Anda di halaman 1dari 78

1.

TINDAKAN KEPERAWATAN
A. ALAT BANTU JALAN
1. PENGERTIAN
Alat bantu jalan yaitu alat yang di gunakan untuk membantu klien supaya dapat berjalan
dan bergerak (Suratun, 2008). Alat bantu jalan merupakan sebuah alat yang dipergunakan untuk
memudahkan klien dalam berjalan agar terhindar dari resiko cidera dan juga menurunkan
ketergantungan pada orang lain Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan
pada penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah tulang pada anggota
gerak bawah serta gangguan keseimbangan (Barbara, 2009).
Alat bantu jalan adalah alat yang di gunakan untuk membantu pengguna supaya dapat
berjalan dan bergerak (suratun dkk,2008). Fungsi utama dari alat bantu jalan adalah memudahkan
pengguna dalam berjalan, mengurangi resiko cidera dan menurunkan ketergantungan terhadap
orang lain dalam kegiatan seharihari. Disamping itu alat bantu jalan juga membantu
penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah tulang pada anggota gerak
bawah serta gangguan keseimbangan (kozier barbara dkk, 2009). Belakangan ini, alat bantu jalan
sudah terdapat dalam berbagai macam jenis, model dan ukuran yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengguna. Ada yang berbentuk simple atau bahkan ada pula yang menggunakan
teknologi terbaru. Tidak hanya dapat ditemukan di rumah sakit, bahkan beberapa toko khusus alat
bantu jalan sudah ada di Indonesia.

2. MACAM-MACAM ALAT BANTU JALAN


 Kruk Axila
 Tongkat
 Walker Kruk
 Kursi roda
3. CARA PENGGUNAAN ALAT BANTU JALAN
a) Kruk
Kruk yaitu tongkat/ alat bantu untuk berjalan, biasanya digunakan secara ber-pasangan
yang diciptakan untuk mengatur keseimbangan pada saat akan berjalan. Kruk yaitu tongkat
atau alat bantu untuk berjalan, biasanya digunakan secara berpasangan yang di ciptakan untuk
mengatur keseimbangan pada saat akan berjalan. (suratun dkk,2008)
 Tujuan
 Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan kemampuan mobilisasi
 Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi
 Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain
 Meningkatkan rasa percaya diri klien
 Indikasi
 Pasien dengan fraktur ekstremitas bawah.
 Pasien dengan postop amputasi ekstremitas bawah.
 Pasien dengan kelemahan kaki / post stroke.
 Cara menggunakan :
1. Cara Naik
 Lakukan posisi tiga titik
 Bebankan berat badan pada kruk
 Julurkan tungkai yang tidak sakit antara kruk dan anak tangga
 Pindahkan beban berat badan dari kruk ketungkai yang tidak sakit
 Luruskan kedua kruk dengan kaki yang tidak sakit diatas anak tangga
2. Cara Turun
 Bebankan berat badan pada kaki yang tidak sakit
 Letakkan kruk pada anak tangga dan mulai memindahkan berat badan pada kruk,
 Gerakkan kaki yang sakit kedepan
 Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk
 Ajarkan klien tentang cara duduk di kursi dancara beranjakdari kursi.
3. Cara duduk
 Klien diposisi tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki menyentuh kursi
 Klien memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan tungkai yang
 sakit. Jika kedua tungkai sakit kruk ditahan dan pegang pada tangan klien yang
 lebih kuat
 Klien meraih tangan kursi dengan tangan yang lain dan merendahkan tubuh
 kekursi
4. Cara bangun
 Lakukan tiga langkah di atas dalam urutan sebaliknya.
 Cuci tangan

Gambar. Kruk
b) Tongkat
Tongkat adalah alat yang ringan, dapat dipindahkan, setinggi pinggang dan terbuat
dari kayu atau logam (Barbara et.al, 2009).
- Tipe tongkat:
 Tongkat standar yang berbentuk lurus, tongkat standar mempunyai panjang 91 cm.
 Tongkat kaki tiga
 Tongkat kaki empat.
- Persyaratan tongkat meliputi (Suratun, 2008):
 Ujung tongkat yang mengenai lantai diberi karet setebal 3,75 cm untuk memberi
 stabilitas optimal pada klien.
 Ukuran tongkat setinggi pangkal paha
 Siku klien dapat defleksi (pembelokan) diatas tongkat
- Tujuan mobilisasi
 Mempertahankan tonus otot
 Meningkatkan peristaltik usus sehingga mencegah obstipasi
 Memperlancar peredaran darah
 Mempertahankan fungsi tubuh
 Mengembalikan pada aktivitas semula

Gambar Tongkat

c) Walker Kruk
Walker ditujukan bagi klien yang membutuhkan lebih banyak bantuan dari yang
bisa diberikan oleh tongkat. Tipe standar walker terbuat dari alumunium yang telah
dihaluskan. Walker mempunyai empat kaki dengan ujung dilapisi karet dan pegangan
tangan yang dilapisi plastik. Walker standar membutuhkan kekuatan parsial pada kedua
tangan dan pergelanga tangan; ekstensor siku yang kuat, dan depresor bahu yang kuat pula.
Selain itu klien juga harus mampu menahan setengah berat badan pada kedua tungkai.
Perawat mungkin harus menyesuaikan tinggi walker sehingga penyangga tangan berada
dibawah pinggang klien dan siku klien agak fleksi. Walker yang terlalu rendah dapat
menyebabkan klien membungkuk, sementara yang terlalu tinggi dapat membuat klien tidak
dapat meluruskan lengannya.
Cara penggunaan walker kruk:
 Ketika klien membutuhkan bantuan maksimal.
 Gerakkan walker kedepan kira-kira 15cm sementara berat badan bertumpu pada
 kedua tungkai
 Kemudian gerakkan kaki kanan hingga mendekakti walker sementara berat badan
 dibebankan pada tungkai kiri dan kedua tangan.
 Selanjutnya, gerakkan kaki kiri hingga mendekati kaki kanan sementara berat
 badan bertumpu pada tungkai kanan dan kedua lengan.
 Jika salah satu tungkai klien lemah Gerakkan tungkai yang lemah kedepan secara
bersamaan sekitar 15 cm (6 inchi)
 sementara berat badan bertumpu pada tungkai yang kuat
 Kemudian, gerakkan tungkai yang lebih kuat ke depan sementara beratbadan
 bertumpu pada tungkai lemah dan kedua lengan.

Walker Kruk
d) Kursi Roda
Ada dua tipe kursi roda yaitu kursi roda manual dan listrik. Kursi roda listrik merupakan
kursi roda yang digerakkan dengan motor listrik biasanya digunakan untuk perjalanan jauh bagi
penderita cacat atau bagi penderita cacat ganda sehingga tidak mampu untuk menjalankan
sendiri kursi roda, untuk menjalankan kursi roda mereka cukup dengan menggunakan tuas
seperti joystick untuk menjalankan maju, mengubah arah kursi roda belok kiri atau belok kanan
dan untuk mengerem jalannya kursi roda.
Biasanya kursi roda listrik dilengkapi dengan alat untuk mengecas/mengisi ulang
aki/baterainya yang dapat terus dimasukkan dalam stop kontak dirumah/bangunan yang
dikunjungi. Kursi roda manual memiliki bentuk lipat atau rangka kaku. kursi roda digerakkan
dengan tangan si penderita cacat, merupakan kursi roda yang biasa digunakan untuk semua
kegiatan. Kursi roda manual dapat dioperasikan dengan bantuan orang lain maupun oleh
penggunanya sendiri. Kursi roda seperti ini tidak dapat dioperasikan oleh penderita cacat yang
mempunyai kecacatan ditangan
- Indikasi penggunaan kursi roda:
 Paraplegia
 Tidak dapat berjalan atau tirah baring
 Pada pelaksanaan prosedur tindakan, misal klien akan foto rontgen
 Pasca amputasi kedua kaki
- Hal-hal yang harus diperhatikan:
 Tentukan ukuran tubuh klien
 Tentukan kemampuan klien intuk mengikuti perintah
 Kekuatan otot dan pergerakan sendi klien,
 Adanya paralisis.

B. ROM (Range Of Motion)


1. Pengertian
Range Of Motion (ROM), merupakan istilah baku untuk menyatakan
batas/besarnya gerakan sendi baik normal. ROM juga di gunakan sebagai dasar untuk
menetapkan adanya kelainan batas gerakan sendi abnormal (HELMI, 2012). Menurut
(potter, 2010) Rentang gerak atau (Range Of Motion) adalah jumlah pergerakan
maksimum yang dapat di lakukan pada sendi, di salah satu dari tiga bdang yaitu: sagital,
frontal, atau transversal.
Range Of Motion (ROM), adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat
dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Range Of Motion dibagI menjadi dua jenis yaitu
ROM aktif dan ROM pasif. (Suratun,Heryati,Manurung, & Raenah, 2008) Range of motion
adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan
otot, di mana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal
baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan ROM adalah : (1). Mempertahankan atau
memelihara kekuatan otot, (2). Memelihara mobilitas persendian, (3) Merangsang sirkulasi
darah, (4). Mencegah kelainan bentuk. (Potter dan Perry (2006).

2. Kasifikasi ROM
Menurut (Suratun,Heryati,Manurung, & Raenah, 2008) klasifikasi rom sebagai berikut:
 ROM aktif adalah latihan yang di berikan kepada klien yang mengalami kelemahan otot
lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dimana klien tidak dapat
melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.
 ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat
dari setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi ROM aktif adalah semua pasien yang dirawat
dan mampu melakukan ROM sendii dan kooperatif.

3. Tujuan ROM
Menurut Johnson (2005), Tujuan range of motion (ROM) sebagai berikut:
 Mempertahankan tingkat fungsi yang ada dan mobilitas ekstermitas yang sakit.
 Mencegah kontraktur dan pemendekan struktur muskuloskeletal.
 Mencegah komplikasi vaskular akibat iobilitas.
 Memudahkan kenyamanan.
Sedangkan tujuan ltihan Range Of Motion (ROM) menurut Suratun, Heryati,
Manurung, & Raenah (2008).
 Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
 Memelihara mobilitas persendian.
 Merangsang sirkulsi darah. Mencegh kelainan bentuk.

4. Prinsip Dasar ROM


Prinsip dasar latihan range of motion (ROM) menurut Suratun, Heryati, Manurung, &
Raenah (2008) yaitu:
 ROM harus di ulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan minimal 2kali sehari
 ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehinga tidak melelahkan pasien.
 Dalam merencanakan program latihan range of motion (ROM) ,Memperhatikan umur
pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
 ROM sering di programkan oleh dokter dan di kerjakan oleh ahli fisioterapi
 Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari,lengan, siku, bahu,
tumit, atau pergelangan kaki.
 Rom dapat dilakukan pada semua persendian yang di curigai mengurangi proses penyakit.
 Melakukan ROM hrus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah
dilakukan.

5. Manfaat ROM
 Memperbaiki tonus otot
 Meningkatkan mobilisasi sendi
 Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
 Meningkatkan massa otot
 Mengurangi kehilangan tulang

6. Indikasi ROM
 Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
 Kelemahan otot
 Fase rehabilitasi fisik
 Klien dengan tirah baring lama

7. Kontra Indikasi ROM


 Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
 Kelainan sendi atau tulang
 Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
 Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
 Nyeri berat
 Sendi kaku atau tidak dapat bergerak

8. Gerakan-Gerakan ROM
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
 Jelaskan prosedur yang kan dilakukan
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan.
 Pegang tangan pasien dengan satu tang dan tangan yang lain memegang pergelangan
tangan pasien.
 Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 1. Latihan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

2. Fleksi dan Ekstensi Siku


Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke
tubuhnya
 Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat bahu.
 Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 2. Latihan fleksi dan ekstensi siku

3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


Cara :
 Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
 Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya.
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi
Gambar 3. Latihan pronasi dan supinasi lengan bawah
4. Pronasi Fleksi Bahu
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.
 Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
 Angkat lengan pasien pada posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 4. Latihan pronasi fleksi bahu


5. Abduksi dan Adduksi Bahu
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
 Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
 Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi).
 Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
 Kembalikan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi

Gambar 5. Latihan abduksi dan adduksi bahu

6.Rotasi Bahu
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
 Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien
dengan tangan yang lain.
 Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke bawah.
 Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.
 Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas.
 Kembalikan lengan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 6. Latihan rotasi bahu

7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari


Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tang lain memegang kaki.
 Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
 Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 7. Latihan fleksi ekstensi jari

8. Infersi dan efersi kaki


Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki
dengan tangan satunya.
 Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
 Kembalikan ke posisi semula
 Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 8. Latihan infers efersi kaki

9. Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki


Cara ;
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rilek.
 Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
 Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 9. Latihan fleksi dan ekstensi kaki

10. Fleksi dan Ekstensi lutut.


Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang
lain.
 Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
 Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
 Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
 Kembali ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 10. Latihan fleksi ekstensi lutut

11. Rotasi pangkal paha


Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut.
 Putar kaki menjauhi perawat.
 Putar kaki ke arah perawat.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 11. Latihan potasi pangkal paha


12. Abduksi dan Adduksi pangkal paha.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
 Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit
 Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari
 tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien.
 Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
 Kembalikan ke posisi semula.
 Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 12. Abduksi adduksi pangkal paha


1.3 MELAKSANAKAN EVALUASI KEBUTUHAN AKTIFITAS

 Kemampuan Mobilitas

Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori


Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan.
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan.

 Kemampuan Rentang Gerak

Gerak Sendi Derajat Rentang Normal


Bahu

Adduksi: Gerakan lengan ke lateral dari 180


posisi samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.

Siku

150
Fleksi: Angkat lengan bawah ke arah depan
dan ke arah atas menuju bahu.

Pergelangan Tangan
80-90

Fleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian


dalam lengan bawah.

80-90
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari 70-90
posisi fleksi.

Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah


0-20
belakang sejauh mungkin

Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi


ibu jari ketika tangan menghadap ke atas.
30-50

Adduksi: Tekuk Pergelangan tangan kea rah


kelingking, telapak tangan menghadap ke
atas.
Tangan dan Jari

Fleksi: Buat Kepalan Tangan 90

Ekstensi: Luruskan Jari 90

Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke 30


belakang sejauh mungkin

Abduksi: Kembangkan jari tangan


20
Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi
abduksi. 20

 Kekuatan otot dan gangguan koordinasi

Persentase kekuatan
Skala Karakteristik
normal
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi
1 10 otot dapat di palpasi atau
dilihat
Gerakan otot penuh melawan
2 25
gravitasi dengan topangan
Gerakan yang normal
3 50
melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal
4 75 melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan
5 100 penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh.

Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas
adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan fungsi sistem tubuh


2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3. Peningkatan fleksibilitas sendi
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukan keceriaan.
2. TINDAKAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PEMENUHAN ISTIRAHAT
DAN TIDUR
2.3.1 Membantu Melaksanakan Ritual
1. Definisi
Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam
keadaan ridak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat
berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu
keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan.
(Alimul,Aziz. 2012)
Tidur adalah suatu kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulus
atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986), atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak
sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih
merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki
kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respon
terhadap rangsangan dari luar. (Alimul, Aziz. 2012)

2. Tujuan
Menurut Alimul, Aziz. (2012) tujuan dalam istirahat-tidur :
Membantu klien dalam proses istirahat- tidur dan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,
kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskular, endokrin, dan lain-lain.

3. Indikasi
Menurut Potter & Perry (2006). Indikasi dalam meningkatkan ritual tidur, yaitu :
a. Untuk klien yang memiliki gangguan istirahat-tidur
b. Untuk klien yang memiliki ganguan pola tidur

4. Faktor – Factor Yang Dapat Meningkatkan Tidur


Menurut Potter&Perry (2006). Factor-faktor yang dapat meningkatkan tidur, yaitu :
a. Kontrol Lingkungan
Semua klien memerlukan lingkungan tidur dnegan temperature ruangan yang nyaman dan
ventilasi yang baik, sumber bising yang minimal, tempat tidur yang nyaman dan pencahayaan yang
tepat. Bayi paling baik tertidur pada temperature ruangan 18o sampai 21oC di malam hari. Tempat
tidur bayi harus diposisikan jauh dari jendela atau draft yang terbuka. Bayi diselimuyi dengan
selimut ringan dan hangat. Anak-anak dan orang dewasa bervariasi dalam hal temperature ruangan
yang nyaman. Beberapa diantaranya memilih tidur tanpa selimut. Lansia sering memerlukan
selimut atau penutup tambahan, banyak lansia yang memakasi kaus kaki.
Suara yang mendistraksi perlu dihilangkan sedemikian rupa agar kamar tidur setenang
mungkin. Dirumah TV atau suara jam dinding dapat menggangu tidur klien. Keluarga menjadi
bagian penting dari pendekatan perawat, terutama jika terdapat beberapa anggota keluaraga,
dengan berbagai jadwal tidur yang berbeda. Diruamh diperlukan kerja sama dari beberapa orang
yang tinggal bersama klien untuk mengurangi kebisingan. Penting juga untuk mengingat bahwa
beberapa klien terbiasa tidur dengan kebisingan di dalam, seperti dengungan kipas angin. Dirumah
sakit perawat dapat mengendalikan kebisingan dengan beberapa cara
 Tutup pintu kamar klien jika mungkin
 Jaga agar pintu area kerja diunit tersebut ditutup ketika sedang digunakan
 Kurangi volume telepon yang terdekat dan peralatan yang berbunyi
 Gunakan sepatu alasa karet. Hindari pemakaian sepatu beralas kayu
 Matikan oksigen di samping tempat tidur dan peralayan lain yang tidak digunakan
 Matikan alarm dan bunyi pada alat monitor di samping tempat tidur
 Matikan TV dan radio dalam kamar kecuali jika klien menyukai music yang lembut
 Lakukan percakapan yang diperlukan dnegan suara rendah, terutama di malam hari.
Selain itu, perawat harus berpartisipasi dalam peninjauan dan pemilihan produk (mis,
pompa intravena) untuk membantu pabrik peralayan untuk menyadari perlunya ketangan dalam
rancangan produk di masa yang akan datang. Tempat tidur dan matras harus member tompangan
dan kekerasan yang nyama. Papan tempat tidur dapat diletakana dibawah matras untuk menambah
topangan. Beberapa bantal ekstra penting untuk membantu memposisikan seseorang dengan
nyaman di tempat tidur. Posisi tempat tidur di ruangan juga membuat perbedaan bagi beberapa
klien.
Tempat tidur bayi harus aman. Untuk mengurangi kemungkinan asfiksia, bantal atau ujung
selimut yang longgar tidak boleh diletakkan didalam tempat tidur. Penutup matras plastic yang
longgar tidak boleh digunakan karena bayi dapat menariknya ke wajah mereka dan mengalami
asfikasia. Bayi biasanya ditempatkan pada posis telentang untuk mencegah asfikasia atau miring
untuk mencegah aspirasi isi lambung. Untuk klien yang cenderung mengalami konfusi atau jatuh,
keselamtan merupakan hal yang sangat penting. Dirumah lampu kecil dapat membantu kliend alam
mengorinetasikan lingkungan kamar sebelum pergi ke kamar mandi. Tempat tidur yang diatur
dalam posisi lebih rendah ke lantai dapat mengurangi kesempatan jatuh pada saat orang tersebut
berdiri. Barang-barang yang berserakan harus disingkirkan dari jalur yang klien gunakan untuk
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Apabila klien memerlukan bantuan dalam berambulasi
dari tempat tidur ke kamar mandi, bel kecil yang diletakan di samping tempat tidur dapat
digunakan untuk memanggil anggota kelurga.
Klien bervariasi dalam hal jumlah cahaya yang mereka sukai di malam hari. Bayi dan lansia
akan tidur dengan baik dalam ruangan yang bercahaya lembut. Cahaya tidak boleh langsung
menyinari mata. Lampu meja kecil mencegah kegelapan yang menyeluruh. Bagi lansia, hal ini
mengurangi kesempatan konfusi dan mencegah jatuh pada saat berjalan ke kamar mandi. Apabila
lampu jalan menerobos masuk melalui jendela atau jika klien tidur di siang hari, tempat tidur,
selimut, atau tirai akan dapat membantu. Perawat harus menutup tirai di antara klien di rungan
semiprivate. Cahaya diunit keperawatan rumah sakit dapat dikecilkan pada malam hari.

b. Meningkatkan Kenyamanan
Seseorang akan tertidur hanya jika ia merasa nyaman dan rileks. Perawat dapat
menganjurkan dan menggunakan beberapa tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman. Iritasi
minor dapat membuat klien tetepa terjaga. Popok harus diganti sebelum menempaykan bayi di
tempat tidur. Pakaian tidur katun yang halus menjaga bayi atau anak kecil tetap hangat dan
nyaman. Selimut tambahan dapat menjadi satu-satunya yang diperlukan untuk mencegah
seseorang dari kedinginan dan tidak dapat tidur.
Dibandingkan dengan tempat tidur di rumah, tempat tidur rumah sakit seringkali lebih keras dan
berbeda tinggi, panjang, atau lebarmya. Menjaga tempat tidur agar tetapi bersih dan kering dan
member posisi yang nyaman dapat membantu klien rileks. Beberapa klien menderita penyakit
membantu klien rileks. Beberapa klien menderita penyakit yang menimbulkan nyeri
membutuhkan tindakan kenyaman khusus seperti memberi panas kering atau panas lembab,
menggunakan balutan penyangga atau belat, dan member posisi yang tepat sebelum istirahat.
c. Menetapkan Periode Istirahat dan Tidur
Dirumah hal ini dapat membantu klien untuk tetao aktif secara fisik disiang hari.
Meningkatkan aktivitas di siang hari mengurangi masalah tidur. Latihan keras harus selalu
direncanakan sedikitnya selama beberapa jam menjelang tidur.
Lansia sering mengalami kurang tidur di malam hari karena beberapa di antaranya tidur disiang
hari. Perubahan pola yang berkaitan dengan penuaan ini bukan berartu terjadi penurunan
kebutuhan tidur tetapi adanya redistribusi perilaku selama periode 24 jam. Tidur siang harus selalu
dilakukan pada waktu yang samaan setiap hari untuk memperhanakan jadwal yang konsisten.
Dirumah sakit atau lingkungan perawatan menyediakan waktu istirahat dan tidur untuk
klien merupakan hal yang sulit dilakukan. Tetapi, perawat membuat rencana asuhan agar tidak
membangunkan klien untuk tugas-tugas yang tidak penting. Perawat dapat membantu dengan
membuat jadwal pengkajian, pengobatan, prosedur, dan rutinitas di saat klien terjaga. Sebagai
contoh, jika kondisi fisik klien sudah stabil, perawat tidak bileh membangunkan klien untuk
memeriksa tanda-tanda vital. Darah harus diambil pada saat klien terjaga. Kecuali jika
mempertahankan kadar darah terapeutik syatu ibat merupakan hal yang sangat penting, obat harus
diberikan selama jam-jam terjaga. Perawat harus bekerja sama dengan bagian radiologi dan
layanan pendukung lainnya untuk menjadwalkan terapi pada interval yang memungkinkan klien
untuk beristirahat.
Jika konsidi klien membutuhkan oemantauan yang lebih sering, perawat dapat
merencanakan aktivitas yang memungkinkan periode istirahat yang lebih lama. Hal ini berarti
merencanakan aktivitas-aktivitas sedemikian rupa agar perawat tidak bolak-balik masuk kekamar
klien setiap menit, sehingga klien dapat beristirahat dengan tenang selama 1 jam satu lebih.
Sebagai contoh, jika klien memerlukan penggantian balutan yang sering, menerima terapi
intarvena, dan memakai selang drainase di beberapa tempat, perawat tidak boleh bolak-balik ke
kamar klien hanya untuk memeriksa satu masalah, perawat harus menggunakan satu kali masuk
ke kamar klien untuk mengganti balutan, mengatur system intravena, dan mengosongkan selang
drainase. Perawat dapat menjadi pembela klien untuk meningkatkan tidur yang optimal. Hal ini
dapat berati menjadi penhaga untuk menunda dan menjadwalkan kembali waktu kunjungan
keluraga, meminta konsultan untuk memnjadwalkan kembali waktu berkunjung, atau menanyakan
frekuensi prosedur tertentu.
d. Pengurangan Stress
Stress emosional dapat menggangu tidur. Ketidakmampuan untuk tidur juga dapat
membuat seseorang peka dan tegang. Apabila seseorang mengalami kekacauan emosional, mereka
harus dianjurkan agar tidak memaksakan tidur. Sebaliknya, insomnia sering terjadi, dan kemudian
waktu tidur berhubungan dnegan ketidakmampuan untuk rileks. Klien yang mengalami kesulitan
tertidur dapat dibantu dnegan bangun dan melakukan aktivitas yang merilekskan.

e. Kudapat Menjelang Tidur


Beberapa orang menyukai kudapat menjelang tidur, sedangkan yang lain tidak dapat tidur
setelah makan. Makan besar sebelum tidur sering menyebabkan gangguan gastrointestinal dan
mengganggu kemampuan untuk tidur. Perawat harus menganjurkan klien untuk mencoba menahan
diri dari meminum atau mengonsumsi kadein sebelum tidur. Kopi, teh, kola, dan cokelat bekerja
sebagai stimulan, menyebabkan seseorang tetap terjaga atau terbagun sepanjang malam. Alcohol
dapat menggangu siklus tidur dan mengurangi jumlah tidur malam. Kopi, teh, kola, dan alcohol
bekerja sebagai diuretic dan dapat menyebabkan seseorang terbangun di malam hari untuk
berkemih. Pada bayi memerlukan tindakan-tindakan khusus untuk meminimalkan terbangun di
malam hari karena lapar.

f. Pendekatan Farmakologi Untuk Meningkatkan Tidur


Ada obat-obatan yang banyak digunakan yang berhubungan dengan insomnia. Stimulant
system saraf pusat seperti amfetamin, nikotin, terbutalin, teofilin, dan pemolin, harus digunakan
secara terpisah dan dibawah penatalksanaan medis. Selain itu, penghentian depresan SSP, seperti
alcohol bariturat, antidepresan trisiklik dan doksepin, serta triazolam dapat menyebabkan insomnia
dan harus diatur dengan cermat.
Obat tidur dapat membantu klien jika digunakan dengan benar. Tetapi, penggunaan agens
antiansietas sedative, atau hipnotik jangka panjang dapat mengganggu tidur dan menyebabkan
masalah yang lebih serius. Satu kelompok obat yang dianggap relative aman adalah
benzodiazepine.
Penggunanaan obat tidur tanpa resep tidak dianjurkan. Klien harus mempelajari risiko-
risko dari obat-obat semacam itu, terutama bahwa, setelah periode lama, oabt-obat tersebut bahkan
akan menyebabkan gangguan tidur lebih lanjut walaupun pada awalnya tampak efektif. Perawat
dapat membantu klien menggunakan perilaku dan tindakan hygiene tidur yang tepat untuk
membuat pola tidur yang tidak memerlikan penggunaan obat. Penggunaan obat tidur yang teratur
dapat menyebabkan toleransi dan oenghentiannya dapat menyebabkan insomnia kambuhan. Obat
tidur yang diberikan dengan segera pada saat klien yang dihospitalisasi mengeluh tidak dapat tidur
lebih menimbulkan bahaya daripada manfaat. Harus dipertimbangkan pendekatan-pendekatan
alternative. Semua klien harus memahami kemungkinan efek samping dari obat tidur. Pemantauan
rutin respons klien terhadap obat tidur merupakan hal yang sangat penting.

2.3.2 Melaksanakan Program Terapi


Untuk mengatasi gangguan tidur, ada 2 macam terapi, yaitu terapi farmakologis (dengan
obat-obatan) dan non farmakologis (non obat). Terapi tanpa obat menjadi pilihan utama karena
efek sampingnya lebih kecil dan biayanya juga lebih murah. Namun demikian, karena terapi tanpa
obat membutuhkan waktu yang relatif lama, maka terkadang diberikan obat-obatan juga
(dikombinasi) sambil menunggu efek terapi non obat.
Beberapa contoh terapi non obat, antara lain :
1. Stimulus control therapy, yaitu terapi dengan meninggalkan tempat tidur jika tidak bisa
tidur dalam waktu 20 menit, selanjutnya boleh kembali lagi ke tempat tidur hanya jika
sudah mengantuk sekali. Selain itu, tidak diperkenankan melakukan aktivitas yang tidak
berhubungan dengan tidur ketika berada di tempat tidur, seperti membaca buku misalnya.
2. Paradoxical intention therapy. Pada terapi ini dilakukan latihan untuk mengatasi
kecemasan tidak bisa tidurnya dengan tetap berjaga. Cara ini akan menurunkan perhatian
tentang akibat kurang tidur sehingga bisa menurunkan kecemasan.
3. Relaxation therapy, yaitu dengan merilekskan otot-otot dengan tujuan menurunkan
ketegangan.
4. Sleep restriction therapy. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas
tidur, yaitu dengan cara mengurangi waktu di atas tempat tidur untuk waktu tidur total rata-
rata (jumlah waktu tidur yang benar-benar digunakan untuk tidur). Pada dasarnya,
seseorang yang mengalami insomnia menghabiskan lebih banyak waktu di atas tempat
tidur dalam upaya untuk tidur lebih lama, padahal kondisi semacam ini justru akan
menimbulkan frustasi.
5. Temporal control therapy. Terapi ini mengharuskan untuk bangun pada waktu yang sama
setiap harinya, dengan mengabaikan berapa lama waktu tidurnya. Selama menjalani terapi
ini, pasien diminta tidak tidur siang untuk sementara waktu.
6. Sleep hygiene. Yaitu dengan melakukan relaksasi, hanya ke tempat tidur jika benar-benar
lelah atau mengantuk, menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur, hindari kafein (kopi)
4-6 jam sebelum tidur, tidak merokok dan minum alkohol, hindari lingkungan tidur yang
tidak kondusif (kotor, cahaya yang terlalu terang, bising), kurangi minum sebelum tidur,
hindari makan berat, hindari latihan fisik atau aktivitas berat sampai larut malam, mandi
air hangat 20 menit sebelum tidur, dan jangan melihat jam terlampau sering.

3. Pelaksanaan Evaluasi Kebutuhan Istirahat Dan Tidur


1. Pasien dapat tidur dalam jangka waktu 20-30 menit
2. Pada waktu tidur tidak sering terbangun
3. Jika terbangun akan mudah tidur kembali
4. Meningkatnya waktu tidur sesuai yang diharapkan
5. Klien mengingat kembali mimpi yang dialaminya
6. Klien menyatakan perasaannya sesudah tidur
7. Bebas dari kecemasan dan depresi
8. Klien dapat bekerja dengan baik dan penuh konsentrasi
9. Klien dan keluarga mampu menjelaskan faktor2 yang dapat meningkatkan tidur
3. TINDAKAN KEPERAWATAN PADA HIPERTERMI
1. Sponging atau Tepid Bath
a. Pengertian
Tepid water sponge adalah tindakan dapat dilakukan dengan meletakkan
anak pada bak mandi yang berisiair hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh
bagian tubuh dengan air hangat (Sharber, 1997). Tepid water sponge bertujuan untuk
mendorong darah ke permukaan tubuh. sehingga darah dapat mengalir dengan
lancar.Tindakan tepid water sponge juga akan memberikan sinyal ke hipotalamus
anterior yang nanti akan merangsang sistem effektor sehingga diharapkan terjadi
penurunan suhu tubuh pada anak (Filipinomedia, 2010).
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka (Alves, 2008). Kompres tepid sponge ini hampir sama dengan kompres
air hangat biasa, yakni mengompres pada lima titik (leher, 2 ketiak, 2 pangkal paha)
ditambah menyeka bagian perut dan dada atau diseluruh badan dengan kain. Basahi
lagi kain bila kering. Berdasarkan penelitian dari Isnaeni (2014) kompres tepid
sponge hangat lebih efektif dari kompres hangat.
Kompres tepid sponge bekerja dengan cara vasodiltasi (melebarnya)
pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke
lingkungan sekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres
hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus.. Kompres tepid
sponge ini sudah terbukti efektif untuk menurunkan panas tubuh saat demam, bahkan
lebih cepat daripada meminum obat penurun panas. Penelitian dari Thomas (2009)
menunjukkan penurunan suhu tubuh kelompok water tepid sponge secara signifikan
lebih cepat dibandingkan kelompok antipiretik(penurun panas). Namun, pada akhir 2
jam kelompok telah mencapai tingkat penurunan suhu tubuh yang sama. Hal ini
diperkuat lagi oleh hasil penelitian Jayjit (2011) menunjukkan kelompok water tepid
sponge lebih cepat menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kelompok
antipiretik (penurun panas).
Tehnik Penurunan panas Tepid water sponge (TWS)
 Berikan pakaian yang tipis dan lengan pendek agar tidak terhambat proses
pelepasan panasnya melalaui evaporasi.
 TWS dapat diberikan kepada anak yang suhu tubuhnya >= 380C
 Kontraindikasi TWS diberikan kepada bayi baru lahir karena sistem regulasi
pengaturan panas tubuhnya belum mature.
 Alat dan bahan: baskom, handuk, termometer, air hangat kuku, kain bedong.
Prosedurnya:
1) Kaji suhu
2) Waktu dilakukannya TWS adalah 1 jam setelah diberikan obat antipiretik (saat
efek obatnya maksimal)
3) Ukur kehangatan air, jika suhu ruangan antara 24-26 0C, maka air yang
disiapkan hangatnya sekitar 270C
4) Mulai seka dari kepala, tangan, badan, kaki, diakhiri punggung
Teknik ini dapat pula dilakukan dengan meletakkan anak di dalam bak mandi
dengan air hangat apabila memungkinkan.
b. Penelitian terkait Tepid Water Sponge
Penelitian yang dilakukan oleh Sharber (1997) pada anak menunjukkan bahwa
tepid water sponge ditambah acetominophen dapat menurunkan suhu tubuh anak lebih
cepat dibandingkan dengan acetominophen itu sendiri. Penelitian lain tentang tepid
sponge juga dilakukan oleh Setiawati (2009), dimana penelitian ini melihat pengaruh
tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia
prasekolah dan sekolah.Studi literatur tentang pemberian antipiretik disertai tepid
sponge menunjukkan bahwatindakan ini efektif menurunkan demam dibandingkan jika
pemberian antipiretik saja. Tepid water sponge sering direkomendasikan untuk
mempercepat penurunan suhu tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam
Setiawati, 2009).
c. Tujuan Penggunaan Tepid Water Sponge
Tujuan dari penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh
secara terkontrol (Johnson, Temple, & Carr,2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan
pada bayi di bawah usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat
menyebabkan anak menjadi syok (Hastings,2005).Pemberian tepid water sponge pada
daerah tubuh akan mengakibatkan tubuh berkeringat. Tepid water sponge bertujuan
untuk mendorong darah ke permukaan tubuhsehingga darah dapat mengalir dengan
lancer dan panas dapat keluar.

2.8 Evaluasi Kebutuhan Keseimbangan Suhu Tubuh


Evaluasi tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan
dapatdicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan,
yaitu :
1. Mampu menunjukkan penurunan suhu tubuh ke batas normal (36,5-37,4)
2. Akral pasien tidak teraba hangat/ panas
3. Pasien tampak tidak lemas
4. Mukosa bibir lembab

4. TINDAKAN KEPERAWATAN MERAWAT LUKA


PROSEDUR PERAWATAN LUKA
OPERASIONAL
Pengertian Membersihkan luka, mengobati luka dan
menutup kembali luka dengan tekhnik steril.

Gambar
Tujuan 1. Mencegah masuknya kuman dan
kotoran ke dalam luka.
2. Memberi pengobatan pada luka.
3. Memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien.
4. Mengevaluasi tingkat kesembuhan
luka.

Indikasi 1. Pasien yang luka baru maupun luka


lama, luka post oprasi, luka bersih
dan luka kotor.

Petugas Perawat

Peralatan 1. Pinset anatomis


2. Pinset chirurgis
3. Gunting debridemand / gunting
jaringan.
4. Kassa steril.
5. Kom kecil 2 buah.
6. Peralatan lain terdiri dari :
a. Sarung tangan.
b. Gunting plester.
c. Plester.
d. Desinfektan (Bethadin).
e. Cairan NaCl 0,9%
f. Bengkok
g. Perlak / pengalas.
h. Verband.
i. Obat luka sesuai kebutuhan.

Prosedur Pelaksanaan A. Tahap pra interaksi


1. Cek catatan keperawatan
2. Siapkan alat-alat
3. Cuci tangan

B. Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien
dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan
lamanya tindakan pada klien dan
keluarga.

C. Tahap kerja
1. Dekatkan alat-alat dengan klien
2. Menjaga privasy pasien.
3. Mengatur posisi pasien sesuai
kebutuhan.
4. Pasang perlak / pengalas di
bawah daerah luka.
5. Membuka peralatan.
6. Memakai sarung tangan.
7. Basahi kasa dengan bethadin
kemudian dengan menggunakan
pinset bersihkan area sekitar luka
bagian luar sampai bersih dari
kotoran. (gunakan teknik
memutar searah jarum jam)
8. Basahi kasa dengan cairan NaCl
0,9% kemudian dengan
menggunakan pinset bersihkan
area luka bagian dalam. (gunakan
teknik usapan dari atas ke bawah)
9. Keringkan daerah luka dan
Pastikan area daerah luka bersih
dari kotoran.
10. Beri obat luka sesuai kebutuhan
jika perlu.
11. Pasang kasa steril pada area luka
sampai tepi luka.
12. Fiksasi balutan menggunakan
plester atau balautan verband
sesuai kebutuhan.
13. Mengatur posisi pasien seperti
semula.
14. Alat-alat dibereskan.
15. Buka sarung tangan.

D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Catat tindakan.
3. Berpamitan.

Tindakan Keperawatan Memberikan Kompres Pada Luka


PROSEDUR MEMBERIKIAN KOMPRES PADA LUKA
OPERASIONAL

Pengertian Mengompres luka adalah membersihkan luka


dengan kasa steril yang telah dicelupkan kedalam
obat kompres, kemudian ditutup dengan kasa
steril yang kering
Tujuan Melaksanakan program pengobatan luka

Alat dan bahan 1. Kasa steril


2. Korentang
3. Alcohol 70%
4. H2o2 3%
5. Nacl 0,9 %
6. Satu set kasa pembalut
7. Korentang steril
8. Pengalas
9. Bengkok

Prosedur 1. Petugas memastikan alat dan bahan sudah


siap
2. Petugas melakukan senyum salam sapa
3. Petugas mempersilahkan masuk
keruangan
4. Petugas menganamnesa pasien
5. Petugas mencuci tangan
6. Petugas memakai apd
7. Petugas meletakan alas dibawah luka
pasien
8. Petugas membuka balutan dengan pinset
anatomis
9. Petugas membuang balutan lama kedalam
nirbekn
10. Petugasmenekan daerah dekat luka untung
mengeluarkan kotoran / eksudat
11. Petugas membersihkan luka dengan
alcohol h2o2 3%, dan bilas dengan nacl
0,9 %petugas mengambil kasa kompres
menggunakan pinset
12. Petugas meletakan kasa kompres sesuai
kebutuhan
13. Petugas menutup dengan kering
14. Petugas memplester luka yang dituutp
kasa
15. Petugas mengevaluasi pasien
16. Petugas membuang balutan lama ke dalam
sampah medis
17. Petugas membereskan alat sesudah
tindakan
18. Petugas mencuci tangan
19. Petugas mendokumentasikan kedalam
rekam medis

2. Tindakan Keperawatan Memasang Restrain

PROSEDUR PEMASNGAN RESTRAIN


OPERASIONAL
Pengertian Restrain Adalah Terapi Dengan Alat-Alat
Mekanik Atau Manual Untuk Membatasi
Mobilitas Fisik Klien, Dilakukan Pada
Kondisi Khusus, Merupakan Intervensi Yang
Terakhir Jika Perilaku Klien Sudah Tidak
Dapat Diatasi Atau Di Kontrol Dengan
Strategi Perilaku Maupun Modifikasi
Lingkungan (Widyodinigrat. R, 2009).
Jenis-Jenis 1. Camisole ( Jaket Pengekang )

2. Manset / Tali Untuk Pergelangan Tangan


Dan Kaki

Tujuan 1. Menghindari Hal-Hal Yang


Membahayakan Pasien Selama Pemberian
Asuhan Keperawatan
2. Memberi Perlindungan Kepada Pasien
Dari Kecelakaan (Jatuh Dari Tempat
Tidur)
3. Memenuhi Kebutuhan Pasien Akan
Keselamatan Dan Rasa Aman (Safety And
Security Needs)
Sasaran 1. Pasien Dengan Penurunan Kesadaran
Disertai Gelisah
2. Pasien Dengan Indikasi Gangguan
Kejiwaan (Gaduh Gelisah)
Persiapan Alat 1. Pilihlah Restrain Yang Cocok Sesuai
Kebutuhan
2. Bantalan Pelindung Kulit/ Tulang
Persiapan Pasien Kaji Keadaan Pasien Untuk Menentukan Jenis
Restrain Sesuai Keperluan
Cara Kerja 1. Perawat Cuci Tangan
2. Gunakan Sarung Tangan
3. Gunakan Bantalan Pada Ekstremitas Klien
Sebelum Dipasang Restrain
4. Ikatkan Restrain Pada Ekstremitas Yang
Dimaksud
5. Longgarkan Restrain Setiap 4 Jam Selama
30 Menit
6. Kaji Kemungkinan Adanya Luka Setiap 4
Jam (Observasi Warna Kulit Dan Denyut
Nadi Pada Ekstremitas)
7. Catat Keadaan Klien Sebelum Dan
Sesudah Pemasangan Restrain

3. Tindakan Keperawatan Melakukan Test Alergi Hasil Kolaborasi

PROSEDUR TEST ALERGI


OPERASIONAL HASIL KOLABORASI

Pengertian Suatu pengujian yang dilakukan dengan


menyuntikkan obat dibawah permukaan kulit
antebrachialis bagian dalam untuk
mengidentifikasi substansi alergi
(alergen)yang menjadi pemicu timbulnya
reaksi alergi.biasanya dilakukan pada pasien
yang akan diberikan pengobatan dan
dicurigai memiliki alergi terhadap bahan dan
obattertentu, misalnya pada penderita rhinitis
alergika, asthma, alergi makanan, dan lain
sebagainya

Tujuan 1. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai


program pengobatan dokter.
2. Memperlancar proses pengobatan dan
menghindari kesalahan dalam
pemberian obat.
3. Membantu menentukan diagnosa
terhadap penyakit tertentu (misalnya
tuberculin tes).
4. Menghindarkan pasien dari efek alergi
obat ( dengan skin test).

Prinsip 1. Sebelum memberikan obat perawat


harus mengetahui diagnosa medis
pasien, indikasi pemberian obat, dan
efek samping obat, dengan prinsip 10
benar yaitu benar pasien, benar obat,
benar dosis, benar waktu pemberian,
benar cara pemberian, benar
pemberian keterangan tentang obat
pasien, benar tentang riwayat
pemakaian obat oleh pasien, benar
tentang riwayat alergi obat pada
pasien, benar tentang reaksi
pemberian beberapa obat yang
berlainan bila diberikan bersama-
sama, dan benar dokumentasi
pemakaian obat.
2. Untuk mantoux tes (pemberian ppd)
diberikan 0,1 cc dibaca setelah 2-3
kali 24 jam dari saat penyuntikan
obat.
3. Setelah dilakukan penyuntikan tidak
dilakukan desinfektan.
4. Perawat harus memastikan bahwa
pasien mendapatkan obatnya, bila
ada penolakan pada suatu jenis
obat, maka perawat dapat mengkaji
penyebab penolakan, dan dapat
mengkolaborasikannya dengan
dokter yang menangani pasien, bila
pasien atau keluarga tetap menolak
pengobatan setelah pemberian inform
consent, maka pasien maupun
keluarga yang bertanggungjawab
menandatangani surat penolakan
untuk pembuktian penolakan
therapi.

5. Injeksi intrakutan yang dilakukan


untuk melakukan tes pada jenis
antibiotik, dilakukan dengan cara
melarutkan antibiotik sesuai
ketentuannya, lalu mengambil 0,1 cc
dalam spuit dan menambahkan
aquabidest 0,9cc dalam spuit, yang
disuntikkan pada pasien hanya 0,1cc.
6. Injeksi yang dilakukan untuk
melakukan test mantoux, ppd diambil
0,1 cc dalam spuit, untuk langsung
disuntikan pada pasien

Prosedur 1. Persiapan
 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemberian obat
 Memberikan posisi yang nyaman pada
pasien
2. Alat dan bahan
 Obat-obatan yang sesuai program
pengobatan dokter
 Daftar obat pasien
 Spuit 1 cc atau 0,5 cc disposible.
 Jarum sesuai kebutuhan, gergaji ampul
bila perlu.
 Perlak dan alas
 Kapas alkohol atau kapas yang sudah
dibasahi nacl 0,9% dalam tempatnya
 Handschoen
 Bengkok
3. Pelaksanaan
 Mencuci tangan
 Berdiri di sebelah kanan/kiri pasien
sesuai kebutuhan.
 Cek daftar obat pasien untuk
memberikan obat
 Membawa obat dan daftar obat ke
hadapan pasien sambil mencocokkan
nama pada tempat
 Tidur dengan nama pada daftar obat.
 Menginjeksi pasien sesuai dengan
nama pada daftar obat
 Jaga privasi pasien
 Injeksi intrakutan dilakukan dengan
cara spuit diisi oleh obat sesuai
dosisnya.
 Menentukan lokasi injeksi yaitu 1/3
atas lengan bawah bagian dalam.
 Membersihkan lokasi tusukan
dengan kapas normal saline atau
kapas alcohol bila diperlukan,
 Kulit diregangkan tunggu sampai
kering.
 Lubang jarum menghadap keatas dan
membuat sudut antara 5-150 dari
permukaan kulit
 Memasukan obat perlahan-lahan
sampai berbentuk gelembung kecil,
dosis yang diberikan 0,1cc atau
sesuai jenis obat.
 Setelah penyuntikan area
penyuntikan tidak boleh didesinfeksi.
 Bila injeksi intrakutan dilakukan
untuk test antibiotik, lakukan
penandaan pada area penyutikan
dengan melingkari area penyuntikan
dengan diameter kira kira 1inchi atau
diameter 2,5 cm. Penilaian reaksi
dilakukan 15 menit setelah
penyuntikan. Nilai positif jika
terdapat tanda tanda rubor, dolor,
kalor melebihi daerah yang sudah
ditandai, artinya pasien alergi dengan
antibiotik tersebut.
 Bila injeksi ditujukan untuk mantoux
test tuberkulin test, dapat dinilai
hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24
jam, positif bila terdapat rubor dolor
kalor melebihi diameter 1 cm pada
area penyuntikan.
 Beri penjelasan pada pasien atau
keluarga untuk tentang penilaian
pada daerah penyuntikan dan
anjurkan untuk tidak menggaruk,
memasage atau memberi apapun
pada daerah penyutikan. Menyimpan
obat obat sisa dan daftar obat pasien
ketempatnya
 Mengobservasi keadaan umum
pasien
 Melepaskan handschoen, mencuci
tangan.
 Membuat pendokumentasian
mencakup:
 Tindakan dan respon pasien
 Nama jelas perawat yang
melakukan tindakan, waktu
penyuntikan dan waktu
penilaian, dan lokasi
penyuntikan.

4. Tindakan Keperawatan Memberikan Obat Sesuai Program Terapi

PROSEDUR PEMBERIAN OBAT MELALUI ORAL


OPERASIONAL
Pengertian Pemberian Obat Melalui Oral Merupakan
Pemberian Obat Melalui Mulut Dengan
Tujuan Mencegah, Mengobati, Dan
Mengurangi Rasa Sakit Sesuai Dengan Jenis
Obat.

Persiapan Alat 1. Obat-Obatan


2. Tempat Obat
3. Daftar Buku Obat/ Jadwal Pemberian
Obat
4. Air Minum Dalam Tempatnya

Langkah-Langkah a. Membagi Obat Ketempat Obat:


1. Mencuci Tangan
2. Membaca Instruksi Pada Daftar Obat
3. Mengambil Obat-Obatan
4. Menyiapkan Obat Dengan Tepat
Menurut Daftar Obat (Obat Masih
Dalam Kemasan)
5. Menyiapkan Obat Cair Beserta Gelas
Obat
b. Membagi Obat Ke Pasien
1. Mencuci Tangan
2. Mengambil Daftar Obat Kemudian
Obat Diteliti Kembali Sambil
Membuka Bungkus Obat.
3. Menuangkan Obat Cair Kedalam Gelas
Obat, Jaga Kebersihan Etiket Obat
4. Membawa Obat Dan Daftar Obat Ke
Pasien Sambil Mencocokan Nama Pada
Tempat Tidur Dengan Nama Daftar
Obat
5. Memastikan Pasien Benar Dengan
Meanggil Nama Pasien Sesuai Dengan
Nama Pada Daftar Obat
6. Memberi Obat Satu Per Satu Ke Pasien
Sambil Menunggu Sampai Pasien
Selesai Minum
c. Catat Perubahan, Reaksi Terhadap
Pemberian, Dan Evaluasi Respon
Terhadap Obat Dengan Mencatat Hasil
Peberian Obat
d. Mencuci Tangan

Prosedur Pemberian Obat Melalui Sublingual


Operasional
Pengertian Pemberian Obat Melalui Sublingual
Merupakan Rute Pemberian Obat Yang
Absorpsinya Baik Melalui Jaringan, Kapiler
Di Bawah Lidah. Obat-Obat Ini Mudah
Diberikan Sendiri. Karena Tidak Melalui
Lambung, Sifat Kelabilan Dalam Asam Dan
Permeabilitas Usus Tidak Perlu Dipikirkan.

Persiapan Obat Yang Sudah Ditentukan Dalam


Tempatnya
Langkah-Langkah 1. Cuci Tangan.
2. Jelaskan Prosedur Yang Akan Dilakukan.
3. Memberikan Obat Kepada Pasien.
4. Memberitahu Pasien Agar Meletakkan
Obat Pada Bagian Bawah Lidah, Hingga
Terlarut Seluruhnya.
5. Menganjurkan Pasien Agar Tetap
Menutup Mulut, Tidak Minum Dan
Berbicara Selama Obat Belum Terlarut
Seluruhnya.

5.TINDAKAN KEPERAWATAN PREOPERATIF


1) Membersihkan Daerah Operasi
SOP Membersihkan Daerah Operasi

Pengertian
Persiapan alat a. Alat-alat steril
 Pinset anatomis 1 buah
 Pinset sirugis 1 buah
 Gunting bedah/jaringan 1 buah
 Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
 Kassa desinfektan dalam kom tertutup
 Handsoon 1 pasang
 Korentang/forcep

b. Alat-alat tidak steril


 Gunting verban 1 buah
 Plester
 Pengalas
 Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)\
 Kapas alcohol
 Sabun cair anti septik
 Aceton/bensin
 NaCl 9 %
 Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
 Handsoon 1 pasang
 Masker
 Bengkok
 Air hangat (bila dibutuhkan)
 Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah

Persiapan lingkungan dan c. Persiapan Lingkungan


 Menutup sampiran
pasien
 Membuat pasien merasa nyaman
 Menjaga privasi pasien

d. Persiapan pasien
 Memberi salam
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan maksud dan tujuan serta meminta ijin pada pasien
Tahap Persiapan 1. Perawat cuci tangan
2. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
4. Letakkan pengalas dibawah area luka
5. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka)
dengan menggunakan pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam
bengkok. Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara
melepaskan ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik
secara perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. (Bila masih
terdapat sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin )
6. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi
angkat balutan dengan berlahan
7. Letakkan balutan kotor ke bengkok lalu buang kekantong plastic,
hindari kontaminasi dengan permukaan luar wadah
8. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
9. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka
dan obat luka dengan memperhatikan tehnik aseptic
10. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
11. Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
12. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan
dengan terapi)
13. Menutup luka dengan cara:
a. Balutan kering
 Lapisan pertama kassa kering steril u/ menutupi daerah insisi dan
bagian sekeliling kulit
 Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
 Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah – kering
 Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau
untuk menutupi area luka
 Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
 Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c. Balutan basah – basah
 Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan
fisiologik u/ menutupi luka
 Lapisa kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
 Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan
dengan cairan fisiologik
14. Plester dengan rapi
15. Buka sarung tangan dan masukan kedalam kantong plastic tempat
sampah
16. Lepaskan masker
17. Atur dan rapikan posisi pasien
18. Buka sampiran
19. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan
bersih, kering dan rapi
20. Perawat cuci tangan
Evaluasi keadaan umum pasien

Terminasi 1. Mengevaluasi perasaan pasien


2. Memberikan pujian
3. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan salam
Post Interaksi 1. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
2. Mencuci tangan
3. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan
pada lembar/catatan keperawatan pasien

2) Mencukur Daerah Operasi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


MENCUKUR DAERAH OPERASI

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian Pencukur rambut dilakukan untuk menghilangkan rambut tubuh yang


menjadi tempat mikroorganisme dan menghambat pandangan lengan
pembedahan.
Tujuan 1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Menurunkan angka terjadinya injuri saat operasi.
Persiapan 1. Persiapan Alat
a. Alat cukur listrik
b. Gunting, handuk
c. Bola kapas
d. Larutan antiseptik (tidak menjadi keharusan)
e. Lampu portable
f. Selimut mandi
g. Bengkok

2. Persiapan klien
a. Ucapkan salam
b. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
c. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah
pencukuran
d. Buat kontrak waktu pencukuran
e. Atur posisi klien
3. Persiapan lingkungan
a. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas pada ruangan.
b. Atur pencahayaan ruangan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
1. Cuci tangan Mengurangi transmisi infeksi.
2. Atur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pembedahan.
Pemotongan rambut dan persiapan kulit dapat memerlukan waktu
beberapa menit.
3. Keringkan area yang dipotong dengan handuk. Menghilangkan
kelembaban, yang mempengaruhi kebersihan potongan dari
pemotongan.
4. Pegang pemotong pada tangan dominan, sekitar 1 cm diatas kulit,
dan gunting rambut pada arah tumbuhnya. Mencegah penarikan
rambut dan abrasi kulit
5. Atur selimut sesuai kebutuhan. Mencegah pemajangan bagian
tubuh yang tidak perlu
6. Dengan ringan, sikat rambut yang tercukur dengan handuk.
Menghilangkan rambut yang terkontaminasi dan meningkatkan
kenyamanan klien memperbaiki penglihatan terhadap area yang
dipotong.
7. Bila memotong area diatas permukaan tubuh (missal umbilicus
atau lipat paha) bersihkan lipatan dengan aplikator berujung kapas
yang telah dicelupkan ke arah larutan antiseptik, kemudian
dikeringkan. Menghilangkan secret, kotoran, dan sisa potongan
rambut, yang menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme.
8. Berikan klien bahwa prosedur telah selesai. Menghilangkan
ansietas klien
9. Bersihkan dan rapikan peralatan sesuai kebijakan institusi, buang
sarung tangan. Pembuangan peralatan yang kotor sesuai
tempatnya mencegah penyebaran infeksi dan mengurangi resiko
cidera.
10. Inspeksi kondisi kulit setelah menyelesaikan pemotongan rambut.
Menentukan bila terdapat sisa rambut atau bila kulit terpotong

Tahap Terminasi
5. Mengevaluasi perasaan pasien
6. Memberikan pujian
7. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
8. Mengucapkan salam
Post Interaksi
4. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
5. Mencuci tangan
6. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan
pada lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar
3) Menyiapkan Pelaksanaan Informed Consent

1. Dokumen
Dokumentasi perawatan preoperatif merupakan dokumentasi yang dilaksanakan
pada catatan proses keperawatan sebelum operasi. Hal-hal yang didokumentasikan antara
lain: pengkajian fisiologis, pengkajian psikososial, pendidikan kesehatan preoperatif ,
lokasi operasi, tingkat respons, efek medikasi, dan tes diagnostik. Selain itu
didokumentasikan pula tanda vital, pengkajian dan persiapan kulit, alat yang digunakan,
pernyataan atau perilaku pasien, dan obat-obatan yang diberikan.
Standar dokumentasi yang digunakan pada dokumentasi peroperatif adalah, sebagai
berikut.
a. Catatan pasien merefleksikan pengkajian dan perenanaan yang diberikan pada
perawatan perioperative
b. Catatan pasien merefleksikan perawatan yang diberikan oleh anggota tim
pembedahan. Perawatan didokumentasikan pada catatan pasien
c. Catatan pasien merefleksikan evaluasi operatif yang berkelanjutan dan respons pasien
terhadap intevensi keperawatan
d. Dokumentasi asuhan keperawatan peripoeratif disesuaikan dengan kebijakan dan
prosedur pada area praktik
2. Inform Concent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat,
yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien
yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi)
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang
akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini
sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh
pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan
gambaran keluarga.
Berikut adalah contoh dari format inform concent,
2.1 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) AETHER BED

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

AETHER BED

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian Tempat tidur untuk pasien pasca bedah ( aether bed ) adalah tempat tidur
yang disiapkan untuk pasien pasca bedah yang mendapat obat bius .

Tujuan 1. Mengangkat klien.


2. Mencegah penyulit/komplikasi pascaoperasi.

Persiapan 1. Persiapan Alat


a. Tambahan satu selimut tebal pada alat tenun untuk tempat tidur
terbuka.
b. Dua buah buli-buli panas atau warm water zack (WWZ) dengan
suhu air 40-43°C.
c. Perlak dan handuk dalam satu gulungan, dengan handuk di
bagian dalam.
d. Termometer air (jika ada).

2. Persiapan klien
a. Ucapkan salam
b. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
c. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah aether
bed
d. Buat kontrak waktu aether bed
e. Atur posisi klien

3. Persiapan lingkungan
a. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas kamar.
b. Atur pencahayaan ruangan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
1. Cuci tangan.
2. Pada tempat tidur terbuka, angkat bantal dan bentangkan gulungan
perlak seta handuk pada bagian kepala.
3. Pasang selimut tambahan hingga menutup seluruh permukaan
tempat tidur.
4. Letakkan buli-buli panas di atas seprei dan selimut bagian kaki,
arahkan mulut buli-buli ke pinggir tempat tidur.
5. Angkat buli-buli panas sebelum klien dibaringkan setelah kembali
dari kamar bedah.
6. Lipat pinggir selimut tambahan bersama-sama selimut dari atas
tempat tidur pada salah satu sisi tempat masuknya klien sampai batas
pinggir kasur, lalu lipat sampai sisi yang lain.
7. Cuci tangan.

Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi perasaan pasien
2. Memberikan pujian
3. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan salam
Post Interaksi
1. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
2. Mencuci tangan
3. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar

2.2 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) MENGOBSERVASI BISING USUS

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MENGOBSERVASI BISING USUS

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian Bunyi yang disebabkan oleh bunyi udara dan cairan di dalamusus yang
bergerak karena peristaltic usus

Tujuan Mendengarkan suara peristaltic usus

Persiapan 4. Persiapan Alat


e. Stetoskop
f. Handscoon
5. Persiapan klien
f. Ucapkan salam
g. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
h. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah
observasi bising usus
i. Buat kontrak waktu mengobservasi bising usus
j. Atur posisi klien

6. Persiapan lingkungan
d. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas kamar.
e. Atur pencahayaan ruangan.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
8. Cuci tangan.
9. Gunakan handscoon
10. Letakkan diafragma stetoskop pada kuadran kiri bawah dinding
abdomen pada abdomen pasien
11. Dengarkan suara peristaltik usus, hitung selama 1 menit
Normal dewasa : 5 – 35x/menit
Normal anak : 5 – 15 x/menit
12. Cuci tangan.

Tahap Terminasi
5. Mengevaluasi perasaan pasien
6. Memberikan pujian
7. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
8. Mengucapkan salam
Post Interaksi
4. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
5. Mencuci tangan
6. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar
2.3 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) MEMBIMBING LATIHAN NAPAS
DALAM .

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MELATIH NAPAS DALAM


No. Dokumentasi No. Revisi Halaman

POLTEKKES
DENPASAR

SPO DITETAPKAN OLEH:


TINDAKAN
Tanggal Terbit Ketua Jurusan
KEPERAWATAN

Pengertian Cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveoli atau memelihara


pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk,
dan dapat mengurangi stress.

Tujuan 1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien


serta untuk mengurangi kerja bernapas, meningkatkan
inflamasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-
otot pernapasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi,
melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernapas.
2. Pernapasan abdominal atau diafragma memungkinkan napas
dalam secara penuh dengan sedikit usaha. Pursed lip
breathing membantu klien mengontrol pernapasan yang
berlebihan.
Kebijakan 1. Pasien harus dijaga kebersihan lingkungannya
2. Pasien harus dijaga privasinya

Persiapan Alat:

Buku catatan pendokumentasian

Prosedur Pra Interaksi:

1. Mengkaji kebutuhan pasien tentang latihan nafas dalam


2. Memvalidasi data tentang latihan nafas dalam
3. Menyiapkan alat dan bahan

Fase Orientasi

1. Menyampaikan salam
2. Memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga
3. Menanyakan nama pasien
4. Menjelaskan maksud dan tujuan melatih nafas dalam
5. Menjelaskan prosedur kerja melatih nafas dalam
6. Menyarankan keluarga keluar ruangan
7. Pasang sampiran / tutup pintu dan jendela
8. Mencuci tangan
9. Memakai sarung tangan

Fase Kerja

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi setengah
duduk di tempat tidur atau kursi atau dengan lying position
(posisi berbaring) di tempat tidur dengan satu bantal.
4. Fleksikan lutut klien untuk merelakskan otot abdomen.
5. Tempatkan satu atau dua tangan pada abdomen, tepat di bawah
tulang iga.
6. Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup.
Hitung sampai 3 selama inspirasi.
7. Konsentrasi dan rasakan gerakan naiknya abdomen sejauh
mungkin, tetap dalam kondisi relaks dan cegah lengkung pada
punggung. Jika ada kesulitan menaikkan abdomen, ambil napas
dengan cepat, lalu napas kuat lewat hidung.
8. Embuskan udara lewat bibir, sepperti meniup dan ekspirasi
secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk suara embusan tanpa
mengembangkan dari pipi. Teknik pursed lips breathing ini
menyebabkan resistansi pada pengeluaran udara paru,
meningkatkan tekanan di bronkus (jalan napas utama), dan
meminimalkan kolapsnya jalan napas yang sempt, masalah yang
umum terjadi pada orang dengan penyakit paru obstruktif.
9. Konsentrasi dan rasakan turunnya abdomen dan kontraksi otot
abdomen ketika ekspirasi. Hitung sampai tujuh selama ekspirasi.
10. Gunakan latihan ini setiap kali merasakan napas pendek dan
tingkatkan secara bertahap selama 5-10 menit, empat kali sehari.
Latihan teratur akan membantu pernapasan tanpa usaha. Latihan
ini dapat dilakukan dalam posisi duduk tegap, berdiri, dan
berjalan.
11. Catat respons yang terjadi.
12. Cuci tangan.
Fase Terminasi

1. Mengevaluasi perasaan pasien


2. Memberikan pujian
3. Membuat kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan salam
2.4 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) BATUK EFEKTIF

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MELATIH BATUK EFEKTIF


No. Dokumentasi No. Revisi Halaman
POLTEKKES
DENPASAR

SPO DITETAPKAN OLEH:


TINDAKAN
Tanggal Terbit Ketua Jurusan
KEPERAWATAN

Pengertian Merupakan latihan batuk untuk mengeluarkan secret.

Tujuan 1. Merangsang terbukanya sistem kolateral


2. Meningkatkan distribusi ventilasi
3. Memfasilitasi pembersihan saluran nafas
Kebijakan 1. Pasien seperti COPD/PPOK
2. Pasien bedrest
3. Pasien pascaoperasi
Persiapan A. Alat:
- Sputum pot
- Lisol 2-3%
- Handuk pengalas
- Peniti
- Bantal ( jika diperlukan)
- Tisu
- Bengkok

Prosedur A. Pra Interaksi:


1. Mengkaji kebutuhan pasien tentang batuk efektif
2. Memvalidasi data tentang batuk efektif
3. Menyiapkan alat dan bahan
B. Interaksi:
1. Fase Orientasi
a. Menyampaikan salam
b. Memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga
c. Menanyakan nama pasien
d. Menjelaskan maksud dan tujuan membantu melatih
batuk efektif
e. Menjelaskan prosedur kerja membantu mengeluarkan
sekret
f. Menyarankan keluarga ke luar ruangan
g. Pasang sampiran / tutup pintu dan jendela
h. Mendekatkan alat dan bahan ke dekat pasien
i. Mencuci tangan
j. Memakai sarung tangan
2. Fase Kerja
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Atur posisi pasien dengan duduk di tepi tempat tidur
membungkuk ke depan
d. Anjurkan untuk menarik nafas secara pelan dan dalam
dengan menggunkan pernafasan diafragma
e. Setelah itu tahan nafas kurang lebih 2 detik
f. Batukkan 2 kali dengan mulut terbuka
g. Tarik nafas dengan ringan
h. Istirahat
i. Catat respon yang terjadi
j. Cuci tangan
3. Fase Terminasi
a. Mengevaluasi perasaan pasien
b. Memberikan pujian
c. Membuat kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
d. Mengucapkan salam
2.5 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) MELATIH AMBULANSI

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR KEKURSI


RODA

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian
Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan
fungsional untuk berpindah dari tempat tidur kekursi roda

Tujuan Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda

Persiapan 7. Persiapan Alat


g. Handscoon
h. Kursi roda

8. Persiapan klien
k. Ucapkan salam
l. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
m. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah
pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
n. Buat kontrak waktu pemindahan pasien dari tempat tidur ke
kursi roda
o. Atur posisi klien
9. Persiapan lingkungan
g. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas kamar.
h. Atur pencahayaan ruangan.
i. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
1. Cuci tangan
2. Gunakan handscoon
3. Bantu pasien di tempat duduk di tepi tempat tidur
4. kaji postural hipotensi
5. itruksikan pasien untuk bergerak ke depan dan duduk di tepi bed
6. intruksikan mencondongkan tubuh ke depan mulai dari pinggul
7. intruksikan meletakkan kaki yang kuat di bawah tepi bed,
sedangkan kaki yang lemah berada di depannya
8. meletakkan tangan pasien di atas permukaan bed atau diatas kedua
bahu perawat
9. berdiri tepat di depan pasien, condogkan tubuh ke depan, fleksikan
pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Lebarkan kaki dengan salah
satu di depan dan yang lainnya di belakang
10. lingkari punggung pasien dengan kedua tangan perawat
11. tangan otot gluteal, abdominal, kaki dan otot lengan anda. Siap
untuk melakukan gerakan
12. Bantu pasien untuk berdiri, kemudian bergerak-gerak bersama
menuju korsi roda
13. Bantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi kursi
roda, meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda atau tetap
pada bahu perawat
14. minta pasien untuk menggeser duduknya sampai pada posisi yang
paling aman
15. turunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di atasnya
Tahap Terminasi
9. Mengevaluasi perasaan pasien
10. Memberikan pujian
11. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
12. Mengucapkan salam
Post Interaksi
7. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
8. Mencuci tangan
9. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MEMINDAHKAN PASIEN DARI KURSI RODA KE TEMPAT


TIDUR

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan
fungsional untuk berpindah dari kursi roda ke tempat tidur.

Tujuan Memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur

Persiapan 1. Persiapan Alat


a. Handscoon
b. Kursi roda

2. Persiapan klien
a. Ucapkan salam
b. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
c. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah
pemindahan pasien dari kursi roda ke tempat tidur
d. Buat kontrak waktu pemindahan pasien dari kursi roda ke
tempat tidur
e. Atur posisi klien

3. Persiapan lingkungan
a. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas kamar.
b. Atur pencahayaan ruangan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
1. cuci tangan
2. Gunakan handscoon
3. Atur posisi kursi roda pada posisi yang tepat,
4. Letakkan kursi roda sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat
tidur, kunci semua roda kursi
5. Minta pasien untuk meletakkan tangan disamping badan atau
memegang telapak tangan perawat
6. Berdiri disamping pasien berpegang telapak dan lengan tangan pada
bahu pasien
7. Bantu pasien untuk jalan ketempat tidur
8. Observasi respon pasien saat berdiri dari kursi roda
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi perasaan pasien
2. Memberikan pujian
3. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan salam
Post Interaksi
a. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
b. Mencuci tangan
c. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR KE BRANKAR

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian Memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan,


tidak boleh melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari tempat tidur ke
brankar yang dilakukan oleh dua atau tiga orang perawat.

Tujuan Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankar

Persiapan 1. Persiapan Alat


a. Handscoon
b. Brankar

2. Persiapan klien
a. Ucapkan salam
b. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
c. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah
pemindahan pasien dari tempat tidur ke brankar
d. Buat kontrak waktu pemindahan pasien pemindahan pasien dari
tempat tidur ke brankar
e. Atur posisi klien

3. Persiapan lingkungan
a. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas kamar.
b. Atur pencahayaan ruangan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
1. Ikuti protokol standar
2. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
3. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien
4. Silangkan tangan pasien ke depan bed
5. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh
pasien
6. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang
danpanggulpasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan
dibawah pinggul dan kaki.
7. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke
brankar
8. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.
9. Lengkapi akhir protocol
Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi perasaan pasien
2. Memberikan pujian
3. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan salam
Post Interaksi
a. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
b. Mencuci tangan
c. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

MEMINDAHKAN PASIEN DARI BRANKAR KE TEMPAT TIDUR

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

TINDAKAN

KEPERAWATAN

Pengertian Memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan,


tidak boleh melakukan sendiri, atau tidak sadar dari brankar ke tempat
tidur
Tujuan Memindahkan pasien dari brankar ke tempat tidur
Persiapan 1. Persiapan Alat
d. Handscoon
e. Brankar

2. Persiapan klien
a. Ucapkan salam
b. Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien
c. Klien diberitahu maksud, tujuan, dan langkah-langkah
pemindahan pasien dari brankar ke tempat tidur
d. Buat kontrak waktu pemindahan pasien pemindahan pasien dari
brankar ke tempat tidur
e. Atur posisi klien

3. Persiapan lingkungan
a. Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
penutup korden pembatas kamar.
b. Atur pencahayaan ruangan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Prosedur Fase Kerja
1. Cuci tangan
2. Gunakan handscoon
3. Ikuti protokol standar
4. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
5. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien
6. Silangkan tangan pasien ke depan dada
7. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh
pasien
8. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan
panggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan
dibawah pinggul dan kaki.
9. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke
brankar
10. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.
11. Lengkapi akhir protocol

Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi perasaan pasien
2. Memberikan pujian
3. Membuat kontrak waktu sesuai kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan salam
Post Interaksi
a. Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
b. Mencuci tangan
c. Mendokumentasikan tindakan dan hasil yang telah dilakukan pada
lembar/catatan keperawatan pasien

Unit terkait

Diperiksa oleh Disusun oleh


Koordinator Bidang Bedah
Tim Penjamin
Mutu Poltekkes
Denpasar
2.6 EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERTIF

Fase Postoperatif

Fase postoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Pada fase postoperatif
langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agen anastesi dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan berfokus pada tingkat penyembuhan pasien dan
melakukan penyuluhan, dan tindak lanjut serta rujukan penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti oleh pemulangan.

Manajemen Keperawatan :

1. Pengkajian
Pengkajian segera setelah bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas :
 Respirasi: kepatenan jalan napas, frekuensi, karakter, sifat dan bunyi napas.
 Sirkulasi: tanda – tanda vital termasuk tekanan darah, kondisi kulit
 Neurologi: tingkat respon
 Drainase: adanya drainase
 Kenyamanan: tipe nyeri dan lokal, mual, muntahdan perubahan posisi yang
dibutuhkan
 Psikologi: sifat dan dari pertanyaan pasien
 Keselamatan: kebutuhan akan pagar tempat tidur, selang infus tidak tersumbat
 Peralatan: diperiksa untuk fungsi yang baik

2. Diagnosa
Berdasarkan pada pengkajian, diagnosa keperawatan sebagai berikut:
 Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan efek depresan dan
anastesi
 Nyeri dan ketidaknya nyamanan postoperative
 Resiko terhadap cedera
 Hipotermi
 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
 Perubahan eliminasi urinarius
 Konstipasi yang berhubungan dengan motilitas lambung dan usus
 Kerusakan mobilitas fisik
 Ansietas tentang diagnosis postoperative

3. Intervensi dan Evaluasi


a. Memastikan fungsi pernapasan yang optimal dan meninngkatkan ekspansi paru, dengan
evaluasi: pasien mempertahankan fungsi pernapasan yang optimal
 Melakukan pelatihan napas dalam
 Menunjukan bunyi napas bersih
 Menggunakan spirometer insentif sesuai dengan yang diresepkan.
 Menunjukkan suhu tubuh yang normal
 Menunjukkan hasil rontgen yang normal.
 Berbalik dari satu posisi ke posisi lainnya sesuai dengan yang diintruksikan
b. Meredakan nyeri dan mual muntah, peredaan nyeri tergantung pada letak lokasi
pembedahan, perubahan posisi pasien, distraksi, dan pemijatan punggung dengan lotion
yang menyegarkan dapat sangat membantu dalam ketidak nyamanan. Dengan evaluasi:
 Nyeri berkurang atau hilang
 Tidak ada tanda – tanda infeksi.
 Mual dan muntah tidak terjadi
c. Mempertahankan suhu tubuh, suhu ruangan dipertahankan dengan nyaman dan selimut
disediakan mencegah menggigil,dengan evaluasi :
 Menunjukkan suhu normal
 Bebas dari menggigil
 Tidak meninjukkan tanda – tanda kedinginan
 Tidak mengalami disritmia jantung
d. Menghindari cedera, melalui pemantauan yang cermat ketika pasien sadar dari pengaruh
anastesi, dengan evaluasi hasil :
 Terhindar dari cedera
 Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan
e. Mempertahankan status nutrisi, memberikan diet yang adekuat, nutrisi parenteral,
dengan evaluasi hasil :
 Menunjukkan motilitas gastrointestinal meningkat
 Bising usus normal
 Kembali pada diet normal
 Berat badan norma sesuai dengan tinggi badan
f. Meningkatkan Fungsi urinarius normal, dicoba semua metode yang diketahui dapat
membantu pasien dalam berkemih, pemasangan kateter, dengan evaluasi :
 Berkemih adekuat
 Menunjukkan retensi
g. Konstipasi, jika cairan atau serat dan laksatif tidak efektif, enema dapat digunakan,
dengan evaluasi :
 Bising usus normal
 Bebas dari distres abdomen
 Pola eliminasi adekuat
h. Mengurangnya ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial, dibuat tentang
perawatan dirumah yang diperlukan setelah pemulangan, kunjungan perawatan
dirumah diatur jika diperlukan, dengan evaluasi :
 Ikut serta dalam perawatan diri
 Mengekspresikan antisipasi tentang mengunjungi teman dan keluarga berbicara
secara positif tentang rencana mendatang.

Anda mungkin juga menyukai