Anda di halaman 1dari 8

TUGAS REGULASI 5 & 6

5. Sebagai contoh, obat keras generic asam mefenamat yang berfungsi sebagai
pereda nyeri, dengan harga eceran tertinggi Rp 35.000,- per dus, dijual di
sebuah apotek rakyat di pasar pramuka Rp 15.000,- per dus. Namun, nomor
registrasi obat tak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
kemasannya pun sedikit sobek.

a. Nomor registrasi obat tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan


Makanan (BPOM)
Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan. Dimana pada Bagian kelima belas pasal 106 yang
disebutkan bahwa :
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan
dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin
edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana yang akan diperoleh karena telah mengedarkan obat
tanpa no. registrasi, Menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2009 BAB XX pada
pasal 197 yakni setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

b. “Kemasan yang diberikan oleh apotek sobek”.

Hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan Undang-Undang RI No. 8


Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dimana pada Pasal 8 ayat (2), (3),
(4) disebutkan bahwa :
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak,cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secaralengkap dan benar.
(4)Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasatersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
Sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen pasal 19 BAB VI ttg Tanggung
Jawab Pelaku Usaha :
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan,pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku Apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen
Sanksi Adminitratif yang akan diterima oleh pelaku usaha karena telah
menjual sediaan yang sobek melanggar UU RI no. 8 Tahun 1999 ttg
Perlindungan Konsumen. Sanksinya sesuai pasal 62 ayat (1) yakni pidana
penjara selama lima tahun atau denda paling banyak dua miliar.
6. “Kami sebagai distributor merasa kecolongan karena kerap menemukan
produk kami di apotek, tapi bukan kami yang pasok. Pemilik apotek juga tak
mau bilang dapat dari siapa. Bahkan, freelance kerap menjual produk KB
(palsu), tidak tahu dapat dari mana,” tuturnya .

a. “Freelance kerap menjual produk KB (palsu), tidak tahu dapat dari mana”
Sesuai dengan UU Nomor 36 tahun ttg kesehatan pasal 98 ayat (1),(2),
(3) dan 106 bahwa setiap pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan dengan peraturan
Pemerintah.

Dan sanksi pidana yang akan di dapatkan yaitu menurut UU Nomor 36


tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 196 dan pasal 197 bahwa :

1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (Pasal 196)
2) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal 197).

Anda mungkin juga menyukai