PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior di Rumah Sakit
Umum Daerah Solok dan juga sebagai bahan pengayaan materi dan diharapkan agar dapat
menambah pengetahuan penulis serta pembaca tentang retinopati diabetikum.
1
1.3 Manfaat
Agar referat ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran,menambah
pengetahuan dan agar lebih memahami tentang retinopati diabetikum.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis
dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam,
lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina.
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf.3
3
2.1.1 Retina
Retina merupakan lapisan mata yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis
sebanyak 10 lapis,yang merupakan lapisan membrane neurosa yang akan merubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.3
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serata.4
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di
tengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm,yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.
Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area sentralis,yang secara histologis
merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula
lutea secara anatomis didefenisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung
pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona
avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologis fovea ditandai sebagai daerah
yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini
terjadi karna akson-akson fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut henle) dan lapisan
retina yang lebih dekat dengan permukaan-dalam retina lepas secara sentrifugal. Ditengah
macula terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm,yang secara klinis tampak jelas dengan
ofthalmopskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan
bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. 4
Retina menerima darah dari dua sumber : koriokapilaris yang tepat berada di luar
membrane bruch,yang mendarahi sepertiga luar retina,termasuk lapisan fleksiform luar dan
lapisan inti luar,fotoreseptor dan lapisan pigmen retina. Kemudian cabang dari arteri centralis
retina yang memperdarahi dua pertiga dalam retina.4
4
Gambar 2 : retina.6
5
Gambar 3 : lapisan retina.8
2.2 Defenisi
2.3 Epidemiologi
Prevalensi retinopati diabetikum pada pasien diabetes tipe I setelah 10-15 tahun sejak
diagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun prevalensi meningkat menjadi
75-95% dan setrelah 30 tahun mencapai 100%. Pasien diabetes tipe II ketika diagnosis diabetes
ditegakkan sekitar 20% diantaranya sudah ditemukan retinopati diabetikum,setelah 15 tahun
kemudian prevalensi meningkat menjadi 60-85%. Di Amerika Utara dilaporkan 12.000-24.000
pasien diabetes mengalami kebutaan setiap tahun. Di Inggris dan Wales tercatat sekitar 1000
6
pasien diabetes setiap tahun mengalami kebutaan sebagian sampai kebutaan total. Di Indonesia
belum ada data mengenai prevalensi retinopati secara nasional. Namun apabila dilihat dari
jumlah pasien diabetes yang meningkat dari taun ke tahun,maka dapat diperkirakan bahwa
prevalensi retinopati diabetikum di Indonesia juga cukup tinggi.1
2.4 Etiologi
Meskipun penyebab retinopati diabetic sampai ini belum diketahui secara pasti,namun
keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai factor resiko utama. Beberapa
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia dan diduga berkaitan dengan timbulnya
retinopati diabetic yaitu aktivitas jalur poliol,glikasi nonenzimatik dan peningkatan diasilgliserol
yang menyebabkan aktivasi PKC. Selain itu,hormone pertumbuhan dan beberapa factor
pertumuhan lain seperti VEGF diduga juga berperan dalam progresifitas retinopati diabetik.1
2.6 Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan
dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang
disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
7
terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer
yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur
kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi
kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling
berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis
membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil
termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut,
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan
mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh
darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5)
kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang
mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol,
glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.1
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di
lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.1
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi
selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein
8
yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi
sel.1
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1
9
2.7 Klasifikasi
10
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)
Tabel 1 : perbedaan NPDR dengan PDR.1,3,5
Derajat I : terdapat mikroaneuresma dengan ata tanpa eksudat lemak pada funus
okuli.
Derajat II : terdapat mikroanueresma,perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa
eksudat lemak pada fundus okuli.
Derajat III : terdapat mikroaneuresma,perdarahan bintik dan bercak,terdapat
neovaskularisasi dan perdarahan vitreus dan proliferasi pada fundus okuli.3
Anamnesa
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif seperti tajam
penglihatan,dan lapang pandang,penglihatan warna. Pemeriksaan objektif adalah
elektroretinografi (ERG),elektrookulografi(EOG), dan visual evoked respons.3
Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler
dan berkelok-kelok seperti sausage-like.3,5
12
Gambar 7 : Dilatasi pembuluh darah.6
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
irregular,kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.3,5
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.3,5
13
Gambar 8 : soft exudates.6
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula (macula
edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya terjadi
antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.3,5
14
Gambar 9-10 : Neovaskularisasi dan Perdarahan vitreus.6
2.11 Penatalaksaan
1. Setiap pasien yang terdiagnosis diabetes melitus perlu segera dilakukan
pemeriksaan mata,sekalipun belum ada keluhan mata.
2. Apabila tidak terdapat tanda-tanda retinopati,pasien harus diperiksa ulang dalam 1
tahun.
3. Apabila terdapat tanda-tanda retinopati,pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis
mata.2
2.12 Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat
16
berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,
selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.1
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.1
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
17
hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan
vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya mengeluh
kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan
bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit
dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous. Ultrasonografi scan membantu untuk
mendiagnosa perdarahan badan kaca.1
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-
bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.1,5
2.13 Prognosis
Pasien RDNP minimal yang hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang,memiliki
prognosis yang baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun. Pasien yang
tergolong RDNP sedang tanpa disertai edem makula,perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap
6-12 bulan oleh karena sering bersifat progresif. Pasien RDNP ringan sampai sedang dengan
disertai edem makula yang secara klinik tidak signifikan ,perlu diperiksa kembali dalam waktu 4-
6 bulan oleh karena memiliki resiko besar untuk berkembang menjadi CSME. Untuk pasien
RDNP dengan CSME perlu dilakukan fotokoagulasi. Pasien RDNP berat memiliki resiko tinggi
menjadi RDP. Pasien dengan RDP resiko tinggi harus segera diterapi dengan fotokoagulasi.1
Adapun bentuk dari prognosisnya sendiri yaitu :
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
18
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Retinopati diabetikum merupakan salah satu kelainan pada mata yang merupakan
mikroangiopati dari penyakit diabetes melitus. Retinopati mempengaruhi system vaskuler
dari pembuluh darah retina.
Mekanisme dari retinopati itu sendiri bias terjadi karena melibatkan lima proses kapiler
yaitu : pembentukan mikroaneurisma,peningkatan permeabilitas,penyumbatan,proliferasi
pembuluh darah dan pembentukan jaringan fibrosis,serta kontraksi jaringan fibrosis kapiler
dan vitreus. Kebutaan juga dapat terjadi karena edem macula,neovaskularisasi dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablasio retina,neovaskulariosasi yang terbentuk
mengakibatkan perdarahan retina dan vitreus,serta terjadi glaucoma akiat neovaskularisasi.
Adapun untuk pengobatan serta pencegahan retinopati diabetikum yaiotu mengontrol
penyakit sistemiknya itu sendiri serta memberikan terapi simptomatis yang sesuai.
19
DAFTAR PUSTAKA
20