Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area
trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi
c. Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavicula kiri
dimana akan ditemukkan daerah apical jantung atau PMI ( point of maximal
impuls) temukkan pulsasi kuat pada area ini.

29
d. Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah
sternum.
Perkusi :
a. Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung bagian kiri,
b. Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui batas jantung
kanan.
c. Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung
d. Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi.
Auskultasi :
a. Menganjurkkan pasien bernafas normal dan menahanya saat ekspirasi selesai
b. Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada interkostalis ke-5
sambil menekan arteri carotis
Bunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral
(bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta
dan pulmonalis) pada saat diastolic.
Adapun bunyi : S3: gagal jantung “LUB-DUB-CEE…” S4: pada pasien hipertensi
“DEE..-LUB-DUB”.

E. Pemeriksaan Perut/Abdomen
Tujuan:
a. Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut
b. Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus
c. Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen
Tindakan:
I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan, adanya
ketidak simetrisan, adanya asites.

30
P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan
telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai
kuadran.
Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa
dengan metode bimanual/2 tangan.

HEPAR:
a. Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian
hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12
b. Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ
hepar. Kaji hepatomegali.

LIMPA:
a. Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar
b. Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri
dan minta pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi
tenntukkan adanya limpa.
c. Pada orang dewasa normal tidak teraba

RENALIS:
a. Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut setinggi
Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
b. Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta
kiri.
c. Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan
bentuk, kontur, ukuran, dan respon nyeri.

31
F. Pemeriksaan Genetalia
Tujuan :
a. Untuk mengetahui adanya lesi
b. Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dll)
c. Untuk mengetahui kebersihan genetalia
Tindakan :
Genetalia laki-laki:
I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.
Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya
lesi
Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri
Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari
Genetalia wanita:
I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak
Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis
P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk mengetahui
keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.

G. Pemeriksaan Rektum Dan Anal


Tujuan:
a. Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus
b. Untuk mengetahui adanya massa pada rectal
c. Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rectal/hemoroid
Tindakkan:
a. Posisi pria sims/ berdiri setengah membungkuk, wanita dengan posisi
litotomi/terlentang kaki di angkat dan di topang.
b. Inspeksi jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus

32
c. Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan
adanya nodul dan atau pelebaran vena pada rectum.

H. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Tujuan:
a. Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
b. Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada
daerah tertentu.
Tindakan :
MUSKULI/OTOT :
a. Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat jika
ada perbedaan dengan meteran)
b. Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui
adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba
c. Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau mendorong
tangan pemeriksa dan bandingkan tangan ka.ki
d. Amati kekuatan suatu otot dengan memberi penahanan pada anggota gerak atas
dan bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara pemeriksa
menariknya dari yang lemah sampai yang terkuat amati apakah pasien bisa
menahan.

TULANG/OSTIUM :
a. Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang
b. Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakan

PERSENDIAAN/ARTIKULASI:
a. Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan sendi.
b. Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan
c. Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-ekstensi, dll)

33
I. Pemeriksaan Sistem Neurologi
Tujuan:
a. Untuk mengetahui integritas sistem persyrafan yang meliputi fungsi nervus
cranial, sensori, motor dan reflek.
Tindakan:
Pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)
Olfaktorius/penciuman:
 Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla atau aroma lain yang tidak
menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma.
Opticus/pengelihatan:
 Meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda
disekitar, jelas atau tidak.
Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil:
 Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan
akomodasinya.
Trokhlear/gerakkan bola mata ke atas dan bawah:
 Kaji arah tatapan, minta pasien melihat k etas dan bawah
Trigeminal/sensori kulit wajah, pengerak otot rahang:
 Sentuh ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea (reflek
nagatif (diam)/positif (ada gerakan)
 Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah kaji nyeri menyilang
pada kuit wajah
 Kaji kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang
Abdusen/gerakkan bola mata menyamping:
 Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kesamping ki.ka

34
Facial/ekspresi wajah dan pengecapan:
 Meminta klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi,
menaikan dan menurunkan alis mata, perhatikkan kesimetrisanya.
Auditorius/pendengaran:
 Kaji klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, suruh klien mengulangi
kata/kalimat.
Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah:
 Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal lidah.
 Gunakkan penekan lidah untuk menimbulkan “reflek gag”
 Meminta klien untuk mengerakkan lidahnya
Vagus/sensasi faring, gerakan pita suara:
 Suruh pasien mengucapkan “ah” kaji gerakkan palatum dan faringeal
 Periksa kerasnya suara pasien
Asesorius/gerakan kepala dan bahu:
 Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang
ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan
Hipoglosal/posisi lidah:
 Meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan
menggerakkan ke berbagai sisi.

Pengkajian syaraf sensori


Tindakkan:
a. Minta klien menutup mata
b. Berikan rasangan pada klien :
Nyeri superficial: gunakan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada titik-
titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingkat nyeri dan
di bagian mana

35
Suhu: sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakkan sensasi
yang direasakan.
Vibrasi: tempelkan garapu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan pada
falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya getaran.
Posisi: tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun kemudian
berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah.
Stereognosis: berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan berikkan waktu
beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda apa itu.

Pengkajian refleks :
1. Refleks Bisep
a. Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi
tangan pronasi (menghadap ke bawah)
b. Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep dan
jari-jari lain diatas tendon bisep
c. Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji refleks
2. Refleks Trisep
a. Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
b. Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi
c. Meminta pasien untuk merilekkan lengan
d. Raba terisep untuk mmeastikan otot tidak teggang
e. Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek
3. Refleks Patella
a. Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi
b. Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan
dada
c. Pukul tendo patella, kaji refleks
4. Refleks Brakhioradialis
a. Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa

36
b. Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
c. Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar harmmer,
catat reflex.
5. Reflex Achilles
a. Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti
pada pemeriksaan patella
b. Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa
c. Pukul tendo Achilles, kaji reflek
6. Reflex Plantar (babinsky)
a. Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung
stick harmmer
b. Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak
kaki sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek
positif telapak kaki akan tertarik ke dalam.
7. Refleks Kutaneus
a) Gluteal
 Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana
seperlunya
 Ransang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas
 Reflek positif spingter ani berkontraksi
b) Abdominal
 Minta klien berdiri/berbaring
 Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial,
kaji gerakkan reflek otot abdominal
 Ulangi pada ke-4 kuadran (atas ki.ka dan bawah ki.ka)
c) Kremasterik/pada pria
 Tekan bagian paha atas dalam menggunakkan benda berujung kapas
 Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang dirangsang

37
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang
baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien
yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik
ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam
keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan, memilih intervensi yang tepat untuk
proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

3.2 Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus
dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

38

Anda mungkin juga menyukai