Oleh:
Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Efusi Pleura dan Anemia”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh. Ucapan
terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Bakhtiar,
Sp.A. yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam
penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna
bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran
pada umumnya dan ilmu kesehatan mata khususnya. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk laporan kasus ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................3
BAB I
Pendahuluan.....................................................................................................4
BAB II
Laporan Kasus.................................................................................................5
BAB III
Analisa Kasus..................................................................................................14
BAB V
Kesimpulan......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Nyeri dada, batuk, kaki bengkak, pucat
Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan dari RSUD setempat dengan keluhan sesak napas. Sesak
napas dialami sejak 2 bulan yang lalu dan memberat seminggu SMRS. Sebelum
sesak napas muncul, pasien juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami dalam 5
bulan terakhir, batuk berdahak, namun saat ini batuk sudah mulai berkurang.
Selain itu pasien juga merasa nyeri dada sejak 2 bulan yang memberat jika pasien
tidur tanpa menggunakan bantal dan berkurang jika pasien duduk. Pasien juga
mengalami demam yang hilang timbul, demam turun dengan obat penurun panas.
Selama sakit nafsu makan pasien menurun dan menagalami penurunan berat
badan secara drastis. BAB dan BAK tidak ada keluhan
5
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat alergi
disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki hal yang sama
Riwayat penggunaan obat
Ceftriaxone
Gentamisin
Dexamethason
Nebule fulmikort
Ampicilin
Novalgin
Riwayat Kehamilan & Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak pertama lahir pervaginam dengan BB 2800 gram dan
segera mennagis.
Riwayat imunisasi
Pasien tidak penah diimunisasi
Riwayat pemberian makanan
Pasien makan makanan keluarga dan jajanan pasae
Riwayat tumbuh kembang
Pasien seharusnya duduk di bangku kelas 3 SMA, namun putus sekolah saat kelas
2
3.4 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Saat Masuk IGD
Keadaan umum : lemah
Tekanan darah : 90/60
Heart rate : 124x/i
Respiratory rate : 36 x/i
Temperature : 36,5 0C
6
Saat Pemeriksaan
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Heart rate : 96 x/i
Respiratory rate : 26 x/i SpO2 : 99%
Temperature : 36,40C
Status General
Kepala : rambut rontok mudah dicabut
Mata : Konj. Palpebra inferior anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
3mm/3mm (-/-), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Hidung : NCH (-)
Mulut : Sianosis (-) mukosa lembab (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : Simetris, retraksi dinding dada (-), sf ka> sf ki , perkusi redup,
vesikuler (+/+), rhonki basah (+/+), wheezing(-/-),
Jantung : BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-)
Abdomen : Soepel, distensi (-), timpani, peristaltik (+)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Data Antropometri
BBS : 32 kg
BBI : 55 kg BB/U : 34/56 = 60%
TB : 155 cm TB/U : 155/160 = 95%
Status gizi : Buruk BB/TB : 34/57= 59 %
7
8
Kebutuhan cairan = 1500 + ((BB-20) x 20)
= 1500 + (33-20) x 20
= 1760 cc/hari
Kebutuhan kalori
= EER x aktivitas fisik x faktor stress
= 2400 kkal/ hari
Kebutuhan protein
= RDA x aktivitas fisik x faktor stress
= 1,4 gr/ hari
9
Pemeriksaan Laboratorium 31-07-2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin (g/dl) 7,1 12,0-15,0
Hematokrit (%) 22 37 - 47
Eritrosit (106/mm3) 2,7 4,2 - 5,4
Leukosit (103/mm3) 3,4 4,5 – 10,5
Trombosit (103 U/L) 178 150 - 450
Hitung jenis (%) 0/1/0/82/10/7
MCV 84 80 – 100
MCH 27 27 – 31
MCHC 32 32 – 36
Ur 20 13-43
Cr 0,42 0,51-0,95
GDS 236 <200
Na/K/Cl 136/3,9/109
Pemeriksaan Laboratorium 1-08-2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin (g/dl) 8,9 12,0-15,0
Hematokrit (%) 27 37 - 47
Eritrosit (106/mm3) 3,3 4,2 - 5,4
Leukosit (103/mm3) 2,1 4,5 – 10,5
Trombosit (103 U/L) 123 150 - 450
Hitung jenis (%) 0/1/0/75/16/8
MCV 84 80 – 100
MCH 27 27 – 31
MCHC 32 32 – 36
Albumin 1,66 3,5-5,2
ALP 172 42-98
Feritin 1536,63 10-160
Retikulosit 1,3 0,5-1,5
10
Morfologi darah tepi -Eritrosit - hipokrom
- Anisopoikilositosis: Burr
Cell
- Leukosit - neurtofilia
- Trombosit - Jumlah cukup, tersebar
- giant trombosit (+)
Kesimpulan Hipokrom mikrositer
11
Pemeriksaan Ro Thoraks
12
Follow up
1 Agustus 2018 S/ Th/
(HOM) -lemas, batuk dan nyeri dada, pasien - O2 2L/i nasal kanul
tidak nafsu makan - IVFD 2:1 20 gtt/i
O/ - Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
TD : 110/90 - Diet 1300 kkal +32 gr protein
N : 85 x/i - chalenge RL 10 cc/kgBB selama 1
RR : 32 x/i jam
T : 33,9
Mata : anemis (+) ikterik (-)
Thoraks : vesikuler menurun di kedua
basal paru kanan dan kiri,
rh(-/-) wh (-/-)
Abd : soepel, BU (+)
Extremitas : udem peritibial CRT 3
detik, akral dingin
A/
1. Sangkaan tumor paru
2. Anemia hipokrom mikrositer ec dd/
- defisiensi besi
- penyakit kronik
P/
-Transfusi PRC
-Cek retikulosit, MDT, feritin, albumin,
SGOT/SGPT, alkalin fosfatase
3 Agustus 2018 S/ Th/
(respirologi) -sesak napas berkurang - Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
-kaki bengkak - Koreksi hipoalbumin 20% 100cc
O/ (H1) selama tiga hari
TD : 90/60
N : 72 x/i
RR : 22 x/i
13
T : 36,1
Mata : anemis (-) ikterik (-)
Thoraks : vesikuler menurun di kedua
basal paru kanan dan kiri,
rh(-/-) wh (-/-)
Abd : soepel, BU (+)
A/
1. Sangkaan tumor paru
2. Anemia hipokrom mikrositer
P/
4 Agustus 2018 S/ Th/
(respirologi) -sesak napas berkurang - Diet 1300 kkal + 32 gr protein
-kaki bengkak - Inj. Ceftriaxone 1 gr/24 jam
O/ - Koreksi hipoalbumin 20%100 cc
TD : 120/70 (H2) selama 3 hari
N : 82 x/i
RR : 20 x/i
T : 37,1
Mata : anemis (-) ikterik (-)
Thoraks : vesikuler menurun di kedua
basal paru kanan dan kiri,
rh(-/-) wh (-/-)
Abd : soepel, BU (+)
A/
1. Sangkaan tumor paru
2. Efusi pleura susp. TB
3. Anemia hipokrom mikrositer
P/
-CT scan thoraks kontras dan nonkontras
-Induksi sputum cek BTA dan gen
expert (6/8/2018)
14
4 Agustus 2018 S/ Th/
(HOM) -sesak berkurang, batuk berkurang, sakit - O2 2L/i nasal kanul
dada sudah tidak ada - IVFD 2:1 20 gtt/i
O/ - Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
TD : 100/70 - Diet 1300 kkal +32 gr protein
N : 80 x/i - Koreksi hipoalbumin dengan
RR : 24 x/i albumin 20% 100 cc (HII) selama 3
T : 36,8 hari
Mata : anemis (+) ikterik (-)
Thoraks : vesikuler menurun di kedua
basal paru kanan dan kiri,
rh(-/-) wh (-/-)
Abd : soepel, BU (+)
Extremitas : udem peritibial CRT <2
detik, akral dingin
A/
1. Sangkaan tumor paru
2. Anemia hipokrom mikrositer ec dd/
- defisiensi besi
- penyakit kronik
P/
-CT scan thoraks kontras dan nonkontras
15
Ro Thoraks : infiltrat
Gen expert : MTB non detected
A/
1. Pneumonia
2. Anemia hipokrom mikrositer
P/
-Rontgen Thoraks AP
7 Agustus 2018 S/ Th/
(HOM) -sesak napas berkurang - Asam folat 1x5 mg
- kaki bengkak berkurang - Lain-lain sesuai ts dpjp
O/
TD : 100/60
N : 92 x/i
RR : 24 x/i
T : 37,1
Mata : anemis (-) ikterik (-)
Hidung : sekret tidak ada
Thoraks : Rhonki (+/+), rh(-/-) wh (-/-)
A/
1. Anemia hipokrom mikrositer
P/
16
BAB III
ANALISA KASUS
17
viseral. Pleura viseral ini berinvaginasi mengikuti fisura yang membagi setiap
lobus paru. Berbeda dengan pleura parietalis yang sangat sensitif, pleura viseralis
tidak dapat merasakan rasa sakit. Rasa sakit yang berasal dari pleura akan terus
disampaikan ke dinding dada tepat di lesi pleura. Di antara pleura paritalis dan
pleura viseralis terdapat ruang yang disebut “rongga” pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat caira pleura seperti lapisan film karena jumlahnya sangat sedikit
yang hanya berfungsi untuk memisahkan pleura viseralis dan pleura paritalis.1
Adapun arah aliran cairan pleura yaitu cairan pleura masuk ke dalam
rongga pleura dari dinding dada (pleura parietalis) dan mengalir meninggalkan
rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa.
Tekanan hidrostatik di kapiler sistemik (dinding dada) besarnya 30 cmH2O.
Tekanan negatif di dalam rongga pleura adalah -5 cmH2O. Hal ini menunjujukkan
perbedaan tekanan antara kapiler sistemik dan rongga pleura adalah 35 cmH2O.
Tekanan osmotik koloid di dalam rongga pleura adalah 8 cmH2O. Perbedaan
tekanan osmotik koloid antara kapiler sistemik dengan tekanan osmotik koloid di
18
rongga pleura adalah 26 cmH2O. Sehingga cairan cenderung mengalir dari daerah
yang bertekanan osmotik rendah ke arah yang bertekanan osmotik tinggi.
Berdasarkan perbedaan tekanan osmotik, seharusnya cairan di dalam rongga
pleura cenderung mengalir dari rongga pleura ke dinding dada. Akan tetapi,
karena tekanan hidrostatik dari dinding dada ke arah rongga pleura lebih besar,
yaitu 35 cmH2O cairan dari dinding dada akan masuk ke dalam rongga pleura.1
Efusi pleura pada kasus ini berkaitan dengan beberapa etiologi. Adapun
etiologi efusi pleura pada anak-anak berbeda dengan dewasa, dimana penyebab
efusi pleura paling sering pada anak adalah infeksi pleura, sedangkan pada dewasa
adalah gagal jantung dan malignansi. Infeksi pneumonia oleh bakteri umumnya
dapat menyebabkan empiema. Di antara bakteri penyebab pneumonia yang
mengakibatkan komplikasi efusi pleura paling banyak adalah Streptococcus
pneumoniae yang terjadi pada 5% sampai 40%.2
Pasien ini direncanakan untuk pemeriksaan gen Expert dan hasil yang
diperoleh adalah MTB not detected. Infeksi lainnya yang dapat menyebabkan efusi
pleura adalah tuberkulosis (TB) yang terjadi pada sekitar 2-38% dari seluruh
kasus tuberkulosis anak. Efusi primer biasanya bersifat unilateral dan sering
tanpa disertai dengan kelainan parenkim paru. Efusi pleura pada TB reaktivasi
ditandain dengan adanya kelainan parenkim fokal. Berdasarkan gejala yang
dikeluhkan pasien dengan penurunan berat badan secara drastis, salah satu
diagnosis banding adalah efusi pleura karena tuberkulosis. Kuman lainnya yang
juga berperan dalam efusi pleura adalah methicilin-resistant Staphilococcus
aureus ( MRSA), H. Influenzae type B, dan tuberkulosis paru secara luas
dilaporkan pada 2- 38% pada anak. Infeksi ini umumnya bersifat unilateral.7
19
pleura adalah hemothoraks, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, sirosis hepatik,
dan penyebab iatrogenik.4
Manifestasi klinis dari efusi pleura bergantung pada penyebab, luas, dan
lokasi efusi pleura. Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan atas, bronkitis, dan
pneumonia yang menyebabkan efusi pleura maka akan menimbulkan gejala
demam persisten, batuk, takipneu, dispneu, nyeri dada, anoreksia, dan malaise.
Pada infeksi tuberkulosis gejala tersebut juga akan diikuti dengan keringat malam,
hemoptisis, dan penurunan berat badan. Pada kasus malignansi beberapa pasien
dapat asimtomatik dan hanya bermanifestasi seperti batuk dan demam subfebris.
Namun, pada keaadaan lebih berat akan menyebabkan respiratori distres dan dapat
dijumpai massa mediastinum. 4
Pada pasien ini, tanpa melihat penyebab efusi pleura, beratnya gejala yang
muncul dipengaruhi oleh jumlah akumulasi cairan dan lokasi efusi pleura. Gejala
ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi, dan juga pada akumulasi
subpulmonik manifestasi juga dapat berupa muntah, nyeri peruh, dan ileus
paralitik parsial.4
Adapun cairan pada pleura dapat digolongkan menjadi transudat dan
eksudat. Untuk membedakan transudat dan eksudat digunakan kriteria Light,
yaitu:1,2
1. Transudat
Efusi transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis cairan transudat.
Efusi ini dapat disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli paru, sirosis hati,
dialisis peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, dan retensi garam. Cairan
efusi dikatakan transudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria :
1. Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadar protein serum < 0,5
2. rasio kadar LDH cairan efusi pleura/kadar LDH serum < 0,6
3. Kadar LDH cairan efusi pleura <2/3 batas atas nilai normal LDH
Jika angka tersebut tidak terlampaui, efusi pleura termasuk jenis eksudat. Akan
tetapi, penggunaan kriteria Light juga harus melihat perbedaan nilai albumin pada
serum dengan nilai albumin cairan pleura. Jika perbedaannya melebihan 1,2 gram
per 100 mL, maka cairan pleura tersebut termasuk transudat. Secara kasar, cairan
20
pleura dapat dikatan transudat jika kadar proteinnya < 3 gram/100 mL dan berat
jenisnya <1,016, sedangkan efusi pleura dikatan eksudat jika kadar proteinnya > 3
gram/100 mL dan berat jenisnya >1,016.1
2. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi karena peradangan atau infiltrasi pada pleura
atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler
darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh
darah dan berkumpul pada rongga pleura. Bendungan pada pembuluh limfa juga
dapat mengakibatkan efusi pleura eksudatif. Jadi penyebab efusi pleura eksudatif
adalah neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intra abdominal, dan
imunologik. Penyebab efusi pleura tidak hanya berupa kelainan di toraks tetapi
juga dapat karena kelainan ekstratoraks atau sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik.1
Pemeriksaan fisik pada pasien a/r thoraks didapatkan stem fremitus kiri
dan kanan melemah, suara vesikuler menurun di paru kanan dan kiri. Secara
umum, penampakan anak dengan efusi pleura akan disertai dengan diaforesis,
dispneu dengan gangguan respirasi ringan sampai sedang. Pada beberapa akan
terlihat tidak nyaman akibat nyeri dan hipoksemia. Pada pemeriksaan fisik, dari
auskultasi akan dijumpai “pleuritik chest rub” pada tahap awal efusi, namun akan
menghilang sesuai peningkatan akumulasi efusi. Akumulasi massif dapat
menyebabkan pendorongan organ medistinum dan trakea ke arah kontralateral.
Pemeriksaan pada area yang sakit juga akan ditemukan redup pada perkusi,
penurunan fremitus taktil, dan egofoni.3,4
21
hipoalbuminemia sering terjadi pada anak dengan infeksi akut yang disertai efusi
pleura masif. Meskipun hanya beberapa sudi yang mendapatkan korelasi ini.6
Berdasarkan status gizi, pasien mengalami malnutrisi akibat penurunan
nafsu makan sejak 5 bulan terakhir. Sesuai dengan teori, hipoalbuminemia dapat
terjadi karena beberapa keadaan seperti inflmasi, kehilangan protein dalam sistem
ekskresi dan gastrointestinal, gangguan proses pembentukan albumin di hati, dan
malnutrisi berat. Hubungan serum albumin yang rendah dengan efusi pleura pada
pediatrik sering ditemukan, namun jarang diteliti lebih lanjut. Pada dewasa
hipoalbuminemia berhubungan dengan penyakit kronis seperti gagal jantung dan
malignansi. Dalam penelitian Prais, pasien dengan infeksi parapneumonia dapat
mengalami beberapa derajat hipoalbuminemia. Kemungkinan lainnya yang dapat
mengakibatkan hipoalbumnemia adalah intake yang rendah, penurunan sintesis
protein,dan status katabolik.6
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi:
1. Analisis cairan pleura
Cairan pleura secara makroskopik diperiksa warna, turbiditas, dan baunya.
Transudat biasanya jernih transparan, berwarna kuning jerami, dan tidak
berbau. Cairan pleura yang menyerupai susu biasanya mengandung kilus
(kilotoraks). Cairan pleura yang berbau busuk dan mengandung nanah
biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob, berwarna merah karena
mengandung darah, dan jika berwarna coklat biasanya karena amebiasis.
Pemeriksaan cairan pleura dan dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopik, sitologi, dan pemeriksaan kimia dan pH. Hasil dari
pemeriksaan dapat dilhat pada tabel berikut:1
22
Tabel 2.1 pemeriksaan cairan pleura
2. Ro thoraks
Pemeriksaan foto thoraks merupakan pemeriksaan imaging paling simpel
yang dapat dilakukan untuk menilai efusi pleura pada anak. Posisi yang
dapat dilakukan meliputi frontal, lateral, dan dekubitus dimana aliran
cairan bebas berkumpul pada area paling bawah dari rongga pleura.
Penumpulan sudat kostofrenikus merupakan tanda paling awal yang dapat
ditemukan pada efusi pleura. Pada efusi massif juga akan ditemukan
meniskus sign dan opasifikasi hemithoraks dengan pergeseran
mediastinal.4
23
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi memiliki nilai sensitivitas hampir 100% untuk menilai efusi
pleura. Alat ini merupakan alat yang sangat mudah dimana dapat
membedakan lokulasi efusi dan juga apakah hanya penebalan atau
merupakkan massa.3.4
4. CT scan
CT scan dapat menghasilkan hasil yang lebih akurat untuk menilai efusi.
CT scan digunakan untuk melihat kelainan parenkim lainnya, seperti
tumor primer dan juga metastasis yang menyebabkan efusi. Pemeriksaan
ini akan sangat berguna pada efusi pleura dengan komplikasi seperti
empiema. CT scan juga sangat berguna pada intervensi dimana efusi
sangat susah dicapai.3,4
24
Adapun terapi definitif lainnya untuk efusi pleura adalah Water seal
Drainage (WSD) yang merupakan tindakan invasif untuk mengeluarkan cairan
atau udara dari rongga pleuradengan cara menusuk dinding dada dengan alat
tertentu dna bertujuan untuk memasang suatu drainase yang tetap atau permanen
yang dihubungkan pada suatu tabung yang berisi air yang berfungsi sebagai
penjaga tekanan. Pada efusi pleura WSD diindikasikan pada efusi pleura yang
luas. WSD dapat dicabut apabila secara klinis dan radiologis par telah
mengembang kembali. Pada keadaan ini, selang diklem selama 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada lagi penambahan udara, selang dapat dicabut atau bila
tidak ada lagi cairan yang keluar pada efusi pleura.5
Pada pasien ini juga didapatkan kadar hemoglobin 7,1 gr/ dL sehingga
diagnosis lainnya terhadap pasien ini adalah anemia hipokrom mikrositer. Anemia
secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam yang cukup ke
jaringan. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, melainkan gejala
dari berbagai penyakit dasar. Pada dasarnya, anemia disebabkan oleh karena: 1)
gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2) kehilangan darah keluar
tubuh (perdarah); 3) proses penghancuran eritrosit. Diagnosis banding anemia
hipokrom mikrositer adalah anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik,
thalasemia, dan sideroblastik.8
Pada pasien didapatkan kadar feritin meningkat. Hal ini menunjukkan
anemia yang dialami pasien adalah akibat penyakit kronik. Anemia karena
penyakit kronik seringnya bersifat ringan sampai sedang, jarang sampai derajat
berat. Adapun alur penegakkan diagnosis anemia dapat dilihat pada bagan berikut:
25
Pada pasien ini, dilakukan transfusi PRC dan diberikan terapi berupa asam
folat 1 x 5 mg untuk tata laksana anemia. Adapun terapi utama anemia penyakit
kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Beberapa pilihan terapi dalam
mengobati anemia jenis ini antara lain: 1) transfusi, merupakan pilihan pada kasus
yang disertai dengan gangguan hemodinamik; 2) Preparat besi, pemberian
preparat besi pada anemia penyakit kronis masih pro dan kontra sehingga tidak
direkomendasikan; 3) eritopoietin, disepakati untuk diberikan pada pasien anemia
akibat kanker, gagal ginjal, artritis, dan pasien HIV.8
Asam folat merupakan senyawa induk dari sekumpulan senyawa yang
secara umum disebut folat. Tubuh manusia tidak dapat mensintesis struktur folat
sehingga membutuhkan asupan dari makanan. Diet yang inadekuat pada bayi dan
anak-anak merupakan salah satu etiologi defisiensi asam folat. Defisiensi asam
folat biasanya dihubungkan dengan anemia megaloblastik. Penggunaan terapi
asam folat dalam klinik terbatas pada pencegahan dan pengobatan defisiensi
vitamin. 9
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28