Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi dan modernisasi telah merubah semua tatanan kehidupan

manusia mulai dari sistem politik hingga bergesernya status kesehatan yang di

hadapi oleh seseorang dalam menjalani hidup dan kehidupanya. Masalah

kesehatan telah berubah dari penyakit infeksi menjadi penyakit yang disebabkan

oleh karena pola perilaku dan gaya hidup yang semakin modern sehingga

muncullah penyakit degenerative yang salah satunya adalah hipertensi.

Data yang dilansir oleh organisasi kesehatan dunia World Health

Organization (WHO, tahun 2000) bahwa jumlah penderita tekanan darah tinggi

atau hipertensi sekitar 972 juta orang atau 26,4% dari total penduduk dunia.

Prevalensi hipertensi diperkirakan akan meningkat 29,2% pada tahun 2025. Dari

972 juta, 333 juta berada di negara maju dan 639 juta sisanya berada di negara

sedang berkembang (2000). Hipertensi merupakan salah satu penyakit akibat

pola gaya hidup diera modernisasi. Walaupun hipertensi bukan merupakan

penyakit menular namun menurut WHO tahun 2002, hipertensi merupakan 43%

penyakit di dunia yang menyumbang 60% penyebab kematian di seluruh dunia,

diperkirakan pada tahun 2020 penyakit tekanan darah tinggi menjadi 73%

penyebab kematian dan 60% beban penyakit dunia (USU, 2010).

1
Fenomena ini adalah akibat persaingan yang semakin tajam sebagai

dampak globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) memaksa

setiap individu melakukan usaha peningkatan taraf hidup dan menciptakan

keunggulan kompetitif yang bisa menjamin kelangsungan hidupnya. Tanpa

menemukan, menciptakan, dan mengelaborasi keunggulan kompetitif, sulit

rasanya bagi setiap individu untuk memenangkan persaingan dalam mencapai

kesuksesan hidupnya di era modern ini.

Sehingga jika individu yang dihadapkan pada persoalan ini memiliki koping

individu yang in efektif ditambah dengan tipe kepribadian tertentu maka akan

semakin meningkat jumlah kasus hipertensi sebagaimana yang telah

diidentifikasi oleh Ivanosevich dan Mateson (1980). Sebagaimana yang dikatakan

oleh Wrosc Heckhausen & Lachman (2006) bahwa kepribadian sangat penting

bagi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung kepribadian dapat

mempengaruhi kesehatan dengan berperilaku baik atau buruk (Laura A. King,

2010). Faktor psikologis, misalnya emosi - emosi negatif terjadi seperti marah

dan cemas, juga merupakan faktor resiko terjadinya gangguan vaskuler. Pola

perilaku tersebut diidentifikasikan suatu pola kepribadian disebut pola perilaku

tipe A / Type A Behavior Paterm (Nevid et al, 2005, Hapsari, 2010). Regland dan

Brand Kepribadian sebagaimana yang dikutip dari Septiyani tahun 2010, tipe A”

kecemasan dan hypervigilance diarahkan keluar sebagai kompetitif, agresif,

mudah tersinggung, dan kadang-kadang perilaku bermusuhan. Tipe kepribadian

A mendapat perhatian sebagai faktor risiko Penyakit vaskular selama dua

2
dekade, hasilnya tipe kepribadian ini benar-benar berhubungan dengan kejadian

sistem vaskular.,

Secara statistik pola perilaku atau kepribadian tipe A terbukti berhubungan

dengan prevalensi hipertensi. dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman

yang ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari

Rosenman yang sudah dimodifikasi, mengenai bagaimana mekanisme pola

perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan

dengan sifatnya sebagaimana yang disebutkan oleh friedman yaitu mudah terjadi

stress pada Tipe A.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, prevalensi kejadian

hipertensi tahun 2006 adalah 5,5/ 1000 penduduk (10,71 kasus) dari 2.031.532

jiwa penduduk Sultra (Dinkes Propinsi Sultra, 2007). Data hipertensi Propinsi

Sulawesi Tenggara tahun 2008 sebanyak 35,713 kasus, dengan prevalensi 1,7%

dari total 2.074.974 jiwa penduduk Sulawesi Tenggara sedangkan tahun 2009

angka penderita hipertensi mengalami peningkatan dengan 41.818 kasus serta

dengan prevalensi 2,0%. Data terakhir tahun 2010 sebanyak 35,441 kasus

hipertensi, dengan prevalensi 1,6%. Sedangkan kasus hipertensi menurut jenis

kelamin tahun 2008 adalah 17.256 kasus laki- laki dan sebanyak 18,185 kasus

penderita perempuan. Tahun 2009 laki-laki sebanyak 18.329 kasus, sedangkan

perempuan 19,533 kasus, dan tahun 2010 laki - laki sebanyak 13,862 kasus

dan perempuan 15,337 kasus (Dinas Kesehatan Propinsi Sultra, 2011).

Kabupaten Konawe Selatan, jumlah penderita hipertensi mengalami

kenaikan dari tahun 2008 menuju 2009, pada tahun 2008 ada sebanyak 4351.

3
Dan tahun 2009 meningkat menjadi 4561 kasus. Sedangkan tahun 2010 kasus

hipertensi mengalami penurunan, tetapi tidak signifikan yaitu 4109 kasus (Dinkes

Kab.Konawe Selatan, profil Kesehatan, 2010)

Masyarakat kecamatan Lalembuu yang mayoritas bermata pencaharian

sebagai petani dengan penghasilan yang tidak menentu, dan rata – rata

masyarakat berpenghasilan antara Rp 500.000,00 - 750.000,00 / bulan, artinya

bahwa masyarakat kecamatan Lalembuu tidaklah bergaya hidup mewah

sebagaimana masyarakat perkotaan, namun demikian banyak individu yang

datang di Puskesmas dengan kasus hipertensi, wawancara dan observasi yang

pernah dilakukan terhadap pasien hipertensi di Poliklinik Rawat Jalan Puskesmas

Atari Jaya, ternyata ada beberapa pasien mengatakan bahwa dirinya cenderung

mudah marah, cenderung tidak sabar, memiliki ambisi yang kuat dan suka

tergesa-gesa. Beberapa pola perilaku tersebut mengarah ke tipe kepribadian.

Sebagaimana data tiga tahun terakhir penyakit hipertensi di puskesmas

Atari Jaya Kecamatan Lalembuu, mengalami kenaikan dari tahun 2008 menuju

tahun 2010. Tahun 2008, terdapat 236 kasus dan di tahun 2009 meningkat 239

kasus. Sedangkan di tahun 2010 meningkat kembali menjadi 264 kasus.

Peningkatan kasus hipertensi yang signifikan selama 3 tahun terakhir ini perlu

menjadi perhatian bagi petugas kesehatan di Puskesmas Atari Jaya. Kasus

hipertensi ini juga menempati urutan pertama dari 10 besar penyakit di

Puskesmas Atari Jaya pada bulan April tahun 2011 disusul dengan penyakit kulit

dan jaringan kulit serta Ispa (Profil kesehatan Puskesmas, 2010, laporan bulanan

10 besar penyakit, 2011)

4
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dan berkaitan dengan

kejadian hipertensi di Puskesmas Atari Jaya, faktor pemicunya belum diketahui,

namun tipe kepribadian diduga sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi di

Puskesmas tersebut. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan sebuah

penelitian tentang penyakit hipertensi dengan judul “Hubungan Tipe Kepribadian

Dengan Penyakit Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya Tahun 2011”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah Tipe Kepribadian “A” berhubungan dengan penyakit hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 ?

2. Apakah Tipe Kepribadian “B” berhubungan dengan penyakit hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan penyakit hipertensi di

wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian “ A “ dengan penyakit

hipertensi

b. Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian” B “ dengan penyakit

hipertensi
5
D. Manfaat penelitian

1. Bagi Institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan kajian ilmiah bagi

perkembangan ilmu keperawatan khususnya dalam mempelajari asuhan

keperawatan hipertensi

2. Bagi profesi

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam

rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan individu dan keluarga

3. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan peneliti dalam mengaplikasikan ilmu

keperawatan terutama yang berhubungan dengan tipe kepribadan terhadap

kejadian hipertensi

4. Bagi institusi tempat penelitian

Sebagai bahan informasi atau masukan yang berhubungan dengan tipe

kepribadian terhadap kejadian penyakit hipertensi di puskesmas Atari Jaya

sehingga dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam peningkatan

promosi kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah takanan darah persisten dimana takanan sistoliknya

diatas ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Tekanan darah diukur

dengan menggunakan alat Sphygmomanometer atau tensi yang telah

dikalibrasi dengan tepat atau 80% dari manset menutupi lengan yang

dilakukan setelah pasien istirahat nyaman dengan posisi duduk bersandar

dengan punggung tegak atau baring terlentang.(Mansur,Arif, et al, 2005 :

518).

Merupakan suatu keadaan di mana tekanan arteri tinggi, berbagai

kriteria sebagai batasannya telah diajukan berkisar dari tekanan sistolik

140 - 200 mmHg dan tekanan diastolik 90-110 mmHg (Dorland, 2007 : 1051)

2. Etiologi

Penyebabnya belum diketahui pasti, namun diduga adanya

penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkhim ginjal, obat –obatan,

disfungsi organ, tumor dan kehamilan.

7
3. Faktor Risiko

Faktor risiko yang relevan terhadap mekanisme terjadinya hipertensi

primer menurut Bustan (2000) dalam Hapsari, 2010 adalah sebagai berikut :

a). Genetik

Hipertensi primer bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu

dengan riwayat keluarga. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara Potasium terhadap

Sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko

dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang

tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu

didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi

dalam keluarga.

b). Jenis Kelamin

Hipertensi primer lebih jarang ditemukan pada perempuan pra

menopause dibanding pria karena pengaruh hormon. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah

terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap

sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.

8
c). Usia

Insidensi hipertensi primer meningkat seiring dengan

pertambahan usia. 50-60 % pasien dengan umur lebih dari 60 tahun

memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Hapsari, 2010)

d). Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan kejadian hipertensi primer. Hal ini

disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah

sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.

e). Asupan garam

Asupan garam yang tinggi dapat meningkatkan sekresi hormon

natriuretik.Hormon tersebut menghambat aktivitas sel pompa natrium dan

mempunyai efek penekanan pada sistem pengeluaran natrium sehingga

terjadi peningkatan volume plasma yang mengakibatkan kenaikan

tekanan darah.

f). Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam

(Afro – Amerika) dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum

diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam

ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap

vasopressin lebih besar dan menunjukkan adanya gangguan

pemompaan natrium – kalsium sehingga kalsium berakumulasi di sel –

sel otot polos akibatnya meningkatkan kontraksi dan tahanan otot

(Corwin, 2009 : 486)

9
g). Hiperaktivitas simpatis

Pada hipertensi primer, sekresi katekolamin yang meningkat akan

memacu produksi renin menyebabkan konstriksi arteriol dan vena serta

meningkatkan curah jantung (Gray, et al, 2002, Hapsari, 2010).

h). Tipe kepribadian

Faktor psikologis, misalnya emosi - emosi negatif terjadi seperti

marah dan cemas, juga merupakan faktor resiko terjadinya gangguan

vaskuler. Pola perilaku tersebut diidentifikasikan suatu pola kepribadian

disebut pola perilaku tipe A / Type A Behavior Paterm (Nevid et al, 2005,

Hapsari, 2010)

Menurut Regland dan Brand, dikutip dari Septiyani tahun 2010,

kepribadian tipe A, kecemasan dan hypervigilance diarahkan keluar

sebagai kompetitif, agresif, mudah tersinggung, dan kadang-kadang

perilaku bermusuhan. Tipe kepribadian A mendapat perhatian sebagai

faktor risiko Penyakit vaskular selama dua dekade, hasilnya tipe

kepribadian ini benar-benar berhubungan dengan kejadian sistem

vaskular. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer

dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.

Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,

ekonomi, dan karakteristik personal.

10
4. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).

ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya

oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.

Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam

menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah

meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin.

Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke

luar tubuh (Anti Diuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi Osmolalitasnya.

Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah

meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi

kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari

tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan

11
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2009 : 10)

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hipertensi sebagaimana dikemukakan oleh Corwin,

2009 : 487 adalah sebagai berikut :

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat peningkatan tekanan darah dalam rongga kepala.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina seperti perdarahan,

eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah dan pada

kasus berat dapat terjadi edema pupil (Edema Discus Opticus).

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat.

d. Sering kencing pada malam hari karena peningkatan aliran darah ginjal

dan filtrasi glomerulus.

e. Edema dan pembengkakan akibat peningkatan tehanan kapiler.

7. Komplikasi

a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak.

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik

tidak menyupali cukup oksigen ke miokardium.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

darah tinggi pada kapiler glomerulus ginjal

12
d. Enselfalopati terutama pada hipertensi Maligna (Corwin, 2009 : 487 –

488).

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

Menurut Mansur et al, 2005 : 518, pemeriksaan laboratorium rutin yang di

lakukan sebelum memulai terapi untuk menentukan penyebab hipertensi

adalah :

a. BUN/ Ureum kreatinin

b. Kalium serum & Kalsium serum

c. Kolesterol HDL DAN LDL dan Glukosa

d. Urinalisa

e. Asam urat

f. EKG, Foto dada, dan CT-Scan

9. Diagnosis

Diagnosis hypertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali

pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran

pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau

gejala – gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan

pasien duduk bersandar, setelah beristirahat satu menit dengan ukuran

pembungkus lengan yang sesuai atau 80% menutupi lengan (Mansur et al,

2005 : 518).

Anamesis dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya menderita,

riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung

13
koroner, gagal jantung, penyakit Cerebro Vascular dan lainya. Dalam

pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih

dengan jarak 2 menit kemudian di periksa pada tangan kontra lateral.

(Mansur et al, 2005 : 518).

10. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan resiko penyakit

kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan (Mansur et al,

2005 : 519 - 521) :

1. Pendekatan Non Farmakologis

a. Penurunan berat badan

b. Pembatasan alkohol, natrium Latihan dan relaksasi.

c. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari)

d. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat

e. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan

kolesterol dalam makanan

2. Pendekatan Farmakologis

a. Obat yang bersifat Diuretik atau penyelkat beta

b. ACE inhibitor, kalsium antagonis, reseptor penyekat alfa dan

penyekat alfa-beta.

14
B. Tinjauan Tentang Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian

a. Tinjauan secara Etimologis

Istilah kepribadian dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan

personality tersebut, kata persona yang semua berarti topeng,

kemudian diartikan sebagai permaiannya sendiri, yang memainkan

peranan seperti digambarkan dalam topeng tersebut. Dan sekarang ini

istilah personality oleh para ahli dipakai untuk menunjukkan suatu

atribut tentang individu, atau untuk menggambarkan apa, mengapa, dan

bagaimana tingkah laku manusia (Kuntjojo, 2009 : 4)

Kepribadian adalah merupakan sebuah wilayah yang berbicara

tentang perbedaan – perbedaan individu dan yang membuat kita unik

sebagai manusia dengan menitikberatkan bagaimana system psikologis

(yaitu sifat) diorganesasikan dalam diri seorang individu dan bagaimana

hal ini menyebabkan perilaku dan cara berfikir yang menjadi

karakteristik individu (Albery & Munafo, 2010 : 433)

b. Definisi – definisi Kepribadian

Banyak ahli yang telah merumuskan definisi kepribadian

berdasarkan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori

yang mereka kembangkan. Dengan demikian akan dijumpai banyak

variasi definisi sebanyak ahli yang merumuskannya. Definisi

Kepribadian menurut J. Feist dan G.J Feist (1998) dikutip dari Gufron

dan Risnawita 2010 dikatakan bahwa kepribadian seseorang dinilai dari


15
kefektifan yang memungkinkan seseorang sanggup memperoleh positif

dari berbagai organ dalam bermacam – macam keadaan sedangkan

menurut Saanin dan Tan Pariaman dalam Brouwer dkk (1990) yang

dikutip dari Gufron dan Risnawita 2010 kaum filsuf mempergunakan

kata-kata kepribadian untuk menyatakan “intisari” seseorang. Carver

dan Scheier (1996) yang juga dikutip dari Gufron dan Risnawati 2010

menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri

seseorang dan merupakan sistem psikofisis yang menghasilkan pola-

pola karakteristik seseorang dalam perilaku, pikiran dan perasaan.

Suryabrata (1988) dikutip dari Gufron & Risnawita tahun 2010,

menjelaskan bahwa kepribadian adalah merupakan suatu kebulatan

dari aspek – aspek jasmaniah dan ruhaniah yang bersifat dinamis dalam

hubungannya dengan lingkungan. Kepribadian berkembang dan

dipengaruhi dari dalam dan luar individu, serta bersifat khas yang mana

kepribadian masing-masing individu berbeda antara individu yang satu

dengan indivu yang lainya. Sedangkan menurut Dirgagunarso (1998)

yang dikutip dari Kuntjojo tahun 2009 mengatakan bahwa “Personality is

the dynamic organization within the individual of those psychophysical

systems that determine his unique adjustments to his environment”

(Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai system

psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan

diri terhadap lingkungan).

16
Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu

yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta

menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun

dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan

fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian

tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah

pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan

keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap

kepribadiannya (Depkes, 1992, Yosep. 2008 : 1).

Berdasarkan definisi dari para ahli tersebut dapat disimpulkan

beberapa pengertian kepribadian (Kuntjojo, 2009 : 5 - 6) :

a) Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri dari

aspek psikis, seperti : inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita. Serta

aspek fisik, seperti : bentuk tubuh, kesehatan jasmani.

b) Kesatuan dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan

lingkungannya yang mengalami perubahan secara terus-menerus,

dan terwujudlah pola tingkah laku yang khas atau unik.

c) Kepribadian bersifat dinamis, artinya selalu mengalami perubahan,

tetapi dalam perubahan tersebut terdapat pola-pola yang bersifat

tetap.

d) Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin

dicapai oleh individu.

17
2. Konsep Yang Berhubungan Dengan Kepribadian

Ada beberapa konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian

bahkan kadang-kadang disamakan dengan kepribadian. Konsep-konsep

yang berhubungan dengan kepribadian adalah (Alwisol, 2005 : 8-9) :

a) Character (karakter), yaitu penggambaran tingkah laku dengan

menonjolkan nilai (banar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit

maupun implisit.

b) Temperament (temperamen), yaitu kepribadian yang berkaitan erat

dengan determinan biologis atau fisiologis.

c) Traits (sifat-sifat), yaitu respon yang senada atau sama terhadap

sekolompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu

(relatif) lama.

d) Type attribute (ciri), mirip dengan sifat, namun dalam kelompok

stimuli yang lebih terbatas.

e) Habit (kebiasaan), merupakan respon yang sama dan cenderung

berulang untuk stimulus yang sama pula.

Konsep-konsep di atas merupakan aspek-aspek atau Interaksi antara

berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai kepribadian.

3. Tipe - tipe Kepribadian

a. Tipe kepribadian dalam big five personality

Dalam pengembangan ilmu psikologi terdapat teori yang

mengemukakan adanya lima bentuk tipe kepribadian yang di

kembangkan oleh McCrae dan Costa yang dikenal dengan big five

18
personality dalam Timothy (2000, Gufron & Risnawita, 2010 : 133 – 140)

yaitu :

1) Neurotism

Disebut juga dengan negative emotionality. Tipe kepribadian

ini bersifat kontradiktif dari hal yang menyangkut kestabilan emosi

dan identik dengan segala bentuk emosi yang negative,seperti

munculnya perasaan cemas, sedih, tegang, dan gugup (Timothy,

2000). McCrae dan Costa (2001) menggolongkan tipe ini pada dua

karakteristik. Individu dengan tingkat neurotis tinggi disebut dengan

kelompok reactive (N+) dan bagi kelompok dengan neurotis rendah

disebut kelompok resilient (N-).

2. Extrover

McCrae dan Costa (2001), tipe kepribadian extrovert

merupakan dimensi yang menyangkut hubunganya dengan perilaku

suatu kehidupan dalam hal kemampuan mereka menjalin hubungan

dengan dunia luarnya. Kepribadian extrovert akan ditunjukkan

melalui sikapnya yang hangat, ramah, penuh kasih sayang, serta

selalu menunjukkan keakraban terutama pada orang yang telah ia

kenal serta cenderung periang dalam mengapresiasienkan

emosinya dan lawan dari kepribadian ini adalah tipe kepribadian

introvert

Tipe kepribadian introvert ditunjukkan melalui rendahnya

kemampuan individu dalam menjalin hubungan dengan lingkungan

19
sosial serta sikap dan perilaku cenderung formal, pendiam, dan

tidak ramah. Dalam mengapresiasikan emosi pada kondisi yang

bahagia pun ia akan tampak tenang dan menunjukkan ekspresi

yang datar dan tidak berlebihan.

3. Tipe Agreeableness

Tipe kepribadian ini menurut timothy (2000), yang dikutip dari

Gufron & Risnawita, merupakan perilaku prososial yang mana

termasuk didalamnya dalah perilaku yang selalu berorientasi pada

altruism, rendah hati, dan kesabaran. McCrae dan Costa

mengindentifikasikan kepribadian in pada dua golongan. Pada skor

yang tinggi disebut adapter dan pada penilaian dengan skor yang

rendah termasuk pada golongan challenger.

Individu adapter selalu memandang orang lain sebagai

individu yang jujur dan memiliki itikad baik terhadapnya serta

memiliki kerendahan hati, sikap dan perilakunya sederhana dan

memandang orang lain lebih mampu dari pada dirinya. Sebaliknya

Tipe challenger selalu memandang orang lain dengan perasaan

ragu - ragu, curiga, dan cenderung sinis. Karena rendahnya sikap

altruism yang ia miliki, mereka enggan melakukan sesuatu dengan

orang lain, selalu hati - hati memandang orang lain dan cenderung

berlebihan dalam memahami kebenaran

20
4). Conscientiousness

Tipe ini mengidentifikasi sejauh mana individu memiliki sifat

yang hati-hati dalam mencapai suatu tujuan tertentu yang

termanifestasikan dalam sikap dan perilaku. McCrae dan Costa

mengkategorikan individu yang memiliki low Conscientiousness

sebagai kelompok flexible person dan sebaliknya pada level yang

yang tinggi (high Conscientiousness) disebut sebagai Focused

person . flexible person ditunjukkan melalui sikap individu yang

selalu tidak mampu dalam segala hal sebaliknya Focused person

cenderung menampakkan sikap merasa mampu dalam melakukan

segala sesuatu secara efektif. Peran tipe kepribadian ini secara

umum lebih banyak berperngaruh terhadap kesehatan. Hogan dkk

dalam Timothy (2000) menjelaskan bahwa individu dengan level

Conscientiousness yang tinggi akan mengarah pada kesehatan dan

umur yang panjang.

5). Openness Experience

Tipe ini mengidentifikasi seberapa besar individu memiliki

ketertarikan terhadap bidang – bidang tertentu secara luas dan

mendalam. Individu yang memiliki minat yang lebih terhadap

sesuatu hal tertentu melebihi individu lainya merupakan identifikasi

bahwa individu tersebut memiliki level yang tinggi dalam tipe ini .

Begitulah sebaliknya bila suatu indiviu menunjukkan minat yang

rendah maka identik dengan low to experience.

21
b. Kepribadian Tipe A

Kepribadian berbicara tentang perbedaan – perbedaan

individual dan apa yang membuat kita unik sebagai manusia.

Faktor – faktor yang mendorong manusia berfikir dan memahami

konsep berbeda satu dari yang lainya. Kepribadian mengacu

kepada bagaimana sistem – sistem psikologis (yaitu sifat dan

watak) terorganisasikan dalam diri seorang individu dan bagaiman

hal – hal ini menyebabkan perilaku cara berfikir yang khas individu

tersebut. Riset kepribadian untuk memahami pembuatan keputusan

sehat, perilaku sehat, dan respon penanganan masalah terhadap

ancaman atau terpaparnya penyakit dan kondisi sakit telah

dikonsentrasikan kesejumlah faktor kunci seperti tipe kepribadian

(Tipe A, C dan D afektivitas negative atau neurotisme dan kekeras

- kepalaan) dan faktor - faktor perbedaan individual (Albery &

Munafo, 2010 : 224 – 225).

Tipe kepribadian adalah pola perilaku dengan sifat-sifat yang

sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan ciri-ciri atau

sifat sebagaimana dalam bukunya "Treating Type A Behavior - And

Your Heart", friedman mengidentifikasi sebagian ciri-ciri orang

dengan tipe A, sebagai berikut :

a. Mengepalkan jari dalam pembicaraan, biasa

menggeremetukkan gigi dan terobsesi berkompetisi hampir di

semua aktivitas.

22
b. Meskipun hanya hal-hal kecil, Kurang rela kalah meskipun pada

anak kecil.

c. Ingin mendominasi dalam situasi sosial maupun bisnis.

d. Tidak sabaran pada orang lain, terutama orang yang kontra

serta memiliki opini yang tidak berubah, terlihat kurang mampu

menikmati kesuksesan orang lain.

e. Mudah tersinggung hanya oleh kesalahan kecil yang dilakukan

orang lain.

f. Berkonsentrasi pada hal-hal yang salah dan hal-hal yang bisa

menjadi salah serta tidak mampu menertawakan diri sendiri

atau orang lain.

g. Sangat bangga dengan diri sendiri dan berpikir bahwa orang

lain tidak bisa dipercaya dan memiliki motif tersembunyi.

h. Merasa kurang menyukai orang lain, sering menyalahkan

berbagai hal, khususnya kelompok yang besar seperti

pemerintah, generasi muda, dan kondisi ekonomi Sering

mengedipkan mata.

i. Berbicara dengan cepat dan menginterupsi pembicaraan orang

lain, meskipun belum selesai.

23
j. Melakukan gerakan-gerakan dengan cepat , tidak sabaran,

memperhatikan kecepatan aktivitas orang lain dan

menyarankannya untuk memperlambat.

Sulit untuk duduk diam tanpa melakukan apa-apa, tidak nyaman

untuk terus duduk di meja setelah selesai makan semua

makanan dan mencoba berpikir atau melakukan lebih dari satu

hal pada saat yang sama.(Rupiku, 2011).

Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A

menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan

dengan sifatnya yang sebagaimana yang disebutkan oleh

friedman. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang

dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum

meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya

aterosklerosis. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh

darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi

aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan

dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik

personal (Anggraini, 2009 : 9).

Munculnya stres dapat disebabkan oleh adanya berbagai

sumber diantaranya: kepribadian, lingkungan, dan interaksi

antara kepribadian dan lingkungan. Sejalan dengan ini,

Friedman & Rosenman (1974), Kiev & Kohn (1979), serta

Cooper, dkk. (1988) sebagaimana dikutip dari Anggraini 2009,

24
menemukan bahwa sumber stres adalah kepribadian tipe A.

Temuan berikutnya menunjukkan bahwa sumber stres adalah

interaksi hubungan yang tidak harmonis antara individu yang

berkepribadian tipe A dan lingkungan dalam organisasi,

sehingga menimbulkan stres psikologis hal ini juga dapat

memicu timbulnya tekanan darah tinggi.

Dr. Rosenman & Dr. Friedman menduga bahwa

kepribadian tipe A berasal dari perasaan tidak aman dan

rendahnya harga diri. Nah, dalam masyarakat yang berbasis

kompetisi, maka perasaan tidak aman mudah sekali muncul.

Alhasil tujuan yang ingin dicapai sering tidak realistis dan

harapannya pun sangat berlebihan. Hasilnya bisa berupa

rendahnya harga diri. Agar merasa aman dan meningkatkan

harga diri, maka mereka pun berusaha terus menerus

meningkatkan pencapaian; berusaha lebih keras dan lebih

cepat. Mereka pun bisa menjadi lebih mementingkan waktu.

Tidak jarang mereka menjadi lebih agresif sekaligus kejam,

yang muncul karena ketidakmampuan memenuhi ambisi (Rumi,

2009 : 2)

25
C. Tinjauan Tentang Hubungan Tipe Kepribadian Dengan Hipertensi

1. Hipertensi

Hipertensi adalah takanan darah persisten dimana takanan

sistoliknya diatas ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.

Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat Sphygmomanometer

atau tensi yang telah dikalibrasi dengan tepat atau 80% dari manset

menutupi lengan yang dilakukan setelah pasien istirahat nyaman

dengan posisi duduk bersandar dengan punggung tegak atau baring

terlentang (Mansur, et al, 2005 : 518).

Merupakan suatu keadaan di mana tekanan arteri tinggi,

berbagai kriteria sebagai batasannya telah diajukan berkisar dari

tekanan sistolik 140 – 200 mmHg dan tekanan diastolik 90-110 mmHg

(Dorland, 2007 :1051)

2. Hubungan Tipe Kepribadian “ A” Dengan Penyakit Hipertensi

Dalam kaitannya dengan tipe kepribadian yang beresiko tinggi

terkena hipertensi (yaitu kepribadian tipe "A"), Rosenmen & Chesney

(1980) melakukan penelitian dengan cara observasi dan pengisian

kuisioner self rating yang sudah dimodifikasi sesuai dengan sifat – sifat

tipe kepribadian tersebut. Mengenai bagaimana mekanisme pola

perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian

menghubungkan dengan sifat – sifatnya yang tersebut di bawah ini :

26
a. Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan), banyak

jabatan rangkap, kurang sabar, mudah tegang, mudah ter-

singgung dan marah (emosional).

b. Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan

(over confidence).

c. Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat

diam.

d. Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).

e. Pandai berorganisasi dan memimpin dan memerintah (otoriter).

f. Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap

waktu, tidak dapat tenang (tidak relaks), serba tergesa-gesa, mudah

bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan, empati dan bila

tidak tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan dan tidak

mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel).

g. Bila berlibur pikirannya ke pekerjaan, tidak dapat santai dan

berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.

Sifat – sifat tersebut diatas akan merespon tubuh dalam

mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan prevalensi

kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah

terjadinya aterosklerosis. Selain hal - hal tersebut di atas, pemicu

tekanan darah tinggi antara lain seperti ketegangan, kekhawatiran,

status social, kebisingan, gangguan dan kegelisahan, juga

merupakan pemicu utama terhadap kejadian hipertensi. Pengaruh

27
Pengendalian dan emosi negative tersebut tergantung juga pada

kepribadian masing-masing individu. Pasien yang menderita

penyakit hipertensi biasanya mengalami penurunan atau kenaikan

derajat. Faktor ini juga didukung oleh Argumen Wolf (2006) bahwa

hipertensi di pengaruhi oleh gaya hidup (merokok, minum alkohol),

stress, obesitas (Kegemukan), kurang olahraga, keturunan dan tipe

kepribadian (Septiyani, 2010 : 3).

Studi oleh Scherwite et al (1978) menemukan hubungan

antara jumlah referensi diri (merujuk pada diri sendiri: saya, aku,

milik saya) selama wawancara dan tekanan darah sistolik. Peneliti

berpendapat bahwa keterlibatan diri terus menerus dapat

menimbulkan masalah dimana individu tersebut membuat standar

diri yang amat tinggi, jika tak tercapai menyebabkan frustasi

sehingga meningkatkan tekanan darah (Niven, 2002 : 212).

Berdasarkan analisis data penelitian dengan menggunakan

uji korelasi Spearman’s rho, maka diperoleh arah korelasi searah,

semakin besar tipe kepribadian A, semakin besar pula angka

kejadian hipertensi dengan kekuatan korelasi sedang, ada

hubungan bermakna secara statistik antara tipe kepribadian dengan

kejadian hipertensi (p: 0,00) dan 32% kejadian hipertensi ditentukan

oleh tipe kepribadian dan nilai population Attributable Risk (PAR)

yang diperoleh adalah 0,76 yang artinya sekitar 76% kejadian

hipertensi dapat dicegah dengan menghilngkan faktor tipe

28
kepribadian A” (Anggraeni, 2009 : 30). Hasil penelitian tentang

pengaruh tipe kepribadian dengan derajat hipertensi yang

mengatakan bahwa responden dengan tingkat stress tinggi yang di

miliki oleh tipe kepribadian A berpeluang mendapat hipertensi 3,02

kali atau (95%:P=0,0015) dibandingkan dengan responden dengan

derajat strss rendah yang hanya berpeluang mendapat hipertensi

2.47 kali (95%:P = 0,0030) (Septiyani, 2010 : 30). Temuan mereka

menunjukkan bahwa hanya 4 karakteristik perilaku tipe A yang

sangat dekat kaitannya dengan penyakit Hipertensi, yakni :

1. Permusuhan

2. Secara sinis tidak mempercayai orang lain

3. Mudah dan sering marah

4. Mengekspresikan kemarahannya secar terbuka (Anggraini,

2009)

2. Hubungan Tipe Kepribadian “ B” dengan Hipertensi

Friedman & Ulmer (1984), dalam bukunya "Treating Type A Behavior - And

Your Heart" yang dikutip dari Rupiku tahun 2011, orang dengan kepribadian tipe

"B" adalah kebalikan dari tipe "A" tersebut di atas, yaitu dengan ciri-ciri antara lain

sebagai berikut :

a. Ambisinya wajar-wajar saja, tidak agresif dan sehat dalam berkompetisi serta

tidak memaksakan diri, Penyabar, tenang, tidak mudah tersinggung dan tidak

mudah marah (emosi terkendali).

29
b. Kewaspadaan dalam batas yang wajar demikian pula kontrol diri dan percaya

diri tidak berlebihan, cara bicara tidak tergesa-gesa, bertindak pada saat

yang tepat, perilaku tidak hiperaktif.

c. Dapat mengatur waktu dalam bekerja (menyediakan waktu untuk istirahat).

d. Dalam berorganisasi dan memimpin bersikap akomodatif dan manusiawi.

e. Lebih suka bekerja sama dan tidak memaksakan diri bila menghadapi

tantangan.

f. Pandai mengatur waktu dan tenang (relaks), tidak tergesa-gesa.

g. Mudah bergaul, ramah dan dapat menimbulkan empati untuk mencapai

kebersamaan (mutual benefit).

h. Tidak kaku (fleksibel), dapat menghargai pendapat lain, tidak merasa dirinya

paling benar.

i. Dapat membebaskan diri dari segala macam problem kehidupan dan

pekerjaan manakala sedang berlibur.

j. Dalam mengendalikan segala sesuatunya mampu menahan serta

mengendalikan diri, jarang melihat jam, pendengar yang baik, menghargai

kenyamanan dan keindahan.

k. Tidak asik sendiri dengan pencapaian-pencapaiannya.

l. Bersifat gampangan atau easy going dan tidak kompetitif, membagikan tugas

dengan nyaman.

m. Mengalokasikan waktu khusus untuk memikirkan suatu hal secara khusus

dan bergaya kasual.

30
n. Melakukan satu hal pada satu waktu serta menikmati keberhasilan yang

diraih baik oleh diri sendiri maupun orang lain.

Pembicara yang pelan, tidak membiarkan diri merasa terburu-buru,

menikmati hadiah-hadiah, senang dengan bersantai dan mengekspresikan

kasih secara terbuka.

Hasil penelitian tentang kepribadian dan hipertensi didapatkan, semakin

kepribadian cenderung ke tipe B maka semakin rendah tingkat kejadian

hipertensi (Septiyani, 2010 : 34).

31
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang

terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk berreaksi serta menyesuaikan diri

terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku

dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang.

Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu

masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah

pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap

kepribadiannya (Depkes, 1992, Yosep. 2008 : 1)

Tipe kepribadian adalah pola perilaku dengan sifat-sifat yang sering

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan ciri-ciri atau sifat sebagaimana

dalam bukunya "Treating Type A Behavior - And Your Heart", friedman

mengidentifikasi sebagian ciri-ciri orang dengan tipe A, sebagai berikut :

mengepalkan jari dalam pembicaraan, biasa menggeremetukkan gigi dan

terobsesi berkompetisi hampir di semua aktivitas, meskipun hanya hal-hal kecil,

Kurang rela kalah meskipun pada anak kecil, ingin mendominasi dalam situasi

sosial maupun bisnis, tidak sabaran pada orang lain, terutama orang yang

kontra serta memiliki opini yang tidak berubah, terlihat kurang mampu

menikmati kesuksesan orang lain, mudah tersinggung hanya oleh kesalahan

kecil yang dilakukan orang lain

32
Sedangkan orang dengan kepribadian tipe "B" adalah kebalikan dari tipe

"A" tersebut di atas, yaitu dengan ciri-ciri antara lain sebagai berikut : ambisinya

wajar-wajar saja, tidak agresif dan sehat dalam berkompetisi serta tidak

memaksakan diri, penyabar, tenang, tidak mudah tersinggung dan tidak mudah

marah (emosi terkendali), kewaspadaan dalam batas yang wajar. Demikian pula

kontrol diri dan percaya diri tidak berlebihan, cara bicara tidak tergesa-gesa,

bertindak pada saat yang tepat, perilaku tidak hiperakti, dapat mengatur waktu

dalam bekerja (menyediakan waktu untuk istirahat), dalam berorganisasi dan

memimpin bersikap akomodatif.

Hubungan antara jumlah referensi diri (merujuk pada diri sendiri: saya,

aku, milik saya) selama wawancara dan tekanan darah sistolik. Peneliti

berpendapat bahwa keterlibatan diri terus menerus dapat menimbulkan masalah

dimana individu tersebut membuat standar diri yang amat tinggi, jika tak tercapai

menyebabkan frustasi sehingga meningkatkan tekanan darah (Niven,

2002 : 212)

Berdasarkan analisis data penelitian dengan menggunakan uji korelasi

Spearman’s rho, maka diperoleh arah korelasi searah, semakin besar tipe

kepribadian A, semakin besar pula angka kejadian hipertensi dengan kekuatan

korelasi sedang, ada hubungan bermakna secara statistik antara tipe

kepribadian dengan kejadian hipertensi (p: 0,00) dan 32% kejadian hipertensi

ditentukan oleh tipe kepribadian (Anggraeni, 2009 : 33 - 34).

33
B. Kerangka Konseptual Pemikiran

Merujuk pada konsep dasar pemikiran tersebut diatas, maka Kerangka

konsep penelitian ini sebagai berikut :

Genetik

Jenis Kelamin

Tipe kepribadian A

Tipe kepribadian B Hipertensi

Usia

Obesitas

Etnis

Asupan Garam

Hiperaktivitas
simpatis

Variabel diteliti (Independen / bebas)

Variabel dependen (Terikat)

Variabel tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Konsep Pemikiran

34
C. Variabel Penelitian

Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independen) : Tipe kepribadian A

Tipe kepribadian B

2. Variabel Terikat (Dependen) : Hipertensi

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Definisi Operasional Tipe Kepribadian A

Tipe Kepribadian A yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola

perilaku dengan sifat-sifat yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari

dengan kriteria dan sifat – sifat sebagai berikut : Mengepalkan jari dalam

pembicaraan biasa, menggeremetukkan gigi, sangat kompetitif dan

berorientasi pada pencapaian, merasa waktu selalu mendesak,

kecenderungan berkonsentrasi pada satu topik, sulit untuk bersantai dan

menjadi tidak sabar dan marah jika berhadapan dengan keterlambatan atau

dengan orang yang dipandang tidak kompeten, cenderung mempunyai

perasaan keraguan diri yang terus-menerus dan itu memaksa mereka untuk

mencapai lebih banyak dan lebih banyak lagi dalam waktu yang lebih cepat

Kriteria objektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Rupiku, 2010) :

a. Tipe Kepribadian A bila responden menjawab pertanyaan > 50%

35
2. Definisi Operasional Tipe Kepribadian B

Tipe Kepribadian B yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola

perilaku dengan sifat-sifat yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari

dengan sifat – sifat sebagai berikut : Sabar, jarang melihat jam, pendengar

yang baik , lebih mampu bersantai tanpa merasa bersalah dan bekerja tanpa

melihat Waktu, tidak harus tergesa-gesa yang menyebabkan ketidaksabaran

dan tidak mudah marah, menghargai kenyamanan dan keindahan, bersifat

gampangan atau easy going dan tidak kompetitif, membagikan tugas dengan

nyaman, Mengalokasikan waktu khusus untuk memikirkan suatu hal secara

khusus (Friedman & Ulmer, 1984, Rupiku, 2010). Kriteria objektif dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Tipe Kepribadian B bila responden menjawab pertanyaan < 50%

3. Definisi Operasional Penyakit Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik

≥140 - 200 mmHg dan Tekanan darah diastolik ≥ 90 - 110 mmHg (Dorlan,

2007 : 1051) dengan criteria objektif :

a. Hipertensi diberi nilai 1


b. Terduga Hipertensi diberi nilai 0

36
E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tipe Kepribadian A

a. Ha : Ada hubungan tipe kepribadian ” A “ dengan penyakit hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011

b. Ho : Tidak ada hubungan tipe kepribadian “ A “ dengan penyakit

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya Tahun 2011

2. Tipe Kepribadian B

a. Ha : Ada hubungan tipe kepribadian ” B “ dengan penyakit hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011

b. Ho : Tidak ada hubungan tipe kepribadian “ B “ dengan penyakit

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya Tahun 2011

37
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan Metode analitik

serta menggunakan rancangan Cross Sectional Study untuk mengetahui

hubungan tipe kepribadian dengan penyakit hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Atari Jaya tahun 2011.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya

Kecamatan Lalembuu Kabupaten Konawe Selatan. Sedangkan waktu

Penelitian ini selama dua bulan, yaitu mulai tanggal 27 Mei sampai 6 Juni 2011

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien terdiagnosis hipertensi laki – laki dan

perempuan dengan usia 20 sampai > 60 tahun yang berkunjung di Poliklinik

Rawat jalan Puskesmas Atari Jaya selama periode Januari hingga April 2011

yang berjumlah 108 pasien

2. Sampel

Jumlah sampel dari rencana penelitian ini adalah akan diambil berdasarkan

rumus dibawah ini

38
N.z2p.q
n =
d ( N-1)+z.p.q
Keterangan :

n = Perkiraan jumlah sampel

N = Perkiraan besar populasi

z= Nilai standar normal untuk  = 0,05 (1,96)

p= Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q= 1 – p (100% - p)

d = Tingkat kesalahan yang di pilih (d = 0,05) (Zainuddin M, 2000,

Nursalam, 2008 : 91 - 92).

Jumlah sampel dalam penelitian ini dengan perkiraan besar populasi

108 orang maka jika dimasukkan dalam rumus tersebut adalah sebagai berikut :

108.(1,96)2 . 0,5. 0,5


n =
( 0,05 ) ( 108 -1 ) + (1.96)2 .0,5 . 0,5

108. ( 4 ) . 1
n=
( 0,05 ) ( 107 ) + ( 4 ) .1

432 . 1
n =
5,35 + 4

n = 46

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 46 responden

39
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk memperoleh

sejumlah 46 responden adalah secara simple random sampling, dengan

langkah – langkah sebagai berikut (Sandjaya & Heriyanto 2006 : 185) :

1. Melihat nama – nama penderita hipertensi yang ada dalam register poliklinik

puskesmas Atari Jaya

2. Mencatat nama – nama penderita hipertensi dan masukkan dalam tabel,

dengan memberikan nomor sesuai dengan jumlah penderita yang datang di

Poliklinik Puskesmas Atari Jaya, karena populasinya 108 maka nomor harus

tiga digit seperti 001 – 108

3. Kemudian catat nama – nama tersebut dalam kertas untuk di undi,

kemudian yang jatuh misalnya nomor 26001 berarti responden yang terpilih

sebagai sampel adalah nomor 001 yang terletak pada kolom 26, undian di

lakukan sampai mencapai jumlah sampel yang sesuai dengan hasil

perhitungan rumus sampel.

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,

menggunakan skala Kepribadian Type A - B behavior sesuai dengan yang

digambarkan oleh Cardiolog Friedman dan Rosenman yang menggambarkan

pola kepribadian A dan kepribadian B. Sedangkan dalam penilaian responden

dengan menggunakan skala Guttman. Dimana responden diberikan lembar

kuisioner tentang kepribadian yang melekat pada dirinya dengan menjawab

40
(Ya), jika sesuai dengan kepribadian yang ada pada dirinya dengan skor (1),

dan menjawab (Tidak) bila tidak sesuai dengan kepribadianya, dengan skor (0)

Dalam Penelitian ini penulis melakukan beberapa tahapan selama proses

penelitian yaitu, tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan tahap analisis

data.

1. Tahap Persiapan

Persiapan penelitian dimulai dengan mengajukan permohonan ijin

penelitian pada bagian pengajaran Program studi ilmu keperawatan STIKES

MW Kendari dengan menunjukkan Judul proposal penelitian yang telah

disetujui oleh prodi Keperawatan. Berdasarkan surat ijin penelitian dari Prodi

Keperawatan STIKES MW penulis mengajukan ijin pengambilan data awal

penelitian kepada Dinas Kesehatan Propinsi Sultra, Dinas Kabupaten

Konawe Selatan dan Puskesmas Atari Jaya kemudian dari data – data

tersebut peneliti menentukan sampel penelitian yaitu dengan cara simple

random sampling

2. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua cara yaitu :

a. Data primer, yaitu data atau informasi yang diperoleh langsung

membagikan kuisioner pada responden yang telah terpilih sebagai

sampel yang memuat variabel-variabel penelitian.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

Propinsi Sulawesi Tenggara tentang profil Dinkes Propinsi tahun 2010,

Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan (Profil Dinkes Kabupaten

41
tahun 2010), Puskesmas Atari Jaya, (data 10 besar Penyakit dan

laporan bulanan Puskesmas)

E. Pengolahan, Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Sebelum melakukan analisis data lebih lanjut peneliti melakukan beberapa

hal yang berhubungan dengan data yang diperoleh dalam penelitian

diantaranya adalah (Irham, 2010 : 16) :

a) Editing

Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah

diisi, editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan

konsistensi dari setiap jawaban.

b) Koding

Setelah data diedit langkah selanjutnya adalah memberi kode

pada jawaban di lembar pertanyaan. Pengisian berdasarkan jawaban

dari responden tersebut.

c) Skoring

Skoring adalah perhitungan secara manual dengan

menggunakan kalkulator untuk mengetahui jawaban reponden pada

variabel yang diteliti.

d) Tabulating

Tabulating adalah kelanjutan dari pengkodean pada proses

pengolahan dalam hal ini setelah data tersebut dikoding kemudian

42
ditabulasi dengan menggunakan program komputer, agar lebih

mempermudah penyajian data dalam bentuk tabel.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan sebagai salah satu cara melihat adanya

kesalahan koding atau entry data, petunjuk pemecahan masalah dan

sebagai salah satu persiapan analisis bivariat serta untuk mendeskripsikan

variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat distribusi

frekuensinya. Dengan rumus :

F
P = ––––– x 100% ( (Sugiyono, 2003: 153)
n

Keterangan :

P = Jumlah persentase variabel yang diteliti

F = Frekuensi yg sedang dicari

n = Jumlah Frekuensi / Banyaknya individu

b. Analisa Bivariat

1) Analisis variabel dependen dan independen untuk mencari hubungan,

maka metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis

hubungan tipe kepribadian A dan B dengan penyakit hipertensi dengan

menggunakan uji “ Koefesien Korelasi Pearson,” dengan rumus

sebagai berikut (Riyanto, 2010) :

43
n(Σx. y) − (∑x)(∑y)
r=
√(n (∑x² ) − (∑x)2 (n(∑y 2 ) − (∑y)2 )

r = Koefisien korelasi produk momen Pearson

n = banyaknya pasangan pengamatan

x = Jumlah pengamatan variabel x

y = Jumlah pengamatan variabel y

(Σx. y) = Jumlah perkalian variabel x dan y

Dimana r = 0,00 – 0,25 hubungan lemah

r = 0,26 – 0,5 hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75 hubungan Kuat

r= 0,76 – 100 hubungan sangat kuat (Sabri, & Luknis,

2007: 35).

Menurut Umar (2006) nilai koefisien korelasi berkisar antara –1

sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut :

1. Jika, nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier yang positif,

yaitu makin besar nilai variabel X makin besar pula nilai variabel Y

atau makin kecil nilai variabel X makin kecil pula nilai variabel Y.

2. Jika, nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu

makin besar nilai variabel X makin kecil nilai variabel Y atau makin

kecil nilai variabel X maka makin besar pula nilai variabel Y .

44
3. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara

variabel X dan variabel Y.

4. Jika, nilai r =1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi

hubungan linier sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk r

yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.

c. Analisis Determinan

Untuk mengetahui seberapa jauh variabel independen (Kepribadian)

dapat mempengaruhi variabel dependen (Hipertensi). maka menggunakan

koefesien determinasi (R), dimana rumus dari R adalah sebagai berikut :

R = ( r)2

R adalah Koefesien determinasi

r2 adalah Koefesien korelasi atau nilai r ( Santoso, 2010 : 65)

F. Etika penelitian

Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting,

mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia,

maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Hal – hal yang terkait dengan

etika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

45
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent dalam penelitian ini adalah agar subjek atau responden

mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika

subjek atau responden bersedia, maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak sebagai calon responden. Informasi yang harus ada

dalam informed consent tersebut adalah partisipasi responden, tujuan

dilakukanya penelitian, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, manfaat dan kerahasiaan, (Hidayat, 2007 : 39)

2. Anomity (Tanpa Nama)

Peneliti akan memberikan jaminan dalam penggunaan subjek

penelitian terhadap responden yang dijadikan sebagai sampel dalam

penelitian dengan tidak memberikan atau mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan peneliti hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data maupun hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan ( Confidentiality )

Dalam memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah – masalah yang telah diberikan oleh respoden

dalam penelitian ini, akan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan oleh peneliti saat data hasil

penelitian tersebut disajikan ( Hidayat, 2007 : 39)

46
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Puskesmas Atari Jaya, tepatnya berada di Kecamatan Lalembuu

Kabupaten Konawe Selatan, merupakan Puskesmas Rawat Inap yang

memiliki wilayah kerja sebanyak 19 desa, dengan batas – batas wilayah

sebagai berikut :

- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ladongi

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Basaala

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tinanggea

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Taman Nasional Rawa Aopa

Watumohai (TNRAW)

b. Data Demografis

Puskesmas Atari Jaya yang terletak di wilayah kecamatan

Lalembuu dengan luas wilayah kecamatan 15.000 KM 2, Merupakan

tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat wilayah kecamatan

Lalembuu. Puskesmas Atari Jaya ditunjang oleh 4 Puskesmas pembantu

dengan luas wilayah kerja sebanyak 19 Desa, dengan jumlah penduduk

47
16.557 jiwa yang terdiri dari laki – laki 8584 jiwa dan 7973 jiwa

penduduk Perempuan.

Tabel 1.
Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamiin
Tahun 2011

Jenis Kelamin
No Kelompok F % Laki – laki Perempuan
Umur F % F %
1 0–4 2159 13,04 1.100 12,81 1059 13,28
2 5–9 2061 12,45 1053 12,27 1008 12,64
3 10 – 14 2036 12,29 1057 12,31 979 12,28
4 15 – 19 1985 11,99 1050 12,23 935 11,73
5 20 – 24 1729 10,44 835 9,73 894 11,21
6 25 – 44 4119 24,88 2103 24,50 2016 25,29
7 45 - 64 2000 12,08 1116 13,00 884 11,09
8 ≥ 65 468 2,83 270 3,15 198 2,48
TOTAL 16.557 100 8584 100 7973 100
Sumber : Profil Puskesmas Atari Jaya tahun 2011

Distribusi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin di wilayah

kerja Puskesmas Atari Jaya, jumlah terbesar adalah pada kelompok usia

25 – 44 tahun dengan frekuensi 4119 jiwa dengan rincian 2103 jiwa jenis

kelamin laki – laki sedangkan 2016 jiwa adalah perempuan

48
Tabel 2.
Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Berdasarkan Pekerjaan
Tahun 2011

No Jenis Pekerjaan F %
1 Petani 7764 46,9
2 Pedagang 124 0,74
3 PNS 168 1,00
4 Buruh tani 235 1,41
5 Belum bekerja 8.241 49,8
6 Pensiunan 25 0,15
7 TOTAL 16.557 100
Sumber : Profil Puskesmas Atari Jaya tahun 2011

Distribusi penduduk wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun

2011 berdasarkan pekerjaan, mayoritas adalah bekerja sebagai petani

dengan frekuensi 7764 (46,9%), pegawai negeri Sipil hanya 1,00% (168)

jiwa, dan 0,74% adalah bekerja sebagai pedagang

c. Sarana dan Prasarana

- Poliklinik Umum

- Ruangan Tindakan

- Poli KIA

- Ruangan Imunisasi

- Ruang Programer Kesling

- Ruang Program Gizi

- Ruang Program PKM dan Survailans

49
- Ruang Apotik

- Kamar Kartu

- Gudang obat

- Ruang programer TB Paru dan Kusta

- Laboratorium Mini

- Ruang Tata Usaha

- Ruang Rawat Inap yang terdiri dari :

- Satu kamar anak dengan 2 tempat tidur

- Satu kamar laki – laki dengan 2 tempat tidur

- Satu kamar wanita dengan 2 tempat tidur

- Satu kamar bayi dengan 2 tidur

- Satu kamar Jaga

d. Ketenagaan

Tabel 3.
Distribusi Ketenagaan Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

No Jenis Ketenagaan F %

1 Dokter 2 8,00

2 Perawat 12 48,00

3 Bidan 8 32,00

4 Sanitasi 1 4,00

5 Gizi 1 4,00

6 Analis 1 4,00

Total 25 100

Sumber : Profil Puskesmas Atari Jaya Tahun 2011


50
Distribusi Ketenagaan Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 48%

adalah perawat myang merupakan kelompok tenaga yang menduduki

urutan pertama di Puskesmas Atari Jaya, kemudian 32% bidan, 8%

dokter dan sanitasi, gizi serta analis masing – masing 4%

e. Pola Penyakit Puskesmas

Untuk mengetahui gambaran umum tentang penyakit di

Puskesmas Atari Jaya pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah

ini

Tabel 4.
Distribusi Sepuluh Besar Penyakit Di Puskesmas Atari Jaya
Periode Januari S/D April
Tahun 2011

NO Jenis Penyakit F %

1 Hipertensi 108 14,69

2 Ispa 101 13,74

3 Rematik 98 13,33

4 Gastritis 96 13,06

5 Kulit & Jaringan Bawah kulit 94 12,79

6 Influenza 67 9,12

7 Kecelakaan lalulintas 59 8,03

8 Diare 46 6,26

9 Karies 44 5,98

10 Conjungtivitis 22 3,00

Total 735 100

Sumber : Laporan Bulanan Puskesmas Atari Jaya Tahun 2011

51
Berdasarkan tabel distribusi sepuluh besar penyakit bahwa

hipertensi menempati urutan pertama pada periode Januari sampai April

2011

2. Analisis Univariat

Penelitian yang di laksanakan sejak tanggal 27 Mei sampai dengan

tanggal 6 juni 2011 untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan

penyakit hipertensi. Berdasarkan hasil kuisioner yang telah dibagikan

kepada responden maka hasil tersebut dapat dilihat análisis dalam bentuk

tabel dibawah ini:

Tabel 5.
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia
Di Wilayah Kerja Puskemas Atari Jaya
Tahun 2011

NO Kelompok Usia F %

1 20-30 7 15,22
2 31-41 11 23,91
3 42-52 12 26,09
4 53-63 15 32,61
5 ≥ 64 1 2,17
Total 46 100
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

Distribusi responden pada tabel tersebut diatas bahwa responden usia

20 – 30 tahun sebanyak 7 responden atau 15,22% dari 46 responden

Kelompok Usia 31 – 41 tahun berjumlah 23,91% atau 11 responden,

52
26,09% (12) responden adalah kelompok usia 41 – 52 tahun,

sedangkan Kelompok usia terbanyak adalah 53 – 63 tahun yang berjumlah

15 responden (32,61%) dan kelompok usia paling rendah adalah > 63 tahun

yang berjumlah 1 responden atau (2,17%).

Tabel 6.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja Puskemas Atari Jaya
Tahun 2011

Jenis Kelamin F %
Laki Laki 17 36,96
Perempuan 29 63,04
Total 46 100
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

Berdasarkan tabel tersebut diatas responden menurut jenis Kelamin di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 terlihat bahwa jenis kelamin

yang menjadi responden pada penelitian ini adalah lebih banyak perempuan

yang berjumlah 29 (63,04) responden sedangkan laki – laki yang menjadi

responden sebanyak 17 (36,96%) dari total 46 responden. Sedangkan untuk

melihat antara kelompok responden berdasarkan usia dan jenis kelamin di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya pada tahun 2011, sehingga dapat

terlihat kelompok umur dan jenis kelamin mana yang paling banyak memiliki

tipe kepribadian tertentu yaitu tipe A atau tipe B, maka dapat dilihat pada

tabel 6.5 dibawah ini :

53
Tabel 6.5.
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia
Dan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja
Puskemas Atari Jaya
Tahun 2011

Laki – laki Perempuan


No Usia F % F %
1 20 - 30 3 18,00 4 14,00
2 31 - 41 2 12,00 9 31,00
3 42 - 52 6 35,00 6 21,00
4 53 - 63 5 29,00 10 34,00
5 ≥ 64 1 6,00 0 0,00
Total 17 100 29 100
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

Responden Jenis kelamin perempuan pada kelompok usia 53 – 63

tahun pada tabel 6.5 menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan

kelompok usia lainya yaitu dengan jumlah 10 responden (34,00%) dari total

29 responden perempuan. Sedangkan responden laki – laki yang terbanyak

pada kelompok usia 42 – 52 tahun dengan jumlah 35,00%

Tabel 7.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

NO Jenis Pekerjaan
1 Petani F %
2 PNS 44 96
Total 46 2 4
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

54
Berdasarkan tabel tersebut diatas bahwa sebanyak 44 responden

(96%) bekerja sebagai petani sedangkan 4% adalah pegawai negeri sipil

(PNS)

Tabel 8.
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian
Di Wilayah Kerja Puskemas Atari Jaya
Tahun 2011

No Jenis Tipe Kepribadian F %


1 Tipe A 33 71,34
2 Tipe B 13 28,26
Total 46 100
Sumber : Data primer hasil wawancara

Tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa tipe kepribadian responden,

sebanyak 33 (71,34%) adalah tipe kepribadian A , dan 13 responden

(28,26%) adalah tipe kepribadian B

Tabel 9.
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian
Dan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja
Puskemas Atari Jaya
Tahun 2011

Kepribadian

Jenis Kelamin Tipe A Tipe B

F % F %
Laki - Laki 10 30,30 5 38,46

Perempuan 23 69,70 8 61,54

Total 33 100 13 100

Sumber : Data primer hasil wawancara

55
Berdasarkan pada tabel tersebut diatas jumlah responden terbesar

dan bertipe kepribadian A adalah perempuan dengan frekuensi 23 atau

69,70% sedangkan responden jenis kelamin laki – laki yang bertipe

kepribadian A sebanyak 30,30% atau 10 responden.Demikian juga

responden yang bertipe kepribadian B menempati urutan pertama adalah

responden perempuan dengan frekuensi 8 atau 61,54% selebihnya adalah

responden laki – laki dengan 38,46% atau 5 dari total 46 responden.

Tabel 10.
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian A
Dan Kelompok Usia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe A
Kelompok Usia F %
20-30 7 21,12
31-41 9 27,27
42-52 5 18,18
53-63 11 30,30
≥ 64 1 3,03
Total 33 100
Sumber : Data Primer

Distribusi responden berdasarkan tipe kepribadian A dan kelompok

usia sebagaimana yang terlihat pada tabel 10, kelompok usia 53 – 63 tahun

merupakan kelompok yang terbanyak frekuensi yaitu 11 responden

(30,30%), kemudian menempati urutan kedua adalah kelompok usia 31 – 41

tahun dengan frekuensi responden (27,27%), sedangkan urutan 3

didominasi oleh kelompok usia muda yaitu 20 – 30 tahun dengan 21,12%

atau sebanyak 7 responden, dan kelompok terendah frekuensi adalah

56
kelompok usia diatas 64 tahun yang hanya 3,03%, sisanya 18,18%

merupakan kelompok usia 42 – 52 tahun.

Tabel 11.
Distribusi Responden Berdasarkan Status Penyakit
Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

NO Status Penyakit F %

1 Hipertensi 36 78,26

2 Terduga Hipertensi 10 21,74

Total 46 100

Sumber : Data primer Hasil Wawancara

Berdasarkan pada tabel 11 tersebut bahwa frekuensi responden yang

menderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya pada tahun 2011

secara umum sebanyak 36 responden sedangkan yang terduga hipertensi

frekuensinya hanya 10 atau 21,74% responden

Tabel 12.
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian A
Dan Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe Kepribadian A
Status F %

Hipertensi 29 87,88
Terduga Hipertensi 4 12,12
Total 33 100
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

57
Berdasarkan tabel tersebut diatas bahwa tipe kepribadian A sebanyak 33

reponden, yang mengalami hipertensi 29 reponden (87,88%) sedangkan tipe

A yang terduga mengalami hipertensi sebanyak 4 responden atau (12,12%)

Tabel 13
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian A
jenis Kelamin dan kelompok Umur Dengan Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe A Tipe A
Usia Hipertensi Terduga Hipertensi
L P L P
F % F % F % F %
20-30 1 12,5 3 14,29 2 100 1 50
31-41 2 25 7 33,33 0 0 0 0
42-52 2 25 3 14,32 0 0 0 0
53-63 3 37,5 7 33,33 0 0 1 50
≥ 64 0 0 1 4,76 0 0 0 0
Total 8 100 21 100 2 100 2 100
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

Berdasarkan tabel tersebut diatas responden laki – laki tipe yang

menderita hipertensi pada kelompok usia 53 – 63 tahun yang mencapai

37,5% sedangkan perempuan kelompok umur terbanyak pada usia 31 – 41

tahun yaitu 33,33% dengan kelompok umur 53 – 63 tahun yang memiliki

presentase yang sama dengan kelompok umur 31 – 41 tahun yaitu 33,33%.

Tipe kepribadian A yang terduga hipertensi frekuensi rendah yaitu hanya 2

responden pada kelompok usia 20 – 30 tahun dengan jenis kelamin laki –

laki sementara pada perempuan juga 2 responden yang terduga hipertensi

adalah, 1 responden kelompok usia 20 – 30 tahun dan 1 responden

kelompok usia 53 – 63 tahun.

58
Tabel 14.
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian B
Dan Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe Kepribadian B
Status F %

Hipertensi 7 53,85

Terduga Hipertensi 6 46,15

Total 13 100

Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

Tipe kepribadian B, pada tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa

dari 13 responden yang bertipe kepribadian B, sebanyak 7 (53,85%)

responden mengalami hipertensi sedangkan B yang terduga mengalami

hipertensi sebanyak 6 responden atau 46,15 dari 46 responden

Tabel 15.
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian B
Dan Kelompok Usia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe B
Kelompok Usia F %
20 - 30 0 0
31 - 41 2 15,38
42 - 52 7 53,85
53 - 63 4 30,77
≥ 64 0 0
Total 13 100
Sumber : Data Primer Hasil Wawancara

Berdasarkan pada tabel 15 bahwa tipe keoribadian B

dengan yang terbanyak adalah pada kelompok usia 42 - 52 tahun sebanyak

59
53,85% atau 7 responden dari total 13 responden yang bertipe kepribadian

B, kemudian urutan kedua pada kelompok usia 53 – 63 tahun dengan

jumlah 4 responden atau 30,77%, sedangkan menempati urutan ketiga

adalah kelompok usia 31– 41 tahun dengan jumlah frekuensi 2 responden

atau 15,38%

Tabel 16
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian B,
jenis Kelamin dan kelompok Umur Dengan Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe B Tipe B
Usia Hipertensi Terduga Hipertensi
L P L P
F % F % F % F %
20-30 0 0 0 0 0 100 0 0
31-41 0 0 2 40 0 0 0 0
42-52 1 50 1 20 2 66,67 3 100
53-63 1 50 2 40 1 33,33 0 0
≥ 64 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 2 100 5 100 3 100 3 100
Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan pada tabel 16 bahwa tipe kepribadian B yang mengalami

hipertensi juga lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki – laki

yaitu frekuensinya hanya 2 responden sedangkan perempuan dengan

frekuensi 5 responden, dimana kelompok umur 31 – 41 tahun sebanyak 2

(40%) responden, kemudian kelompok usia 53 – 63 tahun juga 2.

responden (40%) dan kelompok jenis kelamin perempuan paling sedikit

pada usia 42 – 52 tahun dengan frekuensi 1 reponden

60
3. Analisis Bivariat

Analisis statistik dengan uji korelasi Pearson,” untuk melihat hubungan

tipe kepribadian dengan penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari

Jaya kecamatan Lalembuu Kabupaten Konawe Selatan adalah sebagai

berikut :

a. Analisis Hubungan Tipe Kepribadian A Dengan Penyakit Hipertensi

Untuk melihat adanya hubungan tipe kepribadian A dengan

penyakit hipertensi dengan análisis bivariat yang menggunakan uji

korelasi pearson untuk mencari nilai r Product Moment, hasil análisis

tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 17.
Hubungan Tipe Kepribadian A Dan Penyakit Hipertensi
Diwilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe Uji
Kepribadian A Korelasi Person
(r)
Status Hipertensi F % %
Hipertensi 29 87,88
Terduga Hipertensi 4 12,12 0,79

Total 33 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 17 yang merupakan ringkasan Uji korelasi

Pearson, diperoleh nilai rhitung (rh) pada tipe kepribadian “A” adalah 0,79

dimana nilai rh > rtabel dengan N 46 dan taraf signifikansi 5% maka nilai

rtabel (rt) adalah 0,291 artinya bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yaitu tipe

61
kepribadian A, memiliki hubungan dengan penyakit hipertensi di wilayah

kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011, maka jika dilihat dari stándar

nilai r, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sabri & Luknis (2007),

bahwa hasil uji korelasi ini memiliki hubungan sangat kuat

b. Analisis Hubungan Tipe Kepribadian B Dengan Penyakit Hipertensi

Análisis bivariat untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian B

dengan penyakit hipertensi dengan menggunakan uji korelasi pearson

untuk mencari nilai r, dapat dilihat hasil uji tersebut pada ringkasan tabel

tersebut dibawah ini :

Tabel 18.
Hubungan Tipe Kepribadian B Dan Penyakit Hipertensi
Diwilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Tahun 2011

Tipe Uji
Kepribadian B Korelasi Person
(r)
Status Hipertensi F %
Hipertensi 7 53,85 0,59
Terduga Hipertensi 6 46,15
Total 13 100
Sumber : Data primer

Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian B dengan penyakit

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 dengan

menggunakan korelasi Pearson”, bahwa nilai rhitung (rh) pada uji korelasi

pearson tipe kepribadian B adalah 0,59 dengan taraf signifikansi 5%

dimana nilai rt 0,291 yaitu rh > rtabel artinya bahwa Ha diterima dan Ho

62
ditolak yaitu bahwa tipe kepribadian B ada hubungan dengan penyakit

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011

4. Analisis Determinan

a. Analisis Koefesien Determinasi Hubungan Tipe Kepribadian A

Dengan Penyakit Hipertensi

Untuk mengetahui sejauh mana variabel independen atau tipe

kepribadian A mempengaruhi variabel dependen atau hipertensi, hasil

análisis uji koefesien determinasi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah

ini

Tabel 19.
Hasil Analisis Koefesien Determinasi Hubungan
Tipe Kepribadian A Dengan Penyakit Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Atarij Jaya
Tahun 2011

Variabel Status
yang Hipertensi Hasil Uji
dikorelasikan rhitung rtabel r2 Ket
1 0 Total
Signi
Tipe A 29 4 33 0,79 0,291 0,6241 fikan

Total 29 4 33
Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil análisis dengan menggunakan uji koefesien

determinasi pada tabel tersebut diatas, variabel tipe kepribadian A

diperoleh nilai koefesien korelasi person (r) = 0,79 kemudian dimasukkan

kedalam análisis r2 hasilnya adalah R2 = 0,6241. Hal ini berarti bahwa

63
besarnya variabel tipe kepribadian A dalam mempengaruhi penyakit

hipertensi adalah 62,41%

b. Analisis Koefesien Determinasi Hubungan Tipe Kepribadian B

Dengan Penyakit Hipertensi

Análisis dengan menggunakan uji determinasi untuk melihat

seberapa besar presentasi tipe kepribadian B mempengaruhi hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya pada tahun 2011 dapat dilihat

hasil uji tersebut pada tabel dibawah ini :

Tabel 20.
Hasil Analisis Koefesien Determinasi Hubungan
Tipe Kepribadian B Dengan Penyakit Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Atarij Jaya
Tahun 2011

Variabel Status
yang Hipertensi Total Hasil Uji
dikorelasika
n
1 0 rhitung rtabel r2 Ket
Tipe B 7 6 13 Signi
Total 7 6 13 0,59 0,291 0,5929 fikan
Sumber : Data primer

Hasil análisis bivariat pada variabel tipe kepriadian B diperoleh nilai

koefesien korelasi dengan nilai r = 0,59, jika nilai r ini masukkan kedalam

r2 maka hasil R2 = 0,3481. Hal ini berarti varian yang terjadi pada variabel

hipertensi sebagian atau 34,81% di pengaruhi oleh tipe kepribadian B

64
B. Pembahasan Hasil Penelitian

Setelah di lakukan, pengolahan, penyajian dan analisis data secara

manual selanjutnya dilakukan pembahasan hasil penelitian dari masing -

masing variable yang telah diteliti.

1. Hubungan Tipe Kepribadian A” Dengan Penyakit Hipertensi

Kepribadian adalah merupakan sebuah wilayah yang berbicara

tentang perbedaan – perbedaan individu dan yang membuat kita unik

sebagai manusia dengan menitikberatkan bagaimana sistem psikologis

(yaitu sifat) diorganisasikan dalam diri seorang individu dan bagaimana

hal ini menyebabkan perilaku dan cara berfikir yang menjadi

karakteristik individu (Albery & Munafo, 2010 : 433). Tipe kepribadian

juga merupakan pola perilaku dengan sifat-sifat yang sering dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari sifat sebagaimana dalam bukunya

"Treating Type A Behavior - And Your Heart", Friedman

mengidentifikasi sebagian ciri-ciri orang dengan tipe A, adalah

mengepalkan jari dalam pembicaraan, biasa menggeremetukkan gigi

dan terobsesi berkompetisi hampir di semua aktivitas, meskipun hanya

hal-hal kecil, Kurang rela kalah meskipun pada anak kecil, tidak

sabaran pada orang lain, terutama orang yang kontra serta memiliki

opini yang tidak berubah, terlihat kurang mampu menikmati kesuksesan

orang lain, berpikir bahwa orang lain tidak bisa dipercaya dan memiliki

65
motif tersembunyi, merasa kurang menyukai orang lain, sering

menyalahkan berbagai hal, khususnya kelompok yang besar seperti

pemerintah, generasi muda, berbicara dengan cepat dan menginterupsi

pembicaraan orang lain.

Secara umum pada data análisis univariat bahwa distribusi

responden pada tabel 5 tentang kelompok usia terbanyak adalah usia

53 – 63 tahun yang berjumlah 15 responden (32,61%) dan kelompok

usia paling rendah adalah > 63 tahun yang berjumlah 1 responden atau

(2,17%), distribusi responden menurut jenis kelmin bahwa perempuan

sebanyak 29 (63,04%) responden sementara laki – laki hanya 17

(36,96%) responden, 44 (96%) responden dengan bekerja sebagai

petani, sedangkan responden berdasarkan tipe kepribadian yang

terbanyak adalah responden dengan tipe kepribadian A sebagaimana

yang terlihat pada tabel 7 dengan 71,34% tipe A dan 28,28% tipe B.

Untuk melihat bagaimana hubungan tipe kepribadian dengan hipertensi

berdasarkan beberapa análisis secara statitisk maka dapat dilihat dalam

pembahasan dibawah ini

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan hasil uji

statistik pada uji korelasi pearson diperoleh nilai r = 0,79 ini berarti

bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, jika dilhat secara statistik

sebagaimana standar nilai statistik yang dikatakan oleh Sabri dan

Luknis, bahwa hasil uji korelasi dengan r = 0,76 – 1,00 adalah

memiliki hubungan sangat kuat dalam mempengaruhi kejadian

66
hipertensi. Dan nilai r hasil uji penelitian ini adalah r > 0, artinya telah

terjadi hubungan yang linier yang positif, yaitu makin besar nilai variabel

X makin besar pula nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X

makin kecil pula nilai variabel Y,(Umar, 2006). Hipertensi yang terjadi di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 yang di pengaruhi oleh

tipe kepribadian A sebanyak 63,04%, sebagaimana yang tercantum

pada tabel 7 bahwa distribusi responden berdasarkan pekerjaan

menunjukkan 96% atau 44 responden adalah bekerja sebagai petani

dengan penghasilan rata – rata Rp 500.000,00 - 750.000,00 / bulan

tentunya hal ini tidak mencukupi untuk bekal hidup selama 1 bulan,

maka setiap individu harus berusaha memenuhi kebutuhanya dan

terkadang usaha ini pun tidak membuahkan hasil sesuai dengan

harapan pribadi dan keluarga sehingga hal ini akan menjadi beban

pikiran dalam menikmati kehidupan sehari – hari, maka hal ini memicu

terjadinya tingkat stress pada individu dengan tipe kepribadian A,

karena seorang individu dengan tipe ini sangat mudah atau rentan

terhadap timbulnya stres, apalagi didukung dengan faktor pencetus

timbulnya stres yaitu tingkat ekonomi dan penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari hari tidak mencukupi hal ini terlihat mayoritas

penderita hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Atari Jaya adalah

petani.

Karena 96% adalah bekerja sebagai petani yang penghasilanya

kurang mencukupi dalam kehidupan sehari – hari sehingga masyarakat

67
diwilayah kerja Puskesmas Atari Jaya selalu dituntut bekerja keras tak

kenal lelah untuk meningkatkan kesejahteraannya, hampir tak ada sisa

waktu yang disia – siakan untuk bekerja, namun demikian hasil yang

diperoleh tidaklah memuaskan, tidak sesuai dengan harapan, sehingga

Tipe kepribadian A “juga cenderung gelisah ketika dalam kondisi

senggang, selalu ingin berpacu menyelesaikan pekerjaanya dengan

secepat mungkin, hal ini berdasarkan jawaban responden pada item 4,

bahwa responden yang menyatakan kegelisahanya ketika dalam kondisi

senggang dari 46 responden sebanyak 29 (63,04%), adalah tipe A ini

sesuai dengan hasil penelitian tentang pengaruh tipe kepribadian

dengan derajat hipertensi yang mengatakan bahwa responden dengan

tingkat stress tinggi berpeluang mendapat hipertensi 3,02 kali atau (95%

: P= 0,0015 ) dibandingkan dengan responden dengan derajat strss

rendah yang hanya berpeluang mendapat hipertensi 2.47 kali (95% : P

= 0,0030) ( Septiyani, 2010 ),

Penelitian ini sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Yasinta (Anggraeni, 2009). Dimana berdasarkan analisis data penelitian

dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s rho, maka diperoleh

korelasi searah, semakin besar tipe kepribadian A, semakin besar pula

angka kejadian hipertensi. Namun perbedaan pada penelitian yang

dilakukan oleh Yasinta dengan penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Atari Jaya ini adalah dari sisi uji korelasi dimana diperoleh kekuatan

korelasi sedang pada penelitian yang dilakukan oleh Yasinta sedangkan

68
pada penelitian ini diperoleh korelasi hubungan sangat kuat dengan nilai

r = 0,79, Walaupun terdapat perbedaan pada hasil uji korelasi pada

penelitian yang pernah dilakukan oleh Yasinta namun pada hakekatnya

memiliki kesamaan yaitu ada hubungan bermakna secara statistik

antara tipe kepribadian dengan kejadian hipertensi (p:0,00) dan 32%

kejadian hipertensi ditentukan oleh tipe kepribadian.

Distribusi responden pada tabel 7 bekerja sebagai PNS adalah 2

responden 2 (4%) dari 46 responden, namun walaupun kedua

responden ini yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

kebutuhan hidupnya tercukupi dibandingkan dengan responden yang

bekerja sebagai petani tetapi kedua responden ini juga mengalami

hipertensi. Mungkin sebagai pemicu bukanlah faktor pekerjaan namun

lebih mengarah kepada tingkat ekonomi yang masuk dalam kategri

mampu sehingga hidupnya dalam hal mengkonsumsi makanan tidak

terkontrol dan hal ini dapat menjadi stressor bagi tipe kepribadian A ,

sehingga memicu timbulnya tekanan darah tinggi (Hipertensi)

Berdasarkan tabel 6.5 bahwa distribusi responden berdasarkan

usia dan jenis kelamin maka responden terbanyak adalah berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 responden dari 46 responden

dan sisanya 17 responden adalah laki – laki, kemudian jika dihubungkan

dengan distribusi responden pada tabel 9 bahwa penderita hipertensi

dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 21 (45,65%) responden

bertipe kepribadian A.

69
Jika dianalisis bahwa timbulnya presentasi jenis kelamin

perempuan yang lebih tinggi dibandingkan laki – laki yang menderita

hipertensi, karena sebagai individu seorang perempuan yang berperan

sebagai seoarang istri petani tentunya memiliki peran ganda, dimana

harus memikirkan pekerjaan membantu suaminya, harus

menyelesaikan pekerjaan rutinnya sebagai istri dirumah, harus

memikirkan dan mengurus anak – anaknya, serta menyiapkan makan

untuk suami dan anaknya, dengan peran seperti inilah seorang

perempuan akan terpecah konsentrasinya, tidak fokus pada salah satu

pekerjaanya sebagai seorang istri dan hal ini juga dapat merupakan

pemicu mudahnya seorang perempuan timbul stress, apalagi didukung

ia sebagai seorang dengan tipe kepribadian A, yang cenderung

emosional kurang bisa mengendalikan sifat ambisiusnya sehingga hal –

hal tersebut dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah. Hasil

penelitian ini juga didukung oleh teori bahwa tipe kepribadian “A”

merupakan tipe kepribadian yang cenderung memiliki hubungan

dengan kejadian penyakit hipertensi

Sebagaimana hasil penelitian Friedman & Rosenman (1974),

Kiev & Kohn (1979), serta Cooper, dkk. (1988) yang dikutip dari

Anggraini 2009, menemukan bahwa sumber stres adalah kepribadian

tipe A. Temuan berikutnya menunjukkan bahwa sumber stres adalah

interaksi hubungan yang tidak harmonis antara individu yang

berkepribadian tipe A dan lingkungan dalam organisasi, sehingga

70
menimbulkan stres psikologis hal ini juga dapat memicu timbulnya

tekanan darah tinggi. Ini juga sesuai dengan teori pernyataan

Dr. Rosenman & Dr. Friedman bahwa kepribadian tipe A berasal dari

perasaan tidak aman dan rendahnya harga diri. Nah, dalam masyarakat

yang berbasis kompetisi, maka perasaan tidak aman mudah sekali

muncul. Alhasil tujuan yang ingin dicapai sering tidak realistis dan

harapannya pun sangat berlebihan. Hasilnya bisa berupa rendahnya

harga diri. Agar merasa aman dan meningkatkan harga diri, maka

mereka pun berusaha terus menerus meningkatkan pencapaian;

berusaha lebih keras dan lebih cepat. Mereka pun bisa menjadi lebih

mementingkan waktu. Tidak jarang mereka menjadi lebih agresif, yang

muncul karena ketidakmampuan memenuhi ambisi (Jalal Al-Din Rumi,

2009)

Berdasarkan pada tabel 9 tersebut diatas jumlah responden

terbesar dan bertipe kepribadian A adalah perempuan dengan frekuensi

23 atau 69,70% sedangkan responden jenis kelamin laki – laki yang

bertipe kepribadian A sebanyak 30,30% atau 10 responden ini

menunjukkan bahwa responden perempuan di wilayah kerja Puskesmas

Atari Jaya cenderung memiliki tipe kepribadian A mungkin sebagai

salah satu fakto pemicu seorang perempuan menduduki frekuensi

terbanyak yang mengalami hipertensi karena faktor ekonomi, pekerjaan

dan keluarga sehingga tipe A pada seorang perempuan yang berobat

Puskesmas Atari Jaya banyak yang menderita hipertensi.

71
Berdasarkan pada tabel 12 bahwa tipe kepribadian A yang

mengalami hipertensi 29 reponden (87,88%) sedangkan tipe A yang

tidak mengalami hipertensi sebanyak 4 responden atau (12,12%).

Meningkatnya hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun

2011 berdasarkan análisis pada tabel 12 karena sensitifitas tipe

kepribadian A terhadap stres, sifat yang ambisius, yang mudah muncul

dan sulit untuk mengendalikan kepribadiannya akibat rangsangan

eksternal sehingga akan merangsang sistem hormonal dalam tubuh

seperti meningkatnya ketakolamin, dan adrenalin yang dalam jangka

panjang akan menyebabkan timbulnya flak dalam pembuluh darah

sehingga menyebabkan aterosklerosis dan menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan darah. Hasil ini juga sesuai dengan literature

bahwa ada hubungan antara faktor stress dengan kejadian hipertensi,

diduga melalui aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf

simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermittent. Stres

dapat memicu peningkatan hormon adrenalin dan kortisol sehingga

dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi).

Distribusi responden pada tabel 13 bahwa tipe kepribadian A

yang berjenis kelamin laki – laki sebanyak 8 responden (17,39%) dari

46 responden, rendahnya jumlah jenis kelamin laki – laki yang

menderita hipertensi di bandingkan perempuan karena pada umumnya

di daerah pedesaan seperti di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya,

bahwa beban pekerjaan dan peran serta frekuensinya dalam rumah

72
tangga lebih besar perempuan sementara pada laki – laki hanya fokus

pada pekerajaan satu arah yaitu mencari nafkah sebagai seorang

suami, sehingga hal ini mengurangi tingkat terjadinya stress pada

seorang laki – laki, namun demikian bahwa timbulnya hipertensi pada

laki – laki di wilayah kerja puskesmas Atari Jaya adalah lebih kepada

sifat egoisnya yang selalu mementingkan kebutuhan pribadinya yang

merupakan faktor diluar pekerjaan seperti laki – laki sebagai perokok,

tetapi bukan berarti faktor pekerjaan tidak menjadi pemicu terjadinya

tingkat stress pada laki – laki dengan tipe kepribadian A, karena pada

beberapa peneltian yang dilakukan oleh friedman bahwa laki – laki

dengan tipe A mayoritas adalah perokok, dimana tingkat ekonominya

yang lemah harus membagi kebutuhan rumah tangga dengan biaya

untuk merokok, belum lagi ditambah dengan biaya pendidikan bagi

anak - anaknya sehingga hal inilah yang memicu timbulnya peningkatan

tekanan darah pada seorang laki – laki tipe A.

Analisis Bivariat pada tipe kepribadian A dimana nilai r pada uji

korelasi Pearson” hasilnya adalah 0,79, maka jika dikonversikan

kedalam rumus Koefesien determinasi r2 maka, akan di peroleh nilai R =

0,6241 yang berarti nilai ini sama dengan 62,41%. Ini menunjukkan

bahwa besarnya variabel tipe kepribadian A dalam mempengaruhi

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya hanya sebesar

62,41%, selebihnya berarti ada faktor – faktor lain dilauar tipe

kepribadian yang menyebabkan tingginya angka hipertensi di wilayah

73
kerja Puskesmas Atari jaya pada tahun 2011 ini. Hal ini sesuai

penelitian yang menyebutkan bahwa nilai Population Attributable Risk

(PAR) yang diperoleh adalah 0,76 yang artinya sekitar 76% kejadian

hipertensi dapat dicegah dengan menghilangkan faktor tipe kepribadian

A” dan selebihnya disebabkan oleh faktor lain dan tidak berarti bahwa

setiap hipertensi disebabkan oleh tipe kepribadian A.

Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Anggraini et.all, tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan

kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di Poliklinik dewasa

Puskesmas Bangkinang tahun 2008, dengan mengutip pernyataan

Sargowo bahwa pola perilaku tipe “ A” terbukti berhubungan dengan

prevalensi hipertensi, mengenai mekanisme pola perilaku tipe

Kepribadian A” banyak peneliti menghubungkan dengan sifat ambisius,

suka bersaing, bekerja tidak kenal lelah, selalu dikejar oleh waktu dan

selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan

ketakolamin yang dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol

serum meningkat sehingga akan mempermudah terjadinya

aterosklerosis yang memicu terjadinya peningkatan tekanan darah. Hal

ini juga didukung oleh Pernyataan Rosenman & Dr. Friedman yang

senada dengan hasil Studi oleh Scherwite et al (1978) menemukan

hubungan antara jumlah referensi diri (merujuk pada diri sendiri: saya,

aku, milik saya) selama wawancara dan tekanan darah sistolik. Peneliti

berpendapat bahwa keterlibatan diri terus menerus dapat menimbulkan

74
masalah dimana individu tersebut membuat standar diri yang amat

tinggi, jika tak tercapai menyebabkan frustasi sehingga meningkatkan

tekanan darah (Neil Niven, 2002 : 212)

` Untuk mengurangi frekuensi kejadian hipertensi karena pengaruh

tipe kepribadian A tersebut dapat dilakukan pengembangan program

menajemen stress menurut Suinn (1974, 1984, Niven, 2002) yang

terdiri – dari dua fase yaitu pertama individu diajarkan mengurangi

pemajanannya terhadap situasi penimbul stress yang dihubungkan

dengan deadline aktivitas langkah cepat dan aktivitas kompetitif, dengan

menjadwalkan aktivitas secara tepat. Yang kedua ditekankan untuk

mengurangi ansietas dengan menggunakan tehnik pelatihan relaksasi

untuk mengurangi ansietas dan respon stress.

Menurut Roskie (1984) pendekatan multimedia untuk mengubah

perilaku tipe A yang menggunakan kombinasi tehnik. Relaksasi

muskuler progresif digunakan untuk mengurangi ketegangan dan juga

melatih individu untuk memantau ketegangan juga. Kedua terapi emotif

rational yang ditunjukan untuk control praktis dari emosi negative seperti

marah, ansietas, rasa bersalah dan depresi, kedua tehnik ini dapat

menghasilkan peningkatan segera dalam rasa sejahtera. Ketiga

pelatihan keterampilan komunikasi membantu individu mengirimkan dan

menerima pesan yang jelas dan dirumuskan lebih baik .Juga penekanan

perhatian dari seseorang terhadap masalah individual. Keempat

keterampilan pemecahan masalah diberikan untuk memungkinkan

75
individu untuk menghadapi setiap situasi secara mandiri dan menyelidiki

semua situasi. Setelah program pengobatan 14 minggu dengan

menggunakan pendekatan ini, individu tipe A menunjukkan penurunan

siginfikan dalam tekanan darah, kolesterol, tekanan waktu dan jumlah

gejala psikologis (Niven, 2002)

Untuk mengurangi penyakit hipertensi yang berhubungan dengan

tipe kepribadian. Pendekatan Blumental et all (1980), menekankan

keuntungan potensial dari kebugaran fisik dalam pencegahan hipertensi

dengan mengkaji individu tipe A dan B pada variabel Fisiologis dan

psikologis yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler sebelum

dan sesudah program latihan. Hal ini mampu mengurangi faktor resiko

hipertensi secara fisiologis selain menurunkan skor mereka pada

Jenkins Activity Survey (Niven, 2002)

2. Hubungan Tipe Kepribadian B Dengan Kejadian Penyakit

Hipertensi

Friedman & Ulmer (1984), dalam bukunya "Treating Type A

Behavior - And Your Heart" sedangkan orang dengan kepribadian tipe

"B" adalah kebalikan dari tipe "A" tersebut di atas, yaitu dengan ciri-ciri

:ambisinya wajar-wajar saja, tidak agresif dan sehat dalam

berkompetisi serta tidak memaksakan diri, Penyabar, tenang, tidak

mudah tersinggung dan tidak mudah marah (emosi terkendali),

kewaspadaan dalam batas yang wajar demikian pula kontrol diri dan

76
percaya diri tidak berlebihan, cara bicara tidak tergesa-gesa, bertindak

pada saat yang tepat, perilaku tidak hiperaktif, dapat mengatur waktu

dalam bekerja (menyediakan waktu untuk istirahat) dalam

berorganisasi dan memimpin bersikap akomodatif dan manusiawi lebih

suka bekerja sama dan tidak memaksakan diri bila menghadapi

tantangan, pandai mengatur waktu dan tenang (relaks), tidak tergesa-

gesa, dapat membebaskan diri dari segala macam problem kehidupan

dan pekerjaan manakala sedang berlibur

Hasil penelitian yang telah dilakukan dan hasil uji statistik

pada varibel tipe kepribadian B uji korelasi pearson di peroleh nilai r =

0,59 artinya bahwa tipe kepribadian B juga memiliki hubungan kuat

dalam mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi. Frekuensi

penyakit hipertensi pada tipe kepribadian B juga lebih banyak jenis

kelamin perempuan sebagaimana terlihat pada tabel 9, dengan jumlah

8 responden (61,54%) adalah responden perempuan dari total 46

responden dan laki – laki sebanyak 5 (38,46%). Walaupun tipe

kepribadian B memiliki hubungan yang kuat dengan penyakit

hipertensi namun hanya menyumbangkan 34,81% dalam

mempengaruhi terjadinya hipertensi. Hal ini juga menunjukkan bahwa

tidak semua responden wanita di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya

pada tahun 2011 ini memiliki tingkat stres yang tinggi dan tidak berarti

bahwa orang yang memiliki tipe kepribadian B tidak bisa menderita

hipertensi, walaupun tipe kepribadian B yang terkenal dengan sfat –

77
sifat kesabaranya, tidak egois serta tidak mudah tersinggung pada

hal – hal yang kelihatanya sepele namun karena faktor lain yang

dapat memicu timbulnya tekanan darah tinggi pada tipe ini.

Berdasarkan analisis análisis bivariat pada variabel tipe

kepriadian B diperoleh nilai koefesien korelasi dengan nilai r = 0,59,

sedangkan pada uji determinasi diperoleh nilai R = 0,3481. Hal ini

berarti varian yang terjadi pada variabel hipertensi sebagian atau

34,81% dipengaruhi oleh tipe kepribadian B, ini juga menunjukkan

bahwa ada faktor lain juga selain tipe kepribadian B yang

mempengaruhi terjadinya peningkatan penderita hipertensi di wilayah

kerja Puskesmas atari Jaya pada tahun 2011 ini. Jika dibandingkan

dengan tipe kepribadian A” maka frekuensi tipe kepribadian B lebih

kecil dalam mempengarhui terjadinya hipertensi ini menunjukkan

bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya,

individunya yang bertipe kepribadian B adalah lebih rendah sehingga

frekuensi terjadinya penyakit hipertensi yang disebabkan oleh tipe ini

juga adalah rendah.

Berdasarkan tabel 14 tipe B sebanyak 13 responden, 7

(53,85%) responden mengalami hipertensi dan 6 (46,15%) responden

tidak hipertensi, walaupun tipe kepribadian B ini menyumbang

terjadinya peningkatan tekanan darah di Puskesmas Atari Jaya namun

frekuensinya lebih kecil yaitu hanya 34,81% ini juga berarti masih ada

faktor – faktor lain selain tipe kepribadian B yang mempengaruhi

78
terjadinya peningkatan hipertensi di Puskesmas Atari Jaya tahun 2011.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian tentang kepribadian dan

hipertensi yang mengatakan bahwa semakin kepribadian cenderung

ke tipe B maka semakin rendah tingkat kejadian hipertensi (Septiyani,

2010).

Teori Rosenman & Dr. Friedman yang menyebutkan beberapa

ciri seseorang dengan tipe kepribadian B adalah memiliki sifat sabar,

tidak kompetitif dan tidak pula terlalu ambisi sehingga tingkat stress

individu dengan tipe kepribadian B lebih rendah berarti hasil penelitian

dipuskesmas di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011, juga

susuai dengan hasil penelitian tentang pengaruh Kepribadian terhadap

derajad hipertensi dimana hasil penelitian tersebut menyatakan

derajat stres rendah hanya berpeluang mendapat hipertensi 2,47 kali

(95%:P=0,0030), dibandingkan derajad stress tinggi yang memiliki

peluang hipertensi 3,02 kali (Septiyani, 2010)

Peranan perawat di Puskesmas Atari Jaya dalam menangani

pasien hipertensi yang disebabkan oleh pengaruh tipe kepribadian

adalah melakukan asuhan keperawatan (Askep) keluarga dan

komunitas, dimana asuhan keperawatan keluarga dapat dilakukan

melalui pelayanan keperawatan dirumah (Home care) dengan

memberikan pelayanan langsung yang meliputi pengkajian fisik atau

psikososial dan memberikan intervensi, melakukan dokumentasi untuk

melihat kemajuan askep, koordinasi antara pelayanan dan manajemen

79
kasus, perawat juga menjadi advokasi serta menentukan frekuensi

dan lamanya perawatan melalui system home care, serta dapat juga

menggunakan pendekatan askep keluarga malalui fungsi keluarga

yang kelima yaitu the health care function yang dikemukakan oleh

Friedman (1988) dengan pemeliharaan kesehatan yang salah satunya

adalah dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dan

dilaksanakan dengan membuat skoring prioritas masalah seperti sifat

masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah

untuk dicegah, dan menonjolnya masalah berat yang harus segera

ditangani (Mubarak et all, 2010).

80
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilaksanakn di wilayah kerja

Puskesmas Atari Jaya pada tanggal 27 Mei sampai dengan 7 Juni 2011

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tipe Kepribadian A , pada penelitian ini memiliki hubungan yang sangat

kuat dalam mempengaruhi penyakit hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Atari Jaya tahun 2011 sebagaimana hasil uii korelasi yang

diperoleh nilai r =0,79, dimana tipe A, 62,41% menyumbang terjadinya

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011, ini berarti

bahwa ada determinasi yang lebih besar pada tipe Kepribadian A dan

perlunya mendapatkan perhatian khusus bagi petugas kesehatan di

wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya

2. Tipe kepribadian B juga memiliki hubungan dengan penyakit hipertensi

dengan korelasi kuat, dimana tipe kepribadian B (34,81%) menyumbang

terjadinya hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Atari Jaya tahun 2011,

ini berarti ada faktor lain yang lebih banyak memicu terjadinya

hipertensi.

81
B. Saran

Dari hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Atari Jaya, maka yang

dapat penulis sarankan adalah Sebagai berikut :

1. Bagi Puskesmas Atari Jaya

a. Tipe Kepribadian A

Untuk mengurangi penyakit hipertensi yang berhubungan

dengan tipe kepribadian A, Puskesmas dapat melakukan program

menajemen stress menurut Suinn, pendekatan multimedia menurut

Roskie, untuk mengubah perilaku tipe A yang menggunakan

kombinasi tehnik menekankan keuntungan potensial dari kebugaran

fisik dalam pencegahan hipertensi dengan mengkaji individu tipe A

pada Aspek Fisiologis dan psikologisnya, melalui penyuluhan pada

saat Posyandu, ketika individu datang berobat di Puskesmas,

Pustu, Polindes, dan Posyandu lansia dan yang lebih penting

adalah agar individu meningkatkan aktivitas spiritualnya untuk

mengurangi tingkat stress dan meningkatkan kesabaran

b. Tipe Kepribadian B

Memberikan motivasi melalui penyuluhan baik individu

maupun kelompok, agar tetap mempertahankan sifat – sifat

kesabaran yang dimilikinya, serta menghindari hal – hal yang dapat

memicu timbulnya tingkat stress

82
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe selatan

Memberikan keterampilan klinik keperawatan kesehatan Masyarakat

bagi petugas kesehatan perawat di Puskesmas dalam mencegah dan

menurunkan frekuensi kejadian hipertensi yang erat hubunganya

dengan kepribadian dengan memberikan pelatihan pelatihan bagi

program perkesmas

3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan

Mengalokasikan dana dalam meningkatkan sumber daya tenaga

Kesehatan untuk upaya peningkatan pelayanan Kesehatan Kepada

individu, Keluarga, dan Masyarakat tentang penyakit hipertensi

4. Bagi Pasien / Masyarakat

a. Untuk Tipe Kepribadian A

Bagi pasien atau individu dan masyarakat yang merasakan adanya

gejala – gejala hipertensi diharapkan untuk segera memeriksakan

dirinya ke Puskesmas , sedangkan bagi pasien yang sudah

dinyatakan hipertensi akibat tipe kepribadian A maka diharapkan

agar menghindari hal – hal yang bias menyebabkan terjadinya

stress dan melakukan relaksasi dengan olah raga ringan setiap pagi

hari setelah selesai shalat subuh bagi penderita yang muslim..

b. Untuk Tipe Kepribadian B

Untuk penderita yang tipe B agar tetap mempertahankan sifat –

sifat kesabaranya sehingga dapat terhindar dari hipertensi

83
84
85

Anda mungkin juga menyukai