Anda di halaman 1dari 34

TUGAS TUTORIAL

Penyakit Degeneratif

Skenario 1

Oleh

Anastasia Citra Purwani

112010101001

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER

1
Penyakit Degeneratif

Vaskular

A. Penyakit Jantung Koroner

Definisi
PJK adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitan
arteri koronaria karena proses atherosclerosis atau spasme.

Faktor Risiko
1. Faktor Risiko Mayor
a. Hiperkolesterolemia
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Diabetes Melitus
e. Genetik
2. Faktor Risiko Minor
a. Laki-laki
b. Obesitas
c. Stres
d. Kurang Olahraga
e. Menopause

Patofisiologi
Manifestasi PJK disebabkan karena ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen sel otot jantung dengan masukannya. Masukan oksigen untuk sel
otot jantung tergantung dari oksigen dalam darah dan pembuluh darah arteri
koronaria. Penyaluran oksigen yang kurang dari a. koronaria akan
menyebabkan kerusakan sel otot jantung. Hal ini terutama disebabkan
karena proses pembentukan plak aterosklerosis. Sebab lainnya dapat berupa
spasme (kontraksi) pembuluh darah atau kelainan kongenital.

Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan menimbulkan kematian


sel otot jantung, yaitu disebut dengan infark jantung akut yang ireversibel.

2
Hasil dari kerusakan ini juga akan menyebabkan gangguan metabolik yang
akan berefek gangguan fungsi jantung dengan manifestasi gejala
diantaranya adalah nyeri dada.

Pemeriksaan Penunjang
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Laboratorium
 Foto Dada
 Pemeriksaan Jantung non invasive
o EKG istirahat
o Uji latihan Jasmani (treadmill)
o Uji latihan jasmani kombinasi pencitraan
o Ecocardiografi istirahat
o Monitoring EKG ambulatory
 Pemeriksaan jantung invasive
o Arteriografi Koroner
o Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)

Manifestasi Klinik PJK


1. Asimptomatik
2. Angina Pektoris
3. Infark Miokard Akut
4. Dekompensasi Kordis
5. Aritmia Jantung
6. Mati Mendadak
7. Syncope

Asimptomatik
 Tidak mengeluh adanya nyeri dada baik pada istirahat maupun
aktifitas
 Hasil uji beban latihan menunjukkan adanya iskemia
 EKG depresi segmen ST
 Pemeriksaan Penunjang lain normal

3
Angina Pektoris Stabil (Stable Angina)
Manifestasi Klinik

 Nyeri timbul saat aktivitas, singkat 1-5 menit, hilang saat istirahat
 Bersifat seperti tertekan,panas/ diremas
 Kronik >2 bulan
 Nyeri precordial terutama di retrosternal
 Nyeri menjalar ke lengan kiri atas/bawah bagian medial,ke leher,
daerah maksila hingga dagu ke punggung

Predisposisi Nyeri

 Aktifitas Fisik
 Stres
 Emosi
 Anemia
 Udara dingin

Hasil Pemeriksaan

 EKG normal (50-70% penderita), dapat juga terjadi perubahan


segmen ST (depresi ST atau inverse gelombang T) hal tersebut nyata
pada uji beban latihan

Pengobatan

Prinsip pengobatan penderita angina pectoris secara umum hampir sama


dengan subset klinis PJK lainnya, yaitu menjaga agar suplai oksigen selalu
seimbang dan kebutuhan oksigen miokard.

Modalitas Terapi adalah medikamentosa meliputi golongan nitrat, Calsium


antagonis, Beta bloker, Anti-thrombogenik

Selain obat-obatan dapat dilakukan PTCA / CABG.

4
Angina Pektoris Tidak Stabil ( Unstable Angina)
Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama
dengan penderita angina stabil.

Manifestasi Klinis :

 Nyeri progresif
 Frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah sering dan lamanya
semakin bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah
 Sering timbul saat istirahat
 Pemberian nitrat tidak menghilangkan keluhan.

Patofisiologi

Unstable angina sering disebut sebagai pre-infraction, terjadi karena plaque


atherosclerosis mengalami thrombosis sebagai akibat plaque
rupture(fissuring), di samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum
terjadi oklusi total/ intermiten.

Hasil Pemeriksaan

 EKG depresi segmen-ST


 Kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan

Pengobatan

 Analgesik
 Oksigen
 Antitrombotik
 Nitrat
 Calsium-antagonist
 Betabloker
 Antikoagulan
 Tata laksana lain : PTCA/CABG

5
Variant Angina (PRINZMETAL’s ANGINA)
Patofisologi

Stenosis arteri koroner Spasme arteri koroner  iskemia miokard

Manifestasi Klinis

 Terjadi pada penderita lebih muda


 Nyeri sering terjadi pada antara tengah malam sampai jam 8 pagi
 Nyeri sangat hebat

Hasil Pemeriksaan

 EKG elevasi-ST
 Aritmia Jantung

Pengobatan

 Nitrat
 Calcium antagonis
 Alfa bloker

Infark Miokard Akut


Manifestasi Klinis

 Gejala Prodomal
o Chest discomfort
o Penderita merasa lemah dan kelelahan
 Nyeri Dada
o Nyeri sangat berat bahkan banyak penderita yang tidak dapat
menahan rasa nyeri tersebut
o Nyeri dada > 30 menit
o SIfat nyeri seperti tertekan, remas, berat, kadang tajam
o Lokasi nyeri retrosternal menjalar ke kedua dinding dada
terutama dada kiri, ke bawah ke bagian medial lengan
menimbulkan rasa pegal pada pergelangan,tangan dan jari.

6
o Gejala lain : mual, muntah, badan lemah, pusing, berdebar
dan keringat dingin.

Hasil Pemeriksaan

 Levine Sign
 Aritmia jantung
 Pemeriksaan aukskultasi jantung suara jantung (S1) melemah dan
sering tidak terdengar, sering terdengar gallop (S3/S4)
 Pemeriksaan foto dada normal kecuali Infark miokard akut yang
disertai komplikasi edema paru akut.
 EKG menunjukkan elevasi segmen-ST sesuai dengan lokasi dinding
ventrikel yang mengalami infark.
 Laboratorium , peningkatan serum marker seperti CK-MB, SGOT,
LDH, dan cTnI, cTnT

Tata Laksana

Prinsip dasar : mengusahakan adanya perbaikan aliran darah koroner serta


mengurangi kebutuhan oksigen

1. Oksigen
segera
2. Infus
3. Pengobatan
a. Analgesik biasanya morfin secara IV dengan pengenceran ,
dosis awal 2,0-2,5 mg
b. Nitrat (efek vasodilatasi) diberikan spray/sublingual
kemudian dilanjutkan dengan peroral/IV
c. Aspirin (Antitrombotik)
d. Beta bloker

B. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut

7
usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg.

Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya :

1. Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten


tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme
kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui
penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi.
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar
kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya
diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi.

Berdasarkan bentuk hipertensi :

1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan


tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik.
Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu
peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
3. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik.
Umumnya ditemukan pada usia lanjut.

Menurut WHO

Klasifikasi Sistolik Diastolik (mmHg)


(mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90

8
Hipertensi sistolik 140-160 <90
perbatasan

Patofisiologi

9
Manifestasi Klinis

 Nyeri kepala saat terjaga


 Mual mual akibat peningkatan tekanan darah intrakranial
 Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
 Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat
 Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus
 Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler
 Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka
merah, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa
pegal

Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran Tekanan Darah
b. Pengukuran BMI
c. Pemeriksaan sistim kardiovaskuler terutama ukuran jantung
d. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkospaseme
e. Pemeriksaan fundus optikus dan sistim syaraf
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis untuk darah, protein dan gula serta pemeriksaan
mikroskopik urin
b. Serum Kalium, kreatinin, GDP & 2 jam dan kolesterol total
c. EKG
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Kolesterol HDL, LDL, TG
b. Asam urat

10
c. Echocardiograf
d. USG vaskuler
e. USG renal

Tata Laksana

1. Non Farmakologi
a. Berhenti merokok
b. Penurunan berat badan
c. Berhenti konsumsi alcohol
d. Penurunan diet garam
e. Perubahan diet kompleks
f. Peningkatan aktivitas fisik
g. Penanganan faktor psikologi dan stress

2. Farmakologi
Pilihan Obat Antihipertensi
Golong Indikasi Indikasi KI kuat KI mungkin
an Obat Kuat Mungki
n
Diureti  Gaga DM Pirai Dislipidemia
k l ,Pria seksual
Jantu aktif
ng
 Ortu
 HT
sistol
ik
Beta Angina Gagal Asma Bronkial, Dislipidemia
Bloker pectoris, jantung, PPOM, Penderita
Paska IM, Kehamil Blok Jantung dengan fisik
Takiaritmia an, DM aktif,
Penyakit

11
vaskuler
perifer
ACE Gagal Penyaki Kehamilan,
inhibito jantung, t Hiperkalemia,St
r Disfungsio pembul enosis a.renalis
ventrikel uh darah bilateral
kiri, perifer
Paska IM,
Nefropati
diabetic
Ca Angina Intolera Blok Jantung Gagal
Antago pectoris,Ort nsi gula jantung
nist u, kongestif
HT sistolik
Alfa Hipertrofi Gagal HT
Bloker prostat jantung ortostatik
AA2 Batuk Kehamilan
karena Stenosis
penyekat a.renalis
ACE bilateral

C. TIA (Transient Iscemic Attack)


Manifestasi Vasospasmus regional yang berlangsung sementara

Patofisiologi

Peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi berlebihanvasospasmus


 iskemik  gejala sesuai daerah otak yang terkena  vasospasmus
normal kembali  pulih

Deficit neurologi yang terjadi mendadak dan pulih kembali dalam kurun
waktu <24jam.

Pemeriksaan

12
 EKG
 Foto Thorax
 Darah Lengkap
 Kimia darah

Tata Laksana

 Kontrol gaya hidup


 Antiplatelet : Acetosal (100-300 mg/hari peroral)/ clopidogrel
75mg/hari

D. Stroke

Stroke iskemik Akut


Deficit neurologi fokal mendadak >24jam, disebabkan oleh gangguan
primer peredaran darah berupa thrombosis, embolisme/ kelainan non oklusif
yang mengakibatkan kematian sel neuron dan deficit neurologi fokal.

Manifestasi Klinis:

 Hemiparesis/hemiplegic akut
 Kehilangan hemisensori akut
 Komplit/ parsialhemianopsia
 Disartria
 Ataksia
 Vertigo,nistagmus
 Diplopia

Manifestasi klinis menurut lokasi:

 A. serebri anterior
o Grasping,sucking reflex
o Kelemahan kontralateral
o Inkontinensia urin
o Deficit sensori kontralateral
o Penurunan status menta

13
 A. serebri posterior
o Homonimus hemianopsia kontralateral
o Agnosia visual
o Penurunan memori dan status mental

Pemeriksaan

 CT scan
 EKG
 Pemeriksaan fisik  atrial fibrilasi,aukskultasi murmur,gallop
 Pemeriksaan neurologi
 KGD
 Elektrolit serum
 Darah lengkap

Tatalaksana

 Terapi umum
 rtPA IV 0,9 mg/kgBB dengan dosis maksimum 90mg diberikan 3
jam setelah stroke
 Acetosal dosis rendah 100-300mg sejak dini selang waktu <48jam
 Neuroprotektan (piracetam dan citicoline).

Muskuloskeletal

A. Osteoartritis
Osteoartritis adalah penyakit degenerative yang ditandai dengan kerusakan
tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta
sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–
otot yang menghubungkan sendi.

Manifestasi Klinis

 Nyeri sendi
 Kaku pagi

14
 Hambatan gerakan sendi
 Krepitasi
 Pembesaran sendi
 Pembengakakan asimetris
 Tanda-tanda peradangan
 Perubahan gaya berjalan

Pemeriksaan Diagnostik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik
Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
 Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut ).

 Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).

 Kista pada tulang

 Osteofit pada pinggir sendi

 Perubahan struktur anatomi sendi.

Pemeriksaan Laboratorium
Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan
sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein.

Tata Laksana
1. non-farmakologis
a. Edukasi
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
c. Penurunan berat badan
2. Farmakologi
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor
Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen
b. Chondroprotective Agent
``` 3.Terapi pembedahan

15
B. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan
kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial.

Etiologi

 mekanisme imunitas (antigen-antibodi)


 faktor metabolic
 infeksi virus

Faktor Resiko

 Wanita
 Riwayat keluarga
 Usia < tua
 Paparan salisilat dan merokok

Penurun Resiko :

 Makanan tinggi vitamin D


 Konsumsi the
 Kontrasepsi oral untuk wanita

Patofisiologi

Faktor pencetus  proliferasi makrofag dan fibroblast synovial limfosit


menginfiltrasi daerah perivaskular dan proliferasi sel endotel  pembuluh
darah sendi mengalami oklusi karena bekuan sel inflamasi  terjadi
pertumbuhan irregular jaringan synovial yang mengalami inflamasi
sehinhha membentuk jaringan pannus  pannus menginvasi dan merusak
rawan sendi dan tulang .

Manifestasi Klinik

1. Awitan
a. Kekakuan sendi pagi hari

16
b. Kadang malaise,anoreksia, demam ringan
c. simetris
2. Artikular
a. Nyeri kaku banyak sendi
b. Peradangan membrane synovial
c. Penipisan tulang rawan sendi
d. Sering metacarpophalangeal
3. Ekstra artikular
a. Umumnya terjadi pada penderita dengan titer rematoid serum
tinggi
b. Nodul rematoid
c. Mata : skleritis,episkleritis
4. Deformitas
a. Deviasi ulna

Pemeriksaan penunjang

 Faktor rheumatoid
 LED
 MRI
 Urinalisis  hematuria mikroskopik
 Pemeriksaan cairan sendi  tidak ada Kristal, glukosa rendah dan
kultur –

Kriteria diagnostic

 Kaku pagi hari


 Arthritis pada tiga sendi/ lebih
 Arthritis sendi tangan paling sedikit ada 1 pembengkakan
 Simetris
 Nodul rematoid nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang,
permukaan ekstensor
 Perubahan gambaran radiologis

17
Diagnosis ditegakkan bila terdapat 3 dari 6 kriteria diatas

Tata laksana

 Non farmakologi
o Puasa
o Suplementasi asam lemak esensial
o Terapi spa dan latihan
 Farmakologi
o NSAID  terapi awal untuk menurunkan nyeri dan bengkak
o Glukokortikoid < 10 mg/ hari  meredakan gejala dan
memperlambat kerusakan sendi
o DMARD  MTX, hidroksiklorokuin, leflunomid.

C. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan suatu kelainan metabolic tulang dimana
terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matrik
tulang. Merupakan hasil interaksi kompleks yang menahun antara factor
genetic dan lingkungan.

FaktorResiko

1. Umur
2. Ras Faktor keturunan
3. Aktivitas fisik yang kurang
4. Menopouse dini
5. Gizi
6. Gaya hidup
7. Hormonal
8. Obat
9. Jenis kelamin

Stadium Osteoporosis

18
1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih
banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini
biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun.
2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang
mulai turun (osteopenia).
3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun
hanya dengan sentuhan atau benturan ringan.
4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan
timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak ,
bahkan mengalami stres dan depresi.

Manifestasi Klinis

1. Tinggi badan berkurang


2. Bungkuk
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang

Pencegahan Osteoporosis

1. Asupan Kalsium cukup


2. Paparan sinar matahari
3. Hindari rokok dan minuman beralkohol
4. Diagnosa dini osteoporosis

Neuropsikiatri

A. Parkinson
Penyakit Parkinson (PD) adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem
saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan
ketidakteraturan pergerakan (movement disorder), tremor pada saat istirahat,
kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan kekakuan otot.

Etiologi

19
Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron
di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).

Manifestasi Klinis

 Rigiditas
 Tremor
 HIlangnya reflek postural
 Bradikinesia

Temuan Neurologis Utama Pada Parkinson

Temuan Neurologis Keterangan


Gerakan memilin pada jari tangan yang khas;
Tremor istirahat* tremor berkurang dengan gerakan voluntar selama
tidur.
Perlahan-lahan dalam memulai dan
Bradikinesia*
mempertahankan gerakan
Gerakan dihalangi dengan “menangkap” ; resistensi
Rigiditas roda pedati*
relatif konstan sepanjang rentang gerakan.
Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara
Kelainan posisi tubuh
berjalan yang capat, berbalik badan secara
dan cara berjalan*
bersamaan (en bolic).
Tulisan tangan yang kecil-kecil dan secara
Mikrografia perlahan; tremor dapat jelas terlihat ketika
menggambar lingkaran yang konsentrik.
Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin,
Wajah seperti topeng berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20
kali/ menit)
Suara datar (monoton) Bicara tanpa ekspresi
Refleks Hiperaktif Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari

20
glabelar di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan
pasien berkedip setiap kali ketukan.

Tata Laksana

Medikamentosa

1. Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan


ketika kekurangan dopamin.

2. Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan


karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di
dalam darah dan memperbaiki otak.

3. Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di


dalam otak.

4. Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.

5. Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk


menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.

B. Demensia
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup
sehari - hari.

Demensia Alzeimer
Etiologi

 Umur>65 tahun
 Faktor genetic
 Lesi desak ruang (SDH, tumor, abses)
 Infeksi
 Gangguan.metabolik (hipotiroid, hiperlipid)
 Zat toksik (obat, alcohol, arsen)

21
Patofisiologi

Adanya perubahan pada otak progresif dan irreversible (rusak neuron


korteks dan hippocampus yang berat), penimbunan amiloid dalam pembuluh
darah intrakranial  perubahan biokimia SSP (rusak neuron kolinergik &
deplesi kolin asetil transferase + somatostatin)

Manifestasi Klinis

 awal  pikun wajar, kurang berenergi, mengulang kata, salah


menempatkan benda, perubahan perilaku, hilang minat terhadap hal
yg disukai
 lanjut  perlu bantuan untuk melakukan aktivitas, ganggguan
berbahasa, lupa detail kejadian, halusinasi, waham, depresi
 akhir  tdk bs melakukan kegiatan tanpa bantuan

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik

 refleks glabela glabela diketuk pasien akan memejamkan mata


 Laboratorium  darah lengkap, vit B12, asam folat, elektrolit, glukosa,
pemeriksaan ginjal, enzim hati

Tatalaksana

 Antioksidan

C. ALS
penyakit/gangguan neuromuskular di mana sel-sel saraf UMN dan LMN
yang mengendalikan otot-otot gerak mati sehingga sinyal-sinyal dari otak ke
otot-otot itu tidak berjalan.

Etiologi

 Genetik
 Aging
 Lingkungan

22
Manifestasi Klinis

 Layuh pada kaki dan tangan


 kesulitan menelan, kesulitan berbicara, dan kesulitan bernapas.
 Berat badan menurun
 Suara berubah

Tata Laksana

Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan, hanya Riluzole yang dapat
memperlambat progresifitas penyakit ini

Berikut merupakan medikamentosa yang dapat digunakan untuk mengatasi


gejala,

 Baclofen/ diazepam untuk spasisitas


 Trihexyohenidil untuk penderita yang susah mengontrol saliva

Endokrin

A. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan
sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Manifestasi Klinis
 Haus/ polidipsi
 Poliuri
 Polifagi
 Berat badan menurun
 Gejala selanjutnya : badan terasa lemah, kurang gairah kerja, mudah
mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal,
gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit
sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan.

23
Tipe Diabetes Melitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Terjadi karena sel beta pancreas mengalami kerusakan sehingga
tidak dapat mensekresi insulin, tipe ini biasanya dimulai dari masa
kanak-kanak dan puncaknya pada usia pubertas.Penderita DM tipe 1
ini biasanya memiliki badan kurus.
2. Diabetes mellitus tipe 2
DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling sering
dijumpai. DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “kecacatan
dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin”. Pankreas
masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak
dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan
glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat.
DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 %
individu dengan DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat
obesitas.

Faktor Resiko
 Genetik
 Hipertensi
 Kolesterol
 Wanita dengan riwayat melahirkan lebih dari 4kg
 Riwayat DM gestational
 Riwayat keluarga
 Aktifitas fisik kurang

Pemeriksaan
 Uji penyaring
Digunakan untuk seseorang yang yang memiliki factor risiko DM
dan BMI >25

24
Berdasarkan standar WHO, yang digunakan untuk uji penyaring
adalah tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Langkah Uji TTGO :


o Pasien melakukan aktifitas dan diet biasa pada 3 hari
sebelum dilakukan pemeriksaan
o Pasien dipuasakan minimal 8jam
o Diambil sampel untuk pemeriksaan glukosa darah
o Setelah itu pasien dibebani dengan pemberian glukosa oral
sejumlah 75gram yang dilarutkan dalam air
o 2jam setelah pembebanan glukosa dilakukan uji kadar
glukosa darah
o Interpretasi :
 ≥ 200 mg/dl = DM
 140-199 = TGT
 <140 = normal
 Uji diagnostic
Uji yang dilakukan untuk seseorang dengan gejala DM.Apabila
ditemukan 4 gejala klasik DM cukup dilakukan 1 kali pemeriksaan
glukosa darah, bila tidak ditemukan gejala klasik maka harus
dilakukan 2x pemeriksaan glukosa darah.
Interpretasi
o Gejala Klasik + KGD sewaktu ≥200 mg/dl = DM
o Gejala Klasik + KGD puasa ≥126 mg/dl = DM
o Gejala Klasik + KGD 2 jam postprandial ≥200 mg/dl =
DM
Tata Laksana
 Pencegahan
o Latihan jasmani
o Pola makan
o Penyuluhan

25
 Pengobatan
o Golongan insulin sensitizing, misalnya metformin yang
bekerja di sel target insulin (sel otot,lemak, hepar),dengan
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel-sel tersebut.Obat
golongan ini tidak menyebabkan efek samping hipoglikemi.
o Golongan Secretagok insulin, misalnya sulfonylurea. Obat
ini bekerja pada sel beta pancreas dengan meningkatkan
sekresi insulin sehingga tidak boleh digunakan oleh DM tipe
1. Efek samping : hipoglikemi
o Golongan Alfa glukosidase inhibitor , misalnya acarbose.
Kerja obat ini dengan menghambat enzim glukosidase di
saluran pencernaan sehingga absorbsi glukosa post prandial
menurun.
o Gologan inkretin

Urologi

A. Inkontinensia Urin
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing.

Etiologi

 D : delirium
 I : infeksi
 A: atrophic vaginitis/uretritis
 P: pharmaceutical (sedative, diuretic, anti kolinergik)
 P:psychological disorder (depresi)
 E: endocrine disorder
 R: restricted mobility
 S: stool impaction

Klasifikasi

 Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)


 Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)

26
 Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence)
 Inkontinensia Fungsional

Inkontinensia Stress
Timbul akibat tekanan intraabdominal yg meningkat saat batuk, mengejan,
bersin.

Pada wanita usia lanjut yg mengalami:

 hipermobilitas uretra
 lemahnya otot dasar panggul karena sering partus, operasi,
penurunan estrogen

Tata Laksana

 Agonis adrenergic alfa (pseudoephedrine)


 Estrogen
 inj.periuretral
 operasi bagian leher Vesica Urinaria

Inkontinensia Urgensi
Tdk mampu menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul

Etiologi

 Motorik : lesi SSP (stoke, Parkinsonism, tumor otak, sklerosis


multiple) ,Lesi medula spinalis suprasakral
 Sensorik : hipersensitivtas Vesica Urinaria karena sistitis,uretritis

Manifestasi Klinis

 urgensi
 frekuensi
 nokturia

Tatalaksana

 relaksan Vesica Urinaria : (imipramin,hyoscamin, tolterodin)

27
 estrogen
 bladder training

Overflow Inkontinensia
Meningkatnya tegangan Vesica Urinaria karena obstruksi prostat hipertrofi
(BPH) pd laki-laki / lemahnya m.detrusor karena DM, trauma medula
spinalis, obat-obatan.

Manifestasi Klinis

 berkemih sedikit
 pengosongan Vesica Urinaria tdk sempurna
 nokturia

Tatalaksana

 operasi hilangkan sumbatan


 bladder retraining
 kateterisasi intermiten
 kateterisasi permanen

Inkontinensia Fungsional
Terjadi penurunan yang berat fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak
dapat mencapai toilet pada saat yg tepat

Contoh:

 demensia berat
 ganguan.mobilitas (arthritis genu, kontraktur)
 gangguan neurologik dan psikologik

Tatalaksana

 intervensi behavioral
 manipulasi lingkungan

28
Gastrointestinal
A. Inkontinensia Alvi
Inkontinensia Alvi adalah pengeluaran urin atau feses tanpa disadari, dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah
gangguan kesehatan dan/atau sosial.

Klasifikasi etiologi
 Inkontinensia alvi akibat konstipasi
Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan
atau impaksi dari massa feses yang keras (skibala). Massa feses yang
tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan
menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano-rektal.
Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara
flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes
keluar.

 Inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada


usus besar

 Inkontinensia alvi simtomatik dapat merupakan penampilan klinis


dari macam – macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan
diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan
berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit
pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada
saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang
cair. Penyebab yang paling umum dari diare pada lanjut usia adalah
obat – obatan, antara lain yang mengandung unsur besi, atau
memang akibat pencahar

 Inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses


defekasi (inkontinensia neurogenik)

29
 Inkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguann fungsi
menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan atau distensi
rektum. Proses normal dari defekasi melalui reflek gastro-kolon.
Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan
menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rekum.
Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti
halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum
pada orang dewasa normal, karena ada inbisi atau hambatan dari
pusat di korteks serebri.
 Inkontinensia alvi karena hilangnya reflek anal
 Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya refleks anal,
disertai kelemahan otot-otot seran lintang. Parks, Henry dan Swash
dalam penelitiannya, menunjukkan berkurangnya unit – unit yang
berfungsi motorik pada otot – otot daerah sfingter dan pubo-rektal,
keadaan ini menyebabkan hilangnya reflek anal, berkurangnya
sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat
berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra
abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini
sebaiknya diserahkan pada ahli progtologi untuk pengobatannya.

Manifestasi klinis

 Feses yang cair atau belum berbentuk, sering bahkan selalu keluar
merembes
 Keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali perhari,
dipakaian atau ditempat tidur.
 Tidak dapat mengendalikan gas atau kotoran, yang mungkin cair
atau padat, dari perut
 tidak sempat ke toilet untuk tidak berak di celana.

30
Tatalaksana

 Pada overflow inkontinence yang disebabkan konstipasi, perlu


diberikan obat pencahar, dan perlu pula dibantu dengan pemberian
makanan yang mengandung banyak serat (buah-buahan dan sayur-
sayuran, tahu, tempe dan lain-lain), minum yang cukup serta perlu
gerakan tubuh yang cukup.
 Pada inkontinensia simtomatik, perlu diketahui terlebih dahulu
penyakit yang menyebabkannya dan memberikan pengobatan.
 Pada neurogenic inkontinence, pengobatannya sulit. Hal yang paling
penting adalah melatih penderita untuk memasuki kamar kecil (WC)
setiap kali setelah makan dan berjalan di pagi hari ataupun setelah
minum air panas. Latihan ini saja dapat memadai pada sebagian
penderita. Jika perlu, dapat diberikan obat pencahar setelah makan
dan dua puluh menit kemudian, penderita harus telah berada di
kamra kecil. Jika tidak menolong dapat dilakukan dengan memompa
kotoran tadi dengan alat dan melatih pola buang air besar yang
teratur. Pada anorektal inkontinence perlu dilatih kekuatan otot-otot
pada dasar panggul.

B. Iritable Bowel Syndrome


IBS adalah gangguan fungsi yang ditandai dengan gejala seperti nyeri atau
peraaan tidak enak di perut gangguan dalam defekasi tanpa didapatkan
kelainan struktur atau anatomi.

Manifestasi Klinis

Nyeri perut berulang atau gangguan minimal 3 hari setiap bulan dalam
kurun waktu 3 bulan dengan dua atau lebih gejala ini :

 Keluhan berkurang setelah buang air besar (BAB)

 Kekambuhan berkaitan dengan peningkatan frekuensi BAB

31
 Kekambuahn berkaitan dengan berubahnya konsistensi kotoran (dari
padat menjadi cair).

Derajat keparahan IBS


Ringan Sedang Berat
Gejala klinis
Persentase penderita 70% 25% 5%
Kaitan dengan +++ ++ +
gangguan fisiologi sal
cerna
Nyeri berterusan 0 + +++
Gangguan Psikososial 0 + +++
Jenis penanganan Dokter Spesialistik Sub
Keluarga/primer spesialistik

Tatalaksana

 Stool-Bulking Agent
Obat ini bersifat memadatkan kotoran sehingga mengurangi
frekuensi BAB, seperti attapulgit yang banyak dijual bebas.
 Antispasmodik
Obat antikolinergik yang mempengaruhi saraf otonom dalam tubuh
dapat mengurangi keluhan nyeri /kram pada penderita dengan IBS.
Dari 26 penelitian didapatkan penurunan rasa nyeri pada 62 sd 64%
penderita, Obat jenis ini terbaik digunakan pada awal terjadinya
nyeri/kram sehingga lebih optimal.
 Obat anti diare
Bila diare memberat, loperamid dalam dosis rendah, 2–4 mg setiap
4-6 jam dapat diberikan.
 Obat antidepresan

32
Selain memperbaiki kondisi depresi, obat ini terbukti dapat
mengurangi gejala pada penderita IBS. Sayang tidak seperti obat
yang lain, jenis ini tidak dijual bebas/
 Terapi anti kembung
Pasien sebaiknya diminta untuk makan perlahan lahan, dan
menghindari permen karet dan minuman berkarbonasi (soda).
Makanan lain yang juga dapat mengganggu adalah produk susu,
buah dan sayur tertentu.
 Aktivator kanal Klorida
Lubiprostone sejenis bicyclic fatty acid merupakan obat jenis baru
yang dapat membantu sulit BAB (konstipasi) pada penderita dengan
IBS.

33
DAFTAR PUSTAKA

Soesetyo, Boedi dr. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga


University Press. Surabaya
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Sagung
Seto. Malang
Sudoyo W, Setiyohadi, Idrus, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi V. Interna Publishing. Jakarta
Majid, Abdul. 2007. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi,
Pencegahan dan Pengobatan Terkini. USU e-repository

34

Anda mungkin juga menyukai