Anda di halaman 1dari 9

BAB 1V

PEMBAHASAN KASUS

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membandingkan antara teori dengan laporan
kasus asuhan keperawatan pada Ny. E dengan kanker serviks post kemoterapidi ruang
Gynekologi-Onkologi RSUP Dr.M.Damil Padang. Tahun 2018. Kegiatan yang dilakukan
meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat rencana intervensi
keperawatan, melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian didapatkan pada Ny.E dengan keluhan klien mengalami
perdarahan pervaginam, klien tampak pucat. Pada saat pengkajian pada tanggal 20
Agustus 2018 klien mengatakan darah masih keluar melalui vagina, darah tampak
bewarna merah, bergumpal dan berbau busuk. Frekuensi perdarahan ± 100 cc. Hasil
laboratorium tanggal 14 Agustus 2018 dengan Hb = 7,6 gr/dl, leukosit = 15.020 /mm3,
trombosit = 417.000/mm3.
Kemoterapi merupakan terapi kanker menggunakan obat-obatan dengan tujuan
untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker, baik dengan membunuh sel secara
langsung maupun dengan menghentikan pembelahan selnya. Tidak hanya seperti
antibiotic yang hanya membunuh bakteri dan membiarkan sel normal di sekitar kanker
tetap hidup, namun kemoterapi juga dapat membunuh sel normal. Kejadian inilah yang
disebut dengan efek samping kemoterapi yang dapat mengenai sel darah (eritrosit,
leukosit, trombosit), sel rambut, kulit, organ-organ tubuh lain (jantung, paru, hati) dan sel
di dalan saluran cerna.
Menurut Ariani (2015) efek kemoterapi berpengaruh pada kerja sumsum tulang
yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah
menurun dan bisa menyebabkan anemia. Anemia adalah penurunan sel darah merah yang
ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Penurunan sel darah merah dapat
menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat. Hal ini sesuai dengan kasus pada Ny.E
yang mengalami perdarahan sehingga menyebabkan Hemoglobinnya rendah.
Kemoterapi akan mengakibatkan penurunan jumlah sel darah putih atau yang
biasa disebut dengan leukosit tubuh pasien. Sedangkan sel darah putih dibuat di sumsum
tulang yang bekerja sebagai antitiksin. Penurunan jumlah sel darah putih tersebut
mengakibatkan kekebalan seorang individu akan menurun (Smeltzer, 2002). Kekebalan
tubuh yang menurun mengakibatkan individu mudah sekali terserang berbagai macam
penyakit yang dapat menimbulkan infeksi.
Menurut Ariani (2015) Kemoterapi berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun,
yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit), tapi ada juga beberapa
obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatan leukosit.
Kemoterapi juga berdampak pada rendahnya trombosit. Jumlah trombosit yang
sangat rendah pada kasus berat dan dapat menyebabkan perdarahan spontan atau dapat
menyebabkan keterlambatan proses pembekuan. Penurunan produksi trombosit biasanya
terkait dengan masalah di sumsum tulang (agranulositosis). Obat kemoterapi dapat
menekan produksi trombosit pada sumsum tulang, sehingga pasien dapat mengalami
trombositopenia.
Teori dan kasus pada Ny.E hasil pemeriksaan trombositnya meningkat sementara
pada teori jumlah trombosit menurun sedangkan pada teori hasil leukosit rendah bisa
juga meningkat sementara pada kasus hasil leukosit meningkat. Hal ini kemungkinan
klien mengalami infeksi.
Klien mengatakan nafsu makan berkurang, mual, muntah, dan klien mengalami
penurunan BB selama sakit, BB sebelum sakit 68 dan BB saat sakit 45 kg. Klien
mengatakan badan terasa lemah dan letih. Klien tampak pucat, mukosa bibir kering.
Menurut Ariani (2015), keluhan mual dan muntah, penurunan berat badan,
anemia, penurunan nafsu makan dan perubahan rasa adalah beberapa dampak dari
kemoterapi. Menurut Wardani (2014) bahwa waktu terjadinya mual dan muntah sangat
beragam yaitu selama pemberian kemoterapi, setengah sampai dua jam setelah
pemberian kemoterapi dan bahkan mual dan muntah dapat terjadi sehari setelah
pemberian kemoterapi. Frekuensi terjadinya mual dan muntah hilang timbul atau terus
menerus. Faktor pemicu rasa mual dan muntah meliputi aroma masakan dari rumah sakit,
makan yang berminyak, makan yang berlemak, makanan dan minuman yang manis, bau
yang menyengat, makanan dengan tekstur yang basah dan makanan yang berbau amis.
Menurut penelitian Ambarwati & Wardani (2015) mengatakan porsi makan yang
biasa di komsumsi mengalami penurunan setelah menjalani kemoterapi dan bahkan tidak
mau makan sama sekali selama pemberian kemoterapi serta frekuensi makanan yang
menjadi tidak teratur.
Menurut analisis peneliti diagnosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan sesuai dengan teori yang
telah ada. Kurangnya nasfu makan terkait kanker dapat terjadi karena sinyal rasa lapar
berasal dari hipotalamus berkurang dan sinyal kenyang dihasilkan oleh melacortins
diperkuat. Kurangnya nafsu makan juga dapat memperburuk saat pasien menerima
kemoterapi yang berhubungan dengan mual atau perubahan rasa. Untuk mengatasi mual
muntah dapat dengan memberikan makanan yang disukainya, memberikan makanan
yang tidak memicu terjadinya mual muntah seperti makanan yang segar contonya buah-
buahan (apel, jeruk, pisang, pepaya, pir ), minum air putih dan tidak menyengat.
Menurut analisis peneliti, keluhan pada Ny.E tersebut sesuai dengan teori yang
telah ada karena beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan mual muntah yang
berlangsung singkat atau lama. Mual muntah terjadi akibat dari efek samping obat
kemoterapi sehingga terjadi peningkatan asam lambung. Mual dan muntah juga dapat
dipicu oleh selera, bau, pikiran dan kecemasan terkait kemoterapi. Untuk mengatasi rasa
mual dan muntah dapat dengan mengkomsumsi makanan yang segar dan makan yang
tidak terlalu manis.
Klien mengeluh nyeri pada bagian perut bawah, nyeri terasa hilang timbul, nyeri
meningkat jika beraktivitas dan berkurang jika istirahat. Klien mengatakan skala nyeri 5,
dirasakan selama ± 5 menit, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk.
Pada pasien dengan ca cervix stadium lanjut, dapat mengakibatkan nyeri perut,
punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbokalis. Proses
perkembangan kanker serviks itu sendiri berlangsung lambat, diawali dengan adanya
perubahan dysplasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Dysplasia serviks
merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal
yang melapisi permukaan serviks. Dysplasia ini dapat muncul bila ada aktivitas
regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi
virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Pada umunya, infeksi virus yang
dapat menimbulkan kanker serviks dikenal dengan virus HPV (human papillomavirus).
Akibatnya dapat berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke jaringan pada serviks dan
pada akhirnya dapat menginvasi ke rectum dan atau vesika urinaria, serta menimbulkan
infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf. Jika sel karsinoma atau kanker ini sudah mendesak
pada jaringan syaraf, maka dapat menimbulkan masalah keperawatan nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus Ny.E didapatkan diagnosa keperawatan pertama nyeri kronis
berhubungan dengan ketidakmampuan fisik & psikososial kronis (metastase kanker,
injuri neurologis, artritis), diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan perdarahan pervaginam (efek kemoterapi), diagnosa ketiga resiko
perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit, diagnosa keempat
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik : kanker dan konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan.
Sementara pada teori diagnosa pada pasien ca serviks post kemoterapi adalah
ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan seksualitas, nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik : kanker
dan konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan.

C. Rencana Keperawatan
Pada kasus Ny.E diangkat intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan
nyeri kronis dilakukan intervensi manajemen nyeri dan pemberian analgesik. Aktivitas
untuk manajemen nyeri yaitu lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, observasi reaksi
nonverbal dan ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, ajarkan tentang teknik non
farmakologi (misalnya mandi uap/mandi di bak, pergerakan, pijatan, imajinasi,
penggunaan kantung es, pengalihan pikiran).
Aktivitas untuk intervensi pemberian analgesik adalah tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat, cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi, cek riwayat alergi, pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu, tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri, tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal, pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur, monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali,
berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat, evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala.
Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan perdarahan pervaginam, intervensinya adalah Bleeding reduction dengan
aktivitas : identifikasi penyebab perdarahan, monitor tanda-tanda hemoragi dan syok,
monitor perdarahan dari volume, warna, dan bentuk, monitor status cairan,intake dan
output, usulkan pemeriksaan darah rutin, kolaborasi pemberian tranfusi dengan
rekomendasi hasil laboratorium dan pemberian obat yang mengurangi perdarahan.
Intervensi keperawatan Fluid/electrolyt management dengan aktivitas : monitor
balnce cairan dan tingkat nilai abnormal serum elektrolit , monitoring hasil laboratorium
darah rutin, kolaborasi pemberian cairan atau sediaan sesuai dengan koreksi serum
elektrolit.
Resiko Perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit,
intervensinya adalah Bleeding precautions aktivitasnya : monitor ketat tanda-tanda
perdarahan, catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadìnya perdarahan, monitor
nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit, monitor TTV ortostatik,
pertahankan bed rest selama perdarahan aktif, kolaborasi dalam pemberian produk darah
(platelet atau fresh frozen plasma), lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan, Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K, hindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake cairan yang adekuat dan pelembut feses.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status hipermetabolik : kanker dan konsekuensi kemoterapi, radiasi. Intervensi untuk
diagnosa ini adalah Nutrition Managemen dengan aktivitas : kaji adanya alergi makanan,
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien, anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin, yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi, monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori, merikan informasi tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi monitoring nutrisi dengan aktivitas monitor adanya penurunan berat
badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan, monitor interaksi anak
atau orangtua selama makan, monitor lingkungan selama makan, jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan, monitor mual dan muntah, monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht, monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva, monitor kalori dan intake nuntrisi
D. Implementasi Keperawatan
Kelompok sudah melakukan semua implementasi berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan. Masalah keperwatan nyeri kronis b.d ketidakmampuan fisik & psikososial
kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis) pada Ny.E telah dilakukan tindakan
a) melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, b) mengobservasi reaksi nonverbal dan
ketidaknyamanan, c) menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien, d) mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan(membatasi pengunjung), d)
mengajarkan tentang teknik non farmakologi nafas dalam, e) berkolaborasi dalam
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri : PCT, e) menganjurkan untuk
meningkatkan istirahat.
Pada kasus Ny.E dalam mengurangi nyeri dengan melakukan tindakan mengajarkan
teknik non farmakologi nafas dalam cukup membantu dalam mengurangi nyeri yang
dirasakan klien. Walaupun masalah yang muncul belum teratasi, namun setiap hari
menunjukkan perbaikan. Hal ini ditunjukkan bahwa selama 3 hari diberikan intervensi
klien tampak lebih rileks dan mengungkapkan penurunan skala nyeri yang dirasakan
Menurut Smeltzer (2010), teknik relaksasi merupakan suatu tindakan keperawatan
secara mandiri untuk menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah. Tujuan nafas dalam itu sendiri menurut Brunner dan
Suddarth (2008) adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja nafas, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas,
melambatkan frekuensi pernafasan dan menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan
yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi.
Menurut analisa kelompok bahwa apabila seseorang sedang merasakan ketidaknyamanan
seperti nyeri yang dirasakan Ny.E, dapat dilakukan teknik nonfarmakologi nafas dalam
dsb, karena dapat membuat mengeluarkan hormon endorfin yang berguna agar klien lebih
rileks, pikiran dapat lebih tenang dan nyeri dapat teralihkan.
Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan resiko perdarahan
berhubungan dengan koagulan inheren adalah a) monitor ketat tanda-tanda perdarahan, b)
Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadìnya perdarahan, c) monitor nilai lab
(koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit, d) menonitor TTV ortostatik, e)
mertahankan bed rest selama perdarahan aktif, f) berolaborasi dalam pemberian produk
darah (platelet atau fresh frozen plasma), g) mengindari pemberian aspirin dan
anticoagulant, h) menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K, i) menghindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake cairan yang adekuat dan pelembut feses, j) identifikasi penyebab
perdarahan.
Berdasarkan analisa kelompok, mengkomsumsi makanan yang mengandung vitamin
K dapat membuat pembekuan darah secara alami. Sumber makanan yang vitamin K
seperti sayuran yang berwarna hijau (kol, sawi, brokoli, dan kubis), susu, kedelai, keju
dan yoghurt.
Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan pervaginam adalah a) memonitor tanda-
tanda hemoragi dan syok., b) memonitor perdarahan dari volume, warna, dan bentuk, c)
memonitor status cairan,intake dan output, d) berkolaborasi dalam pemberian tranfusi
(PRC 2 Kantong), e) memonitor kebutuhan oksigen tanbahan. Data yang ditemukan pada
kegiatan tersebut pada hari ke 3 implementasi adalah TD:110/80 mmhg, dan konjungtiva
klien masih anemis kiri dan kanan.
Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik : kanker dan
konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan adalah a) memonitor adanya penurunan
berat badan, b) monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan, c) memonitor
intake nutrisi, d) memonitor lingkungan selama makan, e) menjadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan, f) memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi,
g) memonitor turgor kulit, h) memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah, i)
memonitor mual dan muntah, j) monitor kadar albumin, total protein, hb, dan kadar ht, k)
memonitor pertumbuhan dan perkembangan, l) memonitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva, m) memonitor kalori dan intake nuntrisi, n) memberikan
informasi kepada pasien tentang kebutuhan nutrisi pasien. Data yang ditemukan pada
kegiatan tersebut pada hari ke 3 implementasi adalah mukosa bibir masih kering, turgor
kulit kering dan masih elastis.
Pada kasus Ny.E melakukan tindakan memberikan informasi kepada pasien tentang
kebutuhan nutrisi pasien dan menganjurkan pasien untuk meningkatkan asupan protein
dan vitamin C karna banyak anti-oksidan, tidak mengkomsumsi makanan berkaleng atau
kemasan karena pada makanan berkaleng mengandung zat-zat kimia dan sebelum
mengkomsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan dicuci terlebih dahulu untuk
menghilangkan kandungan pestisida pada sayur dan buah tersebut, hal ini tersebut dapat
memicu pertumbuhan dari sel-sel kanker. Memperbanyak makan sayur dan buah segar.
Faktor nutrisi juga dapat mengatasi masalah kanker serviks. Penelitian mendapatkan
hubungan yang terbalik antara komsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak
mengadung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan Vitamin E) dengan kejadian
neoplasia intra epithel juga kanker serviks. Artinya semakin banyak mengkomsumsi
makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan semakin kecil resiko untuk
terkena kanker serviks.
Menurut penelitian Lestari (2009), banyak mengkomsumsi sayur dan buah
mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan berkhiat mencegah kanker misalnya alpukat,
brokoli, kol, wortel, tomat, anggur, jeruk, bawang dan bayam. Dari beberapa penelitian
ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol
dihunungkan dengan kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai
anti-oksidan yang kuat. anti-oksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh
buruk radikal bebas yang terjadi akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacangkacangan)
dan vitamin C banyak terdapat pada buah dan sayur.
Berdasarkan analisis kelompok, intake asupan nutrisi pada pasien harus di monitor
karena tujuan bertujuan untuk mencegah terjadinya anemia pada pasien dan membantu
meningkatkan selera makan dan intake nutrisi pasien, sehingga membantu peningkatan
kadar haemoglobin untuk mencegah penurunan keadaan umum pasien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan pada tanggal 20-22 Agustus 2018 dengan menggunakan metode
penelitian Subjective, Objective, Assesment, Planning (SOAP) untuk mengetahui
keefektifan tindakan yang dilakukan. Diagnosis keperawatan nyeri kronis b.d
ketidakmampuan fisik & psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis, artritis).
Hasil evaluasi menunjukkan klien mengatakan masih merasa nyeri dibagian perut yang
menyebar ke pinggang kanan kiri. pengkajian nyeri : p : klien mengatakan nyeri saat
kelelahan dan stress, q : klien mengatakan seperti ada sesuatu yang keras mendesak
didalam perut, r : klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah 2cm dibawah
umbilikus dan atas simfisis pubis menyebar sampai pinggang kanan dan kiri, s : skala
nyeri 3, t : klien mengatakan nyeri terus-menerus tetapi derajatnya naik turun dan
ditunjukkan klien masih tampak merintih menahan nyeri, gelisah (-).
Hasil evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan resiko perdarahan
berhubungan dengan koagulan inheren adalah klien mengatakan masih ada darah keluar
dari vagina, klien mengatakan jika bergerak banyak darah yang keluar banyak, dan
didapatkan TD: 110/80 mmhg, N : 80 x/menit, klien tampak lemah, klien tampak tidak
menghabiskan makannya, serta perdarahan : 50 cc.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan pervaginam adalah TD:110/80 mmhg,
dan konjungtiva klien masih anemis kiri dan kanan.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik : kanker dan
konsekuensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan adalah mukosa bibir masih kering,
turgor kulit kering dan masih elastis.

Anda mungkin juga menyukai