Oleh :
Kelompok/Kelas : 1/A2
Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 21 September 2018
Nama (NPM) : 1. Khanisa Dilla Khabilah (240110170029)
2. Septima Alvindo N. (240110170032)
3. Siti Julaeha (240110170034)
4. Threeboy Sinaga (240110170051)
2.3 Waterpass
Dumpy level atau Waterpass adalah alat penyipat datar dalam pengukuran tanah.
Dalam pengukuran tanah Dumpy level dipasang diatas kaki tiga (tripod) dan pandangan
dilakukan melalui teropong, dalam hal ini untuk memindahkan ketitik lainnya
(Hidayat,2012). Waterpass digunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik
saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu
teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertikal.
Pengukuran yang menggunakan alat ini disebut dengan Levelling atau
Waterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tinggi suatu titik yang
akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan.
Operasi sipat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang
alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang
konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian membuat garis bidik horizontal,
kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertikal, dan
presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas
juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan
garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik
muka pada stasiun alat. Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sipat datar.
Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan, dan
melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan
posisi dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil
pembacaan tersebut. Tiap alat yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik
belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka
untuk menentukan elevasi titik di sebelah (Wirshing, 1995)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
d. Elevasi
1. Tempat Alat 1 : 784 + 0.137 = 784.137 mdpl
2. Tempat Alat 2 : 784.137 + 1.147 = 785.284 mdpl
3. Tempat Alat 3 : 785.284 + 1.979 = 787.263 mdpl
Khanisa Dilla Khabilah
240110170029
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar
memanjang. Pengukuran dilakukan degan menggunakan waterpass dan rambu ukur.
Sipat ukur datar memanjang itu untuk menentukan beda tinggi antara dua titik yang
berjauhan sehingga pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan membuat beberapa
titik lain hingga mencapai titik tujuan, setiap langkah pemindahan alat disebut satu
langah/slag. Hal tersebut dilakukan karena waterpass hanya dapat membaca beda
tinggi pada jarak maksimal 70-75 meter.. Selain beda tinggi dilakukan juga pengukuran
elevasi untuk mengetahui keakuratan pengukuran dengan membandingkan elevasi
akhir pada pengukuran dengan elevasi yang diukur menggunakan alat (elevasi
sebenarnya).
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Sipat ukur datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antara 2 titik yang
letaknya sangat berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga untuk
menentukan beda tinggi ini harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau
bertingkat.
2. Nilai positif atau negatif pada hasil perhitungan beda tinggi adalah wajar karena
kondisi topografi yang tidak rata.
3. Beda tinggi yang bernilai positif artinya permukaan suatu tempat menanjak
sedangkan beda tinggi yang bernilai negatif artinya permukaan suatu tempat
menurun.
4. Selisih elevasi antara elevasi awal dan akhir yang telah diukur oleh GPS adalah
sebesar 21,579 mdpl yang seharusnya adalah 18 mdpl. Ini berarti terdapat error
elevasi sebesar 3,579 mdpl.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan harus membaca modul praktikum terlebih dahulu agar dapat
memahami praktikum yang akan dilakukan dan agar kegiatan praktikum efektif
dan efisien.
2. Praktikan harus teliti dalam melakukan pengukuran dan pembacaan alat ukur
supaya data yang diperoleh maksimal dan akurat.
3. Penentuan tempat alat dan titik bidikan yang dilakukan oleh praktikan seharusnya
lebih diperhatikan jaraknya agar memperoleh posisi yang baik dalam pembacaan
rambu ukur.
Siti Julaeha
240110170034
3.2 Pembahasan
Pada praktikum Mata Kuliah Pemetaan Sumber Daya Lahan yang kedua ini,
praktikan melakukan pengukuran beda tinggi dengan sipat ukur datar memanjang
dengan menggunakan waterpass. Tempat yang digunakan sebagai lokasi praktikum
adalah sepanjang jalan di depan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam sampai Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, kawasan
tersebut memiliki permukaan tanah yang naik turun atau tidak rata. Maka dari itu
praktikan menggunakan sipat ukur datar memanjang agar mempermudah dalam
membidik suatu lahan yang memiliki beda tinggi yang cukup besar. Menyipat ukur
datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antara 2 titik yang letaknya sangat
berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga untuk menentukan beda tinggi ini
harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau bertingkat, dimana setiap kali
mendirikan alat disebut dengan satu langkah ( slag ).
Terdapat tiga macam metode penempatan alat pada sipat ukur datar memanjang
diantaranya adalah alat ditempatkan disalah satu titik, alat ditempatkan diantara dua
titik dan alat ditempatkan diluar titik. Namun, praktikan menggunakan metode
penempatan alat di luar titik sehingga persamaan yang akan digunakan untuk mengukur
beda tinggi tersebut adalah bacaan belakang dikurangi bacaan muka. Diantara ketiga
metode tersebut, metode penempatan alat diluar titik merupakan metode yang paling
baik jika digunakan di lapangan yang tidak rata karena dengan menggunakan metode
ini kita mendapatkan 2 hasil pembidikan pada 1 titik penempatan alat. Terdapat
beberapa syarat jika kita menggunakan metode ini untuk mengukur beda tinggi,
diantaranya adalah jarak dari masing-masing alat ke rambu ukur dapat mendekati atau
sama. Untuk mempermudah pengukuran, maka penentuan jarak antara alat ukur dan
rambu ukur menggunakan langkah kaki.
Kelompok kami melakukan 13 kali pemindahan alat dengan total titik bidikan
sebanyak 26 titik, hal yang harus diperhatikan jika menggunakan metode ini adalah
pastikan bahwa tinggi alat selalu diukur karena permukaan jalan yang tidak rata akan
mempengaruhi tinggi alat tersebut. Terdapat 2 hasil bidikan yaitu bidikan bacaan
Siti Julaeha
240110170034
belakang dan bacaan depan. Metode ini juga menghasilkan dua buah sudut dalam 1
tempat alat ukur dengan syarat sudut bacaan belakang harus sebesar 0°.
Dari hasil pembidikan, diperoleh nilai bacaan atas (BA), nilai bacaan tengah
(BT), dan nilai bacaan bawah (BB) pada masing-masing titik bidikan dimana alat
ditempatkan. Apabila nilai BA, BT, dan BB telah ditentukan, maka jarak antara alat
dengan rambu ukur dapat dihitung dengan menggunakan persamaan untuk mencari
jarak yang telah dipaparkan sebelumnya.
Untuk perhitungan beda tinggi, pada tabel dan perhitungan di subbab sebelumnya
telah dijelaskan bahwa beda tinggi dapat diketahui dari selisih nilai BT bacaan muka
dan BT bacaan belakang. Praktikan melakukan pembidikan di mulai dari Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sampai Fakultas Peternakan
yang berada diatas , sehingga hasil perhitungan beda tinggi bernilai plus atau positif.
Setelah melakukan pembidikan pada 28 titik, maka didapatkan hasil bidikan yang
dapat dijadikan sebagai data untuk menghitung beda tinggi, pada perhitungan beda
tinggi terdapat nilai positif (+) dan juga nilai negative (-). Hal itu wajar dijumpai jika
pengukuran dilakukan pada lahan yang tidak rata karena hal tersebut menunjukkan naik
turunnya suatu tempat dan hasil dari perhitungan beda tinggi yang dilakukan kelompok
kami bernilai positive semua, hal ini berbanding lurus dengan kenyataan bahwa kami
mengukur dari tempat yang rendah menuju tempat yang lebih tinggi .
Dengan menggunakan GPS, didapat elevasi di jalan depan Program Studi Biologi
yaitu 784 meter di atas permukaan laut, sedangkan jalan di depan Fakultas Peternakan
adalah 802 meter diatas permukaan laut. Dari angka yang didapatkan tersebut selisih
elevasinya yaitu 18 meter diatas permukaan laut. Hal ini menjadi acuan dalam
melakukan perhitungan elevasi. Jika pengukuran dilakukan dari tempat yang rendah
menuju tempat yang lebih tinggi maka sudut elevasi harus bernilai 802 mdpl pada akhir
titik pembidikan, namun nilai sudut elevasi yang didapatkan oleh kelompok kami
sebesar 805.579 mdpl. Hasil perhitungan elevasi dari tempat rendah ke tinggi sebesar
yang kami dapat yaitu selisih elevasi yang didapat yaitu sebesar 21.579 meter diatas
permukaan laut. Hal itu menunjukan kurang telitinya praktikan dalam pembidikan,
sehingga terjadinya error sebesar 3 579 meter diatas permukaan laut. Beda tinggi
Siti Julaeha
240110170034
terbesar yang didapatkan yaitu 2.94 meter, sedangkan beda tinggi terkecil yaitu -0.05
meter.
Dalam melakukan pembidikan memang tidak akan akurat, karena pembidikan
dilakukan dengan manual. Selain itu saat melakukan pembidikan terjadi kendala yaitu
saat menentukan titik penempatan alat, rambu ukur tidak terlihat oleh waterpass,
sehingga harus menentukan titik lain untuk menempatkan tripod dan waterpass.
Kendala lain yaitu terjadinya kesulitan saat mengatur nivo, hal itu yang membuat
proses pembidikan membutuhkan waktu yang cukup lama. Terdapat juga faktor luar
atau faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pembidikan, seperti angin yang
berhembus terlalu kencang yang dapat menyebabkan goyang nya rambu ukur sehingga
pada saat pembidikan batas atas , batas tengah ,dan batas bawah yang dibaca tidak tetap
, yang kemudian akan mempengaruhi ketelitian pada hasil pengukuran.
Siti Julaeha
240110170034
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Sifat datar memanjang adalah suatu pengukuran yang bertujuan untk mengetahui
ketinggian titik-titik sepanjang jalur pengukuran dan pada umumnya digunakan
sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan.
2. Terdapat tiga metode penempatan alat ukur yang digunakan dalam sipat ukur
datar memanjang, yaitu penempatan alat pada satu titik, penempatan alat
diantara dua titik dan penempatan alat di luar titik.
3. Apabila nilai beda tinggi positif, maka berarti kontur jalanan menanjak, jika nilai
beda tinggi negatif, maka berari kontur jalannya menurun.
4. Elevasi yang didapat dari penghitungan selisih elevasi yaitu sebesar 21.579 mdpl.
5. Pada data elevasi terdapat error, yaitu sebesar 3.579 meter, dari yang seharusnya
18 meter menjadi 21.579 meter.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan membaca terlebih dahulu
modul atau materi yang akan dipelajari.
2. Praktikan harus terampil dan teliti dalam melakukan pembacaan alat ukur saat
membidikan titik agar data yang didapatkan lebih akurat.
3. Praktikan seharusnya lebih terampil lagi dalam mengatur posisi nivo, agar
waktu praktikum tidak terbuang banyak untuk mengatur nivo.
4. Pengambilan jarak untuk pemindahan alat harus diperhitungkan dengan baik.
Threeboy Sinaga
240110170051
3.2 Pembahasan
4.2 Saran
Adapun saran yang ingin saya sampaikan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan membaca modul terlebih dahulu untuk memahami praktikum yang
akan dilaksanakan.
2. Praktikan harus teliti dalam membaca rambu ukur agar hasil pengukuran yang di
dapat akurat.
3. Waterpass sebisa mungkin didirikan di atas permukaan tanah yang rata agar
pengukuran yang di dapat akurat.
4. Praktikan yang memegang rambu ukur tetap tegak agar pengukuran dapat akurat.
Threeboy Sinaga
240110170051
5. Praktikan yang mengukur langkah sebisa mungkin menyamakan jangkauan
langkahnya.
6. Praktikan harus lebih terampil lagi dalam mengatur posisi nivo.
DAFTAR PUSTAKA
Ellysa,ST, MT. 2012. Ilmu Ukur Tanah & Pemetaan. Depok : Gunadarma
Wirshing, J.R. dan Wirshing, R.H.. 1995. Pengantar Pemetaan. Jakarta: Erlangga.
Salmani,ST MS. 2012. Bahan Ajar Sipat Datar Memanjang & Melintang. Terdapat
pada https://salmanisaleh.files.wordpress.com/2013/03/3_pengukuran-sipat-
datar-memanjang-pergi-pulang-dan-profil-melintang.pdf (Diakses pada 4
Oktober pukul 16.40)
LAMPIRAN