Polio FIX
Polio FIX
2.1 Pengertian
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan serta autropi otot (Wong, 2003).
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.Polio
menular melalui kontak antar manusia.Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut
ketika seseorang memakan makanan atau minuman. Poliovirus adalah virus RNA
kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang
sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang
tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3
hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35
hari (Ngastiyah,2005).
Jenis polio, yaitu sebagai berikut:
a. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif.Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
b. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun
strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari
200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan
terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh
pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
c. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak
ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan
dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol
pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan
pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur
pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai
fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal
ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika
otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi
kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-
paru.
Klasifikasi virus:
a. Golongan : Golongan IV ( (+) ssRNA )
b. Familia : Picornaviridae
c. Genus : Enterovirus
d. Spesies : Polioviru
2.4 Patofisiologi
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembang biak
dalam traktus digestivus, kelenjar getah bening regional dan system retikuloendoteal
dalam keadaan ini timbul :
a. Perkembangan virus sehingga tubuh akan membentuk antibody spesifik.
b. Apabila zat antibody dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasi sehingga hanya timbul gejala klinik yang ringan atau tidak timbul
gejala sama sekali sehingga tubuh timbul imunitas terhadap virus tersebut.
c. Dan apabila proliferasi virus lebih cepat dari pembentukan zat antibody tersebut
maka akan timbul gejala klinik atau viremia kemudian virus akan terdapat dalam
feses penderita dalam beberapa minggu lamanya.
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut. Pada anak yang
sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks yang
tipis dan rongga medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise,
subluksasio dan dislokasi dari sendi.
2.6 Komplikasi
a. Hiperkalsuria
b. Melena
c. Pelebaran lambung akut
d. Hipertensi ringan
e. Pneumonia
f. Ulkus dekubitus dan emboli paru
g. Psikosis
h. Deformitas otot berakibat kipo skoliosis
i. Koma
2.7 Penatalaksanaan
- Pencegahan
Imunisasi
a. Pengertian Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomielitis yaitu penyakit radang yang
menyerang syaraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki (Anik Maryunani,
2010).
b. Jadwal Pemberian
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak
kurang dari satu bulan. Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6
bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir,
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
B. Cara Pemberian
Cara pemberian imunisasi polio bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis
Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV).Di
Indonesia yang digunakan adalah OPV, karena lebih aman. OPV diberikan
dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut
anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis.
Imunisasi polio diberikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu.
d. Efek Samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot.
e. Tingkat Kekebalan
Dapat mencapail hingga 90%. Pemberian imunisasi polio untuk memutus
rantai penularan virus polio.
f. Kontra Indikasi
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam
tinggi (diatas 380C), muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan,
HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan radiasi umum, serta anak dengan
mekanisme kekebalan terganggu.
g. Vaksin Polio
1) Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan,
kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan
kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini
tidak dapat menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak
dengan daya tahan tubuh yang lemah.
Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1, 2, dan 3
dibiakkan pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan
formadehid.Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin,
streptomisin dan polimiksin.IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan
tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan
subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam
jarak 2 bulan.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di
usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam
dinding luar lapisan usus yang mengakibatkan pertahan lokal terhadap
virus polio liar yang akan masuk. Pemberian air susu ibu tidak
berpengaruh pada respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak
boleh ditunda karena hal ini. Setelah diberikan dosis pertama dapat
terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis berikutnya akan
memberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi
baru lahir 2, 4, 6, 18 bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak
mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam
selama 2-5 hari.Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar dan di Indonesia
yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan).
Cara pemberiannya melalui mulut. Dibeberapa negara dikenal pula
tetravaccine yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan
sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari atau selanjutnya
diberikan setiap 4-6 minggu.Pemberian vaksin polio dapat dilakukan
bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulang
diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi
polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis.
Imunisasi polio.
Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun)
dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 thun).Cara memberikan
imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua
tetes langsung ke dalam mulut anak.Imunisasi ini jangan diberika pada
anak yang sedang diare berat, efek samping yang terjadi sangat minimal
dapat berupa kejang.
- Pencegahan yang amat penting dengan perbaikan sanitasi, setiap keluarga
harus memiliki sarana air bersih, sarana sanitasi seperti jamban,
pembuangan air limbah rumah tangga, pembuangan sampah yang tertib.
Dengan mewujudkan rumah sehat dan lingkungan yang sehat maka akan
dapat mencegah penyakit berbasis lingkungan termasuk polio.
2.8 Medis
Tidak ada pengobatan yang spesifik , penanganaan dilakukan secara simtomatis
dan suportif.pengobatan yang di lakukan secara umum dalam mencegah penyakit
tersebut yaitu:
a. Isitarahat
b. Antipiretik (dosisnya 15-20 mg)
c. Analgesik (dosisnya 15-20 mg)
Diberikan secara oral
- Poliomielitis abortif
Pengobatannya:
a. Cukup di berikan analgetika dan sedatifa
b. Diet adekuat
c. Istrahat sampai suhu tubuh normal
- Poliomielitis bulbar
Pengobatannya:
a. Memerlukan inkubasi endotrakea
b. Menjaga saluran nafas
c. Menghindari aspirasi sekret yang tidak dapat di telan
2.9 Keperawatan
Penatalaksanaan untuk mencegah penularan klien perlu dirawat di kamar
isolasi dengan perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan
yang teliti. Mengingat bahwa virus polio juga terdapat pada feses Klien maka bila
membuang feses harus betul-betul ke dalam lobang WC dan disiram air sebanyak
mungkin. Kebersihan WC/sekitarnya harus diperhatikan dan dibersihkan dengan
desinfektan.Masalah Klien yang perlu diperhatikan bahaya terjadi kelumpuhan,
gangguan psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Poli virus PV
(Genus Enterovirus dan family Picorna viridae)
Virus menular melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi
Konstipasi
(Sumber: Wong, 2003)
2.10 Rencana Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. Pemeriksaan fisik (data fokus)
a) Keadaan umum
- Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
yang bergantung pada keadaan klien).
- Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
- Tanda-tanda vital : Terdapat peningkatan suhu tubuh.
b) Kepala dan leher : Terdapat nyeri kepala dan otot leher mengalami
kram / kaku dan terdapat nyeri saat menelan.
c) Axila : Axila teraba hangat.
d) Abdomen : Adanya nyeri tekan
e) Ekstremitas : Adanya paralysis atau kaku/kram.
Pemeriksaan fisik pada ekstremitas dilakukan dengan :
Pada Bayi
1 Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai
menekuk padalutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan
menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.
2 Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan
ujung pensil padatelapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak
terjadi kelumpuhan.
3 Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan
menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai
tergantung lemas.
Pada Anak
1. Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau
tidak.
2. Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang
mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya.
3. Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak
bisa melakukannya. Mintalah anak berjongkok atau duduk di
lantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami
kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan
merambat pada tungkainya.
4. Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.
3. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Viral isolation
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan
yang di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan
sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12 minggu
setelah gejala klinis.
b. Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan
jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama sel limfosit,
dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40-50 mg/100 ml
(Paul,2004).
2) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut.Pada
anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis
dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar,
selain itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari
sendi.
C. Perencanaan
Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik (00085)
Tujuan dan kriteria(berdasarkan NOC)
Memperlihatkan mobilitas, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan
1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami
gangguan):
a. Keseimbangan
b. Koordinasi
c. Performa posisi tubuh
d. Pergerakan sendi dan otot
e. Berjalan
f. Bergerak dengan mudah
.
Daftar Pustaka
Huda, A. N., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta: Mediaction.
Maryunani, Anik. 2010. Imu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
Smeltzer, suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
ed.8, vol.1. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, ed.4. Jakarta: EGC