Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMETAAN SUMBER DAYA LAHAN


( 3.Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Memanjang)

Oleh :
Kelompok/Kelas : 1/A2
Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 21 September 2018
Nama (NPM) : 1. Khanisa Dilla Khabilah (240110170029)
2. Septima Alvindo N. (240110170032)
3. Siti Julaeha (240110170034)
4. Threeboy Sinaga (240110170051)

Asisten : 1. Muhamad Iqbal


2. N.Putri Purnamasari K.
3. Riswandha Febry V.
4. Shinta Atilia Diatara
5. Zaki Andika

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beda tinggi antara dua titik adalah jarak vertikal antara dua titik atau jarak antara
dua bidang datar/nivo yang melalui kedua titik tersebut. Bila jaraknya dekat dan beda
tingginya terbatas, beda tinggi antara dua titik dapat ditunjukkan oleh perbedaan
bacaan alat ukur waterpass terhadap rambu ukur yang dipasang di kedua titik yang
bersangkutan atau antara tinggi alat yang dipasang di salah satu titik dengan bacaan
rambu ukur yang dipasang di titik lainnya.
Sipat ukur datar memanjang adalah suatu proses penentuan elevasi sederetan
titik-titik baik membentuk garis lurus atau hanya membentuk suatu jalur dimana letak
titik-titik tersebut berada pada setiap perubahan bentuk lahan. Dengan pengukuran
sipat datar memanjang, beda tinggi di setiap bagian wilayah dapat diketahui karena
infrormasi mengenai beda tinggi berguna dalam cut dan fill suatu permukaan tanah
yang tidak rata.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran sipat datar memanjang dengan
benar dan teliti.

1.3 Metodologi Pengamatan dan Pengukuran


1.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Alat tulis
2. Kaki tiga
3. Meteran
4. Patok
5. Rambu Ukur
6. Waterpass

1.3.2 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Menyiapkan alat-alat praktikum;
2. Mendirikan kaki tiga antara rambu belakang (bidikan awal) dan rambu muka
(bidikan depan) dengan jarak yang sama;
3. Menyimpan waterpass diatas kaki tiga;
4. Melakukan pembidikan waterpass ke rambu belakang;
5. Membaca dan mencatat Bacaan Awal, Bacaan Tengah dan Bacaan Bawah;
6. Memutar waterpass dan membidik pada rambu depan;
7. Membaca dan mencatat Bacaan Awal, Bacaan Tengah dan Bacaan Bawah;
8. Mencatat sudut elevasi pada waterpass;
9. Memindahkan alat ke tengah langkah berikutnya, dengan rambu muka pada
pengukuran sebelumnya menjadi rambu belakang;
10. Memindahkan rambu ukur ke titik yang jaraknya sama dengan rambu belakang
dan menjadi rambu muka;
11. Melakukan hal yang sama hingga menempuh jarak yang ditentukan; dan
12. Menghitung dan mencatat jumlah tempat mendirikan alat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengukuran Beda Tinggi


Pengukuran beda tinggi merupakan suatu pekerjaan pengukuran untuk
menentukan beda tinggi beberapa titik dimuka bumi terhadap tinggi muka air laut rata-
rata. Pekerjaan ini dapat pula diaplikasikan pada pekerjaan konstruksi bangunan
dimana titik titik konstruksi harus ditentukan ketinggiannya atau elevasinya. Untuk
pekerjaan pengukuran pada pekerjaan konstruksi memerlukan alat pengukur beda
tinggi yang mempunyai akurasi yang tinggi. Alat yang biasa dipakai pada pekerjaan
pengukuran beda tinggi adalah Waterpass , selang ukur dan atau Pesawat Penyipat
Datar. Alat Pesawat Penyipat Datar yang dipakai untuk melakukan pekerjaan
pengukuran beda tinggi harus mempunyai akurasi yang disyaratkan, artinya alat
tersebut harus akurat, sehingga dapat menghasilkan pengukuran yang tepat.
(Mulyono,2014)
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat Pesawat Penyipat
Datar (waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu
yang berdiri vertikal. Maka beda tinggi dapat dicari atau dihitung dengan menggunakan
rumus pengurangan antara bacaan benang tengah rambu belakang ( BTB ) dan bacaan
benang tengah rambu depan ( BTA) dengan persamaan sebagai berikut :
BT = BTB – BTA
Keterangan :
BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah rambu muka
BTB = bacaan benang tengah rambu belakang
Pengukuran beda tinggi memiliki beberapa fungsi, antara lain :
a. Merancang jalan raya, jalan Kereta Api dan saluran-saluran.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
Terdapat beberapa metode dalam pengukuran beda tinggi, antara lain:
a. Metode Sipat Datar
Menentukan beda tinggi berdasarkan garis bidik yang telah mendatar dari alat
ukur sipat datar, dan garis bidik yang telah mendatar tersebut diarahkan ke rambu
yang didirikan di suatu titik yang hendak ditentukan beda tingginya dengan titik
lain yang juga didirikan rambu.
b. Metode Trigonometris
Pengukuran beda tinggi secara tidak langsung, sebab beda tinggi tidak langsung
di dapatkan dari hasil pengukuran tetapi dari hasil hitungan.
c. Metode Barometer
Pengukuran yang didasarkan pada penentuan/pengukuran tekanan udara pada
lapisan-lapisan atmosfir.

2.2 Sipat Datar


Sipat datar adalah metode pengukuran (proses) yang menentukan tinggi
titik/evaluasi atau menentukan beda tinggi antara titik yang satu dengan titik-titik
lainnya. Tinggi titik-titik itu ditentukan terhadap suatu bidang persamaan, yang
umumnya disebut bidang nivo pada permukaan air laut rata-rata (MSL) atau geoid.
Metode sipat datar prinsipnya adalah mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di
lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan
menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan cara pengukuran beda tinggi
yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan
sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan
pulang. Metode pengukuran sipat datar sendiri ada berbagai jenis, antara lain :
a. Sipat Datar Memanjang
b. Sipat Datar Profil
c. Sipat Datar Profil Memanjang
d. Sipat Datar Profil Melintang
e. Sipat Datar Luas (Spot Levelling)
f. Sipat Datar Penyebaran (Reciprocal Levelling)
g. Sipat Datar Teliti (Precise Levelling)
Beda tinggi antara dua titik dapat ditunjukkan oleh perbedaan bacaan alat ukur
waterpass terhadap rambu ukur yang dipasang di kedua titik yang bersangkutan atau
antara tinggi alat yang dipasang di salah satu titik dengan bacaan rambu ukur yang
dipasang di titik lainnya. Pembacaan rambu ukur dapat dilakukan bila telah memenuhi
dua syarat yaitu garis bidik sejajar dengan nivo dan sumbu vertikal sudah betul-betul
dalam keadaan tegak yang ditunjukkan oleh nivo kotak ada di tengah.
Menyipat ukur datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antara 2 titik
yang letaknya sangat berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga untuk
menentukan beda tinggi ini harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau
bertingkat, dimana setiap kali mendirikan alat disebut satu langkah/slag (Kharistya dan
Gunawan,2014)

Gambar 1. Pengukuran Sipat Ukur Datar Memanjang (SUDM)


(Sumber : Ellysa, 2012)
Pengukuran sipat datar memanjang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
lebih teliti, karena dilakukan dua kali pengukuran. Sedangkan pengukuran sipat datar
memanjang pergi pulang merupakan salah satu jenis dari sekian banyak macam
pengukuran sipat datar memanjang. Pengukuran Menyipat Datar Memanjang Pergi
Pulang digunakan apabila jarak antara dua stasiun yang akan ditentukan beda tingginya
sangat berjauhan atau diluar jangkauan (Salmani,2012). Untuk memperoleh hasil yang
teliti hal yang perlu dilakukan adalah :
a. Membagi jarak antara kedua titik kedalam beberapa slag atau langkah dengan
jumlah genap.
b. Menempatkan alat di tengah antara 2 rambu ukur.
c. Melakukan Pengukuran bolak balik/pulang pergi.

2.3 Waterpass
Dumpy level atau Waterpass adalah alat penyipat datar dalam pengukuran tanah.
Dalam pengukuran tanah Dumpy level dipasang diatas kaki tiga (tripod) dan pandangan
dilakukan melalui teropong, dalam hal ini untuk memindahkan ketitik lainnya
(Hidayat,2012). Waterpass digunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik
saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu
teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertikal.
Pengukuran yang menggunakan alat ini disebut dengan Levelling atau
Waterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tinggi suatu titik yang
akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan.
Operasi sipat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang
alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang
konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian membuat garis bidik horizontal,
kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertikal, dan
presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas
juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan
garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik
muka pada stasiun alat. Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sipat datar.
Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan, dan
melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan
posisi dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil
pembacaan tersebut. Tiap alat yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik
belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka
untuk menentukan elevasi titik di sebelah (Wirshing, 1995)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasi Praktikum


Tabel 1. Data Hasil Pembidikan
Tinggi Bacaan Belakang Bacaan Depan Sudut Beda
Tempat Titik Jarak Elevasi
Alat BA BT BB BA BT BB Horizontal Tinggi
Alat Bidikan (m) (mdpl)
(dm) (dm) (dm) (dm) (dm) (dm) (dm) (o) (m)
BM 12.32 11.82 11.19 0 11.3
1 13 0.137 784.137
1 10.9 110.45 9.99 140 9.1
1 17.3 16.82 16.3 0 10.00
2 13 1.147 785.284
2 5.82 5.35 4.83 190 9.9
2 21.32 20.99 20.62 0 7
3 13 1.979 787.263
3 1.52 1.2 0.73 178 7.9
3 33.3 32.65 31.9 0 14
4 13.7 2.815 790.078
4 5.1 4.5 3.92 178 11.8
4 23.02 22.42 21.82 0 12.00
5 13.8 1.65 791.728
5 6.61 5.92 5.29 181 13.2
5 21.42 20.85 20.3 0 11.2
6 13.8 1.702 793.43
6 4.43 3.83 3.25 181 11.8
6 24.14 23.63 23.1 0 10.4
7 13.6 2.153 795.583
7 2.71 2.1 1.65 181 10.6
7 27.35 26.62 25.92 0 14.3
8 13.6 2.507 798.09
8 2.25 1.55 0.89 184 13.6
8 25.65 25 24.35 0 13.00
9 14.2 -0.05 798.04
9 25.9 25.5 20.15 183 13.5
9 29.45 28.8 28.1 0 13.5
10 13.6 2.46 800.5
10 4.65 4.2 3.7 180 9.5
10 31.4 30.52 29.62 0 17.8
11 13.5 2.94 803.44
11 1.91 1.12 0.36 183 15.5
11 25.15 24.15 23.15 0 20.00
12 18.1 1.615 805.055
12 8.9 8 7.1 189 18.00
12 21.9 21.13 20.25 0 16.5
13 14.1 0.524 805.579
13 16.51 15.88 15.25 98 12.60
3.1.2 Perhitungan
Diketahui:
1. Rumus menghitung jarak = (BA-BB) x 100
2. Rumus Beda Tinggi adalah = Btbelakang – Btdepan
3. Elevasi = jumlah pembidikan dari atas – beda tinggi

a. Jarak Pada Bacaan Belakang


1. Tempat Alat 1 dan Tempat Bidikan BM
S = (12.32 – 11.19) x 100
= 113 dm = 11.3 m
2. Tempat Alat 2 dan Tempat Bidikan 1
S = (17.3 – 16.3) x 100
= 100 dm = 10 m
3. Tempat Alat 3 dan Tempat Bidikan 2
S = (21.32 – 20.62) x 100
= 70 dm = 7 m

b. Jarak Pada Bacaan Depan


1. Tempat Alat 1 dan Tempat Bidikan 1
S = (10.9 – 9.99) x 100
= 91 dm = 9.1 m
2. Tempat Alat 2 dan Tempat Bidikan 2
S = (5.82 – 4.83) x 100
= 99 dm = 9.9 m
3. Tempat Alat 3 dan Tempat Bidikan 3
S = (1.52 – 0.73) x 100
= 79 dm = 7.9 m
c. Beda Tinggi
1. Tempat Alat 1 : 11.82 – 10.45 = 1.37 dm = 0.137 m
2. Tempat Alat 2 : 16.82 – 5.35 = 11.47 dm = 1.147 m
3. Tempat Alat 3: 20.99 – 1.2 = 19.79 dm = 1.979 m

d. Elevasi
1. Tempat Alat 1 : 784 + 0.137 = 784.137 mdpl
2. Tempat Alat 2 : 784.137 + 1.147 = 785.284 mdpl
3. Tempat Alat 3 : 785.284 + 1.979 = 787.263 mdpl
Khanisa Dilla Khabilah
240110170029

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar
memanjang. Pengukuran dilakukan degan menggunakan waterpass dan rambu ukur.
Sipat ukur datar memanjang itu untuk menentukan beda tinggi antara dua titik yang
berjauhan sehingga pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan membuat beberapa
titik lain hingga mencapai titik tujuan, setiap langkah pemindahan alat disebut satu
langah/slag. Hal tersebut dilakukan karena waterpass hanya dapat membaca beda
tinggi pada jarak maksimal 70-75 meter.. Selain beda tinggi dilakukan juga pengukuran
elevasi untuk mengetahui keakuratan pengukuran dengan membandingkan elevasi
akhir pada pengukuran dengan elevasi yang diukur menggunakan alat (elevasi
sebenarnya).

Pengukuran dilakukan dari depan departemen Biologi Falkutas Matematika dan


Ilmu Pengetahuan dengan nilai elevasi sebesar 784 mdpl sampai Falkutas Peternakan
dengan elevasi sebesar 802 mdpl, elevasi tersebut dihitung menggunakan alat. Kondisi
lokasi pengukuran yang menurun dan berbelok membuat praktikan kesulitan dalam
menentukan posisi atau titik penempatan rambu ukur dan penempatan waterpass.
Lahan yang tidak datar menyebabkan praktikan kesulitan dalam mengatur waterpass
agar dapat berdiri tegak dan lurus, hal tersebut pun berpengaruh pada pengaturan
gelembung nivo yang membutuhkan waktu lama untuk memposisikannya di tengah.
Selain itu data yang diperoleh belum terlalu akurat dikarenakan penentuan jarak antara
titik bidik belakang dan titik bidik depan dengan tempat alat hanya dilakukan dengan
menghitung langkah praktikan. Sehingga orang yang menghitung jarak waterpass pada
titik bidik depan dan belakang harus sama.
Hasil pengukuran elevasi pada tempat bidikan BM dan 1 diperoleh sebesar
784,137 mdpl, itu didapatkan dari nilai elevasi awal sebesar 784 mdpl kemudian
ditambah dengan beda tinggi antara batas tengah bacaan belakang dengan batas tengah
bacaan depan sebesar 0,137 meter. Sedangkan, pada tempat bidikan 8-9 nilai
elevasinya sebesar 798,09 mdpl namun beda tinggi pada titk tersebut bernilai negatif
yaitu sebesar -0,05 meter.
Berdasarkan pengukuran di atas beda tinggi yang bernilai negatif disebabkan
karena titik bidik lebih rendah dari titik sebelumya. Dan elevasi akhir sebesar 805,579
mdpl yang menunjukkan perbedaan dengan elevasi yang sebenarnya. Hal itu dapat
terjadi karena adanya kesalahan dalam pembidikan. Kesalahan hasil beda tinggi dapat
terjadi karena kurang telitinya dalam membaca skala pada rambu ukur, tidak samanya
jarak alat dengan titik bidikan pada bacaan depan dan belakang. Hal lain yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam hasil pembidikan adalah rambu ukur yang bergerak-
gerak atau tidak tegak saat diberdirikan yang menyebabkan orang yang membaca skala
mengalami kesulitan. Kesalahan hasil pembidikan pun dapat terjadi karena adanya
kerusakan pada alat.
Khanisa Dilla Khabilah
240110170029
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
1. Sipat ukur datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antara dua titik yang
berjauhan sehingga pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan membuat
beberapa titik lain hingga mencapai titik tujuan, setiap langkah pemindahan alat
disebut satu langah/slag. Hal yang harus diperhatikan saat mendirikan alat adalah
usahakan alat berdiri dengan tegak agar memudahkan dalam mengatur nivo.
2. Titik bidik harus lebih tinggi dari titik sebelumnya agar nilai hasil beda tinggi
tidak bernilai negatif.
3. Kesalahan hasil pengukuran beda tinggi dapat terjadi karena kurang telitinya
dalam membaca skala pada rambu ukur, tidak samanya jarak alat dengan titik
bidikan pada bacaan depan dan belakang, serta adanya kerusakan pada alat.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan harus lebih paham dalam mendirikan alat sampai tegak lurus agar
pengukuran lebih akurat.
2. Dalam melakukan penentuan jarak agar dilakukan oleh satu orang prktikan agar
hasil pengukuran lebih akurat.
3. Praktikan pemegang rambu ukur tidak bergerak saat memegang rambu ukur agar
memudahkan pembacaan.
Septima Alvindo N.
240110170032
3.2 Pembahasan

Praktikum pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar memanjang


menggunakan waterpass. Lokasi praktikum kali ini bertempat sepanjang jalan depan
Jurusan Biologi hingga Fakultas Peternakan, yang mana daerah tersebut memiliki
topografi yang tidak rata dan memiliki beda tinggi cukup besar sehingga pengukuran
dilakukan dengan cara sipat ukur datar memanjang. Ada tiga metode yang dapat
dilakukan dalam pengukuran sipat ukur datar memanjang, ketiga metode ini berbeda
pada penempatan alatnya. Alat ada yang terletak disalah satu titik, diantara dua titik
dan diluar dua titik. Letak pengukuran dua titik yang begitu jauh mengharuskan
praktikan menggunakan pengukuran secara berangkai atau bertingkat. Sehingga
metode penempatan alat di luar titik digunakan untuk mengukur beda tinggi kali ini.
Total bidikan kelompok kami sebanyak 26 titik dengan pemindahan alat secara
berangkai sejumlah 13 kali pemindahan alat. Kondisi tempat yang tidak rata
mempengaruhi tinggi alat setiap kali berpindah dari satu titik ke titik yang lain sehingga
harus dilakukan pengecekan tinggi alat setiap kali alat berpindah. Setelah dilakukan
pengukuran di setiap titik bidikan maka didapatkan data untuk menghitung beda tinggi.
Dalam pengukuran beda tinggi terdapat nilai positif dan negatif. Hal ini wajar
dikarenakan pengukuran dilakukan pada lahan yang permukaannya tidak rata. Hasil
daripada perhitungan beda tinggi kelompok kami rata-rata bernilai positif. Hal itu
berarti pengukuran yang dilakukan dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi.
Beda tinggi terbesar yang didapatkan yaitu 2.94 meter, sedangkan beda tinggi terkecil
yaitu -0.05 meter.
Elevasi awal yang kami peroleh menggunakan GPS pada titik depan jalan
Jurusan Biologi sebesar 784 meter di atas permukaan laut. Sedangkan elevasi di titik
akhir yaitu di depan Fakultas Peternakan sebesar 802 meter di atas permukaan laut.
Selisih nilai antara elevasi awal dan akhir sebesar 21,579 mdpl. Elevasi titik akhir ini
menjadi acuan dalam melakukan perhitungan elevasi. Pengukuran dilakukan dari
tempat yang rendah menuju tempat yang lebih tinggi maka nilai elevasi harus 802 mdpl
pada akhir titik pembidikan, namun nilai elevasi yang didapatkan oleh kelompok kami
Septima Alvindo N.
240110170032
sebesar 805.579 mdpl. Hal itu menunjukan kurang telitinya dalam proses pembidikan,
sehingga terjadi error sebesar 3,579 meter diatas permukaan laut.
Dalam melakukan pengukuran dan pembidikan memang tidak akan benar-benar
akurat, terlebih pembidikan dilakukan secara manual. Selain itu ada beberapa faktor
yang membuat hasil daripada pengukuran dan pembidikan tidak tepat, antara lain yaitu,
rambu ukur yang tidak terlihat oleh waterpass, sehingga agar dapat membaca bidikan
harus menentukan titik lain untuk menempatkan waterpass. Selain itu cuaca yang tidak
menentu seperti angin yang terlalu besar berhembus sehingga dapat menyebabkan
rambu ukur bergoyang dan bergerak yang dapat mengurangi ketelitian dalam membaca
skala yang tertera di rambu ukur.
Septima Alvindo N.
240110170032
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Sipat ukur datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antara 2 titik yang
letaknya sangat berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga untuk
menentukan beda tinggi ini harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau
bertingkat.
2. Nilai positif atau negatif pada hasil perhitungan beda tinggi adalah wajar karena
kondisi topografi yang tidak rata.
3. Beda tinggi yang bernilai positif artinya permukaan suatu tempat menanjak
sedangkan beda tinggi yang bernilai negatif artinya permukaan suatu tempat
menurun.
4. Selisih elevasi antara elevasi awal dan akhir yang telah diukur oleh GPS adalah
sebesar 21,579 mdpl yang seharusnya adalah 18 mdpl. Ini berarti terdapat error
elevasi sebesar 3,579 mdpl.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan harus membaca modul praktikum terlebih dahulu agar dapat
memahami praktikum yang akan dilakukan dan agar kegiatan praktikum efektif
dan efisien.
2. Praktikan harus teliti dalam melakukan pengukuran dan pembacaan alat ukur
supaya data yang diperoleh maksimal dan akurat.
3. Penentuan tempat alat dan titik bidikan yang dilakukan oleh praktikan seharusnya
lebih diperhatikan jaraknya agar memperoleh posisi yang baik dalam pembacaan
rambu ukur.
Siti Julaeha
240110170034
3.2 Pembahasan

Pada praktikum Mata Kuliah Pemetaan Sumber Daya Lahan yang kedua ini,
praktikan melakukan pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar memanjang
dengan menggunakan waterpass. Tempat yang digunakan sebagai lokasi praktikum
adalah sepanjang jalan di depan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam sampai Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, kawasan
tersebut memiliki permukaan tanah yang naik turun atau tidak rata. Maka dari itu
praktikan menggunakan sipat ukur datar memanjang agar mempermudah dalam
membidik suatu lahan yang memiliki beda tinggi yang cukup besar. Menyipat ukur
datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antara 2 titik yang letaknya sangat
berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga untuk menentukan beda tinggi ini
harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau bertingkat, dimana setiap kali
mendirikan alat disebut dengan satu langkah ( slag ).
Terdapat tiga macam metode penempatan alat pada sipat ukur datar memanjang
diantaranya adalah alat ditempatkan disalah satu titik, alat ditempatkan diantara dua
titik dan alat ditempatkan diluar titik. Namun, praktikan menggunakan metode
penempatan alat di luar titik sehingga persamaan yang akan digunakan untuk mengukur
beda tinggi tersebut adalah bacaan belakang dikurangi bacaan muka. Diantara ketiga
metode tersebut, metode penempatan alat diluar titik merupakan metode yang paling
baik jika digunakan di lapangan yang tidak rata karena dengan menggunakan metode
ini kita mendapatkan 2 hasil pembidikan pada 1 titik penempatan alat. Terdapat
beberapa syarat jika kita menggunakan metode ini untuk mengukur beda tinggi,
diantaranya adalah jarak dari masing-masing alat ke rambu ukur dapat mendekati atau
sama. Untuk mempermudah pengukuran, maka penentuan jarak antara alat ukur dan
rambu ukur menggunakan langkah kaki.
Kelompok kami melakukan 13 kali pemindahan alat dengan total titik bidikan
sebanyak 26 titik, hal yang harus diperhatikan jika menggunakan metode ini adalah
pastikan bahwa tinggi alat selalu diukur karena permukaan jalan yang tidak rata akan
mempengaruhi tinggi alat tersebut. Terdapat 2 hasil bidikan yaitu bidikan bacaan
Siti Julaeha
240110170034
belakang dan bacaan depan. Metode ini juga menghasilkan dua buah sudut dalam 1
tempat alat ukur dengan syarat sudut bacaan belakang harus sebesar 0°.
Dari hasil pembidikan, diperoleh nilai bacaan atas (BA), nilai bacaan tengah
(BT), dan nilai bacaan bawah (BB) pada masing-masing titik bidikan dimana alat
ditempatkan. Apabila nilai BA, BT, dan BB telah ditentukan, maka jarak antara alat
dengan rambu ukur dapat dihitung dengan menggunakan persamaan untuk mencari
jarak yang telah dipaparkan sebelumnya.
Untuk perhitungan beda tinggi, pada tabel dan perhitungan di subbab sebelumnya
telah dijelaskan bahwa beda tinggi dapat diketahui dari selisih nilai BT bacaan muka
dan BT bacaan belakang. Praktikan melakukan pembidikan di mulai dari Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sampai Fakultas Peternakan
yang berada diatas , sehingga hasil perhitungan beda tinggi bernilai plus atau positif.
Setelah melakukan pembidikan pada 28 titik, maka didapatkan hasil bidikan yang
dapat dijadikan sebagai data untuk menghitung beda tinggi, pada perhitungan beda
tinggi terdapat nilai positif (+) dan juga nilai negative (-). Hal itu wajar dijumpai jika
pengukuran dilakukan pada lahan yang tidak rata karena hal tersebut menunjukkan naik
turunnya suatu tempat dan hasil dari perhitungan beda tinggi yang dilakukan kelompok
kami bernilai positive semua, hal ini berbanding lurus dengan kenyataan bahwa kami
mengukur dari tempat yang rendah menuju tempat yang lebih tinggi .
Dengan menggunakan GPS, didapat elevasi di jalan depan Program Studi Biologi
yaitu 784 meter di atas permukaan laut, sedangkan jalan di depan Fakultas Peternakan
adalah 802 meter diatas permukaan laut. Dari angka yang didapatkan tersebut selisih
elevasinya yaitu 18 meter diatas permukaan laut. Hal ini menjadi acuan dalam
melakukan perhitungan elevasi. Jika pengukuran dilakukan dari tempat yang rendah
menuju tempat yang lebih tinggi maka sudut elevasi harus bernilai 802 mdpl pada akhir
titik pembidikan, namun nilai sudut elevasi yang didapatkan oleh kelompok kami
sebesar 805.579 mdpl. Hasil perhitungan elevasi dari tempat rendah ke tinggi sebesar
yang kami dapat yaitu selisih elevasi yang didapat yaitu sebesar 21.579 meter diatas
permukaan laut. Hal itu menunjukan kurang telitinya praktikan dalam pembidikan,
sehingga terjadinya error sebesar 3 579 meter diatas permukaan laut. Beda tinggi
Siti Julaeha
240110170034
terbesar yang didapatkan yaitu 2.94 meter, sedangkan beda tinggi terkecil yaitu -0.05
meter.
Dalam melakukan pembidikan memang tidak akan akurat, karena pembidikan
dilakukan dengan manual. Selain itu saat melakukan pembidikan terjadi kendala yaitu
saat menentukan titik penempatan alat, rambu ukur tidak terlihat oleh waterpass,
sehingga harus menentukan titik lain untuk menempatkan tripod dan waterpass.
Kendala lain yaitu terjadinya kesulitan saat mengatur nivo, hal itu yang membuat
proses pembidikan membutuhkan waktu yang cukup lama. Terdapat juga faktor luar
atau faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pembidikan, seperti angin yang
berhembus terlalu kencang yang dapat menyebabkan goyang nya rambu ukur sehingga
pada saat pembidikan batas atas , batas tengah ,dan batas bawah yang dibaca tidak tetap
, yang kemudian akan mempengaruhi ketelitian pada hasil pengukuran.
Siti Julaeha
240110170034
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Sifat datar memanjang adalah suatu pengukuran yang bertujuan untk mengetahui
ketinggian titik-titik sepanjang jalur pengukuran dan pada umumnya digunakan
sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan.
2. Terdapat tiga metode penempatan alat ukur yang digunakan dalam sipat ukur
datar memanjang, yaitu penempatan alat pada satu titik, penempatan alat
diantara dua titik dan penempatan alat di luar titik.
3. Apabila nilai beda tinggi positif, maka berarti kontur jalanan menanjak, jika nilai
beda tinggi negatif, maka berari kontur jalannya menurun.
4. Elevasi yang didapat dari penghitungan selisih elevasi yaitu sebesar 21.579 mdpl.
5. Pada data elevasi terdapat error, yaitu sebesar 3.579 meter, dari yang seharusnya
18 meter menjadi 21.579 meter.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan membaca terlebih dahulu
modul atau materi yang akan dipelajari.
2. Praktikan harus terampil dan teliti dalam melakukan pembacaan alat ukur saat
membidikan titik agar data yang didapatkan lebih akurat.
3. Praktikan seharusnya lebih terampil lagi dalam mengatur posisi nivo, agar
waktu praktikum tidak terbuang banyak untuk mengatur nivo.
4. Pengambilan jarak untuk pemindahan alat harus diperhitungkan dengan baik.
Threeboy Sinaga
240110170051
3.2 Pembahasan

Pengambilan data dilakukan pada gedung Fakultas Matematika dan Ilmu


Pengetahuan Alam dari depan Departemen Biologi sampai dengan Pintu Masuk
Fakultas Peternakan.. Permukaan tanah memiliki relief tanah yang tidak rata dan naik
turun. Sehingga praktikan menggunakan sipat ukur datar memanjang agar
mempermudah dalam membidik suatu lahan yang memiliki beda tinggi yang cukup
besar. Alat yang digunakan adalah waterpass dan rambu ukur.
Ada tiga metode yang digunakan untuk penempatan alat dalam sipat ukur datar
memanjang yaitu alat ditempatkan di salah satu titik, alat ditempatkan diantara dua
titik, dan alat ditempatkan di luar titik. Praktikan menggunakan metode penempatan
alat diluar titik sehingga persamaan yang akan digunakan untuk mengukur benda beda
tinggi tersebut adalah bacaan depan dikurangi bacaan belakang. Pengukuran beda
tinggi dilakukan secara bertingkat. Metode ini digunakan karena situasi lapangan yang
memanjang dan kurang cukup luas. Keadaan lapangan yang merupakan jalan utama
kendaraan melintas menyebabkan metode penempatan alat diantara dua titik sangat
tepat untuk dilakukan. Metode penempatan alat diluar dua titik sangat tidak cocok
karena luas lahan yang sempit dan hanya memanjang. Dalam mempermudah
pengukuran maka penentuan jarak antara alat ukur dan rambu ukur menggunakan
langkah kaki dengan langkah orang yang sama. Jumlah langkah yang disarankan
berkisar 5-20 langkah. Lebih dari 20 langkah akan mengakibatkan tidak akuratnya hasil
pengukuran yang ada.
Adapun hasil data dari pengukuran, elevasi yang di dapatkan mencapai eror,
yaitu sebesar 5,579 . eror terjadi karena jumlah langkah yang diambil di relief tanah
yang cenderung menanjak terlalu banyak, faktor langkah lainnya adalah jangkauan
langkahnya berubah atau tidak sama, sehingga untuk relief permukaan tanah yang
cenderung menanjak sebaiknya jumlah langkah berada di kisaran 5-9 langkah.
Pengukuran yang terlalu banyak mengambil langkah di relief tanah yang menanjak
akan mengakibatkan rambu ukur tidak terlihat dari waterpass walaupun sebelumnya
sudah di visir. Apabila dilanjutkan demikian maka jumlah eror yang di dapatkan akan
Threeboy Sinaga
240110170051
semakin banyak. Letak rambu ukur juga sebisa mungkin di letakkan di daerah yang
sedikit rata, kemiringan permukaan letak rambu ukur juga ikut berpartisipasi dalam
menambah ketidak akuratan hasil pengukuran dimana jumlah eror yang di dapat
semakin besar
Hambatan yang ada selama pelaksanaan praktikum ini adalah adanya kendaraan
yang lalu lalang mengakibatkan terhambatnya dan terganggunya pengukuran saat
praktikum. Kelompok lain yang sedang melakukan pengukuran terkadang menutupi
rambu sehingga menghalangi proses pembacaan rambu ukur yang dibidik
waterpass.Pengaturan nivo pada posisinya juga turut menghambat kelancaran
praktikum, praktikan masih merasa asing dengan cara mengatur nivo mengakibatkan
proses pengaturan nivo sedikit lebih memakan waktu. Hubungan praktikum kali ini
dengan profesi keteknikan pertanian adalah untuk mendapatkan hubungan antar titik-
titik yang di ukur diatas permukaan tanah sehingga dengan memperoleh data ini maka
rancangan bangun tempat tersebut mudah dibuat, seperti sistem pengairannya maupun
tata letak bangunan, dan lahan.
Threeboy Sinaga
240110170051
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari Praktikum ini adalah:
1. Sipat ukur data memanjang adalah menentukan beda tinggi antara dua titik yang
letaknya sangat berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga untuk
menentukan beda tinggi ini harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau
bertingkat.
2. Ada tiga metode yang digunakan dalam pengukuran sipat ukur data memanjang,
yaitu penempatan alat pada satu titik, penempatan alat diantara dua titik,
penempatan alat diluar titik.
3. Naik turunnya nilai beda tinggi menunjukkan pengaruh besar kecilnya nilai
bacaan depan dan bacaan belakang.
4. Nilai positif dan negative dari pengukuran di dasarkan pada titik awal mula
pengukuran.
5. Apabila nilai beda tinggi negative, maka kontur jalanan menurun, jika nilai beda
tinggi positif , maka kontur jalanan menanjak.
6. Apabila kontur tanah datar, maka jarak langkah yang di ambil besar.
7. Apabila kontur tanah menanjak, maka jarak langkah yang diambil kecil.

4.2 Saran
Adapun saran yang ingin saya sampaikan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan membaca modul terlebih dahulu untuk memahami praktikum yang
akan dilaksanakan.
2. Praktikan harus teliti dalam membaca rambu ukur agar hasil pengukuran yang di
dapat akurat.
3. Waterpass sebisa mungkin didirikan di atas permukaan tanah yang rata agar
pengukuran yang di dapat akurat.
4. Praktikan yang memegang rambu ukur tetap tegak agar pengukuran dapat akurat.
Threeboy Sinaga
240110170051
5. Praktikan yang mengukur langkah sebisa mungkin menyamakan jangkauan
langkahnya.
6. Praktikan harus lebih terampil lagi dalam mengatur posisi nivo.
DAFTAR PUSTAKA

Amaru,Kharistya STP.,M.T dan Gunawan Nawawi Ir.,Msc. 2014. Penuntun Praktikum


Ilmu Ukur dan Wilayah. Jatinangor : Universitas Padjajaran

Drs. Mulyono,Andreas,MT. 2014. Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat


Penyipat Datar.Malang :Yaiswara PPPPTK BOE Malang

Ellysa,ST, MT. 2012. Ilmu Ukur Tanah & Pemetaan. Depok : Gunadarma

Hidayat Nursyamsyu Ph.D. 2012. Bahan Ajar Sipat Data/Levelling/Waterpassing.


Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Wirshing, J.R. dan Wirshing, R.H.. 1995. Pengantar Pemetaan. Jakarta: Erlangga.

Salmani,ST MS. 2012. Bahan Ajar Sipat Datar Memanjang & Melintang. Terdapat
pada https://salmanisaleh.files.wordpress.com/2013/03/3_pengukuran-sipat-
datar-memanjang-pergi-pulang-dan-profil-melintang.pdf (Diakses pada 4
Oktober pukul 16.40)
LAMPIRAN

Gambar 1. Kegiatan Setelah Pengukuran


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Anda mungkin juga menyukai