Anda di halaman 1dari 40

ANALISIS QC DALAM PROSES PEMBUATAN

SUPPOSITORIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmasi Industri

Disusun oleh :

Dwi Margiati 260112160034

Rindy Ayundha 260112160042

Dainar Eka Pratiwi 260112160052

Tita Diarni 260112160054

Byantari P. N. 260112160080

Mutiara Ayu Dewanti 260112160084

Aneu Nur Utami 260112160092

Shavira Ichwani 260112160096

Niva Bachri Rulianti 260112160098

Wisnu Kongga Putra 260112160106

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
SEDIAAN SUPPOSITORIA

Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan semi padat dalam
berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)
Suppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot
lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur
dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa
zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi,
campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak polietilen glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik.
Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh,
oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati.
Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan
bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar
diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat bentuk nonionik dapat
dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan
polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut sehingga menghambat
pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan dalam
sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin
tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan
penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan
untuk hemoroid internal.

1. Suppositoria Lemak Coklat


Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur
bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang
dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur
dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat
pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat,
(seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria
meleleh pada suhu tubuh. Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat,
dijelaskan dibawah ini. Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih
berat dari pada bobot yang disebutkan dibawah ini:
a. Suppositoria rektal
Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan
biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
b. Suppositoria vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari
zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti
polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Ukuran berkisar, panjang 1,25 – 1,5 inchi
dan diameter 5/8 inchi.
 Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi,
anastetik lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan
monilial.
 Absorpsi vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi
dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan
vagina dilapisi oleh lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan
komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina
meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior formix dan pH 5 di dekat cervix.

Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa penelitian
menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk dalam
peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula
lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama (Husa’s,
Pharmaceutical Dispensing, hal. 117). Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30 derajat (suhu
kamar terkendali).

2. Pengganti Lemak Coklat


Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak
nabati, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan
esterifikasi, hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu
lebur (misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang
sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang
diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat dan jarak
lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai formulasi dan keadaan iklim.

3. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi


Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan
menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70
bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.

4. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol


Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu
badan telah digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar
lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan
penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa
yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu
disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus
tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa
pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam wadah tertutup rapat.

5. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan


Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat
digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam
lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan
dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk
memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama
pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan
surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi
dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.

6. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan


Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi
bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak (FI ed. IV
hal 16-17).
KUALITAS BERDASARKAN DESAIN (QUALITY BY DESIGN/QBD)

Kualitas berdasarkan desain (QbD) adalah suatu pendekatan ilmiah modern dalam
memformulasikan suatu desain produk, pengujian baik secara manual maupun otomatis
serta mempersingkat penemuan masalah. KbD menggunakan pendekatan sistematik untuk
menjamin kualitas dengan mengembangkan pemahaman mendalam mengenai
kompatibilitas produk akhir dengan semua komponen dan proses yang terlibat dalam
pembuatan produk. Dalam KbD yang diuji bukan hanya produk akhir saja melainkan
semua proses pengembangan. Hasilnya, kualitas suatu produk dapat dianalisis secara
efisien dan sumber kesalahan dapat diidentifikasi dengan cepat.
KbD membutuhkan identifikasi semua titik kritis dalam formulasi dan proses
maupun penentuan variasi yang lebih luas yang dapat mempengaruhi kualitas produk
akhir. Informasi mengenai komponen maupun proses yang diperoleh sangat
mempengaruhi kualitas produk, keamanan, serta fleksibilitas kualitas bisnis. Dalam QbD
ada empat hal yang menjadi kunci utama, yaitu:

1. Menentukan Tujuan Pembuatan Produk


Pada tahap ini yang harus ditetapkan adalah Profil Kualitas dari Produk Target
(Quality Target Product Profile/QTPP) dan semua Komponen Titik Kritis (Criticaal
Quality Attributes/CQA) dari suatu produk. QTTP meliputi semua faktor yang berkaitan
dengan produk sedangkan CQA meliputi karakteristik produk yang memberikan pengaruh
besar terhadap kualitas produk.Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai desain
produk. Komponen produk dapat terkarakterisasi serta kompabilitas masing-masing
komponen dapat terevaluasi.

2. Menemukan Ruang Proses Desain


Pemahaman mengenai suatu proses adalah kunci dalam menemukan ruang proses
desain. ICH mendefinisikan ruang desain sebagai “penentuan multidimensional kombinasi
dan interaksi dari sebuah material dan atau parameter proses yang dapat menjamin
kualitas”. Parameter Kritis Proses (Critical Process Parameter) dapat diidentifikasi dengan
menentukan semua variasi proses yang dapat memberikan dampak pada kualitas suatu
produk. Ketika ruang desainnya ditemukan, maka kita dapat mengantisipasi dan
merencanakan bagaimana mengontrol proses tersebut. Data penelitian, produk maupun
literature dapat digunakan untuk menentukan parameter-parameter tersebut.
3. Memahami Ruang Kontrol
Didasarkan pada ruang proses desain, maka ruang kontrol yang baik juga dapat
dipahami. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami proses yang dapat mempengaruhi
kualitas suatu produk dari variabel proses produksi, sehingga proses produksi tetap
berjalan dibawah pengawasan.

4. Menentukan Target Ruang Operasi


Ruang operaasi merupakan parameter terbaik, penentuan secara statistik
memungkinkan kita untuk mengakomodasi semua variable alam dalam CPPs dan CQAs.
Untuk produk yang umum, ruang operasi harus selalu dalam pengawasan dan harus
mengikuti referensi pembuatan produk yang ada sehingga parameternya tetap sama.
Sedangkan untuk produk baru, ruang operasi harus didesain sedemikian rupa agar sesuai
dengan guideline regulasi.
Keuntungan dari penggunaan metode QbD ini diantaranya adalah merupakan metode
yang efisien baik dari segi waktu maupun harga.Memungkinkan untuk tetap mengikuti
peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM serta mereduksi waktu registrasi dari BPOM. QbD
secara signifikan dapat memberikan keuntungan besar bagi suatu indutri yang
menerapkannya (DPT Labs, 2013)

Gambar 1 Quality by Design (QbD) Tools


PRODUKSI SEDIAAN
PEMERIKSAAN BAHAN BAKU

Contoh formula suppositoria parasetamol:


Parasetamol 6,25 %
Oleum cacao 95,8 %
Cetaceum 5%
(Reynolds, 1989)

Metode analisis usulan untuk pengujian mutu bahan baku:


1. Spektrofotometri UV/Vis (Farmakope Indonesia IV, 1995; hal 1061)
a. Prinsip Kerja: Radiasi UV/Vis diabsorpsi oleh molekul sehingga menyebabkan
elektron yang tidak terikat tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang
gelombang dimana absorpsi itu terjadi tergantung dari seberapa kuat elektron terikat
dalam molekul.
b. Alasan pemilihan metode: Metode ini praktis, jumlah sampel yang dibutuhkan
sedikit, mudah dilaksanakan dan mempunyai sensitivitas yang baik.
c. Masalah yang mungkin terjadi dalam analisis: Blanko dari sampel terkadang kurang
menunjukkan spektrum yang baik sehingga mempengaruhi kadar sampel atau
spektrum yang dihasilkan. Selain itu adanya pengotor pada sampel dapat
mempengaruhi absorbsi sinar UV sehingga mempengaruhi nilai kadarnya.

2. Spektrofotometri IR (Gandjar, 2010)


a. Prinsip Kerja: Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi dan/atau rotasi
dalam molekul yang dikenai sinar infra merah.
b. Alasan pemilihan metode: Metode ini mempunyai sensitivitas yang baik, spesifitas
tinggi, dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
c. Masalah yang mungkin terjadi dalam analisis: Panjang gelombang pada infra merah
memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan suhu. Ketika suhu mengalami
kenaikan, maka panjang gelombang akan menurun dapat mempengaruhi absorbansi
dan hasil analisis kadarnya.
A. Analisis Zat Aktif
Nama Obat : Parasetamol
Sinonim : Acetaminophen
Nama IUPAC : 4’-Hidroksiasetanilida
Struktur Molekul :

(Farmakope Indonesia V, 2014; hal. 984)


Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16 g/mol
Kandungan : Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat (Farmakope
Indonesia V, 2014; hal. 985).
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit (Farmakope
Indonesia V, 2014; hal. 985).
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah
larut dalam etanol (Farmakope Indonesia V, 2014; hal. 985). Larut
dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13
bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida (Farmakope
Indonesia IV, 1995).
Sistem kristal : Orthorhombic (0,28 x 0,25 x 0,15 mm) dan monosiclic (0,30 x 0,30
x 0,15 mm).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Simpan dalam
suhu ruang, hindarkan dari kelembapan dan panas (Farmakope
Indonesia V, 2014; hal. 986).
Khasiat : Analgesik dan antipiretik (British Pharmacopeia, 2009).
Stabilitas : a. Tidak stabil terhadap sinar UV.
b. Peningkatan suhu dapat mempercepat degradasi obat.
c. Hidrolisis dapat terjadi pada keadaan asam ataupun basa.
d. Hidrolisis minimum terjadi pada rentang pH antara 5-7.
(Farmakope Indonesia III, 1979).
Identifikasi zat aktif parasetamol dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
Identifikasi Lini Pertama:
1. Titik Lebur
Antara 168˚C dan 172˚C (Farmakope Indonesia V, 2014; hal. 985).
2. Spektrofotometri IR
Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan di atas pengering yang cocok
dan didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada
bilangan gelombang yang sama seperti pada Parasetamol BPFI (Farmakope Indonesia
V, 2014; hal. 985).

Spektrum IR Parasetamol (British Pharmacopeia, 2009)

Identifikasi Lini Kedua:


1. Spektrofotometri UV
Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam 200.000) dalam campuran asam klorida
0,1 N dalam metanol P (1 dalam 100), menunjukkan maksimum dan minimum pada
panjang gelombang yang sama dengan Parasetamol BPFI (Farmakope Indonesia V,
2014; hal. 985)
Larutkan 0,1 g zat dalam metanol dan encerkan sampai 100,0 ml dengan pelarut yang
sama. Pada 1,0 ml larutan, tambahkan 0,5 ml larutan asam klorida 10,3 g/l dan encerkan
ke dalam 100,0 ml metanol. Lindungi larutan dari cahaya terang dan langsung ukur
absorbansi pada serapan maksimum 249 nm. Absorbansi spesifik maksimumnya adalah
860-980 (British Pharmacopeia, 2009).
Spektrum UV Parasetamol (Dibbern, 2002)
2. Pada 0,1 g zat, tambahkan 1 ml asam klorida, panaskan sampai mendidih selama 3
menit, tambahkan 1 ml air dan dinginkan dalam penangas es. Tidak ada endapan
terbentuk. Tambahkan 0,05 ml dari larutan kalium dikromat 4,9 g/l. Terbentuk warna
violet yang tidak berubah menjadi merah (British Pharmacopeia, 2009).
3. Zat ini memberikan reaksi asetil. Panaskan di atas api (British Pharmacopeia, 2009).
4. Kromatografi Lapis Tipis
Gunakan larutan 1 mg per ml dalam metanol P dan fase gerak diklormetana P-metanol
P (4:1) (Farmakope Indonesia V, 2014; hal. 985).

Penetapan kadar zat aktif parasetamol dapat dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1. Spektrofotometri UV (Farmakope Indonesia V, 2014; hal. 985)
Larutan baku : Timbang saksama sejumlah Parasetamol BPFI, larutkan dalam air
hingga kadar lebih kurang 12 μg per ml.
Larutan uji : Timbang saksama lebih kurang 120 mg zat, masukkan ke dalam labu
tentukur 500 ml, larutan dalam 10 ml metanol P, encerkan dengan air
sampai tanda. Masukan 5,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100 ml,
encerkan dengan air sampai tanda dan campur.
Pengujian : Ukur serapan larutan uji dan larutan baku pada panjang gelombang
serapan maksimum lebih kurang 244 nm, terhadap air sebagai blanko.
Hitung jumlah dalam mg, asetaminofen, C8H9NO2, dalam zat yang
digunakan dengan rumus:
𝐴𝑢
10𝐶
𝐴𝑠
Keterangan:
C : kadar parasetamol BPFI dalam μg per ml larutan baku
Au : serapan larutan uji
As : serapan larutan baku

2. Kromatografi Cair (British Pharmacopeia, 2009)


Larutan uji : Larutkan 0,2 g zat dalam 2,5 ml metanol yang mengandung 4,6
g/l dari 400 g/l dari larutan tetrabutil ammonium hidroksida dan
encerkan sampai 10,0 ml dengan campuran volume yang sama
dari 17,9 g/l larutan dinatrium hidrogen fosfat dan 7,8 g/l larutan
natrium dihidrogen fosfat.
Larutan referensi (a) : Encerkan 1,0 ml larutan uji dalam 50,0 ml fase gerak. Encerkan
5,0 ml larutan ini dalam 100,0 ml fase gerak.
Larutan referensi (b) : Encerkan 1,0 ml larutan referensi (a) dalam10,0 ml fase gerak.
Larutan referensi (c) : Larutkan 5,0 mg 4-aminofenol, 5 mg parasetamol BPFI dan 5,0
mg kloroaasetanilid dalam metanol dan encerkan sampai 20,0
ml dengan pelarut yang sama. Encerkan 1,0 ml dalam 250,0 ml
fase gerak.
Larutan referensi (d) : Larutkan 20,0 mg 4-nitrofenol dalam metanol dan encerkan
sampai 50,0 ml dengan pelarut yang sama. Encerkan 1,0 ml
dalam 20,0 ml fase gerak.
Kolom : Ukuran: l = 0,25 m, Ø = 4,6 mm; fase stasioner: octylsilyl silika
gel untuk kromatografi (5 m); suhu: 35°C.
Fase gerak : Campur 375 volume dari 17,9 g/l larutan dinatrium hidrogen
fosfat, 375 volume dari 7,8 g/l larutan natrium dihidrogen fosfat
dan 250 volume metanol yang mengandung 4,6 g/l dari 400 g/l
larutan tetrabutil ammonium hidroksida.
Laju alir : 1,5 ml / menit.
Deteksi : Spektrofotometer pada 245 nm.
Injeksi : 20 ml.
Waktu pengukuran : 12 kali waktu retensi parasetamol.
Retensi relatif : Dengan mengacu pada parasetamol (waktu retensi = sekitar 4
menit): pengotor K (4-aminofenol) = sekitar 0,8 menit; pengotor
F (4-nitrofenol) = sekitar 3 menit; pengotor J (N-(4-
klorofenil)asetamid (kloroasetanilid)) = sekitar 7 menit.
Kesesuaian sistem : Resolusi larutan referensi (c): minimum 4,0 antara puncak
pengotor K dan parasetamol
Signal-to-noise ratio: minimum 50 untuk puncak pengotor J.

B. Analisis Eksipien
Analisis eksipien dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya yaitu:
1. Oleum Cacao (Farmakope Indonesia III, 1979; hal. 453)
Sinonim : Lemak coklat.
Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik, rasa khas lemak, agak
rapuh.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P, dalam
eter P dan dalam eter minyak tanah P.
Fungsi : Zat tamabahan (basis suppositoria).
Analisis : a. Titik lebur: 31o-34°C. Untuk uji titik lebur di butuhkan alat pengukuran
titik lebur yaitu, Melting Point Apparatus (MPA) alat ini digunakan
untuk melihat atau mengukur besarnya titik lebur suatu zat.
b. Indeks bias: 1,4564-1,4575; penetapan dilakukan pada suhu 40oC.
c. Bilangan asam: tidak lebih dari 4,0
d. Bilangan iodium: 35-40
e. Bilangan Penyabunan: 188 sampai 196
2. Cetaceum (Farmakope Indonesia III, 1979; hal. 141)
Sinonim : Setaseum, spermaceti.
Pemerian : Massa hablur, bening, licin, putih mutiara, bau dan rasa lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P dingin, larut dalam
20 bagian etanol (95%) P mendidih, dalam kloroform P, dalam eter P,
dalam karbondisulfida P, dalam minyak lemak dan minyak atsiri.
Fungsi : Zat tambahan yang membentuk lapisan emulien kulit.
Analisis : a. Bobot jenis: lebih kurang 0,95
b. Suhu lebur: 42oC sampai 50oC
c. Bilangan asam: tidak lebih dari 1,0
d. Bilangan iodium: tidak lebih dari 5
e. Bilangan penyabunan: 120 sampai 136
f. Zat tak tersabunkan: tidak kurang dari 48,0 %
PRODUKSI SEDIAAN
PROSES PEMBUATAN

A. Jenis – Jenis Metode Pencetakan Suppositoria


1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Dilakukan pada preparasi suppositoria dalam jumlah kecil. Dilakukan dengan
cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat
aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk
dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh
massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi
suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau
talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu
ujungnya diruncingkan.

2. Pencetakan dengan kompresi


Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk
yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa
suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan.

3. Pencetakan dengan penuangan


Metode ini digunakan saat dalam pembuatan suppoitoria skala kecil maupun skala
besar. Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau
penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian
bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa
dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom
atau nikel.
4. Pencetakan dengan mesin otomatis
Penuangan, pendinginan, dan pengeluaran dari cetakan dilakukan oleh mesin
Output rotary machine berkisar 3500-6000 suppositoria per jam.

B. Proses Pembuatan Suppositoria


Alat dan bahan yang digunakan:
Alat Bahan
Mortir Paracetamol
Penangas air Vaselin album
Cetakan suppositoria Oleum cacao
Spatula/sudip Cetyl alkohol
Alumunium foil

Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menimbang bahan, sesuai perhitungan bahan
3. Siapkan air panas untuk memanaskan mortir
4. Setelah mortir panas, masukkan 1125 mg paracetamol ,lalu gerus halus.
5. Kemudian tambahkan sebagian oleum cacao, dan gerus hingga homogen.
6. Tambahkan 360 mg vaselin album , gerus sampai larut.
7. Tambahkan sisa oleum kakao, kemudian gerus sampai halus / cair.
8. Setelah semua bahan homogen, tuang bahan ke dalam cetakan suppositoria dengan
menggunakan pipet tetes, bagi menjadi 9 bagian sama banyak.
9. Masukkan cetakan ke dalam freezer, dinginkan selama 48 jam.
10. Setelah 48 jam, keluarkan cetakan dari freezer, lalu buka cetakan dan ambil hasil
suppositoria.
11. Lakukan uji homogenitas / keseragaman bobot terhadap suppositoria.
12. Bungkus masing masing suppositoria dengan menggunakan alumunium foil, dan
simpan kembali ke dalam freezer, untuk analisa lebih lanjut.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam pembuatan suppositoria :
1. Hindari pemanasan berlebih
2. Cetakan dilubrikasi dengan bahan yang immiscible dengan basis.
3. Selain itu pendinginan cetakan di freezer setelah suppo membeku di suhu kamar
4. Bahan dasar yang digunakan dapat meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan
yang ada dalam rectum. Obatnya dapat larut dalam bahan dasar dengan atau tanpa
dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
5. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh dan mencair, dituangkan dalam
cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi dan dilapisi
nikel atau dari logam lain, ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah
dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria. Untuk mencetak basila
dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.

Isi berat suppositoria dapat ditentukan dengan percobaan seperti berikut :


1. Menimbang obat untuk sebuah suppositoria
2. Mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan
3. Memasukkan campuran tersebut dalam cetakan
4. Menambah bahan dasar yang telah dilelehkan sampai jenuh
5. Mendinginkan cetakan yang berisi campuran tersebut, setelah dingin suppositoria
dikeluarkan dari cetakan dan ditimbang
6. Berat suppositoria dikurangi berat obatnya merupakan berat bahan dasar yang harus
ditambahkan
7. Berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam

Untuk menghindari massa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk
menghindari massa yang melekat pada cetakan sebelumnya dibasahi dengan parafin,
minyak lemak, spritus saponatus (soft soap liniment). Yang terakhir jangan digunakan
untuk suppositoria yang mengandung garam logam, karena akan beraksi dengan
sabunnya dan sebagai pengganti dapat digunakan larutan oleum ricini dalam etanol.
Untuk suppositoria dengan bahan dasar Polietilen glikol (PEG) dan tween tidak perlu
bahan pelicin karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakan karena mengkerut.

1. Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat (FI IV, 1995)


Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan, bau yang khas. Jika
dipanasi sekitar 300 mulai mencair, dan biasanya meleleh sekitar 340-350 C, tetapi pada
suhu dibawah 300 merupakan massa semipadat, mengandung banyak kristal dari
trigleserida pada dan merupakan bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan
tenaga tegangan muka. Sering dilupakan dalam melelehkan lemak coklat terdapat
kondisi pemanasan, karena akan memperoleh hasil yang kurang menyenangkandengan
adanya modifikasi sifat fisika yang karakteristik dari asam coklat. Jika pemanasannya
tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan kehilangan semua inti
krital yang stabil yang berguna untuk memadat. Bila didinginkan dibawah 15ºakan
mengkristal dalam bentuk kristal metastabil
Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan cera atau
cetaceum. Penambahan cera flava dapar menaikkan daya serap lemak coklat terhadap
air. Pada pengisiaan masa supositoria ke dalam cetakan, kemak coklat cepat membeku
dan pada pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang di atas masa, maka
pada pengisian cetakan harus diisi lebih, baru setelah dingin kelebihannya dipotong.
Penanganannya :
a. Balsam digerus dulu dengan sebagian lemak coklat sampai menjadi pasta dan
selanjutnya sisa zat sigerus dan dicampurkan.
b. Ekstrak kering, opium concentratumdan pantopon digerus dulu dalam mortir yang
dialasi sulu dengan saccharus lactis agar tidak lengket pada mortir. Setelah itu
campuran serbuk yang halus digerus dengan sedikit lemak coklat.
c. Ichtammolum dalam supositoria dikerjakan seperti pada balsamum sebagian lemak
coklat diganti dengan cera flava 5% agar supositoria tidak meenjadi lembek.

2. Suppositoria dengan bahan dasar PEG (FI IV, 1995)


PEG adalah polyaethylenglikolum merupakan polimerisasi etilenglikol dengan
berat molekul antara 300 sampai 6000 PEG dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas
1000 adalah padat lunak seperti malam. Kentungan dari bahan dasar mudah larut dalam
cairan alam rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang bererti tidak mudah
meleleh pada penyimpanan suhu kamar.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar
lalu dituangkan dalam cetakan seperti pada pembuatan supositoria dengan bahan dasar
lemak coklat.
Percobaan hassler dan sperandio dengan bermacam macam garam barbital yang
larut dalam air menunjukkan dengan bahab dasar lemak coklat, aksi kerja awal lebih
cepat, sedangkan dwngan bahan dasar PEG menunjukan aksi lama kerja lebih lama. Ini
disebabkan bahwa coklat adalah cepat meleleh dan obat akan terlepas dan dapat
diabsorbsi sedangkan dengan PEG basis harus larut baru obatnya dapat diabsorpsi.

3. Suppositoria dengan bahan dasar gelatin


Pembuatannya dilakukan dengan memanasi 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air
dari 5 bagian gliserin sampai diperoleh masa yang homogen. Tambahkan air panas
sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan masa cukup dingindan tuangkan dalam cetakan,
hingga diperolehsupositoria dengan berat 4 gram.
Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin
yang disisakan dan dicampurkan pada masa yang sudah dingin. Bila obatnya sedikt
dikurangkan pada berat air dan bila obatnya banyakdikurangkan berat masa bahan dasar
(NF, 1929).

4. Suppositoria dengan bahan dasar surfaktan


Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat
digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam
lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan
dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk
memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu keuntungan
utama pembawa ini adalah dapat terdispesi dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam
penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau dapat
berinteraksi dengan molekul obat, yang menyebabkan penurunan aktivitas terapetik (FI
IV, 1995).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penuangan adalah :
a. Panaskan dengan suhu serendah mungkin
b. Bahan obat dicampur dengan sedikit lelehan basis baru kemudian dengan sisa basis
yang mulai mengental
c. Bila berat jenis obat lebih besar dari berat jenis basis penuangan sambil diaduk untuk
menghindari pengendapan pada ujung suppositoria
d. Penuangan tidak dalam kondisi terlalu cair untuk menghindari pengendapan pada
ujung suppositoria
e. Penuangan dilakukan secara kontinyu untuk menghindari suppositoria pecah dan
berlapis-lapis
f. Penuangan dilakukan belebih
RANGKAIAN KERJA PROCESS ANALYTICAL TECHNOLOGY (PAT)

Sebuah agensi mempertimbangkan PAT sebagai sebuah sistem dalam merancang,


menganalisa, dan mengkontrol (mengendalikan) pembangunan melewati beberapa
pengukuran (contoh : dalam keadaan proses) dari keadaan kritis kualitas dan kinerja dalam
keadaan belum terlaksana dan pada proses pematerialan dan processces, dengan tujuan
untuk memastikan hasil kualitas produk akhir. Penting untuk dicatat bahwa maksud analisa
pada PAT mengaju pada arti luas dari bahan kimia, kondisi fisik, mikrobiologi, matematis
dan resiko analisa yang dilaksanakan secara terpadu. Tujuan dari PAT adalah untuk
meningkatkan pemahaman dan kendali atas proses manufaktur, yang sejalan dengan
kualitas sistem obat kita : kualitas tidak dapat diuji pada produk; hal tersebut harus dibuat
atau dirancang. Karena itu, alat dan prinsip yang diterangkan pada petunjuk ini harus
digunakan untuk mendapatkan proses pemahaman dan dapat pula digunakan untuk
menemukan persyaratan yang dibutuhkan untuk menvalidasi dan menkontrol proses
manufaktur.
Kualitas dibuat untuk produk pharametical melalui pemahaman kompherensif dari:
1. Tujuan terapi yang dimaksudkan; populasi pasien; jalur administrasi; dan farmakologi,
toksikologi, karakteristik farmakokinetik obat, karakteristik kimia, fisik, dan obat
biofarmasetik.
2. Untuk produk yang di regulasikan oleh Center for Biologics Evaluation and Research
(CBER), orang yang memanufakturkan harus menghubungi CBER untuk
mendiskusikan penerapan dari PAT.
3. Rancang sebuah produk dan seleksi komponen produk dan pengemasan didasarkan
pada atribut obat yang tertera.
4. Rancang proses manufaktur menggunakan prinsip dari engineering, material sains, dan
asuransi kualitas untuk memastikan penerimaan dan pereproduksian kualitas produk
dan kinerja melewati sebuah product’s shelf life.

Menggunakan pendekatan building quality into products, tatanan (petunjuk) ini


menyoroti kebutuhan untuk proses pemahaman dan peluang untuk mengembangkan
efektifitas manufaktur lewat inovasi dan mengayaan komunikasi scientific antara orang
yang memanufakturkan dan agensi. Menambah tekanan pada building quality into
products memungkinkan fokus lebih yang dibutuhkan pada hubungan multi-factorial antar
material, proses manufaktur, variabel lingkungan, dan dampak kualitasnya. Pengayaan ini
terfokus untuk menyajikan dasar dalam mengedintifikasi dan memahami hubungan antara
macam formulasi kritis dan faktor proses dan untuk menembangkan efektifitas resiko
mitigation strategies (contoh : spesifikasi produk, proses pengendalian, pelatihan). Data
dan informasi digunakan untuk mebantu memahami hubungan yang dapat dimanfaatkan
melalui program pra formulasi, development dan scale-up studies, sama halnya dari
penungkatan anilisis dari memanufaktur data yang diperoleh lewat masa produk.
Inovasi efektif pada pengembangan, manufaktur dan jaminan kualitas dapat
diekspektasikan untuk menjawab pertanyaan seperti:
1. Apakah mekanisme dari degradasi, drug release dan penyerapan?
2. Apakah dampak dari komponen produk terhadap kualitas?
3. Apakah sumber dari keberagaman adalah kritis?
4. Bagaimana proses dapat mengatur keberagaman?

Salah satu tujuan kerangka PAT yaitu untuk merancang dan mengembangkan
pemahaman proses yang secara konsisten dapat memastikan sebuah pra-defined quality
pada akhir proses manufaktur. Prosedur tersebut akan secara konsisten dengan prinsip
dasar dari kualitas dengan rangcang dan dapat mengurangi resiko permasalahan kualitas
dan peraturan ketika meningkatkan efesiensi. Kemajuan kualitas, keamanan dan atau
efisiensi akan secara beragam bergantung pada proses dan produk, dan biasanya datang
dari :
1. Mengurangi waktu produksi dengan menggunakan pengukuran dan kontrol
2. Mencegah penolakan, potongan, dan re-processing
3. Real time release
4. Menambahkan ke-otomatisan untuk meningkatkan operator keamanan dan mengurangi
human errors
5. Meningkatkan energi dan pengunaan material dan penambahan kapasitas.
6. Menfasilitasi keberlangsungan proses untuk meningkatkan efisiensi dan mengatur
keberagaman.
Sebagai contoh, penggunaan khusus alat jangka-kecil (untuk mengeliminasi
permasalahan scale-up tertentu).
Petunjuk berikut berisi inovasi dalam pengembangan, manufaktur dan jaminan
kualitas dengan menfokuskan pada proses pemahaman. Konsep berikut dapat teraplikasi
untuk semua situasi manufaktur.
1. Proses pemahaman
Sebuah proses secara umum dapat dipahami ketika (1) semua sumber kritis dari
keragaman dapat di identifikasikan dan dijelaskan; (2) kerberagaman diatur dalam sebuah
proses; dan, (3) atribut kualitas produk dapat secara akurat dan terpecaya diprediksikan
lewat rancang ruang yang terpancang kepada meterial yang digunakan, proses parameter,
manufaktur, lingkungan dan kondisi lainya. Kemampuan untuk memprediksi
merefleksikan sebuah proses pemahaman yang tinggi. Walaupun proses retrospeksi
kapabilitas data adalah indikasi dari sebuah keadaan yang terkendali, hal ini mungkin tidak
cukup untuk mengukur atau mengkomunikasikan proses pemahaman.
Sebuah fokus pemahaman dapat mengurangi beban untuk menvalidasi sistem dengan
cara menyediakan pilihan lebih untuk membenarkan dan mengkualifikasikan sistem yang
dimaksudkan untuk memantau dan mengendalikan secara biologis, fisikm dan atau atribut
kimia dari material dan proses. Dalam ketiadaan dari proses pemahaman, ketika
mengusulkan proses analisis baru, sebuah perbandingan test-to-test antara sebuah proses
analisis on-line dan sebuah test konvensional pada sampel yang terkumpul mungkin satu –
satunya pilihan validasi yang tersedia. Pada beberapa kasus, pendekatan ini mungkin
terlalu memberatkan dan mungkin dapat menghalagi penggunaan seberapa teknologi.
Pengiriman dari metode laboratori untuk, pada, di atau diatas-garis metode mungkin
tidak membutuhkan PAT. Dokumen petunjuk peraturan yang ada dan pendekatan
kompendial pada metode analitik validasi harus dipertimbangkan.
Produk yang telah terkerangka dan proses pengembangan pada skala kecil,
menggunakan eksperimen rancang dan on-or in-line process analyzers untuk mendapatkan
data yang real time, dapat menyediakan yang meningkatkan wawasan dan pemahaman
pada proses pengembangan, pengoptimalisasian, scale-up, pengiriman teknologi dan
pengendalian. Proses pemahaman lalu dilanjutkan dalam sebuah fase produksi ketika
variabel lain (contoh : lingkungan dan perubahan penyedia) mungkin dapat di temui.
Karena itu, kelangsungan pembelajaran lewat masa hidup produk penting.

2. Prinsip dan Alat


Proses manufaktur farmasetika sering berisikan jajaran dari unit operasi, yang
dimaksudkan untuk setiap modulasi properti tertentu dari material yang sedang diproses.
Untuk memastikan penerimaan dan pereproduksian kembali modulasi, dikonsiderasikan
harus dapat memberikan atribut kualitas dari material yang datang dan kemampuan
prosesnya untuk setiap unit operasi. Selama 3 dekade, proses yang signifikan telah dibuat
dalam mengembangkan metode analisis untuk atribut kimia ( contoh, identitas dan
kemurnian). Bagaimanapun, atribut fisik dan mekanik tertentu dari bahan farmasetika
tidak diperlukan untuk terlalu dipahami. Karena itu, sesuatu yang telah melekat,
keberagaman yang tidak terdeteksi dari material mentah mungkin dapat dimanisfestasikan
pada hasil akhir produk. Membangun proses yang efektif untuk mengatur atribut fisik dari
material mentah dan yang masih dalam proses membutuhkan sebuah pemahaman
fundamental dari atribut yang kritis terhadap kualitas produk. Atribut tersebut (contoh,
ukuran partikel dan bentuk variasi antar sebuah sampel) dari material mentah dan dalam
proses mungkin menampilkan tantangan yang signifikan dikarenakan kekompleksannya
dan kesulitannya yang terhubung kepada mengoleksi sampel yang mewakili. Sebagai
contoh, sebagai yang diketahui bahwa prosedur sampling bubuk dapat terjadi kesalan.
Rancang formulasi strategi yang ada menyediakan proses kuat yang tidak secara
negatif berdampak oleh perbedaan kecil dalam atribut fisik dari material mentah.
Dikarenakan strategi tersebut yang tidak tergenerilsasi dan sering didasarkan pada
pengalaman dari sebuah formulasi partikuler, kualitas dari formuliasi tersebut dapat di
evaluasikan hanya dengan menguji sampel dari material yang sedang diproses dan akhir
produk. Sekarang, pengujian tersebut dilakukan off line setelah menyiapkan sampel yang
telah di koleksikan untuk di analisa. Pengujian berbeda, dari setiap sebuah kualitas atribut
partikuler, dibutuhkan karena test tersebut hanya menyebutkan satu atribut dari sebuah
bahan yang aktif menikuti sampel yang disiapkan (contoh, pemisahan kimia untuk
mengisolasinya dari komponen lainnya). Pada saat persiapan sampel, informasi penting
lain tentang sebuah formulasi matriks terkadang hilang. Beberapa teknologi baru kini
tersedia untuk dapat menghasilkan informasi terhadap atribut ganda dengan persiapan
sampel minim atau nol. Teknologi tersebut menyediakan sebuah peluang untuk menilai
atribut berganda, yang terkadang tidak terdestruktif.
Sekarang, hampir setiap proses farmasetika didasari pada time-defined end
points(contoh, bercampur untuk 10 menit). Bagaimanapun, pada beberapa kasus, time-
defined end pointstersebut dinilai bukanlah dampak dari perbedaan fisik dalam material
mentah. Kesulitan dalam memproses dapat timbul yang akan menghasilkan pada sebuah
kegagalan pada sebuah produk untuk menemukan spesifikasinya, bahkan jika beberapa
material mentah sesuai untuk terpancang pada spesifikasi pharmacopeial, yang mana
secara umum hanya menyebutkan identitas dan kemurnian kimia.
Penggunaan alat dan prinsip PAT yang sesuai, yang telah terurai dibawah dapat
menyediakan informasi yang relevan yang dihubungkan dengan atribut fisik, kimia, dan
biologis. Sebuah proses pemahaman yang didapatkan melalui informasi ini akan
memungkinkan proses pengendalian dan pengoptimalisasian, penyebutan sebuah batasan
dari sebuah time-defined end points dibahas diatas, dan peningkatan efisiensi.

a. Alat PAT
Ada beberapa alat yang tersedia yang memungkinkan pemahaman proses untuk
ilmiah, pengembangan risk-managed farmasetika, manufaktur, dan jaminan kualitas. Alat
– alat ini, ketika digunakan diantara sebuah sistem, dapat menyediakan efektifitas dan
efisiensi yang berarti untuk memperoleh informasi untuk menfasilitasi proses pemahaman,
perbaikan yang berkelanjutan, dan pengembangan dari strategi risk-mitigation. Pada
kerangka PAT, alat berikut dapat dikategorikan berdasarkan :
1) Alat multivariatif untuk rancang, akuisisi data dan analisis.
2) Proses penganalisasian
3) Proses pengendalian peralatan
4) Pengembangan berkelanjutan dan pengertian pengaturan peralatan
5) Kombinasi yang sesuai dari beberapa, atau seluruh, dari peralatan berikut mungkin
dapat diterapkan pada sebuah operasi unit tunggal, atau keseluruhan proses manufaktur
dan jaminan kualitasnya.

Alat multivariatif untuk rancang, akuisisi data dan analisis


Dari sebuah fisik, kimia atau prespektif biologis, produk farmasetika dan beberapa
proses adalah sistem multi-factorial yang kompleks. Berikut adalah beberapa strategi
pengembangan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi formulasi optimal dan
beberapa proses. Pengetahuan yang didapatkan pada program pengembangan ini adalah
pondasi untuk perancangan produk dan proses.
Pengetahuan dasar ini dapat membantu untuk mendukung dan membenarkan jalur
peraturan yang fleksibel sebagai inovasi dalam perubahan manufaktur dan postapproval.
Sebuah pengetahuan dasar dapat menjadi hampir keseluruhan keuntungan ketika
kandungan pemahaman ilmiahnya dari sebuah hubungan multi-factorial yang relevan
(contoh, antar formulasi, proses, dan atribut kualitas), sebagaimana yang dimaksudkan
untuk mengevaluasi sebuah penerapan dari pengetahuan ini dalam skenario yang berbeda
(contoh, generalisasi). Keuntungan ini dapat diraih melalui penggunaan pendekatan
matematis multivariatif, seperti rangcang statistik pada eksperimen, metodologi responsif
permukaan, proses simulasi, dan pengenalan pola peralatan, setara dengan pengetahuan
sistem pengaturan. Sebuah penerapan dan keandalan dari pengetahuan dalam bentuk
hubungan matematis dan model dapat di nilai oleh evaluasi statistik dari modek prediksi.
Metodologi eksperimen yang didasarkan pada prinsip statistik dari ortogonal,
distribusi referensi, dan secara acak, menyediakan efektif berarti untuk mengidentifikasi
dan mempelajari dampak dan interaksi dari produk dan proses variabel.
Eksperimen dilakukan saat pengembangan produk dan proses dapat disajikan
sebagai pembangunan blok dari pengetahuan yang dapat berkembang untuk
mengakomodasi sebuah tingkat kompleksitas yang lebih tinggi lewat masa sebuah produk.
Informasi dari sebuah eksperimen yang terstruktur mendukung pengembangan dari sistem
pengetahuan untuk sebuah produk tertentu dan prosesnya. Informasi ini, bersamaan
dengan informasi dari pengembangan proyek lain, lalu dapat menjadi bagian dari
pengetahuan dasar institusional secara keseluruhan. Sebagaimana pengetahuan dasar
institusional tersebut berkembang dalam liputan (jarak antar variabel dan skenario) dan
data tekanan, hal tersebut dapat diambil untuk menjabarkan pola kegunaan sebagai
pengembangan proyek kedepan. Database eksperimental ini dapat juga mendukung
pengembangan dari model proses simulasi, yang dapat berkontribusi untuk
keberlangsungan pembelajaran dan membantu untuk mengurangi waktu pengembangan
secara keseluruhan.
Ketika digunakan secara sesuai, peralatan tersebut memungkinkan
pengidentifikasian dan evaluasi dari produk dan proses variabel yang mungkin dapat
secara kritis untuk pemproduksi kualitas dan kinerja. Peralatan juga dapat mengidentifikasi
potensi moda kegagalan dan mekanisme dan menghitung dampaknya terhadap kualitas
produk.

Proses Analisis
Proses analisis telah dikembangkan secara signifikan selama beberapa dekade
terakhir, dikarenakan sebuah peningkatan apresiasi untuk sebuah nilai dari pengoleksian
data proses. Kendali industri atas produktifitas, kualitas, dan dampak lingkungan telah
mendukung peningkatan besar dalam area ini. Peralatan yang tersedia telah berevolusi dari
yang mana mendominasi proses mengambil univariat pengukuran, seperti pH, temperatur,
dan tekanan untuk mereka yang mengukur biologis, kia dan atribut fisik. Adalah benar
bahwa beberapa proses analisis menyediakan pengukuran yang nondestruktif yang
mengandung informasi yang berhubungan dengan biological, physical dan chemical
attributes dari material yang telah diproses. Pengukuran ini dapat menjadi :
1) At-line : pengukuran dimana sebuah sampel dibuang, di isolasikan dari, dan dianalisasi
dalam proximity dekat kepada sebuah process stream.
2) On-line: pengukuran dimana sebuah sampel di alihkan dari proses manufaktur, dan
mungkin akan kembali pada proses stream.
3) In-line: pengukuran dimana sampel tidak dibuang dari process stream dan dapat
menjadi invasive atau noninvasive
PAT YANG SESUAI UNTUK PRODUKSI SUPPOSITORIA

Industri farmasi banyak diregulasi oleh agensi regulator seperti BPOM, maka produk
jadi farmasi harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Menggunakan Near-Infrared
(NIR), spektrum bisa dilihat langsung dalam sampel tanpa kontak langsung dan tidak
menyebabkan kerusakan sampel. Pada saat proses pencampuran, prediksi secara kualitatif
homogenitas hasil pencampuran dengan menggunakan Near Infra Red spektroskopi (NIR)
yang dapat disambungkan pada suppository moulding. Penggunaan NIR ini dilakukan
untuk memaksimalkan bias dalam prediksi pada proses pencampuran.

Penempatan probe untuk


deteksi dengan NIR dan
thermocontroller

Suppositoria moulding SG 4/W ini memiliki tabung pencampuran dengan kapasitas


5 liter dengan kapasitas bekerja 65% dan terletak dalam warm oil bath, dilengkapi dengan
pemanas termostatik yang sapat dikendalikan (antara 20° C dan 100° C). Dua transmisi
NIR probe dipasang di adaptor twin screw extruder dengan diameter sekrup 27 mm. Probe
pertama digunakan untuk mengirim laserlight melalui melt, dan di sisi berlawanan dari
saluram melt, probe kedua menangkap sinyal ini dan mengirimkan ke detector.
Normalisasi vektor dari spektra dilakukan untuk mengurangi intensitas yang disebabkan
oleh interference. Dengan menggunakan near-infrared (NIR), spectrum dapat diukur secara
langsung pada sampel utuh tanpa kontak atau terjadi kerusakan pada sampel. Secara
khusus, NIR spektroskopi melibatkan chemometrics yang menjadi teknik penting untuk
PAT dalam proses produksi farmasi. Chemometrics, 4 multiple regresi linear, komponen
utama regresi dan regresi parsial least-squares (PLS) merupakan metode analisis yang
ideal untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang sampel data spektroskopi dari data
spectrum NIR di banyak industri. Oleh karena itu, metode spektroskopi NIR dengan
chemometrics telah dimanfaatkan untuk memecahkan masalah seperti keseragaman isi
obat, ukuran partikel, dan stabilitas bubuk massal di industry farmasi.

Analisis dan kuantifikasi dari respon molekul bergantung pada radiasi. Terjadi
pertukaran energi antara energi radiasi dan energi yang terkandung dalam molekul.
Keuntungan dari NIR spektroskopi:
1) Minimal atau bahan tidak membutuhkan preparasi sampel
2) Kecepatan menganalisis tinggi (<1 detik)
3) Resolusi tinggi
4) Bisa diaplikasikan secara luas (hamper semua organic dan beberapa anorganik)
5) Hasil yang didapatkan kuantitatif dan kualitatif
6) Tidak ada fase (gas, solid, liquid)
7) Tidak merusak sampel, tidak kontak langsung dengan sampel
PRODUKSI SEDIAAN
PENGUJIAN/EVALUASI SEDIAAN

1. Penampilan
Untuk mengevaluasi adanya keretakan, migrasi bahan aktif, bau, warna
a. Bentuk
Dianjurkan untuk memeriksa bentuk suppositoria untuk melihat apakah bentuk
tersebut konsisten.
b. Kondisi Permukaan
Hal-hal yang dapat dievaluasi, diantaranya sebagai berikut: kecemerlangan, kusam,
bintik-bintik, retak, daerah gelap, rongga aksial, gelembung udara, lubang, dll
c. Warna
Intensitas, sifat dan homogenitas warna harus diverifikasi
d. Bau
Verifikasi bau dapat mencegah kebingungan ketika supositoria yang sama sedang
diproses. Perubahan bau juga dapat menjadi indikasi dari proses degradasi.

2. Keseragaman Bobot
 Timbang 20 suppo sendiri2 (w1-w20)
 Timbang 20 suppo bersamaan (w)
 Hitung rata-rata w/20
Evaluasi: tdk lebih 2 suppo berbeda dengan berat rata-rata > 5%, dan tidak ada satu
suppo yang berbeda dengan rata-rata > 10%.

3. Uji Jarak Leleh (Melting Range Test)


Uji ini disebut juga kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran
waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam
penanggas air dengan temperatur tetap (37oC). Sedangkan uji kisaran meleleh mikro
adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang
biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu
Alat Disintegrasi Tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penanggas air
yang konstan, dan waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna atau
menyebar dalam air disekitarnya diukur. Pola pelepasan obat secara in vitro diukur dengan
menggunakan alat kisaran leleh yang sama.

Alat Disintegrasi Tablet USP

4. Liquefaction Time / Softening Time


Pengujian pencairan atau waktu melunak memberikan informasi tentang sediaan
suppositoria ketika pada suhu maksimum 37⁰C. Tes yang umum digunakan adalah metode
Krowczynski, yang mengukur waktu yang dibutuhkan suppositoria untuk mencair pada
tekanan yang sama dengan yang ada di rektum (sekitar 30 g) dengan adanya air pada suhu
37⁰C. Secara umum, titik leleh suppositoria tidak boleh lebih dari 37⁰C dan syarat lama
waktu pencairan tidak boleh lebih dari 30 menit (Lachman et al., 1994). Alat yang dapat
digunakan untuk pengujian adalah pipa-U dan pipa selofan.

U-Tube apparatus for melting point determination.


Liquefaction time apparatus

Pada metode Krowczynski, uji tersebut terdiri dari pipa-U yang sebagian dicelupkan
ke dalam bagian penanggas air yang bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu sisi
menahan suppositoria tersebut pada tempatnya dalam pipa. Sebuah batangan dari kaca
ditempatkan di bagian atas suppositoria, dan waktu yang diperlukan batangan untuk
melewati suppositoria sampai penyempitan tersebut dicatat sebagai ”waktu melunak”. Ini
dapat dilaksanakan dalan berbagai temperatur dari 35,5 sampai 37⁰C sebagai suatu
pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga dikaji sebagai suatu ukuran kestabilan
fisika terhadap waktu. Suatu penanggas air dengan elemen pendingin dan pemanas harus
digunakan untuk menjamin pengaturan panas dengan parbedaan tidak lebih dari 0.1⁰C.

Liquefaction time apparatus dengan pipa selofan


Uji melunak untuk mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk
mencair dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyari melalui selaput
semiparmiabel, yakni pipa selofan, diikat pada kedua ujung kondensor dengan masing-
masing ujung pipa terbuka. Air pada 37⁰C disirkulasi melalui kondensor tersebut pada laju
sedemikian rupa, sehingga separuh bagian bawah pipa selofan kempis dan separuh bagian
atas terbuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut
mulai kempis. Bila temperatur air dibuat stabil pada suhu 37⁰C, suppositoria turun, dan
waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut
(Setnikar and Fantelli, 1962).

5. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur keregasan atau
kerapuhan suppositoria. Suppositoria dengan bentuk-bentuk yang berbeda memiliki titik
hancur yang berbeda pula.

Gambar 4. Alat uji kekerasan suppositoria


Pengujian kekerasan suppositoria diawali dengan pendiaman suppositoria pada suhu
25 ± 1,5⁰C. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding
rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Suppositoria ditempatkan secara
tegak dengan bagian runcing menghadap ke atas. Pintu kaca ditutup dan selanjutnya
bantalan digeser sehingga batang pemberat dalam posisi menggantung bersamaan dengan
pencatatan waktu. Penentuan kekerasan diawali dengan memberi beban 600 gram
menggunakan batang pemberat. Kemudian dilakukan penambahan beban dengan berat
masing-masing 200 gram setiap 1 menit. Pencatat waktu dihentikan saat suppositoria
hancur (beban telah sampai pada batas yang ditentukan. Percobaan tersebut dilakukan 3
kali untuk masing-masing suppositoria. Waktu dan beban yang digunakan dicatat. Hasil
sediaan suppositoria yang baik adalah memiliki kekerasan dalam rentang 1,8 – 2,0 Kg
(Lieberman, 1994).
Pembacaan beban :
a. Apabila sediaan hancur dalam waktu 0 – 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir,
maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.
b. Apabila sediaan hancur dalam waktu 20 – 40 detik setelah pemberian lempeng terakhir,
maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang
digunakan (misal 100 gram)
c. Apabila sediaan belum hancur dalam waktu >40 detik setelah pemberian lempeng
terakhir, maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.
(Milala et al., 2013)
Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang
beranekaragam ini ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang
disebabkan oleh berbagai tipe penanganan, yakni produksi, pengemasan, pengiriman, dan
pengangkutan.

6. Uji Disolusi
Uji disolusi supositoria diperlukan untuk menguji pengerasan dan transisi polimorfik
bahan aktif dan basis supositoria. Namun, tidak ada uji disolusi yang benar-benar tepat
untuk supositoria karena ketidaklarutan beberapa pembawa supositoria dalam air. Jika
menggunakan larutan disolusi aqueous maka memerlukan tahap partisi, namun tahap
tersebut membutuhkan waktu eksta yang dapat mengubah perhitungan laju disolusi.
Laju disolusi pada supositoria cair yang mengandung surfaktan lebih cepat daripada
yang tidak mengandung surfaktan. Apabila menggunakan surfaktan, profil disolusi kurang
lebih sama pada teknik yang berbeda. Kehadiran surfaktan membat supositoria lebih
sensitif pada perbedaan teknik disolusi (Gjellan, 1989).
Metode pengujian disolusi:
a. Metode Dayung
Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi
memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal
ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Metode dayung
sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung
yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan (Ditjen POM, 1995).
Supositoria mencair ditunjukkan dengan lemak yang mengambang cepat ke
permukaan. Potongan-potongan lemak kecil yang meleleh terakumulasi di sekitar helix
dan terus mengembang ke permukaan medium disolusi (Gjellan, 1989). Metode ini dapat
digunakan untuk supositoria hidrofilik (Siewert, 2003).

b. Metode Keranjang
Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor.
Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media
pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37oC.
Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam
USP yang terakhir beredar (Ditjen POM1325, 1995).
Metode basket menunjukan suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk
memberikan kemungkinan maksimum suatu antarpermukaan solid-cairan yang tetap
(Siregar, 2010).
Surfaktan menghasilkan tetesan kecil dari lemak yang terdispersi dengan cepat ke
media. Beberapa partikel lemak juga terhalang keranjang mesh. Ketika surfaktan tidak
digunakan, keranjang berguna sebagai wadah untuk semua lemak yang meleleh. Surfaktan
membuat lemak lebih sensitive terhadap agitasi. Supositoria yang meleleh tanpa surfaktan
hanya tinggal di dalam keranjang. Metode ini dapat digunakan untuk supositoria hidrofilik
(Siewert, 2003).
c. Metode Difusi Membran/Dialisis
Metode ini lebih disarankan ketika dalam formulasi mengandung spreading agents
(Siewert, 2003).

d. Metode Continous Flow/Bead


Metode ini lebih lambat, mungkin sebagai akibat dari penundaan penyebaran masa
leleh dalam sel disolusi. Bidang kontak berikutnya dengan cairan disolusi lebih kecil
daripada dengan menggunakan metode dayung atau metode keranjang (Gjellan, 1989).
Metode ini juga cenderung menghasilkan lebih banyak variabilitas dalam data karena
aktivitas supositoria dalam sel (Siewert, 2003). Metode ini dapat digunakan untuk
supositoria lipofilik (Siewert, 2003).
7. Uji Stabilitas
a. Lemak coklat dalam penyimpanan dapat terbentuk seperti serbuk putih di
permukaannya, diatasi dengan disimpan di suhu dingin yang seragam dan mengemas
dalam aluminium foil.
b. Suppositoria dari lemak coklat semakin keras dalam penyimpanan karena terjadi
transisi menjadi bentuk kristal yang stabil.
c. Apabila suppositoria disimpan pada suhu tinggi di bawah titik lelehnya setelah
produksi proses kadaluarsa akan lebih cepat.
d. Softening time dapat digunakan untuk uji stabilitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1929. Netherland Pharmacopea. Edisi V, Staatsuitgerij’s Graventhg, Brussel.


De Beer, T., Burggraeve, A., Fonteyne, M., Saerens, L., Remon, J.P., and Vervaet, C.
2011. Near infrared and Raman spectroscopy for the in‐process monitoring of
pharmaceutical production processes. Int J Pharm. 2011; 417: 32–47.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Ed IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Ed V. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI.
Dibbern, H.W., Muller, R.M., Wirbitzki, E. 2002. UV and IR Spectra Pharmaceutical
Substance (UV and IR) and Pharmaceutical and Cosmetic Excipients (IR). Germany:
Editio Cantor Verlag.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. ed. IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gandjar, I.G. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gjellan K, Graffner C. 1989. Comparative dissolution studies of rectal formulations using
the basket, the paddle and the flow-through methods. I. Paracetamol in suppositories
and soft gelatin capsules of both hydrophilic and lipophilic types. Acta Pharm Nord.
1: 343–354.
Hinz, D.C. 2006. Process analytical technologies in the pharmaceutical industry: The
FDA's PAT initiative. Anal Bioanal Chem. 2006; 384: 1036–1042.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri III.
Jakarta. Universitas Indonesia. 1147-119.
Lieberman, A.H. 1994. Pharmaceutical Dosage Forms Diseperse System. 2nd Edition.
New York. 243.
Milala, A.S., Aditya, T.P., Andrew, P.B. 2013. Karakteristik Fisik dan Displacement
Value Suppositoria Neomisin Sulfat Berbasis PEG. Jurnal Farmasi Indonesia. 6: 3.
Otsuka, K., Uchino, T., dan Otsuka, M. 2013. Non-destructive prediction of the drug
content of an acetaminophen suppository by near-infrared spectroscopy and X-ray
computed tomography. Informa Healthcare USA, Inc. DOI:
10.3109/03639045.2013.842581. Drug Dev Ind Pharm, 2015; 41(1): 15–21.
Otsuka, M. 2004. Comparative particle size determination of phenacetin bulk powder by
using Kubelka‐Munk theory and principal component regression analysis based on
near‐infrared spectroscopy. Powder Technol. 2004; 141: 244–250.
Otsuka, Makoto. 2003. Chemometric evaluation of pharmaceutical properties of antipyrine
granules by near-infrared spectroscopy. AAPS PharmSciTech 2003; 4 (3) Article 47.
Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Complete Drug Reference Ed 29. London: The
Pharmaceutical Press.
Setnikar, I., and Fantelli, S. 1962. Liquefaction time of rectal suppositories. J Pharm Sci.
51: 566–571.
Siewert M, Dressman J, Brown CK et al. 2003. FIP/AAPS guidelines to dissolution/in
vitro release testing of novel/special dosage forms. AAPS PharmSciTech. 4: E7.
Siregar, Charles. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 2010 : 54,85-86.
The Department of Health. 2009. British Pharmacopoeia. London: The Department of
Health Britain.
U.S. Department of Health and Human Services, Food and Drug Administration, Center
for Drug Evaluation and Research. 2004. Guidance for industry PAT—A framework
for innovative pharmaceutical development, manufacturing, and quality assurance.
Available at: http://www.fda.gov/downloads/Drugs/Guidance Compliance
Regulatory Information /Guidances/ucm070305.pdf. Diakses 13 Oktober, 2016.

Anda mungkin juga menyukai