Anda di halaman 1dari 12

Herpes Genital

A. DEFINISI
Herpes Genital adalah Penyakit Menular Seksual yang disebabkan oleh dua
tipe virus yaitu virus herpes simplex tipe 1 (HSV-1) dan virus herpes simplex tipe
2 (HSV-2), dimana predileksi dari HSV tipe 1 lebih sering pada area orofacial dan
predileksi dari HSV tipe 2 lebih serih pada area geniltal dan paragenital, yang
ditandai dengan adanya infeksi akut dan adanya vesikel yang berkelempok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan.1,2,3
B. EPIDEMIOLOGI
HSV tipe 2 adalah penyebab paling umum ulkus genital pada banyak Negara.
Diperkirakan ada 19,2 juta infeksi HSV tipe 2 baru di seluruh dunia pada tahun
2012, dan lebih banyak didapatkan pada kalangan remaja dan dewasa muda.
Pravalensi tertinggi HSV tipe 2 menurut WHO terdapat pada benua afrika
(31,5%), dan diikuti oleh benua amerika (14,4%). HSV tipe 2 lebih banyak
didapatkan pada wanita dari pada pria, terdapat 11,8 juta infeksi baru pada wanita
dan 7,4 juta infeksi baru pada pria sepanjang tahun 2012.4
Virus herpes simplex tipe 2 (HSV-2) lebih banyak berhubungan dengan
perilaku seksual seseorang dan lebih tinggi pravalensi penularannya melalui
pasanangan seksualnya. Pravalensi dari HSV-2 di amerika serikat adalah 22%
pada usia diatas 12 tahun. Seropositif HSV-2 di amerika serikat menurun dari 21%
pada tahun 1988-1994 menjadi 17% pada tahun 1999-2004.1
C. ETIOLOGI
HSV merupakan virus DNA untai ganda dari famili Herpesviridae dan
subfamili Alphaherpesvirinae dengan kemampuan biologis berupa neurovolensi,
latensi dan reaktivasi.1
HSV ditularkan melalui kontak personal erat. Infeksi terjadi melalui inokulasi
virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya orofaring,serviks, konjungtiva)
atau melalui pori-pori kulit. HSV tipe 2 ditularkan secara seksual atau dari infeksi
genital ibu ke bayinya.5

1
D. PATOFISOLOGI
Replikasi dari herpesvirus sangat teratur. Infeksi dari HSV terbagi menjadi
tiga tahap yaitu : 1. Infeksi akut, 2. Fase laten, 3. Reaktivasi virus. Selama infeksi
akut, virus bereplikasi dan menginvasi pada permukaan mukokutaneus, yang
mengakibatkan lesi primer yang menyebar dengan cepat untuk menginfeksi
ganglia sensoris.1,5
Pada saat sel saraf terinfeksi, virus membentuk dan mempertahankan infeksi
laten pada sel saraf ganglia proksimal sampai ke lokasi infeksi, untuk infeksi
genital akan melibatkan akar saraf ganglia sacral (S2-S5). Pada tahap akhir, Virus
HSV diaktifkan kembali dan bereplikasi didaerah yang dipersarafi oleh ganglia
tempat pembentukan infeksi latennya.1,5
Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stress emosional, sinar matahari
dan menstruasi dapat memicu reaktivasi, pada HSV tipe 2 lebih sering pada area
genital. Reaktivasi akan lebih sering dan lebih berat pada pasien
immunokompromais dibandingkan dengan pasien immunokompeten.5
E. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis dari infeksi Virus HSV tergantung pada lokasi infeksi dan
juga tergantung pada sistem kekebalan tubuh host. Infeksi primer virus HSV
terjadi pada orang yang sistem imunnya belum pernah terpapar virus HSV
sebelumnya. Dan disertai dengan tanda sistemik, gejala lebih berat, dan tingkat
komplikasi lebih tinggi. Sedangkan untuk episode rekuren biasanya lebih ringan
dan lebih singkat.1
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang lembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang
dangkal, biasanya sembuh tambah sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat
indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga member
gambaran yang tidak jelas. Pada pria, lesi lebih banyak terjadi pada glans penis
atau pada batang penis. Sedangkan pada wanita, lesi bisa terdapat pada vulva,
perineum, pantat, vagina atau serviks. Disertai nyeri, gatal, disuria, vaginal dan

2
uretra discharge. Sedangkan untuk gejala sistemiknya yaitu demam, sakit kepala,
malaise dan mialgia.1,2,9
Sedangkan gejala klinis pada infeksi rekuren dimana virus HSV diaktifkan
kembali sehingga menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis yang timbul lebih
ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering
ditemukan gejala prodormal local sebelum timbul vesikel, berupa rasa panas,
gatas, dan nyeri. Infeksi rekuren ini dapat timbul pada tempat yang sama atau
tempat lain / tempat disekitar lesi lama.2,9

Gambar 1. Lesi pada penderita herpes simpleks.1

F. DIAGNOSIS
1. Herpes Genitalis Primer
Herpes genitalis primer ditandai oleh gejala sistemik dan local
yang parah serta berkepanjangan. Gejala episode pertama infeksi HSV
tipe 2 sekunder biasanya ringan dan durasinya lebih singkat. Gejala dan
komplikasi herper genitalis primer lebih para pada wanita. Gejala sistemik
seperti demam, malaise, sakit kepala dan nyeri otot dominan pada 3-4 hari
pertama. Disertai gejala lokal berupa nyeri, gatal, disuria, keputihan,
uretritis dan limfaadenopati dengan nyeri tekan.1,5,10
Pada pria dan wanita, lesi ulseratif menetap selama 4-15 hari
hingga terjadi pelepasan krusta dan re-epitelisasi. Pada 75% pasien

3
terbentuk kembali lesi baru selama berlangsungnya penyakit, biasanya
dalam 4-10 hari.5
2. Herpes Genitalis Rekuren
Herpes genitalis primer yang berat cenderung lebih sering rekuren
biasanya didahului oleh gejala prodormal, berupa rasa nyeri dalam serta
rasa terbakar pada lokasi lesi yang berlangsung selama 2 jam sampai 2
hari. Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Gejala pada wanita umumnya
lebih berat. Pada beberapa orang biasa terjadi neuralgia sacral ipsilateral
yang berat.2,5,10

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s,
Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.

Gambar 2. Gambaran Hasil Positif pada Tes Tzank1


Sampel diambil dari vesikel yang telah digores kemudian diletakkan
pada slide dan diwarnai dengan pewarnaan Wright. Diagnostik sel (400x
pembesaran) adalah sel raksasa berinti, sel epitel yang mengandung
banyak inti, molding nuklir (inti berkerumun dipasang ke bentuk masing-
masing), dan inklusi virus. Meskipun tes Tzanck dapat menjadi positif

4
pada infeksi dengan herpes simpleks, herpes zoster, dan varicella, namun
distribusi dermatom pada herpes zoster mempengaruhi cabang saraf
trigeminal1,5.

2. Direct fluorescent assay (DFA)


Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Dan
membutuhkan mikroskop Fluoresence. Selain itu test ini dapat
menemukan antigen virus HSV dan dan dapat membedakan antara virus
herpes simplex dengan virus varicella zoster.1,5,6
3. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel.1,6

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes Zoster

Herpes Zoster adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi


vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral
yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster yang timbul di daerah
genitalia mirip dengan herpes simpleks. Karena effloresensi yang didapatkan
berupa vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sebab dan eritematosa, berisi
cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen dan bila pecah menjadi krusta.
Serta diawali dengan gejala prodromal seperti demam, malaise dan nyeri.2

5
Gambar 3. Lesi pada herpes zoster.1

2.Ulkus Mole
Ulkus mole atau sering disebut chancroid ialah penyakit ulkus genital
akut, setempat, dapat berinokulasi sendiri, disebabkan oleh Haemophilusducreyi,
dengan gejala khas berupa ulkus di tempat masuk kuman dan seringkali disertai
supurasi kelenjar getah bening.2

Gambar 4. Lesi pada Chancroid1


3. Sifilis
Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Traponema pallidum,
sangat kronik dan bersifat sistemik. Kelainan kulit dimulai sebagai papul
lentikular yang permukaannya segera menjadi erosi, umumnya kemudian menjadi
ulkus yang biasanya bulat, solitary, dasarnya ialah jaringan granulasi berwarna
merah dan bersih. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi
karena itu disebut ulkus durum.2

6
Gambar 5. Lesi pada sifilis (ulkus durum)1
4. Limfogranuloma venerum
Limfogranuloma venerum (L.G.V) ialah infeksi menular seksual sistemik
yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serovar L1, L2 dan L3. Bentuk
yang tersering ialah sindrom inguinal, berupa limfadenitis dan periadenitis
beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan lima tanda radang akut
disertai gejala konstitusi, yang akan mengalami perlunakan, umumnya berupa
erosi, papul miliar, vesikel, pustule dan ulkus yang tidak nyeri.2

Gambar 6. Lesi pada limfagranuloma venerum1

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan infeksi HSV di utamakan pada pemberian antiviral spesifik
yang mempunyai aktifitas terhadap kedua serotipe virus. Dosis dan terapinya
ditentukan oleh lokasi lesi dan kronitasnya (primer atau reaktivasi). Sedangkan
untuk gejala konstitusional, seperti demam, dapat diberikan terapi simptomatik.
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topical berupa salap/krim yang
mengandung preparat idosuridin (stoxil, viruguent, viruguent-P) dengan cara
aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam.2,3

Penyakit Dewasa Anak Durasi

Infeksi - Acyclovir oral 200 mg, 5 Acyclovir oral 40-80 7-10 hari
Primer kali perhari mg/kgBB/hari atau
- Acyclovir oral 400 mg, 3
sampai
kali perhari
keluhan
- Valacyclovir oral 1000
klinis
mg 2 kali perhari
- famciclovir oral 250 mg berakhir.

7
3 kali perhari

Infeksi - Acyclovir oral 400 mg, 3 Untuk anak >12 tahun, 5-10 hari
Rekuren kali perhari Acyclovir oral 200 mg, atau
- Acyclovir oral 200 mg, 5
5 kali perhari, sampai
kali perhari
Acyclovir oral 800 mg keluhan
- Valacyclovir oral 1000
2 kali perhari. klinir
mg 1 kali perhari
- Famciclovir oral 500, menurun.
250, 125 mg, 2 kali perhari
Pengobatan Acyclovir oral 400 mg, 3
pada ibu kali perhari dari umur 36
hamil minggu kehamilan sampai
melahirkan.
Tabel 1. Terapi pada herpes genital1,7

J. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi pada HSV, yakni :
1. Kandidiasi vagina ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genitalis
primer, terutama pada pasien diabetes mellitus. Herper ulseratif dengan
lesi keputihan pada mukosa kulit sulit dibedakan dari infeksi jamur.5
2. Infeksi mata berupa konjungtivitis folikuler unilateral atau
keratokonjungtivitis herpetic akut dengan ulkus kornea pada bayi baru
lahir.5
3. Herpes genitalis rekuren pada kehamilan, baik pada wanita hamil dan
tidak hamil gambaran klinisnya sama. Akan tetapi, adanya lesi genital
aktif bukan indicator akurat terjadinya shedding HSV. Persalinan
sesaria direkomendasikan untuk ibu hamil dengan lesi genital.5
4. Penyakit HSV neonatal disebabkan oleh adanya kontak dengan secret
genital terinfeksi. Pada 70% ibu, infeksi yang terjadi tidak
menimbulkan gejala. Besarnya resiko penularan dari ibi dengan infeksi
primer adalah sekitar 50%. Pada neonates dan bayi (usia kurang dari 6

8
minggu), frekuensi infeksi visceral dan susunan saraf pusat sangat
tinggi. Bila tidak diterapi, mortalitasnya sekitar 65% dan bisa timbul
gejala sisa neurologis berat. Penyakit dapat mengenai kulit, mata, atau
mulut. Bisa juga muncul sebagai ensefalitis atau penyakit visceral
diseminata yang mengenai paru, hati, jantung, adrenal, dan kulit.5
5. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya antibody terhadap
HSV-2 akan meningkatkan resiko terinfeksi HIV, tidak tergantung pada
ada atau tidaknya ulkus genital. Selain itu pasien dengan koinfeksi
HIV dan HSV-2 lebih mungkin menularkan HIV kepada orang lain.
HSV-2 merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada pasien HIV,
gejala klinik infeksi HSV-2 pada pasien HIV seringkali lebih berat
serta lebih sering mengalami rekuren.5

K. EDUKASI
Edukasi untuk infeksi herpes simpleks merupakan infeksi swasirna pada
populasi imunokompeten. Edukasi untuk herpes genitalis ditunjukkan
terutama terhadap pasien dan pasangan, yaitu berupa:
1. informasi perjalanan alami penyakit ini, termasuk informasi bahwa
penyakit ini menimbulkan rekurensi.
2. Tidak melakukan hubungan seksual ketika masih ada lesi atau gejala
prodromal.
3. Pasien sebaiknya member informasi kepada pasangannya bahwa ia
memiliki infeksi HSV.
4. Transmisi seksual dapat terjadi pada masa asimtomatik.
5. Kondom yang menutupi daerah yang terinfeksi, dapat menurunkan
risiko transmisi dan sebaiknya digunakan dengan konsisten.11

L. PROGNOSIS

9
Selama pencegahan rekurens masih merupakan masalah, hal tersebut secara
psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat
member prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih
singkat dan rekurens lebih panjang. Pada orang dengan gangguan imunitas
misalnya pada penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial,
pengobatan dengan immunosupresan yang lama atau fisik yang sangat lemah,
menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke organ dalam dan dapat fatal.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang
dewasa.

KESIMPULAN
Virus herpes simplex tipe 2 (HSV-2) adalah penyebab herpes genitalis
yang umum, namun selain di daerah genital, virus ini juga dapat bereplikasi
disemua jaringan pada tubuh manusia, dan terkadang dapat menyebabkan
keratitis, hepatitis, meningitis. Seropravalensi dari herpes genital masih tinggi di
seluruh dunia, di amerika sebesar 17%. Pada pasien yang simtomatik dan
asimtomatik, infeksi tidak selalu ditandai dengan adanya keluhan maupun lesi di
daerah genital, hal tersebut menyebabkan penularan dan inflamasi yang persisten.
HSV-2 masih menjadi pathogen yang dapat menyebar luas ke banyak
populasi dan biasanya menyebabkan infeksi berat pada neonates dan pasien
dengan sistem imun yang rendah. Yang sekarang menjadi sorotan adalah
pengembangan obat-obatan antivirus yang dapat menekan rekurensi, viral
shedding, penularan secara seksual, penularan pada neonates, serta pengembangan
vaksin terhadap HSV.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldsmith, L. A. (2012). Fitzpatrick's. 8th ed. New York [etc.]: McGraw-Hill
Medical. Page 2367-2375
2. Linuwih, Sri. (2015). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 455-478, 484.
3. National Center for HIV/AIDS, Viral Hepatitis, STD and TB Prevention.
(2017). Genital Herpes-CDC fact sheet. Departement of health health and
human service. USA.
4. WHO, treatment of herpes simplex virus.World Health Organization (WHO),
Geneva, Swisszerland. Page 5.
5. Eppy. Infeksi Virus Herpes Simpleks dan Komplikasinya. Divisi penyakit
tropic dan infeksi, RSUP Persahabatan, Jakarta, Indonesia.
6. Puspunegoro, Erdina, dkk (2014). Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Patel. Rajul, J Kennedy. Oliver, Clarke. Emily.etc. 2017 European guidelines
for the management of genital herpes. International journal of STD & AIDS.
Page 3-4
8. CDC STD prevention (2014). STD curriculum for clinical educator.
Departement of health health and human service. USA. Page 3.
9. Sautor. Carol, hordinsky. Maria. Clinical Dermatology. New York [etc.]: McGraw-
Hill Medical. Page 89-90
10. Wiley. Jonh, & sons. Rook’s textbook of dermatology. 2016, Blackwell
publishing. Page 2516
11. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2013. Hal 433-434

11
12

Anda mungkin juga menyukai