Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

FROZEN SHOULDER SYNDROME

DISUSUN OLEH :

Kenny Shelpa, S.ked

PEMBIMBING :

dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes

DEPARTEMEN SMF ILMU KEDOKTERAN NEUROLOGI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

2017
BAB I

STATUS PASIEN NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Yustin Sopyan
Umur : 48 Tahun
Alamat : Jl Pramuka gg Purnawirawan Kemiling
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Suku bangsa : Lampung
Tanggal masuk : 20 Desember 2017
Nomor RM : 042209

II. RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS

Anamnesis didapatkan melalui Autoanamnesis dan alloanamnesis dari istri


pasien pada tanggal 20 Desember 2017 dan 21 Desember 2017 di Poliklinik
Penyakit Saraf RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.

Keluhan utama : nyeri lengan kanan atas sejak 5 bulan yang lalu

Keluhan tambahan : lengan kanan sulit digerakkan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sekitar 5 bulan yang lalu os merasa nyeri pada lengan kanan bagian atas.
Os mengatakan tangan kanan os mulai terasa nyeri ketika os mengambil koper
diatas lemari 5 bulan yang lalu. Os hanya menganggap nyeri tersebut adalah hal
biasa karna kelelahan sehingga os tidak berobat ke Rumah Sakit. Os mendatangi
tukang urut tradisional hingga 4 kali untuk mengurangi rasa nyeri pada lengan
kanan os, namun tidak ada perubahan. Kemudian OS memeriksakan diri ke
puskesmas, setelah diberi obat dari puskesmas nyeri tersebut hilang, tetapi ketika
obatnya habis nyeri tersebut berulang kembali. Os mengaku kesulitan bila
melakukan aktifitas terutama aktifitas yang harus mengangkat tangan kanan ke
atas misalnya ketika ingin menyisir rambut, keramas, dan menggaruk punggung,
os juga tidak bisa miring ke kanan saat tidur, dan tangan kanan terasa lebih kaku
dibanding tangan kiri. Hingga akhirnya tanggal 20 Desember 2017 os datang ke
Poliklinik Penyakit Saraf RS Pertamina Bintang Amin untuk melakukan
pemeriksaan karena 1 minggu ini nyeri lengan kanan atas semakin memberat dan
tangan kanan os menjadi sulit untuk digerakkan. Pasien mengaku jarang
melakukan angkat-angkat berat, riwayat trauma disangkal. Rasa kelemahan,
kesemutan pada tangan kanan disangkal. Pasien sebelumnya tidak pernah sakit
seperti ini

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi : disangkal


- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal.
- Riwayat operasi : disangkal
- Riwayat penyakit lainnya : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat Sosial Ekonomi

Os tinggal bersama istri dan anaknya dengan keadaan ekonomi yang


cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

- Keadaan Umum : Baik

- Kesadaran : Compos Mentis


- GCS : E4V5M6

- Vital Sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 78 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,0 0C

Status Generalis

KEPALA

Rambut : Rambut warna hitam, tidak mudah rontok


Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikteris (-/-), pupil
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+), Ptosis (-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), pendengaran kiri =
kanan, serumen (-/-)
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), deviasi (-), secret (-)
Mulut : Mulut dan lidah dalam batas normal.
Tenggorokan : Mukosa Faring hiperemis (-), uvula di tengah, tonsil
normal

LEHER
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tekanan Vena jugularis : Normal
Trakea : Tidak terdapat deviasi trachea
THORAKS
Jantung
Inspeksi : Tidak ditemukan kelainan
Palpasi : Tidak ditemukan kelainan
Perkusi Kanan : Tidak ditemukan kelainan
Kiri : Tidak ditemukan kelainan
Auskultasi : Tidak ditemukan kelainan
Paru
Inspeksi : Dinding toraks simetris, tidak ditemukan kelainan,
tidak ada deformitas, tidak ada retraksi otot
Palpasi : Vokal fremitus normal, krepitasi (-)
Perkusi Kanan : Sonor
Kiri : Sonor
Auskultasi Kanan : Bunyi vesikuler normal, Ronki/ Wheezing (-/-)
Kiri : Bunyi vesikuler normal, Ronki/ Wheezing (-/-)

ABDOMEN
Inspeksi : Dinding perut datar, tidak ada jejas, supel
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

EKSTREMITAS
Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem ( - ), Deformitas (-)
Bengkak (-), Sianosis (-)
Kekuatan otot 4/5
Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: Oedem (-), Deformitas (-)
Bengkak (-), Sianosis (-)
Kekuatan otot 5/5
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Tanda perangsangan meningen


Kaku kuduk : negatif (-)
Kernig test : negatif (-)
Lasseque test : negatif (-)
Brudzinsky I : negatif (-)
Brudzinsky II : negatif (-)

Saraf Cranialis

 N. Olfaktorius (N.I)
Daya penciuman hidung : Normosmia/Normosmia
 N. Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : Tidak diperiksa (tidak ada snellen chart)
Lapang penglihatan : Tidak ada penyempitan lapang pandang
Tes Warna : Tidak ada kelainan
Fundus Oculi : Tidak dilakukan
 N. Occulomotorius, N. Trochealis, N. Abducen (N.III-N.IV-N.VI)
Kelopak mata
Ptosis : (-/-)
Endoftalmus : (-/-)
Exsoftalmus : (-/-)
Pupil
Diameter : 3mm/ 3mm
Bentuk : Bulat/Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : Central, simetris
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya tidak langsung : (+/+)
Gerakan bola mata
Media : +/+
Lateral : +/+
Superior : +/+
Inferior : +/+
Obliqus superior : +/+
Obliqus inferior : +/+
 N. Trigeminus (N. V)
Sensibilitas
Ramus oftalmikus : tidak ada kelainan
Ramus maksilaris : tidak ada kelainan
Ramus Mandibularis : tidak ada kelainan
Motorik
M. maseter : tidak ada kelainan
M. temporalis : tidak ada kelainan
M. pterigoideus : tidak ada kelainan
Reflek
Reflek kornea : (+/+)
Reflex bersin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Biasa
Tersenyum : Dapat, simetris
Meringis : Dapat, simetris
Bersiul : Dapat, simetris
Menutup Mata : Dapat, simetris
Sensoris:
Pengecapan 2/3 depan lidah : Normal
 N. vestibulocochlearis (N. VIII)
N. cochlearis
Ketajamam pendengaran : Kiri = Kanan
Tinitus : (-/-)
N. vestibularis
Tes vertigo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nistagmus : Tidak ada kelainan
 N. Glossopharingeus dan N. Vagus (N.IX dan N.X)
Suara bindeng/nasal : Tidak ditemukan
Posisi uvula : Central
Palatum mole : Istirahat : Simetris
Bersuara : Simetris
Arcus palatoglossus : Istirahat : Simetris
Bersuara : Simetris
Arcus pharingeus : Istirahat : Simetris
Bersuara : Simetris
Reflek batuk : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan
Peristaltik usus : Tidak dilakukan
Bradikardi : Tidak ditemukan
Takikardi : Tidak ditemukan
 N. Accesorius (N.XI)
M. sternocleidomastoideus : (+/+)
M. trapezius : (+/+)
 N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : (-)

Sistem motorik superior ka/ki inferior ka/ki

- Gerakan bebas / terbatas bebas / bebas

- Postur Tubuh Tegap -

- Kekuatan otot 4/5 5/5

- Tonus otot Rigiditas (-) Rigiditas (-)


- Gerak involunter Tremor (-) Tremor (-)

- Atrophi Tidak ada Tidak ada

- Reflek fisiologis Bicep (+/+) Pattela (+/+)

Trisep (+/+) Achiles (+/+)

- Reflek patologi Hoffman Trommer (-/-) Babinsky (-/-)

Chaddock (-/-) Oppenheim(-/-)

Schafner (-/-) Gordon (-/-)

Gonda (-/-)

Sensibilitas

- Eksteroseptif/ rasa permukaan (Superior/inferior )

Rasa raba : (+/+)

Rasa nyeri : (+/+)

Rasa suhu panas : Tidak dilakukan

Rasa suhu dingin : Tidak dilakukan

-Propioseptif / Rasa dalam (Superior/Inferior)

Rasa Sikap : Tidak dilakukan

Rasa Nyeri dalam : Tidak dilakukan

Rasa Getar : Tidak dilakukan

Koordinasi dan Keseimbangan

Tes tunjuk hidung : Normal


Tes pronasi supinasi : Normal
Susunan saraf otonom

Miksi : Normal
Defekasi : Normal

Fungsi luhur

Fungsi bahasa : Normal

Fungsi orientasi : Normal

Fungsi memori : Normal

Fungsi emosi : Normal

Pemeriksaan tambahan

VAS :
- Nyeri Statis :0
- Nyeri Dinamis :8
- Nyeri Tekan :3
Gerak Aktif Lengan kanan:
- Fleksi Shoulder : Sangat nyeri, ROM terbatas
- Ekstensi Shoulder: Sangat nyeri, ROM terbatas
- Abduksi : Sangat nyeri, ROM terbatas
- Adduksi : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Gerak Pasif Lengan kiri :
- Fleksi Shoulder : Sangat nyeri, ROM terbatas
- Ekstensi Shoulder: Sangat nyeri, ROM terbatas
- Abduksi : Sangat nyeri, ROM terbatas
- Adduksi : Sedikit nyeri, ROM terbatas
Tes Mossley :-
Tes Apley Scratch :+

Gambaran Rontgen:
Kesan :
Radiografi Glenohumerale joint dexa proyeksi AP/Lateral saat ini
masih dalam batas normal.
RESUME

Pasien seorang laki-laki usia 48 tahun datang ke Poliklinik Penyakit Saraf


RS Pertamina Bintang Amin dengan keluhan nyeri lengan kanan atas, keluhan
sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, Os mengatakan tangan kanan os mulai
terasa nyeri ketika os mengambil koper diatas lemari 5 bulan yang lalu, namun
memberat dalam seminggu ini. Awalnya os merasakan nyeri lengan kiri atas,
kemudian os membawa ke tukang urut tradisional untuk diurut hingga 4 kali tapi
tidak berkurang. Kemudian os ke Puskesmas nyeri menghilang tetapi setelah obat
habis keluhan datang kembali. . Os mengatakkan lengan kanan terasa lebih kaku
dibandingkan lengan kiri, os juga kesulitan saat menyisir rambut, keramas dan
tidak bisa miring ke kanan saat tidur.
Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, tekanan
darah : 120/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, RR 20 x/menit dan Suhu 36,0 0C.
Pemerikasan motorik kekuatan otot ektremitas atas kanan/kiri 4/5 dan ektremitas
bawah kanan/kiri 5/5, gerakan ekstremitas kiri terbatas. Refleks fisiologis,
patologis dan sensorik normal, rangsang menigeal (-), tes mossley (-), tes apley
scratch (+).

V. DIAGNOSIS
 Klinis : Frozen Shoulder
 Topis : Glenohumerale
 Etiologi: Inflamasi
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Tendinitis bicipitalis
- Bursitis subacromial

VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
 Fisioterapi
 Active Exercise
Medikamentosa
 Meloxicam 2x7,5 mg
 Neurodex 1x1

VIII. SARAN PEMERIKSAAN


 Laboratorium DL
 MRI

IX. PROGNOSA

 Quo ad vitam : Dubia ad Bonam


 Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
 Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita frozen shoulder:

Kasus Teori
Os merasa nyeri dan Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah suatu
kaku pada lengan kanan kelainan dimana terjadi inflamasi pada kapsul sendi
atas yang semakin bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral,
memberat sejak 1 sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi
minggu yang lalu. keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis.

Os mengaku lengan Nyeri terjadi karna adanya proses inflamasi. Rusaknya


kanan bagian atas mulai jaringan lokal tersebut berupa inflamasi pada
terasa nyeri saat os membrane synovial dan kapsul sendi glenohumeral
ketika os mengambil yang membuat formasi adhesive sehingga
koper diatas lemari 5 menimbulkan nyeri dan kemudian disusul dengan
bulan yang lalu. reflek spasme yang menyebabkan imobilisasi.

Os mengaku kesulitan Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri


untuk mengangkat khas yaitu terbagi dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan
tangan kiri ke atas perbaikan.
misalnya ketika ingin A. Fase pertama (painful atau freezing stage)
menyisir rambut, Fase ini diawalin dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien
keramas, dan menggaruk akan mengeluhkan nyeri saat tidur dengan posisi
punggung, os juga tidak miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari
bisa miring ke kiri saat nyeri. Pasien akan sering mengeluhkan nyeri pada
tidur. daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan meminta
bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri
akan hilang dengan sendirinya. Mereka dapat mencoba
mengurangi nyeri dengan analgesik. Tidak ada trauma
sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama
kali dia tidak bisa melakukan kegiatan tertentu akibat
nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini dapat
berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.

B. Fase kedua (stiff atau frozen fase).


Pada fase ini pergerakan bahu menjadi sangat terbatas,
dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melalukan kegiatan sehari-hari, terutama yang
memerlukan terjadinya rotasi interna dan externa serta
mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau
mengambil sesuatu yang tinggi. Saat in pasien
biasanya mempunyai keluahans spesifik seperti tidak
bisa menggaruk punggung, atau memasang BH, atau
mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini
berlangsung selama 3 bulan hingga 1 tahun.

C. Fase terakhir (resolusi atau thawing fase).


Pada fase ini pasien mulai bisa menggerakan kembali
sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk
melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan
sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak
didapatkan tes mossley pada segala arah baik secara gerak aktif maupun pasif.
(-) dan apley scratch (+) Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin
kurang dari 90 derajat, abduksi kurangdari 45 derajat,
dan rotasi internal dan eksternal dapat berkurang
sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi
pada rotasi eksternal.
Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk
mengeveluasi lingkup gerak sendi aktif. Pasien
diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang
kepala. Pada frozen shoulder pasien tidak dapat
melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada
penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus rotator cuff. Bila gangguan
berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena
reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot
deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.
Tatalaksana 1. Pemberian NSAID

Pada kasus ini diberikan meloxicam 2x7,5 mg


untuk mengurangi rasa nyeri pada bahu pasien.

2. Neurodex tab 1x1

Neurodex adalah salah satu merk suplemen


vitamin B kompleks yang tersusun dari vitamin
B1, B6, dan B12. Vitamin B kompleks sendiri
dikenal sebagai vitamin neurotopik (nutrisi sel
saraf) sehingga digunakan untuk melindungi dan
menjaga kenormalan fungsi saraf.

3. Fisioterapi

Pada pasien ini disarankan untuk melakukan


fisioterapi secara rutin agar fungsi gerak tubuh
dapat kembali secara optimal.

4. Active Exercise

Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan


terapi secara rutin 2 kali sehari. Teknik ini
memungkinkan efek dari terapi lainnya lebih
optimal.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah suatu kelainan dimana
terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi
glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan
gerak dan nyeri yang kronis.
Rusaknya jaringan lokal tersebut berupa inflamasi pada membrane
synovial dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat formasi adhesive
sehingga menimbulkan nyeri dan kemudian disusul dengan reflek spasme yang
menyebabkan imobilisasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya kontraktur dan
penebalan pada kapsul anterior, perlengketan pada kapsul inferior dna tegang pada
kapsul posterior, dan selnajutnya kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut,
sehingga ditemukan adanya keterbatasan dan nyeri saat digerakkan.

II. Anatomi dan Fisiologi


Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula, dan
humerus. Terdapar dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu yaitu
sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang
berbentuk “ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas.
Struktur-struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff. Tulang-
tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Tendon dan ligament
membantu member kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian
dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m.
subscapularis.
Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan
menjaga stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan
menyambung ke humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu.
Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal.
Otot-otot pada rotator cuff menjada “ball” dalam “socket” pada sendi
glenohumeral dan memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder.
Terdapat dua bursa untuk memberi bantalan dan melingungi dari akromion dan
memungkinkan gerakan sendi yang lancar.
Saat terjadi abduksilengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral,
sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression),
untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan.
Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar
dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.

III. Epidemiologi
Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan muskuloskletal tersering
ketiga setelah nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari frozen
shoulder pada populasi umum dilaporkan sekitar 2%, dengan prevalensi 11% pada
penderita diabetes.
Frozen shoulder dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau
berurutan, pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih
sering pada pasien dengan diabetres dari pada yang tidak. Pda 14% pasien, saat
frozen shoulder masih terjadi pada suatu bahu, bahu kontralateral juga
terpengaruh. Frozen shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun
onset penyakit. Suatu relapse frozen shoulder pada bahu yang sama jarang terjadi.
Frozen shoulder sering terjadi pada pasien denga hipertiroid dan
hipertriglicemi. Meskipun berbagai penulis melaporkan bahwa penyakit jantung,
tuberkulosis, dan berbagai kondisi medis lainnya dapat berhubungan dengan FS,
namun asosiasi ini sebagian besar hanya anekdot dan tidak didukung dengan studi
case control.

IV. Etiologi
Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat
kondisi mendara yang menyebabkan sendi tidak digunakan. Idiopatic frozen
shoulder sering terjadi pada dekade ke empat atau ke enam.
Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar
collum dan caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering
menyebabkan terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff
tendinopati dengan sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai
frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak
menjadalani fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama
juga dapat menyebabkan frozen shoulder.
Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma
atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan
tetapi pada sepertiga kasus pergerkana yang terbatas dapat terjadi pada kedua
lengan.

V. Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan
pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak tahan dengan
nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang
imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama
dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema,
eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara
lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur
tendon subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.
Penyebab frozen shoulder mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul
yang berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat
ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak terjadi
nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah
fibrosis yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan prolifrasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan synovial
pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine
dan fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut
menyebabkan penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang
melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan
perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis adhesiva
pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.
Pada tahap kronis dapat menyebabkan antero postion head posture karena
hipomobile dari struktur cervicothoracal. Terkadang hipomobile pada kondisi
frozen shoulder mengakibatkan nyeri sehingga menyebabkan kontraktur pada
ligament supraspinosus, dan spasme pada otot-otot cervicothoracal dan jika
berkepanjangan akan menimbulkan “vicious circle of reflexes” yang
mengakibatkan medulla spinalis membangkitkan aktivitas efferent system
simpatis secara berlebihan sehingga menimbulkan mikrosirkulasi pada
glenohumeral yang menyebabkan ketegangan miofibroblas. Ketegangan
miofibroblas tersebut mengakibatkan kontraktur pada otot-otot fixator gelang
bahu dan ligament longitudinal posterior. Karena stabilitas sendi sebagian besar
oleh muskulotendinogen, maka gangguan pada otot gelang bahu akan
memperparah keterbatasan gerak bahu.

VI. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun.
A. Fase pertama (painful atau freezing stage)
Fase ini diawalin dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan
mengeluhkan nyeri saat tidur dengan posisi miring dan akan membatasi
gerak untuk menghindari nyeri. Pasien akan sering mengeluhkan nyeri
pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan meminta bantuan medis
pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan sendirinya.
Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan analgesik. Tidak ada
trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak
bisa melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan.
Fase ini dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.

B. Fase kedua (stiff atau frozen fase).


Pada fase ini pergerakan bahu menjadi sangat terbatas, dan pasien
akan menyadari bahwa sangat sulit untuk melalukan kegiatan sehari-hari,
terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna dan externa serta
mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau mengambil sesuatu
yang tinggi. Saat in pasien biasanya mempunyai keluahans spesifik seperti
tidak bisa menggaruk punggung, atau memasang BH, atau mengambil
sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan hingga 1
tahun.

C. Fase terakhir (resolusi atau thawing fase).


Pada fase ini pasien mulai bisa menggerakan kembali sendi bahu.
Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk melakukan aktivitas akan membaik,
tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik
secara gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi
mungkin kurang dari 90 derajat, abduksi kurangdari 45 derajat, dan rotasi internal
dan eksternal dapat berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula
restriksi pada rotasi eksternal.
Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup
gerak sendi aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder
pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada penekanan
dari tendon yang membentuk muskulotendineus rotator cuff. Bila gangguan
berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis,
karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.

Gambar 3.1 Perbedaan Struktur Bahu Normal dengan Frozen Shoulder


VII. Faktor Resiko
Frozen shoulder lebih sering terjadi pada wanita. Frozen shoulder sering
terjadi pada orang yang pernah mengalami trauma atau operasi pada sendi bahu.
Orang dengan diabetes, penyakit jantung, penyakit paru, hipertiroid, dan
hipertriglisemi cenderung berisiko untuk mengalami frozen shoulder.

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Pada prinsipnya diagnosa frozen shoulder ditegakan berdasarkan
manifestasi klinis. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis hanya
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Pemeriksaan lab
kadang dilakukan karena sering pada penderita fronzen shoulder merupakan
penderita diabetes yang tidak diketahui.

IX. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan
dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan TENS untuk
mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan
radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan
untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison
injeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini.
Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi
rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena
kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa
penelitian yang meragukan kegunaan terapi tersebut.
Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk
melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan
sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.
Mungkin diperlukan juga fisioterapi dan latihan gerak. Fisioterapi dapat
berupa pijatan atau pemberian panas.

Gambar 3.2 Latihan Gerakan pada Bahu

X. Prognosis
Pasien dengan frozen shoulder bisa sembuh, namun sebagian besar
penderita frozen shoulder kehilangan sebagian fungsi gerak dari sendi bahu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis. Edisi V:Jilid 2.


Jakarta : Penerbit Erlangga; 2013. h.357-368.
2. Roberts JR. Adhesive capsulitis (Frozen Shoulder) Workup. [Online].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1261598-
workup#c1
3. Walmsley S, Rivett DA, Osmotherly PG. Adhesive capsulitis: establishing
consensus on clinical identifiers for stage 1 using the DELPHI technique.
Phys Ther. Sep 2009;89(9):906-17.
4. Witvrouw, E., N. Mahieu, et al. Manual Therapy. 2004.
5. Tiidus PM. Manual massage and recovery of muscle function following
exercise: a literature review. 1997
6. Samsuhidajat, R., de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC;
2013. h.1047-1048.
7. Bickley LS. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 7.
Jakarta : EGC; 2015. h.279-282.

Anda mungkin juga menyukai