Skripsiku - Fitri - Revisi1
Skripsiku - Fitri - Revisi1
Skripsiku - Fitri - Revisi1
Oleh:
Fitriani Dina H.
NIM A1L012190
Oleh:
Fitriani Dina H.
NIM A1L012190
Oleh:
Fitriani Dina H.
NIM A1L012190
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian,
Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
Fitriani Dina H.
NIM. A1L012190
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang mana karena
Penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu,
tingginya kepada:
3. Ir. Agus Sarjito, M.Sc., selaku Pembimbing II, yang telah memberikan
4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan
Penulis,
v
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan ................................................................................................ 4
C. Manfaat .............................................................................................. 4
vi
B. Variabel Komponen Hasil ................................................................. 45
LAMPIRAN .................................................................................................. 58
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
x
RINGKASAN
Selada (Lactuca sativa L.) termasuk kelompok tanaman sayuran daun yang
dikenal di masyarakat. Penggunaan pupuk anorganik secara intensif belum
mampu meningkatkkan produktivitas, bahkan cenderung menurunkan daya
dukung tanah dan kesehatan tanah. Pemanfaatan daun bambu sebagai bahan
campuran media tanam telah banyak dilakukan. Daun bambu memiliki banyak
manfaat dalam bidang pertanian. Penelitian tahun I (2015) telah diperoleh 2 dari 7
rakitan teknologi budidaya yang diuji, yaitu rakitan dengan komponen: (1) Pupuk
kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l) + kombinasi POC daun
SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung (6%) + agensia hayati
Trichoderma harzianum (10 g/tanaman), dan (2) Pupuk kandang kambing + POC
tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l) + kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) +
pestisida nabati maja gadung (6%) + daun bambu + agensia hayati Trichoderma
harzianum (10 g/tanaman), namun belum dikaji pada dataran medium dan tinggi.
Penelitian telah dilaksanakan di screenhouse yang berada di Desa
Windujaya Kecamatan Kadungbanteng Kabupaten Banyumas dan Desa Serang
Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga. Penelitian ini telah dilaksanakan
pada bulan pada Juli sampai dengan Oktober 2016. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non factorial dengan 2 perlakuan dan 16
ulangan. Perlakuan terdiri dari P1 (Pupuk kandang kambing + POC tanah SO-
Kontan Lq. (6 ml/l) + kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida
nabati maja gadung (6%) + agensia hayati Trichoderma harzianum (10 g/tanaman)
dan P2 (Pupuk kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l) +
kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung
(6%) + daun bambu + agensia hayati Trichoderma harzianum (10 g/tanaman).
Variabel yang diamati meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, kehijauan daun,
luas daun, lebar bukaan stomata, bobot akar segar, bobot akar kering, volume
akar, panjang akar, bobot tanaman segar dan bobot tanaman kering.
Rakitan teknologi produksi selada organik P2 menunjukkan hasil lebih
baik di dataran tinggi dan dataran medium. Rakitan tersebut yaitu: Pupuk
kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l) + kombinasi POC
daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung (6%) + daun
bambu + agensi hayati Trichoderma harzianum (10 g/tanaman). Rakitan P2
lebih unggul dibanding rakitan P1 di dataran tinggi pada seluruh variabel
kecuali variabel jumlah daun, kehijauan daun dan bobot tanaman segar. Di
dataran medium rakitan P2 unggul dibanding P1 diseluruh variabel kecuali
variabel kehijauan daun.
xi
SUMMARY
Lettuce (Lactuca sativa L.) leaf vegetable crops including groups known in
the society. Intensive use of inorganic fertilizers have not been able to increase
productivity, and even tends to decrease the carrying capacity of the land and soil
health. Utilization of bamboo leaves as a mixture of growing media has a lot to
do. Bamboo leaf has many benefits in the field of agriculture. Research first year
(2015) has earned 2 of 7 assembly farming technologies being tested, ie
assemblies with components: (1) Manure goat + LOF SO-Kontan Lq ground. (6
ml / l) + LOF combination leaves SO-Kontan Fert. (6 ml / l) + maja and yam
pesticide plant (6%) + biological agent Trichoderma harzianum (10 g / plant),
and (2) goat manure + soil LOF SO-Kontan Lq. (6 ml / l) + LOF combination
leaves SO-Kontan Fert. (6 ml / l) + maja and yam pesticide plant (6%) + bamboo
leaves + biological agent Trichoderma harzianum (10 g / plant), but has not been
studied in mediumland and highland.
Research has been conducted in screenhouse in the village Windujaya sub-
district of Kadungbanteng District of Banyumas and Village Serang sub-district of
Karangreja District of Purbalingga. This research was conducted in July to
October 2016. This study used a design that are used are completely randomized
design (CRD) non factorial with two treatments and 16 replications. The
treatment consists of P1 (manure goat + LOF land SO-Kontan Lq. (6 ml / l) +
combination LOF leaf SO-Kontan Fert. (6 ml / l) + pesticide plant maja and yam
(6%) + agensia biological Trichoderma harzianum (10 g / plant) and P2 (manure
goat + LOF land SO-Kontan Lq. (6 ml / l) + combination LOF leaf SO-Kontan
Fert. (6 ml / l) + pesticide plant maja and yam (6%) + bamboo leaves + agensia
biological harzianum (10 g / plant). the variables measured include: plant height,
number of leaves, greenish leaves, leaf area, the width of stomata, the weight of
the fresh root, the weight of the dried root, root volume, root length, plant fresh
weight and dry weight of plants.
Organic lettuce production technology which has higher performance in
both the upper and medium are P2, namely: Manure goat + LOF SO-Kontan Lq
ground. (6 ml / l) + LOF combination leaves SO-Kontan Fert. (6 ml / l) + maja
pesticide plant and yam (6%) + bamboo leaves + agensia biological harzianum
(10 g / plant). P2 is higher than P1 in the highlands for all variables except the
variable of the leaves, the green leaves and fresh plant weight. In medium land P2
is higher than P1 throughout variables except the variable-green leaves.
xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selada (Lactuca sativa L.) termasuk kelompok tanaman sayuran daun yang
vitamin dan mineral yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Selada sebagai bahan makanan bisa dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai
lalapan yang dimakan bersama dengan bahan makanan lain (Wicaksono, 2008).
yang cukup baik. Tanaman selada sudah dikenal baik dan digemari oleh
daunnya. Prospek serapan pasar terhadap komoditas selada akan terus meningkat
Selada adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
2,9 gram, lemak 0,2 gram, kalsium 22 miligram, fosfor 25 miligram, dan zat besi
1
1 miligram. Selain itu di dalam Selada juga terkandung vitamin A sebanyak 540
IU, vitamin B1 0,04 miligram dan vitamin C 8 miligram. Hasil tersebut didapat
dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Selada, dengan jumlah yang dapat
dimakan sebanyak 69 %. Berikut ini adalah komposisi dan kandungan gizi yang
misalnya penggunaan pupuk dan media tanam organik. Berikut ini kandungan
kalsium dari beberapa tanaman yang ditanam secara organik dan non-organik
(Tabel 2).
2
Penggunaan pupuk di Indonesia terus meningkat sesuai dengan
rangka untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, sehingga dapat
hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang
pada umumnya adalah kandungan unsur hara yang rendah dan lambat tersedia
bagi tanaman. Pupuk organik dapat berbentuk padat maupun cair. Kelebihan
pupuk organik cair adalah unsur hara yang dikandungnya lebih cepat tersedia dan
bahan dari luar ladang pertanian seminimal mungkin dan dalam praktik
3
manajemennya mampu mengembalikan atau mempertahankan dan meningkatkan
judul: “Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) pada Dua
B. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui dua rakitan
C. Manfaat
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Asterales
Famili Asteraceae
Genus: Lactuca
5
b. Selada rapuh (Cos lettuce dan Romaine lettuce)
Selada yang memiliki ciri-ciri membentuk krop seperti tipe selada kepala.
Tetapi krop pada tipe selada rapuh berbentuk lonjong dengan pertumbuhan
meninggi, daunnya lebih tegak, dan kropnya berukuran besar dan kurang padat.
Selada yang memiliki ciri-ciri daun selada lepas, berombak dan tidak
membentuk krop, daunnya halus dan renyah. Biasanya tipe selada ini lebih enak
Selada yang memiliki ciri-ciri tidak membentuk krop, daun berukuran besar,
bulat panjang, tangkai daun lebar dan berwarna hijau tua serta memiliki tulang
daun menyirip.
menempel pada batang dan tumbuh menyebar ke semua arah pada kedalaman 20-
50 cm atau lebih. Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam
tergantung varietasnya. Tinggi tanaman selada daun berkisar antara 30-40 cm dan
berkisar 30-85 hari setelah pindah tanam. Bobot tanaman sangat beragam, mulai
dari 100 g sampai 400 g. Panen yang terlalu dini memberikan hasil panen yang
rendah dan panen yang terlambat dapat menurunkan kualitas. Secara umum selada
yang berkualitas bagus memiliki rasa yang tidak pahit, aromanya menyegarkan,
6
renyah, tampilan fisik menarik serta kandungan seratnya rendah (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998).
Suhu ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi adalah 15-25°C. Suhu
Sedangkan untuk tipe selada kepala suhu yang tinggi dapat menyebabkan bentuk
kepala longgar. Selada tipe daun longgar umumnya beradaptasi lebih baik
terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi ketimbang tipe bentuk kepala (Rubatzky
pertumbuhan yang baik akan diperoleh bila ditanam pada tanah liat berpasir yang
cukup mengandung bahan organik, gembur, remah dan tidak mudah tergenang
oleh air. Selada tumbuh baik dengan pH 5,0 - 6,5. Bila pH terlalu rendah perlu
B. Pertanian Organik
Semakin sering tanah diberikan bahan kimia sintetik, maka akan menimbulkan
dewasa ini, menyebabkan konsumen lebih selektif terhadap produk hasil pertanian
7
yang akan dikonsumsi. Sebagian kalangan masyarakat memilih menggunakan
(Mujiono et al., 2006, dalam Mujiono et al., 2015) dan pemerintahpun telah
menyusun agenda nasional SPO sejak tahun 2001. Produk sayuran organik
al., 2015).
panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan
pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan
standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi
pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produknya bebas sepenuhnya dari
residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun beberapa cara
8
digunakan untuk mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah
dan pedagang pangan organik harus patuh pada standar untuk menjaga integritas
produk pertanian organik. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk
kehidupan di tanah, tumbuhan, hewan dan manusia. Sejauh ini pertanian organik
berbeda.
ekonomi, selain dimensi lingkungan dan dimensi sosial. Pertanian organik tidak
cukup bagi petani. Tetapi, sering motivasi ekonomi menjadi kemudi yang
pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan, sehingga mendorong
lingkungan telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang
menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan
hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pola hidup sehat ini telah melembaga
9
secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus
yang sehat dan bergizi tinggi ini dapat diproduksi dengan metode pertanian
masih merupakan hal yang baru dan mulai populer sekitar 4-5 tahun lalu.
seluruh dunia dan jika Indonesia bisa memenuhi kebutuhan ini dan bisa
rumah tangga tani. Produk pertanian organik utama yang dihasilkan Indonesia
adalah padi, sayuran, buah-buahan, kopi, coklat, jambu mete, herbal, minyak
sayuran yang banyak diproduksi oleh petani skala kecil untuk pasar lokal. Tidak
ada data statistik resmi mengenai produksi pertanian organik di Indonesia. Namun
C. Pupuk Organik
Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan kepada tanah dengan tujuan
memperbaiki sifat fisis, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Sifat fisis tanah
berkaitan erat dengan tingkat kegemburan tanah, porositas dan daya serap. Sifat
10
kimia berkaitan dengan pH (tingkat keasaman) dan ketersediaan unsur hara.
diurai (dirombak) oleh mikroba, yang hasil akhirnya dapat menyediakan unsur
Pupuk organik sangat penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan
dan sampah organik lainnya yang biasa ditambahkan kedalam tanah sebagai
sumber hara tanaman dan juga untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Pupuk organik
ini tidak mengandung unsur hara dalam jumlah yang besar namun penambahan
tanaman.
Beberapa peran pupuk organik di dalam tanah antara lain adalah (1)
Memperbaiki struktur tanah; pengolahan tanah menjadi lebih mudah karena tanah
menjadi lebih ringan dan gembur. (2) Pupuk organik mengandung unsur hara
makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. (3) Mikrobia – mikrobia yang
11
senyawa kimia dalam tanah. (4) Pupuk organik juga mengandung hormon-hormon
dan zat antibiotik yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Guadalupe, 2000).
menyediakan unsur hara makro (N, P, K) dan Mikro (Ca, Mg, S, Na, Fe, Cu, Mo).
atau tercuci oleh hujan. Selain itu, penggunaan pupuk kandang dapat mendukung
pertumbuhan tanaman karena struktur tanah sebagai media tumbuh tanaman dapat
diperbaiki.
Diantara pupuk kandang, pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang
tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran C/N rasio yang cukup
pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pupuk
kandang sapi dengan C/N rasio di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2006).
12
Jenis-jenis pupuk organik menurut para ahli antara lain:
1. Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang
kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa
dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam.
Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air
kencing (urin) hewan. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro.
Pupuk kandang padat banyak mengandung unsur hara makro, seperti fosfor,
nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di
molibdenum. Kandungan nitrogen dalam urin hewan ternak tiga kali lebih besar
a. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.
b. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam (Parnata, 2004).
Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro
dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan-
bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk
13
optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri bersuhu
dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika
bahkan bisa mematikan tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah
Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling baik dilakukan setelah
tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini
2. Pupuk hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa
sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau
setelah dikomposkan. Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa
panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau,
seperti kacang-kacangan dan tanaman paku air (Azolla). Jenis tanaman yang
dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini
sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat. Pupuk hijau bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga
terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya
14
Pupuk hijau digunakan dalam:
lorong, di mana tanaman pupuk hijau ditanam sebagai tanaman pagar berseling
yang ditanam sendiri, pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau
tanaman yang ditanam bersamaan dengan tanaman pokok bila tanaman pokok
3. Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan,
dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam
padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut
kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya
kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air
yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air,
15
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman.
Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan
4. Humus
dekomposisi). Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun ranting pohon
kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah
makanan bagi tanaman, serta berperan baik bagi pembentukan dan menjaga
struktur tanah. Senyawa humus juga berperan dalam pengikatan bahan kimia
toksik dalam tanah dan air. Selain itu, humus dapat meningkatkan kapasitas
dari kompos adalah humus. Humus merupakan penentu akhir dari kualitas
16
Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang diproduksi di pabrik
unsur hara secara efektif dan efisien bagi tanaman yang diberi pupuk organik
D. Pestisida Nabati
Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini mudah
terurai di alam sehingga residunya mudah hilang sehingga relatif aman bagi
manusia. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida botani antara
lain mimba, tembakau, mindi, srikaya, mahoni, sirsak, tuba, dan juga berbagai
cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya dengan
17
kimia sebagai insektisida yang aman bagi lingkungan dengan memanfaatkan
(Soehardjan, 1993).
Tanaman yang berpotensi sebagai sumber produk alam hayati yang toksik
terhadap serangga antara lain adalah Nimba (A. indica A.juss), akar Tuba (D.
yang dikelola secara tradisional. Cara tradisional tersebut merupakan cara yang
mudah dan murah diterapkan oleh petani. Seperti perendaman, pengepresan, dan
yang berbeda-beda, bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah racun yang
Wirioadmodjo, 1997).
untuk melawan serangga hama. Adanya zat bioaktif yang dikandung oleh
lamban, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan kurang dan akhirnya mati
18
1. Mindi (Melia Azedarch)
kayu bakar, pohon-pohon peneduh di areal pertanian Kopi dan Abaca (Musa
textilis Née) serta pohon-pohon di pinggir jalan. Di Asia Selatan, jenis tumbuhan
ini dikenal karena ada khasiat obat yang dikandung senyawanya, seperti anti
Bahan aktif yang terdapat dalam kandungan bagian tanaman Mindi sama
senyawa alkaloid, dan aglikon queresetin yang bersifat racun perut (Nandini,
flovoroid dalam daun Mindi dapat menghambat daya makan larva (antifedant).
poisoning atau racun perut. Karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk dalam
Daun dan biji Mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida
nabati. Ekstrak daun Mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk
pestisida nabati dapat dilakukan dengan: a). Daun Mindi dikupas, ditumbuk lalu
direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50 g /l selama 24 jam, b). Larutan
19
yang dihasilkan disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan dan c).
segar dalam 1 liter air selama 24 jam. Saringan air rendaman disemprotkan ke
tempat pembibitan yang terserang hama. Bijinya yang dilarutkan dengan air
ditambah sedikit deterjen juga dapat digunakan untuk mengendalikan hama yang
Kematian hama sebagai akibat dari penggunaan daun Mindi terjadi pada
pergantian instar. Daun Mindi tidak membunuh hama secara cepat, tetapi
berpengaruh pada daya makan, pertumbuhan dan daya reproduksi dan penurunan
daya tetas telur. Selain itu, senyawa ini menghambat reptor perasa pada daerah
mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa
(Ahmed, 2009).
Indonesia sangat kaya akan jenis tanaman, termasuk tanaman yang dapat
dan saponin yang berfungsi sebagai larvasida. Senyawa-senyawa itu juga mampu
yait hormon otak (brain hormon), hormon edikson, dan hormon pertumbuhan
20
(juvenil hormon). Tidak berkembangnya hormon tersebut dapat mencegah
dengan BHC (Butane Hexane Chlor) sebesar 0,005 ppm. Senyawa BHC atau
organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan (Ahmed, 2009).
Pembuatan insektisida dari biji Mahoni dengan jalan merendam 150 g biji
mahoni dalam 1 liter air selama 24 jam. Insektisida nabati ini dapat digunakan
untuk mengendalikan ulat kupu kuning (Agrotis ipsilon) dan ulat kantong
Senyawa dan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan yaitu glikosida
serta senyawa BHC atau nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) yang
bersifat racun perut semakin banyak terdapat pada tubuh serangga maka dapat
(Nandini, 1989).
menghasilkan berbagai zat aktif, salah satu bahan aktif tersebut adalah
21
Nimba dikenal sebagai pohon peneduh mengandung senyawa aktif sebagai
pestisida nabati yang terdiri dari 4 senyawa alami yaitu Azadirachtin, salanin,
melontriol dan nimbin. Selain dari itu, nimba mengandung belerang sebagaimana
kita ketahui, belerang adalah salah satu bahan aktif pembunuh jamur. Tidak toksik
terhadap manusia dan vertebrata lainnya. Oleh sebab itu dalam rangka menuju ke
penggunaan bahan nabati sebagai fungisida maka sebagai langkah awal ingin
Tanaman yang berasal dari India dan Srilangka ini dikenal sejak 600 tahun
SM. Bentuk daun bulat telur melebar, elips melonjong dengan pangkal seperti
yang terbesar adalah Chavicol dan Betlephenol. Senyawa Chavicol memiliki daya
pengaruh yang nyata terhadap panjang tabung kecambah (Darsam et al., 1994).
eugenol yang terdapat didalam daun, gagang dan bunga telah banyak dilaporkan
22
efektif untuk mengendalikan beberapa patogen penyebab penyakit seperti
Sclerotium rolfsii, Rigidoporus lignosus dan Rhizoctonia solani. Uji coba pada
Pengujian pengaruh tepung cengkeh (asal daun, gagang dan bunga), minyak
spp, serta 1 isolat Rigidoporus lignosus. Pemberian tepung bunga cengkeh dengan
embun tepung (Oidium sp) dari 100% menjadi 73,24%. Gambir mengandung
asam tanin dan cathectine sebagai unsur utama yang dapat digunakan sebagai
E. Daun Bambu
Bambu (Bambusa Sp) merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi
dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai iklim kering (Departemen Kehutanan
23
dan Perkebunan, 1999). Lopez dan Shanley (2004) menyebutkan bahwa bambu
berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik
dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu disekitar
masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan
bambu hitam.
kandungan zat aktif, yakni flavonoid, polisakarida, klorofil, asam amino, vitamin,
pembuatan pupuk baik pupuk padat ataupun pupuk cair. Daun bambu
mengandung banyak unsur P dan K. Kedua unsur ini sangat berguna bagi
perbaikan struktur tanah dan bagi pertumbuhan tanaman. Unsur P dalam phospat
adalah Fosfor dan sangat berguna bagi tumbuhan karena berfungsi untuk
24
membentuk dan mengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan
2007).
media tanam telah banyak dilakukan. Daun bambu memiliki banyak manfaat
dalam bidang pertanian. Hasil fitokimia dari daun bambu diketahui mengandung
fenol 1,56%, asam lemak 29%, metil ester 27,03%, linolenat 12,13%, dan phytol
dilakukan dengan menggali potensi senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan
25
daun bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) mampu menghambat perkecambahan
selada organik berbasis POC dan pestisida nabati dari 7 rakitan teknologi yang
diuji, yaitu rakitan dengan komponen: 1) Pupuk kandang kambing + POC tanah
pestisida nabati maja gadung (6%) + agensi hayati Trichoderma hazarium (10
g/tanaman), dan 2) Pupuk kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l)
+ kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung
(Mujiono, 2015), namun perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk pemantapan.
26
III. METODE PENELITIAN
berbeda, yaitu:
tinggi >1100m dpl.). Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan pada
selada serta dapat mewakili lokasi dataran medium. Lokasi kedua dipilih
tinggi dan merupakan lokasi yang ideal bagi usaha tani tanaman selada.
Oktober 2016.
B. Materi Penelitian
1. Bahan
Rapids, pupuk kandang kambing, POC (merk SO-Kontan Lq. dan SO-Kontan
27
Fert.), agensia hayati Trichoderma harzianum daun bambo, telur, dan buah maja,
2. Alat
sprayer, millimeter block, timbangan analitik, gelas ukur, SPAD, leaf area
C. Rancangan Percobaan
teknologi budidaya selada organik berbasis POC dan pestisida nabati, yang
kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung
kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l) + kombinasi POC daun
SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung (6%) + daun bambu +
28
D. Variabel yang Diamati
dilakukan dari pangkal batang (permukaan media) hingga ujung daun tertinggi
tanaman selada.
Jumlah daun selada dihitung dalam satuan helai. Daun selada dihitung
jumlahnya mulai dari daun tertua dan daun muda yang tumbuh dan berkembang
dengan baik.
Kehijaun daun diukur dengan alat SPAD atau klorofilmeter dengan cara
menyimpan daun tanaman sampel pada slot kepala klorofil meter, kemudian hasil
Luas daun diukur dengan alat leaf area meter dengan menghitung luas daun
Lebar bukaan stomata diukur dengan cara Obyek mikrometer diambil, lalu
mikrometer ditepatkan bayangan panjang atau lebar porus stomata. Nilai panjang
atau lebar porus stomata ditentukan dengan mengalikan jumlah bayangn skala
29
6. Bobot akar segar (g)
Bobot akar segar dihitung pada saat panen dengan mencuci bagian akar
Volume akar dihitung dengan cara memasukkan bagian akar tanaman pada
gelas ukur yang telah diisi air dengan volume tertentu, peningkatan volume air
yang Nampak pada gelas ukur merupakan volume akar tanaman selada.
Bobota tanaman segar dihitung pada saat panen setelah tanaman dibersihkan
kemudian dihitung bobot seluruh bagian tanaman meliputi bagian tajuk dan akar
tanaman.
dikeringkan dengan cara di oven pada suhu 80oC hingga bobotnya konstan.
30
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan penyediaan bahan dan alat yang akan
2. Pelaksanaan
a. Persemaian
dengan media tanam tanah dengan campuran pupuk kandang. Setelah media
tanam siap, benih selada selanjutnya ditabur di atas permukaan tanah dan ditutup
dengan karung atau penutup agar benih terhidar dari sinar matahari langsung dan
b. Penanaman
c. Pemeliharaan
31
1) Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari, tergantung dari kondisi
media. Bila media terlihat kering maka dilakukan penyiraman pagi dan sore
hari. Aplikasi POC (SO-Kontan Lq) dilakukan pada saat kegiatan penyiraman
2) Penyulaman
Setelah Tanam).
pestisida nabati, yaitu dengan menggunakan racikan buah maja dan umbi
gadung.
d. Pengamatan
kehijauan daun, luas daun, lebar bukaan stomata, bobot akar segar, bobot akar
3. Pengambilan Data
4. Analisis
32
Analisis data dilaksanakan setelah seluruh data pengamatan diperoleh. Data
dianalisis dengan analisis ragam (uji F) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
5. Pelaporan
F. Analisis Data
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan analisis varians pada taraf
kesalahan 5 %.
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam variabel Pertumbuhan dan hasil selada
Hasil KV
No. Variabel
Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 1 Lokasi 2
1 Tinggi Tanaman ** TN 11,68 8,22
2 Jumlah Daun ** ** 11,68 11,89
3 Kehijauan Daun TN TN 15,88 22,37
4 Luas Daun * ** 11,77 5,10
5 Lebar Bukaan Stomata * ** 17,83 14,46
6 Bobot Akar Segar ** ** 24,80 19,34
7 Bobot Akar kering ** TN 21,49 20,41
8 Volume Akar ** ** 24,21 22,01
9 Panjang Akar ** ** 28,92 19,41
10 Bobot Tanaman Segar ** TN 17,74 18,60
11 Bobot Tanaman Kering ** TN 23,53 17,86
Ket: *: Nyata; **: Sangat Nyata; TN: Tidak Nyata.
Lokasi 1: Desa Windujaya, Kec. Kedungbanteng – Banyumas
Lokasi 2: Desa Serang, Kec. Karangreja - Purbalingga
1. Tinggi tanaman
pertumbuhan tanaman selada di dua lokasi yang berbeda, yaitu Desa Windujaya
II). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan rakitan berpengaruh
sangat nyata terhadap variabel tinggi tanaman selada yang ditanam di lokasi I,
tetapi tidak berpengaruh terhadap variabel tinggi tanaman selada yang ditanam di
34
Secara umum, perlakuan rakitan P2 dengan tambahan daun bambu lebih
selada yang ditanam di lokasi I lebih tinggi daripada selada yang ditanam di lokasi
II. Berturut-turut nilai rerata variabel tinggi tanaman tertinggi hingga terrendah
yaitu pada P2 yang ditanam di Lokasi I (32,38 cm), P1 di Lokasi I (26,89 cm), P2
di Lokasi II (20,93 cm) serta P1 yang ditanam di Lokasi II (20,14 cm) (Gambar
1).
Hasil yang dijumpai pada variabel tinggi tanaman pada rakitan P2 yang
35
Perbedaan nilai rerata tinggi tanaman antar lokasi diduga akibat adanya
perbedaan kondisi iklim, baik mikro iklim maupun makro iklim. Mikro iklim
dalam kondisi kurang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi atap yang
kurang bersih. Selain kondisi mikro iklim, makro iklim pun sangat memengaruhi,
seperti intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang kurang akibat kondisi atap dan
kehijauan daun tanaman serta tinggi tanaman yang lebih tinggi sebagai bentuk
2. Jumlah daun
berpengaruh sangat nyata terhadap variabel jumlah daun di kedua lokasi, namun
tiap lokasi menunjukkan urutan tinggi tanaman tertinggi yang berbeda. Di lokasi I
variabel tinggi tanaman selada di lokasi I lebih tinggi dengan rerata 27,38 helai
pada rakitan P2 dan 22,9 helai pada rakitan P1, sedangkan tinggi tanaman di
lokasi II 10,1 helai pada P1 dan 8,9 helai pada P2 (Gambar 2).
36
Gambar 2. Perbandingan Nilai Rerata Variabel Jumlah Daun.
tidak hanya diakibatkan oleh perbedaan jenis media. Hal ini dibuktikan dengan
adanya jumlah daun tertinggi dalam perlakuan yang berbeda antar lokasi. Kondisi
lokasi yang pada akhirnya variabel jumlah daun tanaman dipengaruhi pula oleh
banyak. Adanya jamur T. harzianum dan POC SO-Kontan Lq. sebagai katalis
dapat ditingkatkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Mujiono (2011) yang
bahan organik, sehingga hara yang diserap oleh tanaman lebih banyak.
37
3. Kehijauan daun
variabel lainnya. Di kedua lokasi diperoleh hasil analisis varian yang tidak
berbeda nyata, serta di kedua lokasi perlakuan rakitan P1 lebih tinggi tingkat
kehijauan daunnya dibandingkan dengan rakitan P2. Hal ini diduga karena unsur
magnesium (Mg) yang merupakan unsur sentral penyusun klorofil sudah tersedia
di dalam media tanam. Kualitas produk selada segar yang dikehendaki konsumen
justru dengan kehijauan daun yang tidak terlalu tinggi. Rerata nilai kehijauan daun
lokasi II dengan nilai 23,49 unit, rerata nilai kehijauan daun terrendah terdapat
pada tanaman selada yang ditanam di lokasi I dengan perlakuan rakitan P2 sebesar
19,23 unit. Secara umum rerata nilai kehijauan daun tanaman selada di lokasi II
lebih tinggi daripada tanaman selada yang ditanam di lokasi I (Gambar 3).
38
Perbedaan variabel kehijauan daun berdasarkan aspek lokasi menunjukkan
bahwa nilai rerata kehijauan daun di lokasi II lebih tinggi dibanding dengan di
lokasi I. Hal tersebut diduga oleh adanya perbendaan intensitas cahaya matahari
yang diterima oleh tanaman selada yang ditanam. Intensitas cahaya matahari yang
berkaitan dengan peningkatan jumlah klorofil pada daun yang merupakan tempat
lebih baik, maka tingkat kehijauan daun selada di lokasi II lebih tinggi
Variabel lebar bukaan stomata pada selada yang ditanam di Desa Serang
lebih tinggi daripada di lokasi I baik pada rakitan P1 maupun rakitan P2. Di kedua
lokasi variabel lebar bukaan stomata menunjukkan hasil yang sama yaitu nilai
rerata pada rakitan P2 lebih tinggi daripada rakitan P1. Nilai rerata lebar bukaan
stomata tertinggi dijumpai pada selada yang ditanam di lokasi II dengan perlakuan
rakitan P2 sebesar 0,071 µm, sedangkan nilai rerata terrendah dijumpai pada
0,049 µm. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata
terhadap variabel lebar bukaan stomata di lokasi I dan berpengaruh sangat nyata
39
Gambar 4. Perbandingan Nilai Rerata Variabel Lebar Bukaan Stomata.
bukaan stomata di lokasi I lebih rendah dibandingkan dengan lokasi II. Hal
Suhu di lokasi I yang lebih tinggi mengakibatkan adanya adaptasi dari tanaman
kehilangan air akibat transpirasi berlebih. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Haryanti (2010) yang menyatakan bahwa pelebaran porus stomata ini sangat erat
mengurangi penguapan air, sebaliknya pada daerah teduh stomata lebih membuka.
5. Luas daun
nyata terhadap variabel luas daun di lokasi II dan berpengaruh nyata di lokasi I.
Variabel luas daun tertinggi dijumpai pada tanaman selada yang ditanam di lokasi
II dengan perlakuan rakitan P2 dengan nilai 138,05 cm2, sedangkan variabel luas
40
daun terrendah dijumpai pada variabel luas daun di lokasi I dengan perlakuan
rakitan P1 dengan nilai 115,48 cm2. Di kedua lokasi tanaman selada dengan
perlakuan P2 menunjukkan nilai rerata luas daun lebih tinggi daripada perlakuan
tanaman tumbuh dan berkembang dalam siklus hidupnya terutama pada fase
inisiasi akar. Penggunaan daun bambu dalam media tanam diduga dapat
mengandung banyak unsur P. Unsur P dalam ion fospat sangat berguna bagi
tanaman yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar terutama pada awal
pertumbuhan.
41
Variabel luas di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang sama,
yaitu perlakuan rakitan P2 menunjukkan luas daun pada rakitan P2 lebih besar
dibanding rakitan P1. Hal ini diduga dengan adanya daun bambu pada media
tanam pada rakitan P2 mampu meningkatkan kadar nitrogen yang mampu diserap
adanya daun bambu pada media diduga mampu meningkatkan nilai atau besarnya
luas daun. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Devlin, 1997 dalam Sauwibi et al.,
klorofil dan hasil fotosintesis daun lebih banyak dipusatkan ke ukuran daun. Hal
N tinggi, sedangkan daerah aktif pertumbuhan batang terbatas pada kambium dan
6. Panjang akar
sangat nyata terhadap variabel panjang akar di kedua lokasi, dengan perlakuan P2
menunjukkan nilai rerata panjang akar lebih tinggi daripada rakitan P1. Nilai
rerata panjang akar di lokasi I lebih baik daripada lokasi II dari seluruh perlakuan.
Nilai rerata panjang akar tertinggi dijumpai pada tanaman selada yang ditanam di
lokasi I dengan perlakuan rakitan P2 sebesar 381,72 cm, serta nilai rerata panjang
akar terrendah dijumpai pada selada yang ditanam di lokasi II dengan perlakuan
42
Gambar 6. Perbandingan Nilai Rerata Variabel Panjang Akar.
Nilai rerata variabel panjang akar pada perlakuan rakitan P2 lebih tinggi
rerata panjang akar lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi II. Hal tersebut
perkembangan tanaman berjalan lebih lambat sebagai dampak dari adanya masa
tanam yang lebih panjang. Sehingga dengan jangka waktu penanaman dan
43
7. Volume akar
volume akar di kedua lokasi, serta nilai rerata volume akar pada rakitan P2 lebih
baik daripada rakitan P1. Nilai rerata volume akar tertinggi juga dijumpai pada
tanaman selada yang ditanam di lokasi I dengan perlakuan rakitan P2 sebesar 4,5
cm3, dan nilai rerata terrendah dijumpai pada tanaman selada yang ditanam di
panjang akar dijumpai pada urutan nilai tertinggi hingga terrendah, yaitu diketahui
bahwa nilai rerata volume akar selada yang ditanam di lokasi II pada perlakuan
P1 (Gambar 7).
rakitan P2 menunjukkan nilai rerata volume akar lebih tinggi dibanding rakitan P1
di kedua lokasi. Hal ini diduga karena akibat media tanam pada rakitan P2
44
menggunakan seresah daun bambu yang memiliki tingkat higroskopis dan daya
jerap air yang tinggi. Keadaan tersebut mengakibatkan tanaman lebih mudah
berlangsung dengan baik, dan rerata hasil pengukuran volume akar pada rakitan
P2 lebih baik dibanding dengan rakitan P1. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
mengandung banyak unsur P dan K. Kedua unsur ini sangat berguna bagi
perbaikan struktur tanah dan bagi pertumbuhan tanaman. Unsur P dalam phospat
adalah Fosfor dan sangat berguna bagi tumbuhan karena berfungsi untuk
sedangkan tidak berpengaruh terhadap variabel bobot akar segar di Lokasi II. Di
kedua lokasi dijumpai bahwa bobot akar segar pada perlakuan P2 lebih tinggi
daripada perlakuan P1. Nilai rerata variabel bobot akar segar tertinggi dijumpai
pada tanaman selada yang ditanam di Lokasi I dengan perlakuan P2 sebesar 5,74
g, sedangkan nilai rerata bobot akar segar terrendah dijumpai pada tanaman selada
45
Gambar 8. Perbandingan Nilai Rerata Variabel Bobot Akar segar.
Nilai rerata variabel bobot akar segar di kedua lokasi menunjukkan bahwa
tanaman yang ditanam pada media rakitan P2 lebih tinggi dibandingkan dengan
rakitan P1. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi media dengan daun bambu
didalamnya menambah ruang pori media sehingga akar tanaman dapat tumbuh
akar yang mendukung fungsinya dalam hal penyerapan garam dan mineral serta
unsur hara dari media pertumbuhan (Fariudin et al., 2013). Tambahan daun
bambu sebagai bahan pupuk organik dan memiliki sigat higroskopis mampu
fisik yang baik bagi perkembangan perakaran, keadaan ini juga mampu
perkembangan akar.
46
2. Bobot akar kering
sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang tergantung pada lanju
variabel bobot akar kering tanaman selada di lokasi I, tetapi tidak berpengaruh
terhadap variabel bobot akar kering di lokasi II. Nilai rerata bobot akar kering
tertinggi dijumpai pada tanaman selada yang ditanam di lokasi I dengan perlakuan
bobot akar kering sebanding dengan bobot segarnya. Hal ini menunjukkan bahwa
proporsi kandungan air pada tanaman di kedua lokasi adalah sama. Baik di lokasi
I maupun lokasi II, perlakuan rakitan P2 memberikan hasil lebih tinggi pada
47
variabel bobot akar kering dibanding dengan rakitan P1. Hal tersebut diduga
diakibatkan oleh daun bambu yang ada dalam media perlakuan rakitan P2 yang
berakumulasi pada peningkatan bobot kering akar, karena hara P berperan dalam
2003). Secara umum tanaman selada di lokasi I menunjukkan bobot akar segar
(Gambar 8) dan bobot akar kering (Gambar 9) lebih tinggi dibandingkan dengan
lokasi II. Hal tersebut diduga akibat kondisi tempat penanaman yang memiliki
cuaca dan iklim yang berbeda sehingga tumbuh kembang akar di lokasi I lebih
sangat nyata terhadap variabel produksi atau bobot tanaman segar di lokasi I,
tetapi tidak berpengaruh terhadap variabel bobot tanaman segar di lokasi II.
Rerata nilai produksi di lokasi I lebih tinggi dibanding lokasi II. Tiap lokasi
menunjukkan hasil yang berbeda. Di lokasi I nilai rerata produksi rakitan P2 lebih
sebaliknya. Nilai rerata produksi tertinggi dijumpai pada tanaman selada dengan
48
Gambar 10. Perbandingan Nilai Rerata Variabel Bobot Tanaman Segar.
ditanam di lokasi I lebih tinggi dibandingkan di lokasi II, tetapi pada tiap lokasi
menunjukkan hasil yang berbeda dalam variabel yang meiliki nilai tertinggi dan
berkaitan erat dengan hasil suatu tanaman. Selada merupakan tanaman yang
memiliki nilai ekonomis pada daun yang merupakan komponen vegetatif. Bobot
menyerap air lebih banyak dari media tanam untuk memertahankan turgornya.
49
4. Bobot tanaman kering
variabel bobot tanaman kering sebanding dengan bobot tanaman segar, akan tetapi
pada variabel bobot tanaman kering pada selada yang ditanam di lokasi II
menunjukkan hasil yang berbeda dengan nilai rerata bobot segarnya (Gambar 10),
nilai rerata bobot tanaman kering dengan perlakuan rakitan P2 lebih tinggi
diketahui bahwa nilai rerata bobot tanaman kering tertinggi dijumpai pada
tanaman selada dengan perlakuan rakitan P2 yang ditanam di lokasi I sebesar 6,55
yang sama pada tanaman selada dengan perlakuan rakitan P2 memiliki bobot
tanaman kering lebih tinggi dibanding perlakuan rakitan P1. Pada rakitan P2
50
berperan dalam pertumbuhan generatif dan perkembangan akar tanaman
yang dihasilkan oleh sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang
tergantung pada lanju fotosintesis tanaman tersebut (Lakitan, 1996). Nilai rerata
lokasi I. Hal ini diduga akibat tanaman selada yang ditanam di lokasi II memiliki
umur tanam yang lebih lama, sehingga pada saat dilaksanakan analisis dari hasil
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Rakitan teknologi produksi selada organik yang memiliki kinerja lebih baik di
dataran tinggi dan dataran medium adalah rakitan P2, yaitu: Pupuk kandang
kambing + POC tanah SO-Kontan Lq. (6 ml/l) + kombinasi POC daun SO-
Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati maja gadung (6%) + daun bambu +
pada seluruh variabel kecuali variabel jumlah daun, kehijauan daun dan bobot
B. Saran
1. Perlu penelitian kaji tindak (action research) dan survei potensi pasar selada
ekonomis).
selada organik melalui program kegiatan PKM oleh perguruan tinggi dan
52
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed. 2009. Tanaman Mindi sebagai Bahan Insektsida Botanai. p.187-190 (On-
line) http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=588 diunduh
tanggal 12 November 2016.
Anggraeni, I dan Djatnika, I., 1999. upaya Pengendalian Embun tepung pada bibit
Acacia mangium dengan benomil, tepung gambir dan kulit buah mahoni.
Prosiding. Kongres nasional XV dan seminar Ilmiah PFI, 16-18 september
1999. Purwokerto.
Cahyono, B. 2014. Teknik Budidaya Daya dan Analisis Usaha Tani Selada. CV.
Aneka Ilmu, Semarang. 114 hal.
Devlin, R. 1997. Plant Physiology. 3rded. D. Van Nostrand Co, New York.
Duaja, W. 2012. Pengaruh Pupuk Urea, Pupuk Organik Padat dan Cair Kotoran
Ayam terhadap Sifat Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Selada Keriting di
Tanah Inceptisol. J. Hort. 1(4): 236-246.
Elsppat, T. 1999. Pengawetan Kayu dan Bambu. Edisi II. Penerbit Puspa Swara,
Jakarta.
53
Fariudin, R., E. Sulistyaningsih dan S. Waluyo. 2013. Pertumbuhan dan Hasil
Dua Kultivar Selada (Lactuca Sativa L.) dalam Akuaponika pada Kolam
Gurami dan Kolam Nila. Jurnal Fakultas Pertanian. UGM, Yogyakarta.
Guadalupe, A.S. 2000. Organic Fertilizer for Flowers, Vegetables and Plants.
(On-line) http://www.upd.edu.ph/serdef/Philippine%20Floriculture%20-
Industry/Organic%20Fertilizer.doc. Diakses tanggal 12 November 2016.
Hartatik dan Widowati, 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan, Pertanian.Bogor.
Haryanti, S. 2010. Pengaruh naungan yang berbeda terhadap jumlah stomata dan
ukuran porus stomata daun Zephyranthes Rosea lindl. Buletin Anatomi dan
fiologi. 18 (1): 41-48.
IFOAM. 2008. The World of Organic Agriculture - Statistics & Emerging Trends
2008. (On-line) http://www.soel.de/fachtheraaii downloads/s_74_l O.pdf.
Diunduh tanggal 12 November 2016.
Leiwakabessy M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. IPB Press,
Bogor.
54
Litbangtan, 2007. Piretrum Nimba. (On-line) Diakses dari
http://jabar.litbang.deptan.go.id/pdf/liptan/nabati.pdf. (12 November 2016).
Manohara, D., Dono Wahyono dan Sukamto, 1993. Pengaruh Tepung dan
Minyak Cengkeh Terhadap Phytophthora, Rigidoporus, dan Sclerotium.
Prosiding. Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida
Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.
Manullang, Gerald Sehat., Abdul Rahmi dan Puji Astuti. 2014. Pengaruh Jenis
Dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Varietas Tosakan. Jurnal Agrifor 13
(1): 1412 – 6885.
Mirin, A., 1997. Percobaan Pendahuluan pengaruh Ekstrak daun Nimba Terhadap
pertumbuhan Jamur Colletotrichum capsici. Prosiding. Kongres nasional
XIII dan seminar ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram 25-
27 September 1995.
Nandini, L. 1989. Memaanfaatkan Produk Alami Mimba, Mindi dan kulit jambu
Mete dalam proteksi Tanaman. Prosiding. Kongres I HPTI. Sastrodiharjo,
1990. Jakarta.
Noveriza, R dan M. Tombe, 2000. Uji In Vitro Limbah Pabrik Rokok Terhadap
Beberapa Jamur Patogenik Tanaman. (On-line) Diakses dari http:// www.
Balittro.go.id / tanggal 12 November 201.
Pardosi, Andri H., Irianto dan Mukhsin. 2014. Respons Tanaman Sawi terhadap
Pupuk Organik Cair Limbah Sayuran pada Lahan Kering Ultisol. Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September
2014.
55
Pranowo, T. 2009. Bertanam Burger Idola Sayuran Eksklusif Berharga Tinggi.
Graha Tani, Malang. 102 hal.
Samadi, B. 2014. Rahasia Budidaya Selada. Pustaka Mina, Jakarta. 110 hal.
56
Soehardjan, M., 1993. Penggunaan, Permasalahan serta Prospek Pestisida Nabati
dalam PHT. Prosiding: Seminar Hasil Penelitian dalan Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. Bogor 1-2 Desember 1993. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat, Jakarta.P. 6-7,8-9.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing
Co., New Delhi. Hal 186.
Wijayanti, M.A. 2006. Uji Kelarutan Batu Ginjal Kalsium dalam Fraksi Air dan
Fraksi Etil Asetat daun Mindi (Melia azederach L) secara in vitro dengan
Metode Spektrofotometri Serapan Atom. F. Farmasi UMS. (On-line)
http://etd.library.ums.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptums-
gdl-s 1 -2007-ninyomansa-6683. Diunduh tanggal 19 Februari 2009.
Zakiah, Z., Marwani dan H.A. Siregar., 2003. Peningkatan Produksi Azadirachta
indica. Journal Matimatika dan Sains. Jururan biologi FMIPA Tanjungpura.
Pontianak. Hlm 141-146.
57
LAMPIRAN
Keterangan:
P1 = Teknologi Rakitan 1 (Pupuk kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq.
(6 ml/l) + kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati
maja gadung (6%) + agensi hayati Trichoderma hazarium (10 g/tanaman)).
58
P2 = Teknologi Rakitan 2 (Pupuk kandang kambing + POC tanah SO-Kontan Lq.
(6 ml/l) + kombinasi POC daun SO-Kontan Fert. (6 ml/l) + pestisida nabati
maja gadung (6%) + daun bambu + agensi hayati Trichoderma hazarium (10
g/tanaman)).
U...= Ulangan ke-…
59
Lampiran 2. Deskripsi Selada Grand Rapids
60
Lampiran 3. Analisis data
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
9.89E-
PERLAKUAN 241.0842 1 241.0842 20.12792 05
Residual 359.328 30 11.9776
Total 600.4122 31 19.36814
C.V. (%): 11.6785553146519
S.E.M.: 0.865216719131591
S.E.D.: 1.22360121858785
LSD (p<0.05): 2.49892706621859
LSD (p<0.01): 3.36489803281614
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 5.040312 1 5.040312 1.768883 0.193544
Residual 85.48299 30 2.849433
Total 90.5233 31 2.920106
C.V. (%): 8.22049039211878
S.E.M.: 0.42200658098916
S.E.D.: 0.59680743024557
LSD (p<0.05): 1.21884337650645
LSD (p<0.01): 1.64121783919194
61
2. Jumlah daun (helai)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 160.5035 1 160.5035 18.62159 0.00016 **
Residual 258.5764 30 8.619213
Total 419.0799 31 13.51871
C.V. (%): 11.680131084657
S.E.M.: 0.733962403832304
S.E.D.: 1.0379795857716
LSD (p<0.05): 2.11983711822431
LSD (p<0.01): 2.85443934936342
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 10.88889 1 10.88889 8.500181 0.006658 **
Residual 38.43056 30 1.281019
Total 49.31944 31 1.59095
C.V. (%): 11.8878342536753
S.E.M.: 0.282955221558834
S.E.D.: 0.400159111872787
LSD (p<0.05): 0.817233932315758
LSD (p<0.01): 1.10043581838548
62
3. Kehijauan daun (mg/g)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 5.390139 1 5.390139 0.553887 0.462524
Residual 291.9442 30 9.731472
Total 297.3343 31 9.591429
C.V. (%): 15.8838948692301
S.E.M.: 0.779882692347105
S.E.D.: 1.10292068057732
LSD (p<0.05): 2.25246452742808
LSD (p<0.01): 3.03302707781704
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 79.90587 1 79.90587 3.326573 0.078145
Residual 720.6144 30 24.02048
Total 800.5202 31 25.82323
C.V. (%): 22.373990290634
S.E.M.: 1.22526729636418
S.E.D.: 1.73278962805043
LSD (p<0.05): 3.53882852993187
LSD (p<0.01): 4.76516394568506
63
4. Luas daun (cm2)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 1482.537 1 1482.537 7.156101 0.01198 *
Residual 6215.134 30 207.1711
Total 7697.671 31 248.312
C.V. (%): 11.7706760327112
S.E.M.: 3.59836003408436
S.E.D.: 5.08884956250341
LSD (p<0.05): 10.3928172957613
LSD (p<0.01): 13.9943141785419
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
3.58E-
PERLAKUAN 2349.209 1 2349.209 53.83255 08 **
Residual 1309.176 30 43.63919
Total 3658.384 31 118.0124
C.V. (%): 5.10206645236526
S.E.M.: 1.65149905073648
S.E.D.: 2.33557235579782
LSD (p<0.05): 4.76987509194448
LSD (p<0.01): 6.42281382703576
64
5. Lebar bukaan stomata (µm)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 0.000522 1 0.000522 5.861094 0.021739 *
Residual 0.00267 30 8.9E-05
Total 0.003192 31 0.000103
C.V. (%): 17.8295294908668
S.E.M.: 2.35851244378493E-03
S.E.D.: 3.33544028502636E-03
LSD (p<0.05): 6.81187782374689E-03
LSD (p<0.01): 9.17244628655552E-03
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 0.000927 1 0.000927 10.2654 0.003206 **
Residual 0.00271 30 9.03E-05
Total 0.003638 31 0.000117
C.V. (%): 14.4594776559716
S.E.M.: 2.37617415845227E-03
S.E.D.: 3.36041772144368E-03
LSD (p<0.05): 6.86288855417099E-03
LSD (p<0.01): 9.2411341281404E-03
65
6. Bobot akar segar (g)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
4.9E-
PERLAKUAN 111.4151 1 111.4151 120.6892 12 **
Residual 27.69472 30 0.923157
Total 139.1098 31 4.487414
C.V. (%): 24.8024501113137
S.E.M.: 0.240202686771366
S.E.D.: 0.339697897350523
LSD (p<0.05): 0.693755659222418
LSD (p<0.01): 0.934167741239863
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
3.54E-
PERLAKUAN 7.424089 1 7.424089 53.90627 08 **
Residual 4.131665 30 0.137722
Total 11.55575 31 0.372766
C.V. (%): 19.3433060023264
S.E.M.: 9.27773463423738E-02
S.E.D.: 0.131206981478371
LSD (p<0.05): 0.267960404347704
LSD (p<0.01): 0.360818628783196
66
7. Bobot akar kering (g)
Lokasi 1:
EFFECT SS DF MS F ProbF
1.29E-
PERLAKUAN 0.250868 1 0.250868 91.41712 10 **
Residual 0.082326 30 0.002744
Total 0.333194 31 0.010748
C.V. (%): 21.4913789018235
S.E.M.: 1.30963090149406E-02
S.E.D.: 1.85209778259581E-02
LSD (p<0.05): 3.78248828777202E-02
LSD (p<0.01): 5.09326085211997E-02
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 0.000378 1 0.000378 0.353182 0.556773
Residual 0.032119 30 0.001071
Total 0.032497 31 0.001048
C.V. (%): 20.4103900049545
S.E.M.: 8.18010161917316E-03
S.E.D.: 1.15684106514248E-02
LSD (p<0.05): 2.36258464365867E-02
LSD (p<0.01): 0.031813079010099
67
8. Volume akar (cm3)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
3.98E-
PERLAKUAN 59.49587 1 59.49587 101.2046 11 **
Residual 17.63632 30 0.587877
Total 77.13219 31 2.488135
C.V. (%): 24.2046141429943
S.E.M.: 0.191682894819114
S.E.D.: 0.271080549528127
LSD (p<0.05): 0.553620339740297
LSD (p<0.01): 0.745470332968964
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 2.42 1 2.42 18.76575 0.000152 **
Residual 3.86875 30 0.128958
Total 6.28875 31 0.202863
C.V. (%): 22.0142645480615
S.E.M.: 8.97769226100631E-02
S.E.D.: 0.126963741543271
LSD (p<0.05): 0.259294552302772
LSD (p<0.01): 0.349149737404628
68
9. Panjang akar (cm)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
1.17E-
PERLAKUAN 438906.4 1 438906.4 74.9711 09 **
Residual 175630.3 30 5854.342
Total 614536.7 31 19823.76
C.V. (%): 28.9162755295823
S.E.M.: 19.1284174743986
S.E.D.: 27.051667419029
LSD (p<0.05): 55.2468752669046
LSD (p<0.01): 74.391967824076
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 9343.445 1 9343.445 16.40074 0.000333 **
Residual 17090.89 30 569.6965
Total 26434.34 31 852.7206
C.V. (%): 19.406120185303
S.E.M.: 5.96707873635279
S.E.D.: 8.43872367669822
LSD (p<0.05): 17.2341729312579
LSD (p<0.01): 23.206453432575
69
10. Bobot tanaman segar (g)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 3058.141 1 3058.141 16.22744 0.000353 **
Residual 5653.648 30 188.4549
Total 8711.79 31 281.0255
C.V. (%): 17.7375799515041
S.E.M.: 3.43197228588411
S.E.D.: 4.85354175238591
LSD (p<0.05): 9.91225463640578
LSD (p<0.01): 13.3472187234683
Lokasi 2:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 0.20855 1 0.20855 0.002335 0.961784
Residual 2679.981 30 89.33271
Total 2680.19 31 86.45774
C.V. (%): 18.5951755125688
S.E.M.: 2.3628996058923
S.E.D.: 3.34164466917894
LSD (p<0.05): 6.82454886661
LSD (p<0.01): 9.18950831600817
70
11. Bobot tanaman kering (g)
Lokasi 1:
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
4.37E-
PERLAKUAN 73.78088 1 73.78088 52.74628 08 **
Residual 41.96365 30 1.398788
Total 115.7445 31 3.733694
C.V. (%): 23.5251778971709
S.E.M.: 0.295675953350944
S.E.D.: 0.4181489432965
LSD (p<0.05): 0.85397406952591
LSD (p<0.01): 1.1499077766091
Lokasi 2:
Btk
ANOVA TABLE
EFFECT SS DF MS F ProbF
PERLAKUAN 0.845 1 0.845 2.014881 0.166071
Residual 12.58139 30 0.41938
Total 13.42639 31 0.433109
C.V. (%): 17.8616164410876
S.E.M.: 0.161898807773045
S.E.D.: 0.228959489684675
LSD (p<0.05): 0.4675976593918
LSD (p<0.01): 0.629637601475828
71
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian
72
Gambar 3. Pembuatan media tanam.
73
Gambar 5. Pindah tanam.
74
Gambar 7. Pengukuran lebar bukaan stomata.
75
Gambar 9. panen dan penghitungan bobot tanaman segar.
76
Gambar 11. Pengukuran luas daun.
77
RIWAYAT HIDUP
78