Anda di halaman 1dari 38

Makalah Perancangan Produk dan Proses Kimia

Proses Pembuatan Gas Sintesis

DOSEN PENGAMPU:
AJI PRASETYANINGRUM, S.T., M.Si.

DISUSUN OLEH :
APRILIA LAILA FAJRIN (21030112130049)
BRAMANTYA BRIAN SUWIGNJO (21030112140169)
DANUGRA MARTANTYO (21030112140054)
HARI WISNU MURTI (21030112130105)
NUGRAHENI DWIANDINI (21030112130118)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

i
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulisan makalah Perancangan Produk dan Proses Kimia berjudul “Proses Pembuatan Gas
Sintesis” dapat diselesaikan dengan baik.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan bahan-bahan kimia semakin
besar sehingga pembangunan industri kimia perlu lebih diprioritaskan. Industri kimia
merupakan salah satu industri vital dan strategis, untuk itu hampir setiap negara di dunia, tak
terkecuali Indonesia banyak memberikan perhatian pada pengembangan industri kimia,
mengingat industri ini banyak mempunyai keterkaitan dengan pengembangan industri
lainnya. Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah gas sintesis. Bahan kimia
dasar ini merupakan bahan bakupembuatan produk kimia intermediet. Secara langsung gas
sintesa digunakan sebagai bahan baku pembuatan ammonia, methanol dan lain
sebagainya.Oleh karena itu, pemilihan perancangan proses pembuatan gas sintesis ini akan
membawa dampak positif untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dankegiatan ekspor ke
berbagai negara.
Proses penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pelbagai pihak. Pada
kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si.selaku
dosen pengampu mata kuliah Perancangan Produk dan Proses Kimiayang telah memberikan
bimbingan mengenai dasar perancangan produk dan proses kimia di industri.
Penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan penulisan yang lebih baik.
Semoga makalah perancangan produk dan proses kimia ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan masyarakat.

Semarang, April 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................i
PRAKATA................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik..............................................................................1
1.2 Prospek dan Pemasaran.............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Gas Alam...................................................................................................................3
2.2 Gas Sintesis...............................................................................................................4
2.3 Pembuatan Gas Sintesis............................................................................................4
2.4 Pemilihan Proses.......................................................................................................7
2.5 Spesifikasi Bahan......................................................................................................7
BAB III METODE PERCOBAAN..........................................................................................13
3.1 Penetapan Jenis Reaksi.............................................................................................13
3.2 Distribusi Bahan Kimia.............................................................................................15
3.3 Pemurnian Gas Sintesis.............................................................................................16
3.4 Kondisi Operasi (Suhu dan Tekanan).......................................................................17
3.4.1 Proses Pendahuluan........................................................................................17
3.4.2 Proses Steam Reforming.................................................................................18
3.4.3 Proses Konversi Shift CO (CO Shift Convertion)..........................................19
3.4.4 Proses Pengambilan Gas CO2.........................................................................19
3.4.5 Pembentukan Metana Kembali.......................................................................19
3.5 Integrasi Perancangan...............................................................................................20
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................26
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................26
4.2 Saran.........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................27

DAFTAR GAMBAR
iii
Gambar 2.1. Blok Diagram Steam Reforming .....................................................................5
Gambar 2.2. Proses CO2 Reforming (Dry Reforming)...........................................................6
Gambar 2.3. Blok diagram Oksidasi Parsial..........................................................................7
Gambar 2.4. Proses Autothermal Reforming.........................................................................8
Gambar 3.1. Block Flow Diagram reaksi utama pembentukan gas sintesis dengan proses
steam reforming................................................................................................15

Gambar 3.2. Block Flow Diagram distribusi bahan kimia dari proses steam reforming......16
Gambar 3.3. Block Flow Diagram tahap pemurnian sintesis gas..........................................17
Gambar 3.4. Block Flow Diagram Tahap Pembuatan Gas Sintesis (H2) dari Gas Alam
dengan Pengelolaan Suhu dan Tekanan............................................................20
Gambar 3.5. Mechanical flowsheet operasi pembuatan gas sintesis.....................................20
Gambar 3.6. Mechanical Flowsheet pembuatan gas sintesis................................................25

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Proyeksi Kebutuhan Amonia di Pasar Dalam Negeri.....................................1

iv
Tabel 2.1 Analisis 4 Proses Pembuatan Gas Sintesis...............................................................9

BAB I
PENDAHULUAN

v
1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan bahan-bahan kimia semakin
besar sehingga pembangunan industri kimia perlu lebih diprioritaskan. Industri kimia
merupakan salah satu industri vital dan strategis, untuk itu hampir setiap negara di dunia, tak
terkecuali Indonesia banyak memberikan perhatian pada pengembangan industri kimia,
mengingat industri ini banyak mempunyai keterkaitan dengan pengembangan industri
lainnya.

Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah gas sintesis. Bahan kimia ini
dapat diproduksi dari gas alam sebagai produk kimia dasar. Gas sintesis secara langsung dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan methanol, ammonia, aldehid, dan lain sebagainya.

Proyeksi kebutuhan ammonia dalam negeri semakin meningkat seiring dengan


peningkatan industri-industri yang menggunakannya. Oleh karena itu, maka pendirian pabrik
gas sintesis sebagai bahan baku pembuatan ammonia akan membawa dampak positif, hal ini
disebabkan karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri di samping itu juga dapat
mensuplai kebutuhan pasar ekspor di berbagai negara.

1.2 Prospek dan Pemasaran


Prospek dari produksi gas sintesis cukup menarik dilihat dari peningkatan kebutuhan
ammonia di dalam negeri setiap tahun yang secara langsung berdampak pada peningkatan
kebutuhan produksi gas sintesis. Kebutuhan ammonia di dalam negeri ditampilkan pada Tabel
1.1.

Tabel 1.1. Data Proyeksi Kebutuhan Amonia di Pasar Dalam Negeri

Tahun Jumlah (Ton)


2009 3.980.746

vi
2010 4.219.591
2011 4.979.118
2012 5.506.904
2013 5.892.387
Sumber : Diolah oleh indochemical

Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa kebutuhan amonia di dalam negeri cenderung mengalami
peningkatan rata-rata 10.40 % per tahun. Hal ini disebabkan oleh sudah berdirinya beberapa
pabrik pupuk di Indonesia serta untuk meningkatkan permintaan pasar luar negeri.

Dengan luasnya cakupan penggunaan amonia di Indonesia, baik secara industri


maupun secara langsung menunjukkan bahwa permintaan akan amonia cukup besar dengan
kata lain prospek pemasarannya sangat menjanjikan.

Nilai Gross Profit Margin (GPM) yang didapat untuk pembuatan amonia adalah
sebesar Rp.10.100/Kg NH3 (Data Perhitungan di Lampiran A). Nilai GPM ini diperkirakan
cukup menarik perhatian investor untuk mendirikan pabrik amonia, karena nilai tambah
produk lima kali lipat dari harga bahan baku.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gas Alam

vii
Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar
fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH4). Ia dapat ditemukan di ladang
minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara.

Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika
terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber energi yang
berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon
dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas ke udara relatif hanya
berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari
rayap, ternak (mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100
juta ton.

Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air dapat juga
terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam jumlah kecil. Komposisi
gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya. Campuran organosulfur dan
hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas yang harus dipisahkan . Gas
dengan jumlah pengotor sulfur yang signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga
sebagai "acid gas (gas asam)". Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak
berasa dan tidak berbau. Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir,
biasanya gas tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi
kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya, akan
tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan tercekiknya pernafasan karena ia dapat
mengurangi kandungan oksigen di udara pada level yang dapat membahayakan.

Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan
menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah tersebar
di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam rumah, konsentrasi
gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang jika tersulut api, dapat
menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan (Tampubolon dan Hertina, 2011)

2.2 Gas Sintesis

Gas sintesis (synthetic gas / syngas) merupakan gas yang diperoleh dari suatu proses,
misalnya dari proses penyulingan minyak bumi atau dari proses gasifikasi batubara. Gas
sintesis yang diperoleh merupakan bahan antara atau intermediate material pada pembuatan

viii
ammonia dan karbondioksida merupakan hasil sampingnya yang digunakan dalam proses
pembutan pupuk. Gas sintesis terdiri dari beberapa senyawa kimia, yakni Hidrogen (H 2)
56,4%, Nitrogen (N2) 33,1%, Metana (CH4) 7,1%, Uap air (H2O) 1,7%, Karbon monoksida
(CO) 1,3% dan Karbon dioksida (CO2) 0,4% (Subekti, 2005) dalam Sirait dan Erika (2005).
Pembuatan gas sintesis dapat juga berasal dari gas alam.

2.3 Pembuatan Gas Sintesis

Proses pembuatan gas sintesis terdiri dari: proses steam reforming, oksidasi parsial,
CO2 reforming, dan autothermal reforming.
1. Steam reforming
Gas alam sekarang menjadi bahan baku dominan dengan steam reforming sebagai
metode dasar yang digunakan industri dalam pembuatan gas sintesis (dan hidrogen).
Steam reforming merupakan reaksi endotermis antara gas alam (metana) dengan steam
menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida, yang disebut juga gas sintesis
(syngas).
CH4 + H2O  CO + 3H2 H298 = +206 kJmol-1 (2-1)
Secara tipikal, reaksi ini berlangsung pada suhu antara 700 dan 850C, tekanan
antara 3 dan 25 bar, dan menggunakan katalis berbasis Ni. Karena steam reforming
gas alam memiliki rasio H2/CO tinggi (stoikhiometri H2/CO = 3), maka reaksi ini bisa
dikatakan ideal untuk mendapatkan aliran gas hidrogen dengan kemurnian tinggi dari
produk syngas (Fidalgo & Menéndez, 2013).
Steam reforming, yaitu reaksi antara gas alam (metana) dengan steam yang bersifat
sangat endotermis (206 kJ/mol), menghasilkan karbon monoksida (CO) dan
hidrogenatau sebutan lain water gas(H2).
CH4 + H2O  CO + 3H2 H298 = +206 kJmol-1 (2-1)
Selanjutnya, dalam meningkatkan konsentrasi H2 dalam campuran produk, steam
ditambahkan sehingga terjadi reaksi water gas shift/WGS (2) (en.wikipedia.org).
Dalam industri, penyesuaian rasio H2/CO berdasarkan reaksi WGS.
CO + H2O  CO2 + H2 H298 = -41 kJmol-1 (2-2)
Kelemahan reaksi steam reforming ini, ialah adanya penggabungan reaksi WGS
sebagai penyesuaian rasio H2/CO akan menambah banyak biaya dan proses
keseluruhan menjadi lebih mahal. Selain itu, agar konversi metana lebih besar
membutuhkan lebih banyak panas/energi. Panas/energi yang tersedia berasal dari
pembakaran feedstock gas alam yang baru masuk ( 25%) atau dari pembakaran gas
buang (purge gas) (Barelli et al., 2008; Ogden, 1999)(dalam Fidalgo & Menéndez,
ix
2013). Oleh karena itu, terdapat pengurangan jumlah CO2 yang besar, antara 0,35
hingga 0,42 m3 CO2 per m3 H2 terproduksi, disebabkan oleh baik reaksi maupun
kebutuhan panas/energi (Muradov, 1998)(dalam Fidalgo & Menéndez, 2013).
Secara umum, proses steam reforming dapat digambarkan dalam blok diagram
berikut :
CO2

Gambar
2.1 Blok Diagram
Steam Reforming
(Wasserstoff Linde Engineering.html)
Feed yang berupa gas alam akan melalui feed pre-treatment yang berupa
penghilangan debu dan partikel berat lainnya, penghilangan sulfur, dan penghilangan
merkuri. Lalu masuk ke tahap steam reforming, dimana pada tahap ini dibagi menjadi
2 yaitu primary reforming dan secondary reforming. Setelah mengalami proses
reforming, konsentrasi H2 akan ditingkatkan dalam CO-shift conversion namun hasil
samping dari CO-shift conversion ini adalah CO2 sehingga harus dihilangkan melalui
adsorpsi.

2. CO2 reforming (Dry reforming)


Dry reforming merupakan reaksi antara gas alam (metana) dan CO2 dengan
bantuan katalis, rasio H2/CO pada produk syngas yang didapat sebesar 1 (Rostrup-
Nielsen, 1984; Lercher et al., 1999)(dalam Neiva & Gama, 2010). Rasio ini
disarankan untuk pembuatan hidrokarbon fraksi lebih tinggi lewat reaksi Fischer-
Tropsch, dan memungkinkan dalam produksi turunan hidrokarbon teroksidasi, yang
mengeliminasi kebutuhan penyesuaian rasio H2/CO dalam reaksi Water Gas Shift
(Fidalgo & Menéndez, 2013).
CH4 + CO2 2CO + 2H2 H298 = +247 kJmol-1 (2-3)
Reaksi ini ideal apabila produk syngas digunakan sebagai bahan baku untuk
menghasilkan bahan bakar cair penting yang membutuhkan H2 dan CO.Namun, reaksi

x
ini termasuk mahal karena sifat reaksinya endotermis, sehingga membutuhkan banyak
energi. Selain itu, kerugian utama dry reforming terletak pada pembentukan secara
signifikan zat padat karbon (coke) yang terdeposisi pada permukaan katalis (sisi aktif),
sehingga dapat mereduksi umur katalis, yang disebabkan adanya gas CO 2 sebagai
input (Rostrup-Nielsen, 1984; Chen et al., 2008; Lercher et al., 1999) (dalam Neiva &
Gama, 2010).
Secara umum, proses CO2 reforming dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2
Proses CO2 Reforming
(Dry Reforming)
(http://www.htcenergy.com/hydrogen/techPlatformCDRM.htm)
Dari gambar 2.2 dapat dilihat bahwa feed yang berupa gas alam akan masuk ke
dalam reakror reformer bersamaan dengan CO2. Hasilnya yaitu CO dan H2. Sama
seperti steam reforming, untuk meningkatkan konsentrasi H2, hasil dari reformer akan
masuk ke tahap CO-shift conversion dan hasil sampingnya adalah CO 2. CO2 yang
dihasilkan ini akan dikembalikan ke reaktor reformer untuk meningkatkan efisiensi.

3. Oksidasi parsial
Proses oksidasi parsial dari gas metana merupakan reaksi katalitik di mana metana
bereaksi langsung dengan oksigen dengan adanya katalis, dan produk syngas yang
dihasilkan memiliki rasio H2/CO baik, yaitu 2.
CH4 + ½O2 CO + 2H2 (2-4)
Reaksi ini bersifat eksotermis, sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan
steam reforming dan dry reforming, karena membutuhkan sedikit energi termal.
Namun, proses ini merupakan proses mahal karena harus bereaksi dengan oksigen
murni. Selain itu, proses reaksi ini bersifat bahaya karena gas metana (CH4) bereaksi

xi
dengan oksigen (O2) dapat menyebabkan ledakan apabila reaksi tidak diberi perhatian
penting (Peña et al., 1996) (dalam Neiva & Gama, 2010).
Secara umum, proses oksidasi parsial dapat dilihat pada gambar 2.3.

CO2

Gambar 2.3 Blok diagram Oksidasi Parsial


(http://www.linde_engineering.com/en/process_plants/hydrogen_and_s
ynthesis_gas_plants/gas_generation/partial_oxidation/index.html)

Berdasarkan gambar 2.3 dapat dilihat bahwa proses oksidasi parsial hampir sama
dengan steam reforming ataupun dry reforming. Tahap oksidasi parsial dilakukan
dengan mengontakkan feed yang berupa gas alam yang telah mengalami feed pre-
treatment dengan oksigen. Lalu ketahap CO-shift untuk meningkatkan konsentrasi H2.
Setelah itu akan masuk ke tahap acid gas removal untuk mengurangi kandungan CO2
dan sisa sulfur. Tahap terakhir yaitu adsorpsi untuk menghilangkan kandungan CO 2
yang tersisa.

4. Autothermal Reforming
Reaksi autothermal reforming pada metana merupakan gabungan dari dua reaksi:
steam reforming dan oksidasi parsial. Oleh karena itu, pada reaksi steam reforming,
zat-zat juga dikontakkan dengan aliran gas oksigen, dengan adanya katalis (Armor,
1999). Maka, proses ini melibatkan tiga zat (CH4, H2O, dan O2).
Proses autothermal reforming dirancang untuk menghemat energi, karena sumber
energi termal yang dibutuhkan berasal dari reaksi oksidasi parsial metana tersebut.
Jadi proses membutuhkan energi termal yang juga dihasilkan, yang disebut dengan
autotermal (Ayabe et al., 2003; Wilhem et al., 2001) (dalam Neiva & Gama, 2010).
Dalam pembuatan syngas, nilai rasio H2/CO syngas merupakan fungsi dari fraksi
reaktan gas yang dimasukkan ke input proses. Maka, rasio H 2/CO bisa bernilai 1 atau
2 (Palm, 2002) (dalam Neiva & Gama, 2010).
Secara umum, proses autothermal reforming dapat dilihat pada gambar 2.4.

xii
Gambar 2.4 Proses Autothermal Reforming
(http://www.jgc.com/en/02_business/99_sbr/01_tech_innovation/01gas/aatg.html)

Berdasarkan gambar 2.4 dapat terlihat bahwa autothermal reforming merupakan


gabungan antara steam reforming dan oksidasi parsial. Hal ini dapat terlihat pada
bagian reaktor dimana feed berupa gas alam yang telah mengalami desulfurizer
dikontakkan dengan steam dan oksigen. Didalam reaktor tersebut terdapat katalis yang
sama seperti dengan katalis steam reforming untuk mempercepat reaksi.

2.4 Pemilihan Proses


Dari keempat proses pembuatan gas sintesis, pemilihan proses yang akan digunakan
harus dianalisis terlebih dahulu. Analisis dari keempat proses tersebut dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Analisis 4 Proses Pembuatan Gas Sintesis
Jenis Proses
NO Aspek Steam Dry Oksidasi Authothermal
Reforming Reforming Parsial Reforming
1 Rasio H2/CO 3 1 1 2
2 Suhu 1 2 3 3
3 Tekanan 2 1 3 2
4 Konsumsi Steam 3 1 1 2
Bahan (Safety dan
5 3 2 1 1
harga)
Jumlah 12 7 9 10

Keterangan :
1 = rendah
2 = sedang
3 = tinggi

xiii
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat bahwa proses steam reforming merupakan cara
yang terbaik apabila dibandingkan dari 5 aspek yaitu rasio H2/CO, suhu dan tekanan
oerasi, konsumsi steam, keamanan dan harga bahan baku. Steam reforming merupakan
proses yang dapat menghasilkan gas hidrogen dengan kemurnian cukup tinggi dengan
rasio H2/CO paling besar.. Untuk proses lain ini seperti oksidasi parsial dan autothermal
reforming cocok digunakan apabila rasio H2/CO seimbang dan pastinya untuk menghemat
energi (Neiva & Gama, 2010).

2.4.1 Peran Katalis Ni dalam steam reforming

Beberapa jenis katalis dapat digunakan untuk mengaktifkan reaksi steam gas
reforming. Sifat utama bagi katalis adalah aktivitas ke arah reformasi reaksi, dan
ketahanan terhadap pembentukan karbon. Katalis harus memiliki stabilitas termal yang
tinggi untuk mempertahankan aktivitas reformasi di bawah kondisi proses (Neiva dan
Gama, 2010). Selain itu, katalis juga harus memiliki ketahanan tinggi terhadap
penonaktifan dari keracunan. Secara khusus, stabilitas termal sangat penting untuk
kinerja yang baik dari sistem katalitik, karena proses harus terjadi pada suhu yang relatif
tinggi, sehingga membutuhkan bahwa dukungan katalitik menjadi tahan api untuk
mencegah logam transisi dari yang didirikan.
Proses pembentukan metana dari steam dan CO2 dapat menggunakan katalis yang
terbuat dari logam Ni, Co, Ru, Rh, Pd, Pt, dll. Aktivitas katalitik dari katalis logam yang
mendukung katalis Al2O3-MgO adalah Ru > Rh > Ir > Ni > Pt. Logam Ni memiliki
keaktifan yang cukup, stabilitas termal yang baik, dan semakin banyak penggunaan
logam Ni untuk meningkatkan keaktifan per volume katalis lebih menguntungkan.
Walapun logam Ni lebih mudah mendengendapkan logam dan mengoksidasi katalis,
namun kekurangan tersebut dapat dikurangi dengan memadukan logam Ni dan logam
mulia lainnya (Wu et al., 1983).
Mekanisme reaksi steam-methane reforming pada katalis Ni/MgAl2O4 adalah sebagai
berikut (Xu dan G.F. Froment, 1989):
1. Steam bereaksi dengan permukaan atom Ni untuk mengadsorbsi oksigen dan gas
hidrogen.
2. Gas H2 terbentuk secara langsung dan keluar dalam fasa gas dengan keseimbangan
terhadap H yang diadsorbsi dan H2.

xiv
3. Metana di sdsorbsi pada permukaan atom nikel. Metana yang telah diadsorbsi
berekasi dengan oksigen teraadsorbsi membentuk chemisorbed radicals (CHx)
dengan x = 0–3.
4. Oksigen yang telah diadsorbsi dan radikal karbon bereaksi membentuk chemisorbed
CH2O, CHO, CO, or CO2.
5. CO and CO2 dihasilkan dalam bentuk molekul CHO and CH2O.

2.5 Spesifikasi Bahan

2.5.1 Bahan Baku


2.5.1.1 Gas Alam
 Wujud : gas
 Kenampakan : tidak berwarna
 Bau : tidak berbau
Tabel 2.1. Komposisi Gas Alam

Komponen %mol
CH4 90,18
C2H6 1,6
C3H8 0,91
i-C4H10 0,45
C5H12 0,15
N2 3,6
Ar 0,11
CO2 3

 Total Sulfur : 6 ppm


 Hg : 2,5 ppm
 Density : 0,82 gr/cc
 Flash Point : -187 oC
 Fire Point : 537 oC
(Sumber: Process Engineering PT. Pupuk Kujang, 2007)
2.5.1.2 Udara
 Wujud : gas
 Kenampakan : tidak berwarna
 Bau : tidak berbau
 Tekanan : 1 atm
xv
 Suhu : 30 oC
 Humidity : 83%
Tabel 2.2 Komposisi Udara
Komponen %mol
N2 78,04
N2 20,99
Ar 0,94
CO2 0,03

(Sumber: Process Engineering PT. Pupuk Kujang, 2007)

2.5.1.3 Air (H2O)

 Wujud : cair
 Kenampakan : tidak berwarna
 Bau : tidak berbau

Komposisi air :

- pH = 8,4 - Klorat = 16000-21000 ppm


o
- T = 31,5 C - Cl = 0,2 ppm
- TDS = 35 ppm - Fe = 0,4 ppm
- Hardness = 5 ppm sebagai CaCO3
- Sulfat = 2,15 ppm
- Ca = 800 ppm

(Sumber: Process Engineering PT. Pupuk Kujang, 2007)

2.5.2 Bahan Pembantu


2.5.2.1 Katalis
a. Mercury Guard Chamber
1. Karbon Aktif
 Bentuk : Amorf
 Surface Area : 300-2500 m2/g
 Warna : hitam
 Bau : tidak berbau
 Terdiri dari : Plat-plat datar, disusun oleh atom-atom C yang
terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagon.
(Rahmawati dan Lina, 2007)
b. Desulfurizer
1. Cobalt Molybdenum

xvi
 Bentuk : Ekstrusion
 Ukuran : 1/8 in
 Bulk Density : 560 ± 48 kg/ m3
 Chemical Composition (%w) :
- CoO = 3-4 - Al2O3 = 83-88
- MoO = 9-11 - Logam berat = < 0,1
(Rahmawati dan Lina, 2007)
2. Zinc Oxide
 Bentuk : Pellet
 Ukuran : 3/16 in
 Bulk Density : 1121,3 ± 80 kg/ m3
 Chemical Composition (%w) :
- ZnO= 80 ± 5 - Al2O3 = 4-6
- C = < 0,2 - SiO2 = 5-10
- S = < 0,15 - Logam Berat = < 0,1
- Cl = < 0,003
(Rahmawati dan Lina, 2007)
c. Reformer
1. Primary Reformer
- Bentuk : Rings
- Bulk Density : 75 lb/ft3
- Surface Area : 5-15 m2/gr
- Pore volume : 0,2-0,3 cc/gr
- Ukuran : 5/8 x 5.8 x ¼ in
- Chemical Composition (%w) :
- NiO = 32 - CaO = 14
- Al2O3 = 54 - SiO2 = 0,1
(Rahmawati dan Lina, 2007)
2. Secondary Reformer
 Bentuk : Rings
 Bulk Density : 80 lb/ft3
 Surface Area : 5-15 m2/gr
 Pore volume : 0,2-0,3 cc/gr
 Ukuran : 5/8 x 5.8 x ¼ in
- Chemical Composition (%w) :
- NiO = 18 - CaO = 15
- Al2O3 = 67 - SiO2 = 0,01
(Rahmawati dan Lina, 2007)
d. Shift Conversion
1. HTS (High Temperature Shift)
 Bentuk : Pellet
 Bulk Density : 70 lb/ft3
 Surface Area : 66 m2/gr
 Ukuran : ¼ x ¼ in
 Chemical Composition (%w) :
- Fe = 56,5
- Cr = 6,0

xvii
(Rahmawati dan Lina, 2007)
2. LTS (Low Temperature Shift)
 Bentuk : Pellet
 Bulk Density : 91 lb/ft3
 Surface Area : 65 m2/gr
 Ukuran : ¼ x 1/8 in
 Chemical Composition (%w) :
- CuO = 15,3 - Al2O3= 36,2
- ZnO = 32 - S = 0,06
(Rahmawati dan Lina, 2007)
e. Methanation
 Bentuk : Cylindrical Pellet
 Diameter : 54 mm
 Height : 3,6 mm
 Chemical Composition (%w) :
- NiO = 25-30
- Alumina = 0,5
(Rahmawati dan Lina, 2007)
2.5.3 Produk
2.5.3.1 Hidrogen
Sifat Fisis :
- Fasa (P, T ruang) : Gas - Berat molekul : 2,016
o
- Titik Didih pada 1 atm ( C) : -252,7 - Temperatur kritis (oC) : -239,9
- Titik leleh (oC) : -259,1 - Tekanan kritis (atm) : 13,03
- Volume kritis (cm3/mol) : 64,2 - Densitas (gr/ml) : 0,0352
- Densitas kritis (gr/ml) : 0,031 - Viskositas (cp) : 0,013
- Panas Spesifik (g/moloK) : 19,7 - Kelarutan pada 80oC (ml) : 0,85
- Panas Laten Peleburan (kal/mol) : 28
(Yaws, 1999) dalam Rahmawati dan Lina (2007)

Sifat Kimia :

- Reaksi hidrogen dan halogen membentuk asamhidrohalogenida


H2 + X22HX
- Reaksi dengan oksigen membentuk air
H2 + O2H2O
- Reaksi dengan karbon membentuk metana
2H2 + C CH4
- Reaksi dengan nitrogen membentuk ammonia
3H2 + N22NH3
- Reaksi dengan logam membentuk logam hibrida
H2 + M MH2
- Reaksi dengan oksida logam membentuk logam dan air
H2 + MO M + H2O
- Reaksi hidrogenasi ikatan tak jenuh
RCH=CHR + H2RCH2CH2R

xviii
(Othmer, 1978) dalam Rahmawati dan Lina (2007)

2.5.3.2 Karbon Monoksida


Sifat Fisis :

- Fasa (P, T ruang) : Gas - Tekanan kritis (atm) : 34,99


- Berat Molekul (Kg/kmol) : 28,01 - Titik leleh (oC) : -207
- Titik didih pada 1 atm (oC) : -192 - Temperatur kritis (oC) : -140,08
- Densitas kritis (lb/ft) : 18,79 - Volume kritis (cm3/mol) : 93,1
- Panas Laten Peleburan (Kal/mol) : 200
- Entalpi pembentukan standar (Kj/mol) : -110,525
- Panas Laten Penguapan (Kal/mol) : 1444
- Kelarutan pada 20oC, 1 atm (ml) : 2,32
(Yaws, 1999) dalam Rahmawati dan Lina (2007)

Sifat Kimia :

- Reaksi dengan hidrogen pada 230-400oC dan 50-600 atm


membentuk methanol
CO + H2CH3OH
- Reaksi dengan metanol dan asetilen menghasilkan asamakrilik
HC=CH+ CH3OH + CO CH2=CHCOOCH3
- Reaksi dengan metanol menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO CH3COOH
- Reaksi dengan formaldehid dan air pada 200oC dan 700atm
menghasilkan etilen glikol
HCHO + CO + H2O HOCH2COOH
- Reaksi dengan propilen dan Syn Gas menghasilkanButyraldehyde
C3H6 + CO + H2C4H8O
- Reaksi dengan klorin dan katalis karbon aktifmenghasilkan
Carbonyl Chloride (Phosgen).
CO + Cl2COCl2
(Othmer, 1978) dalam Rahmawati dan Lina (2007)

xix
BAB III
PROSES PEMBUATAN GAS SINTESIS

Dalam perancangan proses sintesis menurut Seider et al. (2003) meliputi lima
tahapan, yaitu:

1. Eliminasi perbedaan tipe-tipe molekuler berdasarkan reaksi-reaksi kimia.


Tahapan awal dalam mempertimbangkan produksi dengan berbagai macam reaksi
ataupun dari berbagai macam bahan baku. Tahapan ini dijelaskan lebih lanjut dalam
Penetapan Jenis Reaksi.
2. Distribusi bahan kimia dengan mencocokkan sumber (sources) dan pemakai (sinks)
(operasi pencampuran/mixing).
Pada tahap kedua ini bertujuan untuk mempertimbangkan perkiraan neraca massa
dan perlunya dalam aliran recycle (ulang/balik) bahan baku yang belum terkonversi
sehingga terjadi operasi mixing bahan baku baru (fresh feed) dan bahan baku pada
aliran recycle.
3. Eliminasi perbedaan komposisi dengan adanya separasi (pemisahan).
Pada tahap ketiga ini bertujuan untuk memisahkan produk yang masih berada dalam
campuran untuk meningkatkan kemurnian produk yang diinginkan.
4. Eliminasi perbedaan suhu, tekanan, dan fase.
Tahap keempat ini bersifat detail dalam perancangan karena telah melibatkan
pengaturan suhu, tekanan, dan perubahan fase sehingga didapatkan suhu, tekanan,
dan fase yang sesuai pada setiap alat saat proses dan produk yang dihasilkan.
5. Integrasi perancangan (task integration), dengan mengombinasikan operasi dengan
unit proses serta menentukan proses secara batch atau kontinu.
Tahap terakhir ini merupakan perwujudan operasi pembuatan produk dengan
mempertimbangkan penggunaan alat-alat (alat proses/unit processes) yang dipakai
berdasarkan aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan, yaitu adanya heuristik-heuristik
sehingga perancangan bisa dijalankan dalam suatu industri.

xx
3.1 Penetapan Jenis Reaksi

Tahapan pertama dalam perancangan sintesis proses, yaitu mengeliminasi perbedaan


tipe-tipe molekuler, diketahui proses-proses pembuatan gas sintesis (synthetic gas/syngas)
dengan bahan metana dari gas alam, terdiri dari empat macam, yaitu: Steam Reforming
menggunakan H2O (yang di dalamnya termasuk reaksi water shift gas atau CO shift
conversion), Dry Reforming dengan menggunakan CO2, Partial Oxidation dengan O2, dan
Autothermal Reforming (kombinasi steam reforming dan partial oxidation).
Berdasarkan keempat jenis reaksi pembuatan gas sintesis, penyusun memilih proses
pembuatan syngas secara steam reforming. Alasan pemilihan proses reaksi steam reforming
karena dapat menghasilkan gas hidrogen (H2) dalam produk syngas yang lebih banyak
daripada gas karbon monoksida (CO), berdasarkan rasio stoikhiometri H 2/CO = 3. Gas
hidrogen dalam syngas merupakan bahan baku utama dalam industri pembuatan ammonia.
Reaksi steam reforming sebagai berikut.
CH4(g) + H2O(g) CO(g) + 3H2(g) H298 = +206 kJmol-1 (2-1)
CO(g) + H2O(g) CO2(g) + H2(g) H298 = -41 kJmol -1
(2-2)
CH4(g) + 2H2O(g) CO2(g) + 4H2(g) H298 = +165 kJmol -1
(3-1)
Karena reaksi (2-1) dan reaksi keseluruhan/overall (3-1) bersifat sangat endotermis,
maka reaksi membutuhkan suhu yang lebih tinggi agar produksi gas sintesis maksimal. Secara
umum, konversi dapat mencapai 80% pada suhu 1123 K atau 850C. Oleh karena itu, agar
penggunaan energi lebih efisien, penambahan tekanan juga diaplikasikan. Agar dapat
menurunkan suhu reaksi secara efisien dan meningkatkan konversi metana bersamaan,
keseimbangan pada reaksi steam reforming harus dipecah, karena apabila suhu rendah
konversi juga rendah (Chen et al., 2008).
Tahap reforming ini menggunakan katalis berbasis nikel, yaitu Nikel Oksida (NiO).
Diharapkan dengan adanya penambahan katalis dapat meningkatkan konversi hingga menjadi
98% (Chen et al., 2008; Mbodji et al., 2012). Proses steam reforming dilakukan dalam dua
reformer, yaitu: Primary Reformer dan Secondary Reformer.
Di dalam Primary Reformer, gas alam diubah menjadi gas sintesis yang dilewatkan
tube-tube yang diisi katalis nikel (NiO) sesuai reaksi (2-1) dan (2-2), sehingga secara
keseluruhan ialah reaksi (3-1). Pada Gambar 3.1, proses di Primary Reformer ditunjukkan

xxi
pada bagian Steam Reforming 1. Gas yang keluar dari Primary Reformer masih terdapat
kadar CH4 cukup tinggi, sehingga akan diproses lebih lanjut di Secondary Reformer.
Secondary Reformer terdiri atas dua bagian, yaitu bagian atas (mixing zone) dan
bagian bawah (reaction zone). Pada Gambar 3.1, operasi Secondary Reformer ditunjukkan
pada bagian Steam Reforming 2. Gas alam dan udara masuk Secondary Reformer secara
terpisah pada bagian atas. Panas yang diperlukan diperoleh dari pembakaran langsung dengan
udara di dalam reaktor. Pembakaran juga bertujuan untuk menambah kebutuhan steam yang
akan direaksikan pada reaction zone. Reaksi pembakaran yang terjadi di mixing zone ialah:
CH4(g) + 2O2(g)  CO2(g) + 2H2O(g) H298 = -802,61 kJmol-1 (3-2)

2H2(g) + O2(g)  2H2O(g) H298 = -241,997 kJmol-1 (3-3)

Dari mixing zone gas panas masuk reaction zone dengan katalis Nikel Oksida. Panas
yang dihasilkan dari mixing zone digunakan untuk reaksi reforming di bed katalis NiO. Reaksi
yang terjadi adalah:
CH4(g) + H2O(g)  CO(g) + 3H2(g) H298 = +206 kJmol-1 (2-1)
CO(g) + H2O(g)  CO2(g) + H2(g) H298 = -41 kJmol-1
(2-2)
CH4(g) + 2H2O(g)  CO2(g) + 4H2(g) H298 = +165 kJmol -1
(3-1)
Selanjutnya, gas CO yang masih terbentuk di Secondary Reformer dikonversi
menjadi CO2 dalam CO Shift Converter. CO Shift Converter terdiri dari dua bagian, yaitu:
High Temperatur Shift Converter (HTS) pada bagian atas, dan Low Temperature Shift
Converter (LTS) pada bagian bawah. Reaksi yang terjadi dalam CO Shift Converter ialah:
CO(g) + H2O(g)  CO2(g) + H2(g) H298 = -41 kJmol-1 (3-4)
Jadi, proses steam reforming meliputi tiga tahap, yaitu: proses steam reforming pada
Primary Reformer, Secondary Reformer, dan CO Shift Conversion.

xxii
O2

H2
CH4

H2 H2 H2
Steam CO CO CO Shift CO2
Steam
Reforming 2 Reforming 1 CO2 Conversion CO
CH4
H2O H2O
CH4 + H2O  CO + 3H2 CO2 CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O CO + H2O  CO2 + H2 CH4
CH4
CO + H2O  CO2 + H2 H2O 2H2 + O2 2H2O
CH4 + H2O  CO + 3H2
CO + H2O  CO2 + H2

H2O
CH4
H2O

Gambar 3.1. Block Flow Diagram reaksi utama pembentukan gas sintesis dengan proses
steam reforming

3.2 Distribusi Bahan Kimia

Karena konversi mendekati sempurna (98%), maka tidak diperlukan arus recycle
bahan gas alam. Hal ini disebabkan pada arus keluar (output), kandungan metana dalam gas
alam di Secondary Reformer sangat kecil dibandingkan dengan arus bahan metana masuk
(input feed) ke Primary Reformer. Sehingga komponen produk yang banyak terbentuk ialah:
H2, CO, dan CO2.

Kemudian, CO direaksikan lagi dengan H2O pada CO Shift Converter menjadi CO2
dan H2, maka kandungan CO berkurang, sedangkan CO2 dan H2 semakin meningkat.

xxiii
O2 H2
CH4
Secondary Reformer

CH4 H2 H2
H2O Mixing Zone CO CO Shift CO2
Primary
Reformer CO2 Conversion CO
H2 Reaction Zone
H2O H2O
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
CH4 + H2O  CO + 3H2 CO CO + H2O  CO2 + H2 CH4
2H2 + O2 2H2O CH4
CO + H2O  CO2 + H2 CO2
CH4 + H2O  CO + 3H2
CO + H2O  CO2 + H2

H2O
CH4

H2O

Gambar 3.2. Block Flow Diagram distribusi bahan kimia dari proses steam reforming

3.3 Pemurnian Gas Sintesis

Pemurnian syngas dilakukan untuk mengambil gas CO2 dari low temperature shift
converter (LTS) dan untuk membentuk metana kembali. Tahap pertama pemurnian dilakukan
dalam kolom absorber. Gas masuk kolom absorber dari bagian bawah kolom dan mengalir ke
atas lewat tiga buah bed. Absorbent yang digunakan adalah larutan benfield. Larutan lean
benfield masuk ke dalam kolom absorber CO2 dari puncak menara. Larutan lean benfield
dihasilkan dari proses proses stripping CO 2. Pada proses absorbsi terjadi reaksi kimia antara
CO2, H2O, dan K2CO3 membentuk KHCO3.

Larutan rich benfield keluar dari dasar kolom absorber CO2 diturunkan tekanannya
dalam liquid expander kemudian masuk kolom stripper CO2. Di stripper, komponen CO2
dalam larutan rich benfield dipisahkan secara cepat (diflashkan). Kemudian sisa CO2
dipisahkan menggunakan steam bertekanan rendah. Larutan lean benfield hasil regenerasi
memiliki kadar CO2 di bawah 0,1%v/v.

Tahap kedua adalah pembentukan metana. Dari kolom absorber CO2, gas proses
dipanaskan sampai suhu 47oC dalam methanator feed heater. Gas CO dan CO2 sisa diubah
menjadi metana dalam methanator berisi katalis nikel oksida. Kadar maksimum CO dan

xxiv
CO2sisa sebesar 0,6% dan 0,1% karena secara teoritis 1% CO mampu menaikkan suhu sekitar
72oC.

Kenaikan suhu gas sintesis di methanator terlalu tinggi dicegah dengan adanya
interlock dalam methanator sehingga aliran masuk dapat dicegah jika suhunya naik. Keluar
methanator kadar maksimum CO dan CO2 dalam gas sintesa sebesar 0,3 ppm (Rahmatika dan
Hasanah, 2012).

O2
34,3 atm
0,87atm
CO2
610oC 37,9 atm 30,9 atm
H2 38oC M
o
754 C H2 E 50oC
A S T
H2 CO CO2 B T H
CH4 CO2 CO S R A
CO H2O CO Shift O I N
Primary Secondary Conversion H2O
R P A
H2O CH4 CH4 B
Reformer Reformer CH4 P T H2
E E O
37,9 atm; 500oC
CO2 CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
CO + H2O  CO2 + H2 R R R CH4
2H2 + O2 2H2O
31,1 atm H2O
CH4 + H2O  CO + 3H2 CH4 + H2O  CO + 3H2
CO + H2O  CO2 + H2 85oC
CO + H2O  CO2 + H2

Gambar 3.3. Block Flow Diagram tahap pemurnian sintesis gas

3.4 Kondisi Operasi (Suhu dan Tekanan)

3.4.1 Proses Pendahuluan

Fresh feed gas alam masih banyak mengandung impuritas, seperti debu, cairan
hidrokarbon fraksi berat, merkuri, dan sulfur, sehingga bahan-bahan impuritas ini harus
dihilangkan sebelum operasi steam reforming, karena akan berpengaruh selama operasi. (Hal
ini sesuai pada heuristik nomor 3 (Seider et al., 2003), tentang pemisahan reaktan inert namun
dapat berpengaruh pada katalis.) Tahap persiapan bahan baku gas alam berupa pemurnian gas
alam ini meliputi tiga tahap (Gambar 3.4):

1. Pemisahan debu dan cairan hidrokarbon fraksi berat


Pemisahan ini bertujuan untuk menjaga pori-pori katalis desulfurizer tidak
tersumbat. Diawali dari proses pemurnian yaitu dengan cara memisahkan antara

xxv
gas alam kotor menjadi gas alam bersih yang dilewatkan pada alat Knock Out
Drum. Gas alam kotor dalam kondisi atmosferik dilewatkan pada kompresor
sehingga berada pada tekanan 10,7 atm. Pemilihan kompresor berdasarkan
heuristik 34 bahwa kompresor digunakan untuk menaikkan tekanan diatas 206
kPa kemudian dilewatkan pada heat exchanger untuk menaikkan menjadi 32oC
berdasarkan heuristik 25 dan 26 (Seider et al., 2003) bahwa selisih kenaikan
suhu kurang dari 250oF menggunakan heat exchanger. Kemudian dilewatkan
pada Knock Out Drum sehingga keluar hasil atas berupa gas CH 4 dengan
kemurnian tinggi dan debu serta fraksi berat kemudian dialirkan ke burning pit
untuk dibakar.
2. Penghilangan merkuri (Hg)
Gas alam hasil pemurnian gas alam pertama dimungkinkan masih mengandung
merkuri, maka harus dihilangkan. Penghilangan merkuri dilakukan dalam
Mercury Guard Chamber dengan menggunakan karbon aktif yang
diimpregnasikan sulfur di dalamnya. Merkuri dapat diikat oleh sulfur, dengan
reaksi:
Hg(l) + S(s) HgS(l)
3. Penghilangan sulfur (desulfurization)
Proses desulfurisasi merupakan proses penghilangan kadar belerang (sulfur)
yang terkandung dalam gas alam dengan Desulfurizer. Bertujuan untuk
meminimalkan kadar sulfur dalam gas alam sesuai syarat umpan gas masuk
Primary Reformer. Penghilangan senyawa sulfur dilakukan dalam dua tahap
yaitu: Cobalt-Molybdenum Hydrotreater (Co-Molybdenum Hydrotreater) dan
Zinc Oxyde Guard Chamber (ZnO Guard Chamber).
Dalam Co-Molybdenum Hydrotreater, gas hidrogen sulfida (H2S) terbentuk dari
dekomposisi senyawa sulfur dengan gas hidrogen, sebagai berikut:
RSH + H2(g) RH + H2S(g)
RSR’ + 2H2(g) RH + R’H + H2S(g)
Gas H2S selanjutnya dimasukkan ke ZnO Guard Chamber, sehingga terjadi
reaksi antara ZnO dan H2S:
H2S(g) + ZnO  ZnS + H2O

3.4.2 Proses Steam Reforming

Selanjutnya gas alam hasil pemurnian akan direaksikan dengan gas H 2O pada sistem
steam reforming untuk didapatkan gas H2. Pada steam reforming gas CH4 dimampatkan

xxvi
hingga 37,9 atm. Pemilihan kompresor berdasarkan heuristik 34 (Seider et al. 2003) bahwa
kompresor digunakan untuk menaikkan tekanan diatas 206 kPa dengan konsekuensi suhu naik
menjadi 51,743oC. Kemudian dilewatkan pada Heat Exchanger Shell-Tube (Wikipedia.org)
gas dalam beberapa Heat Exchanger sehingga suhu gas menjadi 500oC berdasar heuristik 26
dan 28 (Seider et al., 2003) untuk dapat memenuhi spesifikasi alat Primary (Steam) Reformer.
Suhu turun setelah keluar dari alat Primary Reformer karena reaksi berlangsung secara
endotermis.

Hasil keluaran dari Primary Reformer selanjutnya dimasukkan ke dalam Secondary


Reformer. Spesifikasi alat Secondary Reformer dijalankan pada kondisi suhu input 754oC
sehingga suhu dinaikkan dengan Heat Exchanger, berdasarkan heuristik 26 dan 28 (Seider et
al., 2003), dan tekanan 34,26 atm diturunkan dengan Expander berdasarkan heuristik 40
(Seider et al., 2003). Metana keluaran primary steam reformer dilewatkan pada Ekspander
untuk mengurangi tekanan. Terjadi kenaikan suhu pada keluaran dari secondary steam
reformer menjadi 843,5oC dengan tekanan tetap dikarenakan reaksi berlangsung secara
eksotermis.

3.4.3 Proses Konversi Shift CO (CO Shift Convertion)

Hasil yang keluar dari Secondary Reformer masih mengandung kadar CO, sehingga
perlu diubah menjadi CO2. Saat masuk ke converter pertama, yaitu HTS, suhunya harus
320oC. Oleh karena itu, agar terdapat penurunan suhu dari 843,5 oC menjadi 320oC, perlu
adanya heat exchanger berdasarkan heuristik 29 (Seider et al., 2003). Keluaran HTS
diperkirakan memiliki suhu 434oC dan tekanan 32,2 atm. Demikian pula, saat masuk ke LTS,
suhunya harus 209oC dan tekanan 32 atm. Oleh karena itu, perlu juga dipasang heat
exchanger. Hal ini disebabkan tekanan tidak mengalami penurunan yang signifikan. Hasil
keluaran LTS diperkirakan memiliki suhu 216oC dan tekanan 31,7 atm.

3.4.4 Proses Pengambilan Gas CO2

Langkah selanjutnya, gas dilewatkan ke CO2 Absorber untuk dimurnikan dari


kandungan gas CO2. Sebelum masuk Absorber gas dikondisikan pada tekanan 31,1 atm
dengan melewatkannya pada Ekspander berdasarkan heuristik 40 (Seider et al., 2003) dan
didinginkan melalu Heat Exchanger berdasarkan heuristik 26 dan 29 (Seider et al., 2003),
sehingga berada pada suhu 85oC.

xxvii
Larutan kaya akan senyawa Benfield yang keluar dari dasar CO 2 Absorber
diturunkan tekanannya menggunakan Liquid Expander kemudian masuk dari bagian samping
atas CO2 Stripper untuk mengalami flashing sebagian CO2 dapat terpisah. Sebelum masuk
stripper, gas dipanaskan hingga 99oC menggunakan Heat Exchanger. Sisa gas CO2 yang tidak
terlepas, dilepaskan dengan steam bertekanan rendah.

3.4.5 Pembentukan Metana Kembali

Gas yang keluar dari atas CO2 Absorber kadar COnya dibawah 0,1 % volume dan
dialirkan ke Methanator untuk diubah menjadi metana. Sebelum masuk metanator tekanan
diturunkan hingga 30,9 atm menggunakan Ekspander berdasarkan heuristik 40 (Seider et al.,
2003) dan suhu diturunkan pada 47oC menggunakan Heat Exchanger berdasarkan heuristik
29 (Seider et al., 2003). Produk keluar dari Methanator bersifat suhu 316oC dan tekanan 30
atm.

H2O
CH4
C2H6, 40,7atm
C3H8, 0,87atm
C4H10,C5H1 O2
2, Hg, S,
34,3 atm 38oC
CH4, S CO2
otreat

debu,
Moly

Hydr
Co-

610oC 30,9 atm


er
b

37,9 atm o
320 C CO Shift
CxHy Conversion M 47oC
berat 754oC H2 H2 E
H2 A S T
ury4, Hg, S

Secondary Reformer HTS CO2 B T H


CO
Cham

CO
Merc

Guar

40,5atm S A
Drum

R
ber

CO
CH

CO2
d
KO

Primary Mixing Zone O I N


Reformer CH4 LTS H2O R P A
10,7atm CO2 Reaction Zone H2O CH4 B P T H2
32oC 37,9 atm; E E O
10,7atm 500oC CH4 843,5oC 31,7 atm R R R CH4
Cham
Guar
ZnO

31,1 atm H2O


ber
d

216oC
32oC
85oC
30 atm
316oC

CH4

Gambar 3.4.Block Flow Diagram Tahap Pembuatan Gas Sintesis (H2) dari Gas Alam dengan
Pengelolaan Suhu dan Tekanan

3.5 Integrasi Perancangan

xxviii
Pada tahap sebelumnya telah dibahas secara lengkap mengenai operasi pembuatan
gas sintesis mulai dari pemilihan bahan baku, pemilihan jenis reaksi, dan kondisi operasi
pembuatan gas sintesis. Oleh karena itu, pada tahap ini akan dibahas mengenai pemilihan alat
utama untuk proses pembuatan gas sintesis beserta penjelasan kondisi operasi sehingga dapat
digunakan sebagai dasar perancangan pembuatan gas sintesis.

1. Knock Out Drum


Gas bumi pada umumnya mengandung impurities terutama senyawa sulfur yang
dapat mengurangi keaktifan katalis dan senyawa hidrokarbon berat yang dapat
menyebabkan kecenderungan terbentuknya deposit karbon. Karena itu, preparasi bahan
dilakukan melalui tiga alat pemroses, yaitu knock out drum, mercury guard chamber, dan
desulfurizer.

Pada awal proses, gas alam bertemperatur 32 oC dan tekanan 10,7 atm mengalir ke
Knock Out Drum. Knock out drum merupakan alat yang mempunyai prinsip kerja sebagai
separator (pemisah) antara 2 fase (gas dan cair). Pada knock out drum gas alam kotor
dipisahkan antara CH4 dengan debu serta cairan hidrokarbon. Di dalam drum, cairan
dipisah dari aliran gas, cairan dikeluarkan melalui local level controller dan dikembalikan
ke offsite area dan hidrokarbon berat serta kondensat dibakar di burn pit agar tidak
menyumbat pipa dan mengganggu proses (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Proses ini
sesuai dengan heuristik nomor 53 (Seider et al., 2003).

2. Mercury Guard Chamber


Gas alam hasil pemurnian gas alam pertama dimungkinkan masih mengandung
merkuri, maka harus dihilangkan. Penghilangan merkuri dilakukan dalam mercury guard
chamber dengan menggunakan karbon aktif yang diimpregnasikan sulfur di dalamnya
(Rahmatika dan Hasanah, 2012).

3. Kompresor
Aliran keluar dari mercury guard chamber dinaikkan tekanannya menjadi 41,8
atm. Kemudian gas proses dialirkan menuju preheat coil pada convection section unit
primary reformer untuk dipanaskan hingga temperatur 372oC dengan memanfaatkan panas

xxix
dari flue gas primary reformer (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Proses ini sesuai dengan
heuristik nomor 34 (Seider et al., 2003).

4. Desulfurizer
Gas proses kemudian dialirkan ke desulfurizer dengan kondisi operasi 372oC.
Desulfurizer terdiri dari ruang berisi katalis Co-Mo yang berfungsi untuk mengkatalis
reaksi hidrogenasi sulfur organik menjadi anorganik dan ruang adsorben ZnO yang
berfungsi mengadsorpsi sulfur anorganik. Diharapkan gas proses yang keluar dari
desulfurizer tidak mengandung sulfur lebih dari 0,05 ppm.
Senyawa sulfur yang terkandung dalam gas alam terdiri dari dua jenis, yaitu sulfur
organik dan sulfur anorganik. Adsorben ZnO hanya mengadsorpsi sulfur anorganik. Oleh
karena itu seluruh sulfur organik harus diubah menjadi sulfur anorganik melalui proses
hidrogenasi agar dapat dipisahkan dari aliran gas proses.
Kandungan sulfur keluar dari desulfurizer akan semakin tinggi jika katalis
sebagian besar telah berubah menjadi ZnS, hal ini disebabkan sifat penghilangan sulfur
adalah penyerapan dengan ZnO, dan kenaikan kandungan sulfur keluar dari desulfurizer
dapat juga disebabkan temperatur gas masuk terlalu rendah. Dengan suhu gas masuk antara
372oC diharapkan kandungan sulfur keluar desulfurizer < 0,05 ppm (Rahmatika dan
Hasanah, 2012).

5. Primary Reformer

Gas bumi yang telah bebas sulfur dicampur dengan steam kemudian gas tersebut
didistribusikan melalui primary gas reformer tube yang berisi katalis nikel. Primary
reformer dioperasikan pada tekanan 37,9 atm karena pada tekanan yang tinggi reaksi
menuju penguraian produk (ketentuan reaksi reversibel). Water gas shift reaction bersifat
eksotermis dan tidak terpengaruh oleh perubahan tekananserta dapat menurunkan kadar
CO dan menaikkan H2. Suhu keluar primary reformer dijaga antara 754 0C dengan metana
lolos antara 9-11% mol dry gas.

Hal yang harus dihindari pada waktu pengoperasian primary reformer adalah
terjadinya pembentukan karbon (carbon formation) di dalam primary reformer.
Perbandinganjumlah steam dengan total karbon (S/C) sebesar 3-4 dan apabila rasio S/C
terlalu rendah (<1.9) akan membentuk karbon. Apabila rasio S/C terlalu tinggi, reaksi akan

xxx
meuju ke arah penguraian produk (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Hal ini sesuai dengan
heuristik nomor 21 (Seider et al. 2003).

6. Secondary Reformer
Secondary reformer berisi katalis Nikel, yang berfungsi untuk mengubah sisa-sisa
metana dari primary reformer menjadi CO dan CO 2. Reaksi yang terjadi akibat
pembakaran gas outlet reformer sangat eksotermis. Aliran kontinyu mengalir kebawah
melalui tile distributor dan bed katalis untuk secondary reforming dan keluar dari bottom
vessel pada temperature 843,5oC. Gas yang terbentuk didinginkan sampai 320oC dengan
memindahkan panasnya ke waste heat boiler.

Secondary reformer dilengkapi dengan water jacket, refractory lined, vessel berisi
katalis nikel yang diperlukan untuk reaksi secondary reformer. Bed support berada di
bottom vessel (domed shapped / bentuk kubah) dan high alumina fire brick berbentuk
heksagonal yang ada di puncak bed katalis untuk temperatur tinggi disusun khusus untuk
distribusi flow. Inlet Plenum atau leher vessel berisi internal tube untuk mencampur
udara/gas. Exterior tube meneruskan aliran dan insulating in pigment in jacket di area
dari masuknya gas proses (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Hal ini sesuai dengan
heuristik nomor 22 (Seider et al., 2003).

7. High Temperature Shift


Pada unit ini, katalis yang digunakan adalah iron oxide (Fe2O3). Aliran gas proses
yang masuk ke inlet HTS bersuhu antara 500oC, dimana sebagian besar CO yang masih
terdapat di gas proses akan diubah menjadi CO 2. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi
eksotermis, maka suhu gas proses outlet HTS menjadi 754 oC, dengan CO yang masih
lolos dari HTS sekitar 2,5–3,5% mol dry gas.

Selanjutnya, gas proses outlet HTS akan didinginkan menggunakan alat penukar
panas sehingga suhunya suhunya akan turun menjadi 209oC kemudian gas proses akan
masuk ke Low Temperature Shift (Rahmatika dan Hasanah, 2012).

8. Low Temperature Shift


Pada unit LTS ini, katalis yang digunakan adalah copper oxide (CuO). Selain itu,
karena katalis ini sangat sensitif terhadap senyawa sulfur maka katalis ini dilengkapi juga
dengan ZnO. Di LTS, sisa CO yang masih lolosdari unit HTS akan dikonversikan menjadi

xxxi
CO2 pada suhu reaksi yang lebihrendah hingga aliran keluar gas proses memiliki suhu
216oC.

Gas yang keluar dari LTS akan megalami pendinginan secara bertahap
menggunakan heat exchanger sehingga suhu terakhir gas proses menjadi 85oC. Raw gas
akan dimasukkan sebagai umpan di CO2 absorber (Rahmatika dan Hasanah, 2012).

9. CO2 Absorber
Unit CO2 removal ini terdiri dari unit penyerapan CO2 yaitu di menara absorber
dan unit pelepasan CO2 di menara stripper. Syarat terjadinya penyerapan CO2 di absorber
adalah pada kondisi operasi tekanan tinggi dan suhu rendah, sedangkan syarat untuk
pelepasan CO2 adalah pada kondisi operasi tekanan rendah dan suhu tinggi. Sebagai
penyerap CO2 digunakan larutan Benfield. Pemisahan secara absorbsi ini sesuai dengan
heuristik nomor 11 (Seider et al., 2003).

Penghilangan CO2 ini penting untuk pengolahan gas sintesis lebih lanjut sebagai
bahan baku pembuatan ammonia. Raw gas masuk ke absorber melalui bagian bawah
kolom packing sedangkan larutan penyerap masuk melalui bagian atas kolom. Gas
mengalir ke atas melalui packing-packing sehingga terjadi kontak antara raw gas dengan
larutan Benfield. Larutan Benfield yang digunakan untuk menyerap CO 2 terbagi menjadi
dua jenis yaitu lean solution dan semi lean solution. Lean solution masuk pada stage
pertama absorber, sedangkan semi lean solution masuk pada stage ke tiga.

Setelah terjadi kontak antara larutan Benfield dengan CO2, maka gas sintesis
bebas gas CO2 akan keluar dari bagian atas absorber dengan suhu 38oC. Gas tersebut
masuk ke KO drum untuk memisahkan gas dari kondensatnya. Larutan Benfield yang
banyak mengandung CO2 (rich solution) akan keluar dari bagian bawah absorber pada
suhu 47oC. Larutan di ekspansi sehingga tekanan turun dan menyebabkan sebagian gas
CO2 di larutan terlepas kembali. Pada CO2 stripper, rich solution masuk dari bagian atas
stripper yang kemudian di-stripping oleh steam sehingga CO2 keluar dari bagian atas
stripper (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Hal ini sesuai dengan heuristik nomor 4 (purge
stream) dan 9 (Seider et al., 2003). Sedangkan lean solution sebagai bottom product dari
CO2 Stripper akan didinginkan menggunakan cooler. Hal ini sesuai dengan heuristik
nomor 11.

xxxii
10. Heat Exchanger
Alat penukar panas yang digunakan adalah jenis shell and tube heat exchanger
dengan aliran air pendingin di dalam tube (pipa) dan aliran gas sintesis di dalam shell
(selongsong) berdasarkan heuristik 26, 27, 28, dan 29 (Seider et al., 2003).
11. Pompa (Pump)
Pompa digunakan untuk mengalirkan lean amine dari cooler ke absorber. Pompa
sentrifugal. Hal ini sesuai dengan heuristik nomor 37 (Seider et al., 2003).
12. Methanator
Pada tahap methanasi ini, unit methanator berfungsi untuk menghilangkan
kandungan CO dan CO2 sisa dengan mengonversi gas tersebut menjadi CH 4 melalui
proses methanasi. Reaksi terjadi secara eksotermis di mana setiap 1% mol CO akan
menaikkan suhu sistem sebesar 72oC dan setiap 1% mol CO2 akan menaikkan suhu
sistem sebesar 61oC, sehingga temperatur gas proses yang berasal dari outlet methanator
akan naik menjadi sekitar 316oC dengan jumlah CO dan CO2 yang masih lolos
maksimum 10 ppm. Oleh karena itu, untuk mencegah kenaikan suhu reaktor yang terlalu
tinggi maka jumlah CO dan CO2 yang masuk methanator dibatasi maksimal 0,6% CO dan
0,1% CO2. Gas sintesis yang keluar dari methanator pada suhu 316 oC akan didinginkan di
BFW heater menggunakan demin water dan di cooler sehingga suhu menjadi 38 oC
(Rahmatika dan Hasanah, 2012).

xxxiii
xxxiv
Gambar 3.6. Mechanical Flowsheet pembuatan gas sintesis
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Reaksi steam reforming dipilih sebagai reaksi pembuatan gas sintesis (synthesis
gas/syngas). Alasan pemilihan proses reaksi steam reforming karena dapat menghasilkan gas
hidrogen (H2) dalam produk syngas yang lebih banyak daripada gas karbon monoksida (CO),
berdasarkan rasio stoikhiometri H2/CO = 3. Gas hidrogen dalam syngas merupakan bahan
baku utama dalam industri pembuatan ammonia. Karena konversi mendekati sempurna
(98%), maka tidak diperlukan arus recycle bahan gas alam. Hal ini disebabkan pada arus
keluar (output), kandungan metana dalam gas alam di Secondary Reformer sangat kecil
dibandingkan dengan arus bahan metana masuk (input feed) ke Primary Reformer. Sehingga
komponen produk yang banyak terbentuk ialah: H2, CO, dan CO2. Perancangan proses
pembuatan gas sintesa terdiri dari lima tahapan, yaitu penetapan jenis reaksi, distribusi
produk, pemurnian gas sintesis, kondisi operasi (suhu dan tekanan), dan
integrasi/pengembangan perancangan. Kelima tahap ini dapat dijadikan dasar pertimbangan
dalam pengembangan perancagan proses produksi gas sintesis.

4.2 Saran

Dalam proses perancangan produk dan proses pembuatan gas sintesis diperlukan
studi pustaka yang memadai sebagai dasar pertimbangan penentuan proses reaksi dan
peralatan pemroses di setiap unit proses.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Syngas. http://en.wikipedia.org/wiki/Syngas (diakses pada Kamis, 26 Maret 2015


pukul 20.00).

Anonim. 2007. Komposisi gas alam dan udara. Process Engineering PT. Pupuk Kujang,
Cikampek.

Chen, Y., Wang, Y., Xu, H., & Xiong, G. Efficient production of hydrogen from natural gas
steam reforming in palladium membrane reactor. Applied Catalysis B: Environmental
80 (2008) 283–294.

Fidalgo, B. &Menéndez, J.A. Syngas Production by CO2 Reforming of CH4Under Microwave


Heating – Challenges and Opportunities. Syngas: Production, Applications and
Environmental Impact pp. 121-149. 2013 Nova Science Publishers, Inc. ISBN: 978-1-
62100-870-5.

Friend, D.G., Ely, .F.E., & Ingham, Hepburn. Thermophysical Properties of Methane.
Thermophysics Division, National Institute of Standards and Technology Colorado
80303. (1988)

Mbodji, M. et al. Steam methane reforming reaction process intensification by using


amillistructured reactor: Experimental setup and model validation for globalkinetic
reaction rate estimation. Chemical Engineering Journal xxx (2012).

Neiva, L. S. & Gama, L. A STUDY ON THE CHARACTERISTICS OF THE REFORMING


OF METHANE: A REVIEW. Brazilian Journal of Petroleum and Gas V. 4 n. 3 p. 119-
127 (2010). ISSN 1982-0593.

Rahmatika, A. Mufyda dan Hasanah, R. Diniwati. 2012. Laporan Kerja Praktek Kaltim-2 PT.
Pupuk Kalimantan Timur Bontang. Institut Teknologi Sepuluh November: Surabaya.

Rahmawati, Nurdiah dan Lina Agustina. 2007. Prarancangan Pabrik 2-Etil Heksanol Proses
Ruhrchemie Ag. dari Propilen dan Gas Sintesa Kapasitas 100.000 Ton/Tahun
[Skripsi]. Universitas Sebelas Maret : Solo.
Seider, Warren D., Seader, J.D., and Lewin, Daniel R. 2003. Product & Process Design
Principles : Synthesis, Analysis, and Evaluation, Second Edition. John Wiley & Sons,
Inc. (Wiley International Edition)

Sirait, Erika Mona P. 2010. Pembuatan Pupuk Urea Dengan Bahan Baku Gas Sintetis
Dengan Kapasitas 120.000 Ton/Tahun [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara : Medan

Tampubolon, Hertina P. 2011. Pra-Rancangan Pabrik Pembuatan Gas Hidrogen dari Gas
Alam dengan Proses Cracking dengan Kapasitas 100 kg/Jam [Skripsi]. Universitas
Sumatera Utara : Medan

Xu, and G.F. Froment (1989): Methane steam reforming, methanation and water-gas shift: I.
Intrinsic kinetics; AIChE Journal 35 (1): 88-96.

Wu, Hongjing, Parola, Valeria La, Pantaleo, Giuseppe, Puleo, Fabrizio,


Venezia, Anna M. dan Liotta, Leonarda F. Liotta. 2013. Ni-based
catalysts for low temperature methane steam reforming: recent
results on ni-au and comparison with other bi-metallic systems. J.
Catalysts ed. 3 pg. 563-583 ISSN 2073-4344.
http://www.htcenergy.com/hydrogen/techPlatformCDRM.htm (diakses pada 11 April 2015 jam
08.00)

http://www.htcenergy.com/hydrogen/techPlatformCDRM.htm (diakses pada 11 April 2015 jam


09.00)

http://www.jgc.com/en/02_business/99_sbr/01_tech_innovation/01gas/aatg.html (diakses
pada 12 April 2015 jam 07.30)

http://www.linde_engineering.com/en/process_plants/hydrogen_and_synthesis_gas_plants/ga
s_generation/partial_oxidation/index.html (diakses pada 12 April 2015 jam 08.00)

Anda mungkin juga menyukai