Anda di halaman 1dari 12

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.

) PADA
DUA RAKITAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DENGAN PENAMBAHAN
DAUN BAMBU SECARA ORGANIK

Growth and Yield of Lettuce (Lactuca sativa L.) on Two Types Assembly Culture
Technology with Adding Bamboo’s Leaf of Organic System

Oleh
Fitriani Dina H. 1), Mujiono2), Agus Sarjito2)
1)Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
2)Staff Pengajar Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Jenderal Soedirman


Alamat korespondensi: fitrianidinaheryanti@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rakitan teknologi budidaya selada
organik berbasis pupuk organik cair dan pestisida nabati yang terpilih, pada dataran
medium dan dataran tinggi. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 2 perlakuan dan 16 ulangan. Perlakuan terdiri dari P1 (Pupuk kandang
kambing+POC tanah SO-Kontan Lq. (6ml/l)+kombinasi POC daun SO-Kontan Fert.
(6ml/l)+pestisida nabati maja gadung (6%)+agensia hayati Trichoderma harzianum (10
g/tanaman) dan P2 (Pupuk kandang kambing+POC tanah SO-Kontan Lq.
(6ml/l)+kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6ml/l)+pestisida nabati maja gadung
(6%)+daun bambu+agensia hayati Trichoderma harzianum (10 g/tanaman). Hasil
penelitian menunjukkan rakitan P2 lebih baik dibanding P1 pada seluruh variabel
pertumbuhan dan hasil, kecuali kehijauan daun. Rakitan teknologi budidaya selada secara
organik berbasis pupuk organik cair dan pestisida nabati yang terpilih adalah P2 dengan
produksi 87, 17 g/tanaman.
______________________________________________________
Kata kunci: selada organik, rakitan budidaya, POC, pestisida nabati.

ABSTRACT
The aimes of this research were to know technology assemblies of organic lettuce
cultivation based on selected liquid organic fertilizer and botanical pesticide, on medium
and high land. The design of this research was Randomize Completely Design (RCD) with
2 treatments and 16 replications. The treatment consists of P1 ((manure goat + liquid
organic fertilizer for soil SO-Kontan Lq (6ml/l) + liquid organic fertilizer for leaf SO-
Kontan Lq (6ml/l) + maja gadung botanical pesticide (6%) + Trichoderma harzianum as
the biological agent (10 g/polybag) and P2 ((manure goat + liquid organic fertilizer for
soil SO-Kontan Lq (6ml/l) + liquid organic fertilizer for leaf SO-Kontan Lq (6ml/l) + maja
gadung botanical pesticide (6%) + bamboo leaves + Trichoderma harzianum as the
biological agent (10 g/polybag). Results of the research performed that the P2 assembly
was more superior than P1 for all variables of growth and yield, except the green color of
leaves. The technology assembly in the organic lettuce cultivation based on LOF and
botanical pesticide selected was the P2 with resulted in the productivity of 87. 17 g per
plant.

Keyword: organic lettuce, assembly cultivation, LOF, botanical pesticide.

1
PENDAHULUAN g/tanaman) (Mujiono, 2015), namun
Produksi tanaman selada belum dikaji pada dataran medium dan
mengalami fluktuasi, tetapi secara umum tinggi.
produksi selada di Indonesia menurun Pemanfaatan daun bambu sebagai
pada beberapa tahun terakhir, penurunan bahan campuran media tanam telah
signifikan dari 635.728 ton/tahun (tahun banyak dilakukan. Hasil fitokimia dari
2013) menjadi 602.468 ton/tahun (tahun daun bambu diketahui mengandung fenol
2014) (Kementerian Pertanian, 2015). 1,56%, asam lemak 29%, metil ester
Menurut Adiningsih (2005) kunci utama 27,03%, linolenat 12,13%, dan phytol
perbaikan kesehatan tanah adalah kadar 3,62% (Rahayu et al., 2011).
bahan organik tanah harus ditingkatkan, Penelitian ini bertujuan untuk
karena tanah yang miskin bahan organik mengetahui rakitan teknologi budidaya
akan berkurang daya menyangga hara selada organik berbasis pupuk organik
dan efisiensi penggunaan pupuknya, cair dan pestisida nabati yang terpilih
karena sebagaian besar unsur hara hilang pada dataran medium dan dataran tinggi.
dari lingkungan perakaran.
METODEPENELITIAN
Berdasarkan penelitian Mujiono, et
Penelitian dilaksanakan di dua
al. (2015), telah terpilih 2 rakitan
lokasi dengan ketinggian tempat yang
teknologi budidaya selada organik dari 7
berbeda, yaitu:
rakitan yang sudah diuji. Kedua rakitan
1. Lokasi I di Desa Windujaya, Kec.
tersebut perlu diteiliti pada 2 lokasi
Kedungbanteng, Kab. Banyumas
dengan ketinggian tempat yang berbeda,
(dataran medium +500m dpl).
yaitu di dataran medium dan dataran
2. Lokasi II di Desa Serang, Kec.
tinggi. Kedua rakitan teknologi budidaya
Karangreja, Kab. Purbalingga
yang diuji, yaitu rakitan dengan
(dataran tinggi >1100m dpl).
komponen: (1) Pupuk kandang kambing
Penelitian ini dilaksanakan
+ POC tanah SO-Kontan Lq. (6ml/l) +
mulai bulan Juli sampai dengan
kombinasi POC daun SO-Kontan Fert.
Oktober 2016. Bahan penelitian yang
(6ml/l) + pestisida nabati maja gadung
digunakan, meliputi: benih selada
(6%) + agensia hayati T. harzianum (10
varietas Grand Rapids, pupuk kandang
g/tanaman), dan (2) Pupuk kandang
kambing, POC (merk SO-Kontan Lq.
kambing + POC tanah SO-Kontan Lq.
dan SO-Kontan Fert.), agensia hayati
(6ml/l) + kombinasi POC daun SO-
Trichoderma harzianum, daun bambu,
Kontan Fert. (6ml/l) + pestisida nabati
dan buah maja, serta umbi gadung.
maja gadung (6%) + daun bambu +
agensia hayati T. harzianum (10
2
Alat yang digunakan meliputi: daun, luas daun, lebar bukaan stomata,
polybag, cangkul, hand counter, hand bobot akar segar, bobot akar kering,
sprayer, timbangan analitik, gelas ukur, volume akar, panjang akar, bobot
SPAD, leaf area meter, oven, pH meter, tanaman segar (produksi) dan bobot
thermohygrometer, alat tulis dan kamera. tanaman kering.
Penelitian dilaksanakan meng- Analisis Data
gunakan metode eksperimen dengan Data hasil penelitian dianalisis
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dengan analisis varian.
2 perlakuan dan diulang 16 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan adalah rakitan teknologi Hasil analisis varian variabel
budidaya selada organik berbasis POC komponen pertumbuhan dan hasil
dan pestisida nabati, yang meliputi: P1 = dikedua lokasi tersaji pada tabel 1.
Pupuk kandang kambing + POC tanah A. Variabel komponen pertumbuhan
SO-Kontan Lq. (6ml/l) + kombinasi POC
1. Tinggi tanaman
daun SO-Kontan Fert. (6ml/l) + pestisida
Hasil analisis varian menunjukkan
nabati maja gadung (6%) + agensia hayati
bahwa perlakuan berpengaruh sangat
Trichoderma harzianum (10 g/tanaman)
nyata terhadap variabel tinggi tanamandi
dan P2 = Pupuk kandang kambing + POC
lokasi I, tetapi tidak berpengaruh di
tanah SO-Kontan Lq. (6ml/l) + kombinasi
lokasi II. Perlakuan rakitan P2 dengan
POC daun SO-Kontan Fert. (6ml/l) +
tambahan daun bambu lebih baik dari
pestisida nabati maja gadung (6%) + daun
perlakuan rakitan P1 di kedua lokasi.
bambu + agensia hayati Trichoderma
Daun bambu diduga mampu
harzianum (10 g/tanaman). Pemberian
meningkatkan suplai hara. Daun bambu
POC tanah (SO-Kontan Lq.) dilakukan
mengandung banyak unsur P dan K.
saat tanaman berumur 1 minggu dengan
Fungsi unsur K membentuk dan
konsentrasi 6 ml/l, selanjutnya pada umur
mengangkut karbohidrat, sebagai
tanaman 2 dan 3 minggu disemprot
katalisator dalam pembentukan protein
dengan POC daun (SO-Kontan Fert.)
mengatur kegiatan berbagai unsur
dengan konsentrasi 6 ml/l.
mineral (Purwono dan Purnamawati,
Variabel yang diamati meliputi:
2007).
tinggi tanaman, jumlah daun, kehijauan

3
Tabel 1. Hasil analisis varian variabel Pertumbuhan dan hasil selada
HASIL
NO. VARIABEL Lokasi I Lokasi II
P1 P2 Ket KV P1 P2 Ket KV
PERTUMBUHAN
1 Tinggi 26,89 32,38 ** 11,68 20,14 20,93 tn 8,22
tanaman (cm)
2 Jumlah 22,90 27,38 ** 11,68 10,10 8,90 ** 11,89
daun (helai)
3 Kehijauan 20,05 19,23 tn 15,88 23,49 20,33 tn 22,37
daun (unit)
4 Luas 115,48 129,09 * 11,77 120,91 138,05 ** 5,10
daun (cm2)
5 Lebar bukaan 0,049 0,057 * 17,83 0,060 0,071 ** 14,46
stomata (µm)
6 Bobot akar 2,01 5,74 ** 24,80 1,44 2,40 ** 19,34
segar (g)
7 Bobot akar 0,155 0,332 ** 21,49 0,157 0,164 tn 20,41
kering (g)
8 Volume 1,80 4,50 ** 24,21 1,40 1,90 ** 22,01
akar (cm3)
9 Panjang 147,49 381,72 ** 28,92 105,91 140,08 ** 19,41
akar (cm)
HASIL
10 Bobot tanaman 67,62 87,17 ** 17,74 50,91 50,75 tn 18,60
segar (g)
11 Bobot tanaman 3,51 6,55 ** 23,53 3,46 3,79 tn 17,86
kering (g)
Ket: *: Nyata; **: Sangat Nyata; tn: Tidak Nyata.
Lokasi 1: Desa Windujaya, Kec. Kedungbanteng-Banyumas
Lokasi 2: Desa Serang, Kec. Karangreja-Purbalingga.
Berturut-turut nilai rerata variabel etiolasi, sehingga tanaman selada di
tinggi tanaman tertinggi hingga terrendah lokasi I lebih tinggi dibanding lokasi II.
yaitu pada P2 di Lokasi I (32,38 cm), P1 Perbandingan Nilai Rerata Variabel Tinggi
Tanaman (Cm) di Dua Lokasi
40
Rerata Tinggi Tanaman (Cm)

di Lokasi I (26,89 cm), P2 di Lokasi II


30
(20,93 cm) serta P1 yang ditanam di
20
Lokasi II (20,14 cm) (Gambar 1).
10
Perbedaan antar lokasi diduga akibat
0
adanya perbedaan kondisi mikro iklim Lokasi I Lokasi II
P1 26.89 20.14
dan makro iklim. Mikro iklim yang
P2 32.38 20.93
dimaksud adalah kondisi atap
Gambar 1. Perbandingan nilai rerata
screenhouse yang berada di lokasi I variabel tinggi tanaman.
dalam kondisi kurang baik. Sedangkan 2. Jumlah daun
makro iklim yang dimaksud adalah Hasil analisis varian variabel
intensitas cahaya. Intensitas cahaya jumlah daun menunjukkan bahwa
yang kurang mengakibatkan tanaman perlakuan berpengaruh sangat nyata di

4
kedua lokasi. Variabel tinggi tanaman di di dalam media tanam. Rerata nilai
lokasi I lebih tinggi dengan rerata 27,38 kehijauan daun tertinggi terdapat pada
helai pada P2 dan 22,9 helai pada P1, tanaman selada P1 di lokasi II dengan
sedangkan di lokasi II 10,1 helai pada P1 nilai 23,49 unit, sedangkan rerata nilai
dan 8,9 helai pada P2 (Gambar 2). terrendah di lokasi I dengan perlakuan P2
Pembeda antara P1 dengan P2 sebesar 19,23 unit (Gambar 3).
terletak pada penggunaan seresah daun Nilai rerata kehijauan daun di
bambu yang menyebabkan sumber bahan lokasi II lebih tinggi dibanding dengan di
organik pada perlakuan P2 lebih banyak. lokasi I. Hal tersebut diduga adanya
Adanya jamur T. harzianum dan POC perbendaan intensitas cahaya matahari
SO-Kontan Lq. sebagai degradator bahan yang diterima oleh tanaman. Intensitas
organik memungkinkan potensi cahaya matahari yang tinggi akan
pertumbuhan tanaman selada dapat merangsang tanaman untuk mening-
ditingkatkan. Hal ini didukung oleh katkan fotosintesis yang berkaitan dengan
pernyataan Mujiono (2011) yang peningkatan jumlah klorofil pada daun
menyatakan bahwa jamur T. harzianum sehingga dengan intensitas cahaya
ikut berperan dalam proses dekomposisi matahari yang lebih baik, maka kehijauan
bahan organik, sehingga hara yang daun selada di lokasi II lebih tinggi
diserap oleh tanaman lebih banyak. dibandingkan dengan lokasi I.
Perbandingan Nilai Rerata Variabel Jumlah Daun Perbandingan Nilai Rerata Variabel Kehijauan
(Helai) di Dua Lokasi Daun (Unit) di Dua Lokasi
25
Rerata Kehijauan Daun (Unit)

30
Rerata Jumlah Daun (Helai)

25 20
20 15
15
10
10
5 5
0 0
Lokasi I Lokasi II Lokasi I Lokasi II
P1 22.9 10.1 P1 20.05 23.49
P2 27.38 8.9 P2 19.23 20.33

Gambar 2. Perbandingan nilai rerata Gambar 3. Perbandingan nilai rerata


variabel jumlah daun. variabel kehijauan daun.
3. Kehijauan daun 4. Lebar bukaan stomata
Di kedua lokasi diperoleh hasil Di kedua lokasi variabel lebar
analisis varian yang tidak berbeda nyata bukaan stomata menunjukkan hasil
serta perlakuan P1 lebih tinggi tingkat rakitan P2 lebih tinggi dari P1. Nilai
kehijauan daunnya dibandingkan dengan rerata lebar bukaan stomata tertinggi
P2. Hal ini diduga karena unsur dijumpai pada seladadi lokasi II P2
magnesium (Mg) yang merupakan unsur sebesar 0,071 µm, sedangkan nilai rerata
sentral penyusun klorofil sudah tersedia terrendah dijumpai pada tanaman selada
5
di lokasi I P1 sebesar 0,049 µm. Hasil lokasi II dengan perlakuan rakitan P2
analisis varian menunjukkan bahwa dengan nilai 138,05 cm2, sedangkan
perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel luas daun terrendah dijumpai di
variabel lebar bukaan stomata di lokasi I lokasi I dengan perlakuan rakitan P1
dan berpengaruh sangat nyata di lokasi II dengan nilai 115,48 cm2.
(Gambar 4). Hasil pengukuran rerata luas daun
Nilai rerata variabel lebar bukaan menunjukkan perlakuan P2 lebih baik
stomata di lokasi I lebih rendah dari dibandingkan P1 (Gambar 5). Hal ini
lokasi II. Hal tersebut diduga diakibatkan diduga dengan adanya daun bambu pada
adanya perbedaan kondisi iklim media tanam pada rakitan P2 mampu
khususnya suhu. Suhu di lokasi I yang meningkatkan kadar nitrogen yang
lebih tinggi dari lokasi II. Hal ini mampu diserap oleh tanaman selada.
diperkuat oleh pendapat Haryanti (2010) Nitrogen merupakan salah satu unsur
yang menyatakan bahwa pelebaran porus hara penting yang dibutuhkan oleh
stomata ini sangat erat kaitannya dengan tanaman, untuk membantu partumbuhan-
tingkat transpirasi tumbuhan tersebut nya, selada membutuhkan N sebanyak
dalam beradaptasi dengan lingkungan- 70-250 ppm (Sutiyoso, 2003).
nya. Stomata harus mengurangi lebarnya Perbandingan Nilai Rerata Variabel Luas Daun
(Cm2) di Dua Lokasi
140
Rerata Luas Daun (Cm2)

pada daerah panas guna mengurangi


130
penguapan air, sebaliknya pada daerah
120
teduh stomata lebih membuka.
110
Perbandingan Nilai Rerata Variabel Lebar Bukaan
Stomata (µm) di Dua Lokasi
0.08 100
Rerata Lebar Bukaan Stomata (µm)

Lokasi I Lokasi II
0.06 P1 115.48 120.91
P2 129.09 138.05
0.04

0.02
Gambar 5. Perbandingan nilai rerata
variabel luas daun.
0
Lokasi I Lokasi II Pertumbuhan tanaman selada yang
P1 0.049 0.06
ditingkatkan dengan adanya daun bambu
P2 0.057 0.071
pada media diduga mampu meningkatkan
Gambar 4. Perbandingan nilai rerata
variabel lebar bukaan stomata. nilai atau besarnya luas daun. Hal ini
5. Luas daun diperkuat oleh pernyataan Devlin, 1997
Berdasarkan hasil analisis varian, dalam Sauwibi et al., 2012 yang
perbedaan perlakuan berpengaruh sangat menyatakan bahwa peranan N sebagai
nyata terhadap variabel luas daun di unsur utama pembentukan klorofil dan
lokasi II dan berpengaruh nyata di lokasi hasil fotosintesis daun lebih banyak
I. Variabel luas daun tertinggi dijumpaidi dipusatkan ke ukuran daun. Hal ini
6
disebabkan pertumbuhan aktif tanaman kibatkan pertumbuhan dan perkembangan
didominasi daun yang membutuhkan N tanaman di lokasi II lebih rendah dari di
tinggi, sedangkan daerah aktif pertum- lokasi I.
buhan batang terbatas pada kambium dan Perbandingan Nilai Rerata Variabel Panjang Akar
(Cm) di Dua Lokasi
500

Rerata Panjang Akar (Cm)


ujung tanaman (Rachman et al., 1991).
400
6. Panjang akar 300
Berdasarkan hasil analisis varian 200

diketahui bahwa perlakuan berpengaruh 100


0
sangat nyata terhadap variabel panjang Lokasi I Lokasi II
P1 147.49 105.91
akar di kedua lokasi, dengan perlakuan
P2 381.72 140.08
P2 menunjukkan nilai rerata panjang akar
Gambar 6. Perbandingan nilai rerata
lebih tinggi daripada rakitan P1. Nilai variabel panjang akar.
rerata panjang akar tertinggi dijumpai 7. Volume akar
pada tanaman selada yang ditanam di Diperoleh hasil bahwa perlakuan
lokasi I dengan perlakuan rakitan P2 berpengaruh sangat nyata terhadap
sebesar 381,72 cm, serta nilai rerata variabel volume akar di kedua lokasi,
panjang akar terrendah dijumpai pada serta nilai rerata volume akar pada
selada yang ditanam di lokasi II P1 rakitan P2 lebih tinggi dari P1. Hal ini
sebesar 105,91 cm (Gambar 6). diduga karena akibat media tanam pada
Hal tersebut diduga bahwa rakitan P2 menggunakan seresah daun
pertumbuhan dan perkembangan akar bambu yang memiliki tingkat higroskopis
ditentukan oleh jenis media yang dan daya jerap air yang tinggi. Keadaan
digunakan. Rakitan P2 menggunakan tersebut mengakibatkan tanaman lebih
daun bambu yang bersifat higroskopis, mudah menyerap air dari media tanam
sehingga porositas tanah meningkat, sehingga perkembangan akar sekunder
akibatnya perakaran dapat berkembangan berlangsung dengan baik, dan rerata hasil
dengan baik (Mujiono et al., 2015). pengukuran volume akar pada rakitan P2
Ditinjau berdasarkan lokasi, dijumpai lebih baik dibanding dengan rakitan P1.
bahwa di lokasi I memiliki nilai rerata Hal ini diperkuat oleh pernyataan
panjang akar lebih tinggi dibandingkan Purwono dan Purnamawati (2007) yang
dengan lokasi II. Hal tersebut diakibatkan menyatakan bahwa daun bambu mengan-
suhu di lokasi II yang rendah, sehingga dung banyak unsur P dan K. Kedua unsur
pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini sangat berguna bagi perbaikan
berjalan lebih lambat dan dengan jangka struktur tanah dan bagi pertumbuhan
waktu penanaman dan pemanenan yang tanaman. Unsur P dalam phospat adalah
sama di kedua lokasi tersebut menga- Fosfor dan sangat berguna bagi tumbuhan
7
karena berfungsi untuk merangsang yang mendukung fungsinya dalam hal
pertumbuhan akar terutama pada awal- penyerapan garam dan mineral serta
awal pertumbuhan. unsur hara dari media pertumbuhan
Nilai rerata volume akar tertinggi (Fariudin et al., 2013).
juga dijumpai di lokasi I dengan perlaku- Perbandingan Nilai Rerata Variabel Bobot
Akar Segar (g) di Dua Lokasi
8

Rerata Bobot Akar Segar (g)


an P2 sebesar 4,5 cm3, dan nilai rerata
6
terrendah dijumpai di lokasi II dengan
4
perlakuan P1 sebesar 1,4 cm3. Perbedaan
2
dengan variabel panjang akar dijumpai
0
pada urutan nilai tertinggi hingga Lokasi I Lokasi II
P1 2.01 1.44
terrendah, yaitu diketahui bahwa nilai
P2 5.74 2.4
rerata volume akar selada yang ditanam
Gambar 8. Perbandingan nilai rerata
di lokasi II P2 lebih tinggi dibandingkan variabel bobot akar segar.
selada di lokasi I P1 (Gambar 7). Tambahan daun bambu sebagai
Perbandingan Nilai Rerata Variabel Volume Akar bahan pupuk organik dan memiliki sifat
(Cm3) di Dua Lokasi
5
Rerata Volume Akar (Cm3)

higroskopis mampu meningkatkan


4
3
pertumbuhan dan perkembangan
2 tanaman. Hal ini sesuai dengan
1 pernyataan Duaja (2012) yang menje-
0
Lokasi I Lokasi II laskan bahwa perlakuan pupuk organik
P1 1.8 1.4
mampu meningkatkan kandungan C-
P2 4.5 1.9
organik tanah yang mengakibatkan
Gambar 7. Perbandingan nilai rerata
variabel volume akar. kondisi fisik yang baik bagi
8. Bobot akar segar perkembangan perakaran. Nilai rerata
Hasil analisis varian menunjukkan variabel bobot akar segar tertinggi
bahwa perlakuan berpengaruh sangat dijumpai pada tanaman selada yang
nyata terhadap variabel bobot akar segar ditanam di Lokasi I dengan perlakuan P2
di Lokasi I, sedangkan tidak berpengaruh sebesar 5,74 g, sedangkan nilai rerata
di Lokasi II. Di kedua lokasi dijumpai bobot akar segar terrendah dijumpai pada
bahwa bobot akar segar P2 lebih tinggi tanaman selada yang ditanam di Lokasi II
daripada . Hal ini diduga disebabkan oleh dengan perlakuan P1 sebesar 1,44 g
kondisi media dengan daun bambu (Gambar 8).
didalamnya menambah ruang pori media 9. Bobot akar kering
sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan Bobot kering merupakan akumulasi
berkembang dengan baik. Bobot akar senyawa organik yang dihasilkan dari
segar menggambarkan pertumbuhan akar sintesis senyawa organik terutama air dan
8
karbohidrat yang tergantung pada lanju B. Komponen Hasil
fotosintesis tanaman tersebut (Lakitan, 1. Produksi (bobot tanaman segar atau
layak panen)
1996). Berdasarkan hasil analisis varian
Hasil analisis varian menunjukkan
yang dilaksanakan, diketahui bahwa
bahwa perlakuan berpengaruh sangat
perlakuan berpengaruh sangat nyata
nyata terhadap variabel produksi atau
terhadap variabel bobot akar kering
bobot tanaman segar di lokasi I, tetapi
tanaman selada di lokasi I, tetapi tidak
tidak berpengaruhdi lokasi II. Rerata nilai
berpengaruh terhadap variabel bobot akar
produksi di lokasi I lebih tinggi
kering di lokasi II. Nilai rerata bobot akar
dibanding lokasi II. Hal ini diduga bahwa
kering tertinggi dijumpai pada tanaman
kondisi lokasi I yang suhunya lebih tinggi
selada yang ditanam di lokasi I dengan
mengakibatkan tanaman menyerap air
perlakuan rakitan P2 sebesar 0,332 g,
lebih banyak dari media tanam untuk
sedangkan terrendah pada rakitan P1
memertahankan turgornya. Meskipun
sebesar 0,155 g (Gambar 9) di lokasi I.
Perbandingan Nilai Rerata Variabel Bobot Akar
memungkinkan terjadinya transpirasi
Kering (g) di Dua Lokasi
0.4 yang tinggi, hal tersebut mampu
Rerata Bobot Akar Kering (g)

0.3 ditanggulangi dengan penyempitan lebar


0.2 bukaan stomata pada daun yang
0.1 dilakukan oleh tanaman (Gambar 4).
0
Lokasi I Lokasi II Selada merupakan tanaman yang
P1 0.155 0.157 memiliki nilai ekonomis pada daun yang
P2 0.332 0.164
merupakan komponen vegetatif. Bobot
Gambar 9. Perbandingan nilai rerata
tanaman segar merupakan komposisi hara
variabel bobot akar kering.
Di kedua lokasi perlakuan P2 dari jaringan tanaman dengan mengikut-

memberikan hasil lebih tinggi pada sertakan kandungan airnya (Prawiranata

variabel bobot akar kering dibanding et al., 1981). Tiap lokasi menunjukkan

dengan P1. Hal tersebut diduga hasil yang berbeda. Di lokasi I nilai rerata

diakibatkan oleh daun bambu yang ada produksi rakitan P2 lebih tinggi

dalam media perlakuan rakitan P2 yang dibandingkan dengan rakitan P1,

banyak mengandung unsur P. Penyerapan sedangkan di lokasi II menunjukkan hasil

senyawa organik yang meningkat akan sebaliknya. Nilai rerata produksi tertinggi

berakumulasi pada peningkatan bobot dijumpai pada tanaman selada dengan

kering akar, karena hara P berperan perlakuan rakitan P2 yang ditanam di

dalam pertumbuhan generatif dan lokasi I sebesar 87,17 g, sedangkan nilai

perkembangan akar tanaman rerata produksi terrendah dijumpai pada


tanaman selada dengan perlakuan P2
(Leiwakabessy et al., 2003).
9
yang ditanam di lokasi II sebesar 50,75 g f. Jenis bahan organik: Pinus sulit
(Gambar 10). dihancurkan, tanaman-tanaman
Perbandingan Nilai Rerata Variabel Bobot budidaya umumnya cepat
Rerata Bobot Tanaman Segar (g) Tanaman Segar (g) di Dua Lokasi
100 dihancurkan.
80
60
2. Bobot tanaman kering
40 Nilai rerata bobot tanaman kering
20
dengan perlakuan rakitan P2 lebih tinggi
0
Lokasi I Lokasi II
dibanding perlakuan rakitan P1. Pada
P1 67.62 50.91
P2 87.17 50.75 rakitan P2 mengandung daun bambu
yang sangat banyak mengandung unsur
Gambar 10. Perbandingan nilai rerata
bobot tanaman segar. P. Unsur P berperan dalam pertumbuhan
Dijumpai perbedaan hasil antara generatif dan perkembangan akar
lokasi I dan II pada variabel bobot tanaman (Leiwakabessy et al., 2003).
tanaman segar. Di lokasi II, P1 Bobot kering merupakan akumulasi
menunjukkan nilai bobot tanaman segar senyawa organik yang dihasilkan oleh
lebih tinggi dibandingkan dengan P2 sinteisis senyawa organik terutama air
(Gambar 10). Hal ini diduga akibat suhu dan karbohidrat yang tergantung pada
di lokasi II yang rendah sehingga proses lanju fotosintesis tanaman tersebut
dekomposisi daun bambu oleh mikroba (Lakitan, 1996). Nilai rerata variabel
tanah kurang berjalan dengan baik. bobot tanaman kering di lokasi II lebih
Hardjowigeno (2015) mengemukakan rendah disbanding lokasi I. Hal ini diduga
bahwa faktor yang memengaruhi akibat tanaman selada yang ditanam di
penghancuran atau dekomposisi bahan lokasi II memiliki umur tanam yang lebih
organik adalah: lama, sehingga pada saat dilaksanakan
a. Suhu: Suhu tinggi, dekomposisi cepat, analisis dari hasil panen, tanaman belum
begitupun sebaliknya. sampai pada kondisi maksimal.
b. Kelembapan: Selalu basah, Ditinjau secara keseluruhan
dekomposisi lambat. Lembap, cepat. diketahui bahwa nilai rerata bobot
c. Tata udara tanah: Tata udara baik, tanaman kering tertinggi dijumpai pada
dekomposisi cepat. tanaman selada dengan perlakuan rakitan
d. Pengolahan: Tanah yang diolah, tata P2 yang ditanam di lokasi I sebesar 6,55
udara menjadi baik, penghancuran g, sedangkan nilai terrendah dijumpai
bahan organik cepat. pada tanaman selada yang dengan
e. pH: tanah dengan pH masam, perlakuan rakitan P1 yang ditanam di
pengahancuran bahan organik lambat. lokasi II sebesar 3,46 g (Gambar 11).

10
Perbandingan Nilai Rerata Variabel Bobot Saran yang dapat diberikan adalah
Tanaman Kering (g) di Dua Lokasi

Rerata Bobot Tanaman Kering (g)


8
rakitan teknologi budidaya selada organik
6
P2 perlu dipertimbangkan untuk segera
4
disosialisasikan untuk program
2
pengembangan sayuran khususnya selada
0
Lokasi I Lokasi II organik di dataran medium melalui
P1 3.51 3.46
program kegiatan PKM oleh perguruan
P2 6.55 3.79
tinggi dan program penyuluhan oleh
Gambar 11. Perbandingan nilai rerata
variabel bobot tanaman kering. dinas terkait.

DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Devlin, R. 1997. Plant Physiology.
Berdasarkan penelitian yang telah
3rded. D. Van Nostrand Co,
dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa: New York.
1. Rakitan teknologi produksi selada
Duaja, W. 2012. Pengaruh Pupuk
organik yang memiliki kinerja lebih Urea, Pupuk Organik Padat dan
Cair Kotoran Ayam terhadap
baik adalah rakitan P2, yaitu: Pupuk
Sifat Tanah, Pertumbuhan dan
kandang kambing + POC tanah SO- Hasil Selada Keriting di Tanah
Inceptisol. J. Hort. 1(4): 236-
Kontan Lq. (6ml/l) + kombinasi POC
246.
daun SO-Kontan Fert. (6ml/l) +
Fariudin, R., E. Sulistyaningsih dan
pestisida nabati maja gadung (6%) +
S. Waluyo. 2013. Pertumbuhan
daun bambu + agensi hayati dan Hasil Dua Kultivar Selada
(Lactuca Sativa L.) dalam
Trichoderma harzianum (10
Akuaponika pada Kolam
g/tanaman), namun pengaruh rakitan Gurami dan Kolam Nila. Jurnal
Fakultas Pertanian. UGM,
teknologi di dataran tinggi masih
Yogyakarta.
belum memberikan pengaruh optimum
Fauzi, R., E. Putra dan E.
dibanding di dataran medium .
Ambarwati. 2013. Pengayaan
2. Rakitan P2 menunjukkan hasil lebih Oksigen di Zona Perakaran
untuk Meningkatkan
baik dibanding rakitan P1 di dataran
Pertumbuhan dan Hasil Selada
tinggi pada seluruh variabel kecuali (Lactuca Sativa L.) secara
Hidroponik. J. Vegetalika. 2(4):
variabel jumlah daun, kehijauan daun
63-74.
dan bobot tanaman segar. Di dataran
Haryanti, S. 2010. Pengaruh naungan
medium rakitan P2 unggul dibanding
yang berbeda terhadap jumlah
P1 diseluruh variabel kecuali variabel stomata dan ukuran porus
stomata daun Zephyranthes
kehijauan daun.
Rosea lindl. Buletin Anatomi
dan fiologi. 18 (1): 41-48.
SARAN

11
Kementerian Pertanian. 2015. Data
Produksi Hortikultura. (On- Rahayu, M. Bata dan A. Marsudi. .
line). https://aplikasi. pertanian. 2011. Potensi Ekstrak Daun
go. id/bdsp/hasil_kom. asp. Bambu Sebagai Antibakteri
Diakses tanggal 28 Agustus Dalam Susu Pedet Pfh Lepas
2016. Kolostrum. Balitbang pertanian.
34 hal.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi
Pertumbuhan dan Per- Sauwibi, D. A., M. Muryono dan F.
kembangan Tanaman. PT. Raja Hendrayana. 2012. Pengaruh
Grafindo Persada, Jakarta. 251 Pupuk Nitrogen terhadap
Hal. Pertumbuhan dan Produktivitas
Tembakau (Nicotiana Tabacum
Leiwakabessy M., U. M. Wahjudin, L.) Varietas Prancak dan
Suwarno. 2003. Kesuburan Kepadatan Populasi 45. 000/Ha
Tanah. IPB Press, Bogor. 274 di Kabupaten Pamekasan, Jawa
hal. Timur. J. Biologi FMIPA.
Institut Teknologi Sepuluh
Mujiono, Suyono, Purwanto dan November, Surabaya.
Tarjoko. 2011. Perakitan
teknologi produksi padi organik Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk
berbasis pupuk organik cair dan Hidroponik. Penebar Swadaya,
pestisida nabati. Agroland 18 Jakarta. 144 Hal.
(3):162-168.

, Suyono, dan Purwanto.


2015. Perakitan Teknologi
Budidaya Selada Organik
Berbasis Pupuk Organik Cair
dan Pestisida Nabati. Seminar
Nasional Dies Natalis UGM.
Yogyakarta, 19 September
2015, 15 hal.

Prawiranata, W., S. Harran dan P.


Tjondronegoro. 1981. Dasar-
Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Dep. Botani, Fakultas
Pertanian. IPB Press, Bogor. 7:
1-30.

Purwono dan Purnamawati. 2007.


Budidaya 8 jenis tanaman
pangan unggul. Penebar
Swadaya, Jakarta. 144 hal.

Rachman, A., M. Sholeh dan


Suwarso. 1991. Respon
Tembakau Virginisa FC
terhadap Pemupukan N pada
Tanah Grumosol Lamongan.
Penelitian Tembakau dan Serat.
6 (1).

12

Anda mungkin juga menyukai