Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis paru (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia ini1. Tuberkuosis paru merupakan penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan paling
sering bermanifestasi di paru. Mikobakterium ini ditransmisikan melalui
droplet di udara, sehingga seorang penderita tuberculosis paru
merupakan sumber penyebab penularan tuberculosis paru pada populasi
di sekitarnya.1
World Health Organization (WHO) melaporkan tahun 2011 insidens
kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV)
dan 990 ribu orang meninggal karena TB. Secara global diperkirakan
insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan
riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
di dunia terjadi di negara berkembang.1,2
Pada tahun 2014, WHO merilis bahwa Indonesia menduduki
peringkat kedua setelah Cina dengan penderita TB terbesar di dunia.
Indonesia merupakan negara dengan beban tinggi TB pertama di Asia
Tenggara yang berhasil mencapai target Millenium Development Goals
(MDG) untuk penemuan kasus TB di atas 70% dan angka kesembuhan
85% pada tahun 2006.1
Pada tahun 2014 Dinas Kesehatan melaporkan penemuan penderita
TB Paru BTA (+) di Provinsi Sumatera Selatan masih rendah hanya
terdapat satu kabupaten memenuhi target capaian SPM (Standar
pelayanan minimal), yaitu 70% yaitu Kabupaten Musirawas, sedangkan
14 kabupaten/Kota lainnya belum mencapai target standar SPM terdiri
dari 3 Kabupaten OKU, Banyuasin, dan Empat Lawang berada pada
range 50-70%, dan 11 Kabupaten lainnya berada pada range terendah
yaitu dibawah 50% termasuk Kota Palembang (Dinkes, 2014). 2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi Pasien


Nama : Ny. L
Tanggal Lahir/ Usia : 3 Maret 1955 (63 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sungai Bunut RT 28 RW 006, Keramasan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
No. RM : 56.07.31
MRS : 14 Agustus 2018

2.2 Anamnesis (15 Agustus 2018)


A. Keluhan Utama
Batuk lebih dari 1 bulan

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 1 bulan SMRS, os mengeluh batuk-batuk hilang timbul,
dahak (-), sesak (-), demam (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan
menurun (-), keringat malam (-). ± 2 minggu SMRS, os mengeluh
sesak napas, sesak tidak dipengaruhi posisi, aktivitas, cuaca, maupun
emosi. Napas bunyi mengi (-), batuk (+). Batuk kering lebih hebat di
pagi. Demam (+) naik turun, menggigil (-), mual (+), muntah (-).
Nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (+), keringat malam (+).
BAK dan BAB biasa.
± 1 minggu SMRS, os mengeluh sesak napas bertambah, sesak
tidak dipengaruhi posisi, aktivitas, cuaca, maupun emosi. Os lebih
nyaman tidur pada posisi menggunakan 2 bantal. Napas bunyi mengi
(-), batuk (+) dengan dahak tapi tidak bisa dikeluarkan. Batuk lebih

2
hebat di pagi hari. Demam (+) naik turun, menggigil (-), mual (-),
muntah (-). Nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (+), keringat
malam (+). 1 hari SMRS keluhan sesak nafas semakin bertambah
hebat Os datang ke IGD RSUD Palembang Bari.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat batuk lama : disangkal
b. Riwayat Asma : disangkal
c. Riwayat TBC : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal
e. Riwayat hipertensi : Ada, sudah 2 tahun diderita

D. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat batuk lama : disangkal
b. Riwayat Asma : disangkal
c. Riwayat diabetes melitus : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat minum kopi : iya, 1 gelas / hari
c. Riwayat minum alkohol : disangkal
d. Riwayat olahraga : jarang

F. Status Gizi
a. Karbohidrat : Nasi 1/2 piring sedang sering 3x1 sehari
b. Protein : Ikan, tahu dan tempe sering 3x1 sehari
c. Lemak : Daging jarang, ayam jarang 2x1 sebulan
d. Sayur : sering 3x1 sehari
e. Buah : Kadang-kadang 2x1 seminggu

3
f. Susu : Jarang 3x1 sebulan

G. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Os bekerja sebagai petani dan tinggal bersama 4 orang anak
yang sudah berkeluarga bekerja sebagai petani, riwayat sosial
ekonomi termasuk dalam ekonomi rendah.

H. Riwayat Lingkungan
Os tinggal didesa yang tidak padat penduduk, rumah
panggung berbahan kayu terdapat kandang ayam dibawah rumah.
Rumah os terdapat 4 jendela dibagian depan tetapi jarang dibuka, 4
ruang tidur dengan masing-masing terdapat 1 jendela. Pada saat pagi
hari cahaya matahari saat sedikit masuk kedalam rumah sehingga
suhu didalam rumah terasa lembab dan dingin

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 28x/menit, reguler, thoracal, kussmaul (-)
Suhu Axila : 37,5 oC
BB : 40 kg
TB : 156 cm
Status Gizi : 16,4 kg/m (Gizi buruk)

4
B. Pemeriksaan Fisik Khusus
Kepala : Normocephali, deformitas (-)
Mata : conjunctiva anemis (-), hiperemis (-/-),
sclera ikterik (-), mata cekung (-), edema
palpebra (-) sekret (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cm H2O
Thoraks : simetris, retraksi (-/-)
Paru
- Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), RR 22 x/menit
- Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri simetris
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri
- Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronchi kasar (+/-) di
paru kanan, wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I/II (+) normal, murmur (-), gallop (-),
Nadi 100x/menit.
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (+) hypocondriaca
- Perkusi : sinistra, hepar/lien tidak teraba timpani (+),
asites (-) massa tidak ada, turgor kembali
- Auskultasi : cepat (< 2 detik)
bising usus (+) normal
Genitalia eksterna : dalam batas normal

5
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), deformitas (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang (14 Agustus 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,3 g/dl L : 14 – 16 g/dl Anemia
Leukosit 15.800 / ul 5.000 – 34.000 /ul Normal
Trombosit 468.000 / ul 150.000 – 400.000 /ul Meningkat
Hematokrit 32% L : 40 – 48 % Menurun
Hitung jenis
- Basofil 0% 0–1% Normal
- Eosinofil 3% 1–3% Normal
- Batang 2% 2–6% Normal
- Segmen 78 % 50 – 70 % Meningkat
- Limfosit 10 % 20-40% Normal

- Monosit 5 7% 2–8% Normal

6
Foto Thorax (Tanggal 14 Agustus 2018)

Pada pemeriksaan FotoThorax didapatkan:


- Cor tidak membesar
- CTR< 50%
- Sela iga tidak melebar
- Tidak terdapat infiltrat
- Honeycomb appearances paru kanan
- Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Kesan : Koch Pulmonum aktif (TB Positif)

Mikroskopis BTA (tanggal 15 Juli 2018)


Pada pemeriksaan BTA didapatkan:
 BTA (Negatif)

PCR GeneXpert (15 Agustus 2018)


Pada pemeriksaan PCR didapatkan:
“MTB NOT DETECTED”

7
2.5 Resume
Sejak ± 1 bulan SMRS, os mengeluh batuk-batuk hilang timbul, dahak
(-), sesak (-), demam (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-),
keringat malam (-). ± 2 minggu SMRS, os mengeluh sesak napas, sesak tidak
dipengaruhi posisi, aktivitas, cuaca, maupun emosi. Napas bunyi mengi (-),
batuk (+). Batuk kering lebih hebat di pagi. Demam (+) naik turun, menggigil
(-), mual (+), muntah (-). Nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (+),
keringat malam (+). BAK dan BAB biasa.
± 1 minggu SMRS, os mengeluh sesak napas bertambah, sesak tidak
dipengaruhi posisi, aktivitas, cuaca, maupun emosi. Os lebih nyaman tidur
pada posisi menggunakan 2 bantal. Napas bunyi mengi (-), batuk (+) dengan
dahak tapi tidak bisa dikeluarkan. Batuk lebih hebat di pagi hari. Demam (+)
naik turun, menggigil (-), mual (-), muntah (-). Nafsu makan menurun (+),
nyeri ulu hati (+), keringat malam (+). 1 hari SMRS keluhan sesak nafas
semakin bertambah hebat Os datang ke IGD RSUD Palembang Bari.

2.6 Diagnosis Banding


1. Kasus Baru TB Paru
2. Pneumonia
3. Bronkiektasis

2.7 Diagnosis Kerja


TB Paru Kasus baru BTA negatif (-) + Hipertensi stadium I + Malnutrisi

2.8 Tatalaksana
Medikamentosa tanggal 14 Agustus 2018
a. O2 nasal canul 3L
b. IVFD RL gtt 20x/menit
c. Inf. Cifrofloxacine 2x500mg
d. Ambroxol syr 3x1cth
e. Lansoprazole 1x1 caps

8
f. Codein tab 3x2 tab
g. Curcuma 3x1 tab

Non Medikamentosa tanggal 15 Agustus 2018


a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
b. Bubur biasa 3x1 sehari
c. Ekstra susu 2x200 cc

Medikamentosa tanggal 15 Agustus 2018


a. IVFD RL gtt 20x/menit
b. IVFD aminofluid (2:1)
c. O2 nasal canul 3L K/P
d. Inf. Cifrofloxacine 2x500mg
e. Ambroxol syr 3x1cth
f. Lansoprazole 1x1 caps
g. Codein tab 3x2 tab
h. Curcuma 3x1 tab

2.9 Pemeriksaan Anjuran


1. Kultur bakteri
2. Uji kepekaan obat

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

9
2.11 Follow Up
Tanggal 15 Agustus 2018
S: Batuk, sesak nafas
O: Keadaan umum
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 150/100 mmHg
Nadi 97x/menit
Pernapasan 27x/menit
Temperatur 37,6ºC
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)

Leher JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax: Anterior
Paru I : statis: kanan sama dengan kiri
dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri

A : vesikuler (+) normal, ronki basah kasar di


lapangan bawah paru kanan, wheezing (-)

Posterior
I: statis: kanan sama dengan kiri
dinamis: tidak ada yang tertinggal
P: stemfremitus kanan > kiri
P: sonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
A: vesikuler (+) normal, ronki basah kasar di seluruh
lapangan paru kanan, wheezing (-)

Jantung I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan LS dextra, batas kiri
LMC sinistra
A : HR 97x/ menit murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : datar
P :lemas, nyeri tekan (-) hipokondrium kanan, hepar
dan lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal

10
Genitalia Tak diperiksa
Ekstremitas Edema (-), CRT < 2”
Pemeriksaan Hematologi
Penunjang Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi
Normal
Hemoglobin 10,3 L : 14 – 16 Anemia
g/dl g/dl
Leukosit 15.800 5.000 – Meningkat
/ ul 10.000 /ul
Trombosit 468.00 150.000 – Meningkat
0 / ul 400.000 /ul
Hematokrit 32% L : 40 – 48 Menurun
%
Hitung jenis
- Basofil 0% 0–1% Normal
- Eosinofil 3% 1–3% Normal
- Batang 2% 2–6% Normal
- Segmen 78 % 50 – 70 % Meningkat
- Limfosit 10 % 20-40% Normal

6
- Monosit 7% 2–8% Normal

A Tb paru kasus baru BTA (-) + Hipertensi stadium I +


malnutrisi
P Planning
- Kultur dan resistensi sputum m.o

Non Farmakologis
- Istirahat
- Diet TETP

Farmakologis
a. IVFD RL gtt 20x/menit
b. IVFD aminofluid (2:1)
c. O2 nasal canul 3L K/P
d. Inf. Cifrofloxacine 2x500mg
e. Ambroxol syr 3x1cth
f. Lansoprazole 1x1 caps
g. Codein tab 3x2 tab
h. Curcuma 3x1 tab

11
Tanggal 16 Agustus 2018
S: Batuk, sesak nafas
O: Keadaan umum
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/90 mmHg
Nadi 95x/menit
Pernapasan 24x/menit
Temperatur 36,6ºC
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)

Leher JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax: Anterior
Paru I : statis: kanan sama dengan kiri
dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
A : vesikuler (+) normal, ronki basah kasar di
lapangan bawah paru kanan, wheezing (-)

Posterior
I: statis: kanan sama dengan kiri
dinamis: tidak ada yang tertinggal
P: stemfremitus kanan > kiri
P: sonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
A: vesikuler (+) normal, ronki basah kasar di seluruh
lapangan paru kanan, wheezing (-)

Jantung I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan LS dextra, batas kiri
LMC sinistra
A : HR 95x/ menit murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : datar
P :lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal

Genitalia Tak diperiksa


Ekstremitas Edema (-), CRT < 2”
A Tb paru kasus baru BTA (-) + Hipertensi stadium I +
malnutrisi

12
P Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : Koch Pulmonum aktif (TB Positif)
Mikroskopis BTA : BTA negatif (-)
PCR XpertGene : “MTB NOT DETECTED”
Non Farmakologis
a. Istirahat
b. Diet TETP

Farmakologis
a. IVFD RL aminofluid gtt 20x/menit (2:1)
b. O2 nasal canul 3L K/P
c. Inf. Cifrofloxacine 2x500 mg
d. Ambroxol syr 3x1cth
e. Lansoprazole 1x1 caps
f. Curcuma 3x1 tab
g. Neurodex 1x 1 tab
h. Rifampisin 1x450mg
i. INH 1x200mg
j. Pirazinamid 1x500mg
k. Etambutol 1x500mg

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui
banyak menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru.
Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui
droplet yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus. 3

3.2 Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Organisme ini
termasuk ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus
Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies
diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi
pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi
kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2 μm-4 μm
dan lebar 0,2 μm–0,5 μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat
berbentuk manik-manik atau granuler.
Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat
juga menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis
merupakan mikobakteria tahan asam dan merupakan mikobakteria aerob
obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon
sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan

14
pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8
minggu.4
Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0. Jika
dipanaskan pada suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman
ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet.
Selnya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya
akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom
serta menahan pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan
asam).5
Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia
daripada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
pertumbuhannya yang bergerombol. Mikobakteria ini kaya akan lipid.,
mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang C78-C90), lilin dan
fosfatida. Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang membentuk
kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan
granuloma; fosfolipid merangsang nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-
batas tertentu bertanggung jawab terhadap sifat tahan-asam bakteri.6

3.3 Cara Penularan


Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan Dahak).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan
10-15 orang. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, salura napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh
lainnya.8

15
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan
terutama oleh faktor-faktor eksogen :8
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan
seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi
ruang yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :8
a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia,
malnutrisi, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, orang dengan
terapi imunosupresif dan hemophilia)

Gambar 3.1 Faktor risiko kejadian tuberculosis paru 7

16
3.4 Patogenesis
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman – kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada dalam ruang
alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas
lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi. Bakteri terus
difagositatau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10
sampai 20 hari.9
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus
Ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus.
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena
kuman yang dormant.

17
c. Berkomplikasi dan menyebar.10

Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian


sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Sarang
dini ini mula-mula juga berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini
yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitar dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek
membentuk perkejuan. Bila jaringan perkejuan dibatukkan, akan
menimbulkan.10

Gambar 3.2 Patogenesis Tb Paru3

18
3.5 Klasifikasi TB Paru
Berdasarkan hasil pemerikasaan sputum, TB paru dikategorikan
menjadi:
1. TB Paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA
positif.
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
2. TB Paru BTA Negatif
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif.
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan menunjukkan tuberkulosis positif.10
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1. Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.

19
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus Lain
semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan.10

3.6 Gejala Klinis


Gejala klinis dapat dibedakan menjadi gejala sistemik dan gejala khusus
yaitu:
A. Gejala sistemik
a) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah). Gejala ini sering ditemukan .Batuk terjadi karena ada
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
keluar produk – produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosist erjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
d) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

20
e) Nafsu makan berkurang.
f) Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas, dan tidak naik setelah penanganan gizi adekuat.
g) Diare kronik yang tidak ada perbaikan setelah ditangani.10
B. Gejala khusus
a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
b) Kalau ada cairan dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.10

3.7 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
subfebris, badan kurus atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi
meliputi alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini
berupa konsolidasi serta didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses
menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita datang
dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah
diketahui, berupa:
a. Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau
kerusakan parenkim dengan sisa suatu kavitas.
b. Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa disertai
dengan penyempitan maupun penimbunan sekret.

21
c. Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka
hampir selalu terjadi reaksi pleura berupa penabalan atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran
pernafasan yang masih terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran
suara sehingga fremitus suara meningkat. Suara nafas menjadi bronko-
vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik yang
disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara
tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari
tempat sekret berada. Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki
kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat terdengar suara yang
disebut hallow sound sampai amforik.

3.8 Diagnosis
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaringan
suspek penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke
unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita.
Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding
(penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif). Selain itu
semua yang memiliki kontak dengan penderita TB paru BTA positif
dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan
diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat
tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan
kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak
dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu – pagi - sewaktu ( SPS ).3
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen

22
posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.11
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit
jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Pada
pemeriksaan radiologi, gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
adalah :
1. Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).11
Ada beberapa cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB
yaitu dengan cara konvensional dan tidak konvensional. Cara
konvensional terdiri dari pemeriksaan mikroskopik, biakan kuman, uji
kepekaan terhadap obat, dan identifikasi keberadaan kuman isolat serta
pemeriksaan histopatologis. Pemeriksaan sputum merupakan hal yang
penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis TB sudah
bisa ditegakkan. Dikatakan BTA (+) jika ditemukan dua atau lebih dahak
BTA (+) atau 1 BTA (+) disertai dengan hasil radiologi yang menunjukkan
TB aktif .11
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa
ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu

23
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur
diagnostik untuk suspek TB paru. Pada pemeriksaan darah rutin kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan dan terjadi
leukositosis 3

Gambar 3.3. Alur diagnosis TB paru pada pasien dewasa3

24
3.9 Penatalaksanaan
A. Tujuan Pengobatan
Terdapat lima tujuan pengobatan TB, yaitu:
1. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas
hidup.
2. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya.
3. Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
4. Menurunkan penularan TB.
5. Mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat.3
B. Prinsip Pengobatan
Obat anti tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan
adekuat harus memenuhi prinsip berikut yaitu:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat yang mencegah terjadinya
resistensi.
2. Diberikan dalam dosis tepat.
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas minum obat) sampai selesai pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.3
C. Tahapan Pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan
tahap lanjutan dengan maksud:
1. Tahap Awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir

25
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan
sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada pasien baru harus diberikan selama dua bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama dua minggu.
2. Tahap Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan.3
3. TB Paru kasus putus berobat.
1. Berobat ≥ 4 bulan
- BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5
R3H3E3).
- BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama.
2. Berobat ≤ 4 bulan
- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
- Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif,
pengobatan diteruskan.

26
D. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 3.1. OAT Lini Pertama

Tabel 3.2. Dosis OAT Lini Pertama Pasien Dewasa

Catatan:
Pemberian streptomisin untuk pasien berumur >60 tahun atau pasien dengan berat
badan < 50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis > 500 mg/hari. Beberapa
rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kg BB/hari.

27
Tabel 3.3. OAT pada Pengobatan Multi Drug Resistant

E. Paduan OAT
Menurut Kemenkes tahun 2014, paduan OAT di Indonesia dibagi
dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis.
c. Pasien TB ekstra paru.
2. Kategori 2: 2(HRZE)S/HRZE/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
a. Pasien kambuh.
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya.

28
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).
3. Kategori Anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(2)/4-10HR
4. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, dan PAS, serta
OAT lini ke-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
5. Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2,
disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
6. Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan
OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT
KDT sebelumnya.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia yaitu :
a. Kategori I
TB paru (kasus baru):
1. BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.
2. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/6HE
atau 2 RHZE/ 4R3H3.

Tabel 3.4. Dosis Paduan OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT) Kategori 1

29
Tabel 3.5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1.

b. Kategori II
- TB paru kasus kambuh
 Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum
ada hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan
obat sesuai dengan hasil uji resistensi.
- TB paru kasus gagal pengobatan
• Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil
uji resistensi (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin).
• Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2
RHZES/ 1 RHZE.
• Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
• Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.

Tabel 3.6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2.

30
Tabel 3.7. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2.

Catatan:
a. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
b. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c. Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan.
d. Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini
kedua.
e. OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

c. Kategori III
- TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi
minimal.
- Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3.
d. Kategori IV
- TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil
uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan
sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini
2 (pengobatan minimal 18 bulan).
e. Kategori V
- MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi
ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup.11

31
F. Pemantauan Kemajuan dan Hasil Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap
Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan
karena tidak spesifik untuk TB. 3
Dalam memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua
contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif
bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif
atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan
positif. 3
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan
ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA
negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian
OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB
BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke
5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis
pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada
akhir pengobatan. 3
Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak
untuk memantau kemajuan hasil pengobatan9,10:
1. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif:
a. Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis
pengobatan tahap lanjutan.
b. Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada
bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
2. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif:

32
a. Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1):
1) Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
2) Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan). Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah
pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji
kepekaan obat.
3) Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada
akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
b. Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan
paduan OAT kategori 2):
1) Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
2) Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR.
3) Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR.
4) Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis
OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan
diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5
(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5). 3
3. Pada bulan ke-5 atau lebih:
Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila
hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan
sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan.

33
a. Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB
MDR.
b. Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR.
c. Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena
suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan
OAT kategori 2 dari awal.
d. Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal.
Harus diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pussat Rujukan TB
MDR. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR, berikan penjelasan, pengetahuan dan selalu dipantau
kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi). 3

H. Efek Samping Obat dan Penatalaksanaannya


Tabel 3.8. Efek Samping Ringan OAT. 3

34
Tabel 3.9. Efek Samping Berat OAT. 3

3.10 Komplikasi dan prognosis


Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu11:
1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas
atau syok hipovolemik.
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus.
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru.
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep
yang pecah.
e. Sindrom obstruksi pasca tuberkulosa (SOPT).
f. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal, dan sebagainya
Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan
ekstraparu, keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat

35
pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu penelitian TB di Malawi, 12
dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko terjadinya kematian
diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi
dan keterlambatan diagnosa.5

36
BAB IV
ANALISIS KASUS

4.1 Analisis Kasus


Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui
banyak menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru.
Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet
yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB paru. Tuberkulosis paru
adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 3
Diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis/pemeriksaan fisik, foto toraks, pemeriksaan sputum BTA dan
laboratorium penunjang. Gejala klinis pada penderita Tb paru dibagi
menjadi gejala sistemik dan gejala respiratorik. Gejala sistemik berupa
demam dan berkeringat pada malam hari, badan terasa lemah, kehilangan
nafsu makan dan penurunan berat badan. Gejala respiratorik berupa
batuk, sesak napas dan rasa nyeri dada. Batuk biasanya lebih dari 3
minggu, kering sampai produktif dengan sputum mukoid atau purulen.11
Pada pasien ini, ditemukan gejala klinis Tb paru yaitu gejala
respiratorik berupa batuk ≥ 3 minggu dan sesak napas, sedangkan gejala
sistemik ditemukan berupa demam dan berkeringat malam, anoreksia,
badan lemas dan berat badan menurun. Batuk terjadi karena ada iritasi
pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).10
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik sangat tergantung pada
luas dan kelainan struktural paru. Pemeriksaan fisik dapat normal pada
lesi minimal, kelainan umumnya terletak pada daerah apikal/posterior
lobus atas dan daerah apikal lobus bawah. Kelainan yang dapat

37
ditemukan antara lain berupa bentuk dada yang tidak simetris,
pergerakan paru yang tertinggal, peningkatan stem fremitus, redup pada
perkusi, suara napas bronkial/amforik/ vesikuler melemah,/ronkhi basah
ataupun tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.11
Kelainan pulmo yang dapat ditemukan pada Ny.L adalah pada
auskultasi di thorax anterior ditemukan ronki basah kasar di lapangan
bawah paru kanan pada auskultasi thorax posterior, ronki basah kasar
terdengar di seluruh lapangan paru kanan.
Penengakkan diagnosis paru berdasarkan hasil laboratorium.
Pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) sangat penting dalam
menegakkan diagnosis TB Paru. Dahak terbaik adalah dahak pagi hari
sebelum makan, kental, purulen, dengan jumlah minimal 3-5 ml. Dahak
diperiksa 3 hari berturut-turut dengan pewarnaan Ziel Neelsen atau
Kinyoun Gabbet. Untuk lebih efisien, Depkes RI menganjurkan
pengambilan dahak SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) yang dikumpulkan
dalam 2 hari. BTA dikatakan positif bila BTA dijumpai setidaknya pada
dua dari tiga pemeriksaan BTA. Kultur lebih sensitif dibanding BTA,
namun membutuhkan waktu lebih lama (6-8 minggu). Metode yang
dipakai antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa dan Kudoh. 9,10
Hasil pemeriksaan BTA sputum Ny. L BTA negatif (-) dan pada
pemeriksaan foto thorax didapatkan hasil kesan Koch Pulmonum yang
secara radiologis berarti Tb paru aktif. Apabila pemeriksaan
bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan diagnosis TB dapat
dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang, setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai, dapat
dikatagorikan Tb paru kasus baru dengan BTA (-) 11
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk TB paru.
Kelainan yang sering dijumpai adalah anemia, peningkatan laju endap
darah, lekositosis dan limfositosis.9,10 Pada pasien didapatkan hasil
pemeriksaan laboratorium yaitu Hb 10,5g/dL, Leukosit 15.800/ul dan
netrofil segmen 78% meningkat. Anemia pada TB yang diakibatkan

38
supresi eritropoesis oleh mediator inflamasi merupakan patogenesis
tersering dari anemia pada TB. Kondisi ini terjadi karena adanya
disregulasi sistem imun terkait dengan respon sistemik terhadap kondisi
penyakit yang diderita. Peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α,
IL-6, IL-1β serta Interferon-γ berpengaruh terhadap penurunan eritroid
progenitor. Penurunan eritroid progenitor ini menghambat diferensiasi
dan proliferasi eritrosit secara langsung.
Pada Ny.L dilakukan pengobatan Tb paru kasus baru dengan BTA
(-) jadi perlu diobati dengan OAT kategori I, dengan regimen Rifampisin,
INH, Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan
dengan 4 bulan Rifampisin dan INH. Pada pasien diberikan ambroksol
syr 3x1cth. Ambroksol diberikan untuk mengatasi batuk produktif yang
dialami pasien. Pemilihan mukolitik sangat tepat pada pasien dengan
sekresi bronkus yang abnormal. Selain itu pasien diberikan Inf.
Cifrofloxacine 2x500mg. Antibiotik ciprofloxasin diberikan pada pasien
guna mencegah infeksi sekunder yang terjadi.
Curcuma tab 3x1 yang diindikasikan untuk meningkatkan nafsu
makan dan membantu memelihara kesehatan, Neurodex 1x1 tab sebagai
suplement untuk menjaga stamina. Pemberian Codein tab 3x2 tab
diberikan sebagai antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan
menekan pusat batuk. Pemberian Lansoprazole 1x1 caps, Lansoprazole
menghambat sistem enzim H+, K+ ATP ase (pompa proton) pada sel
parietal mukosa lambung secara spesifik sehingga produksi asam
lambung tahap akhir dihambat, selain itu Prevacid (Lansoprazole) bisa
menjadi obat anti-TBC yang potensial.12

39
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi
jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus. Gejala yang timbul dapat berupa gejala respiratorik dapat berupa
batuk ≥3 minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada, sedangkan gejala
sistemik dapat berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat
badan menurun.
Pemberian tatalaksana pada pasien dengan tuberkulosis paru dapat
dibedakan berdasarkan TB paru baru dengan BTA positif, TB paru baru
dengan BTA negatif, TB paru kambuh, TB paru lalai berobat, TB paru gagal
pengobatan dan bekas TB Paru. Pada kasus TB paru baru tatalaksana yang
dapat diberikan OAT katagori pertama dengan regimen Rifampisin, INH,
Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan 4
bulan Rifampisin dan INH. Untuk keluhan yang bersifat simptomatis yaitu
pada pasien dengan keluhan batuk yang susah mengeluarkan dahak diberikan
ambroksol syr 3x1cth sebagai mukolitik untuk membantu memecah dan
mengeluarkan dahak, untuk tatalaksana mencegah infeksi sekunder diberikan
Inf. Cifrofloxacine 2x500mg. Curcuma tab 3x1 yang diindikasikan untuk
meningkatkan nafsu makan dan membantu memelihara kesehatan, Neurodex
1x1 tab sebagai suplement untuk menjaga stamina. Pemberian Codein tab 3x2
tab diberikan sebagai antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan
menekan pusat batuk. Pemberian Lansoprazole 1x1 caps, Lansoprazole
menghambat sistem enzim H+, K+ ATP ase (pompa proton) pada sel parietal
mukosa lambung secara spesifik sehingga produksi asam lambung tahap
akhir dihambat, selain itu Prevacid (Lansoprazole) bisa menjadi obat anti-
TBC yang potensial.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Tuberculosis. 2015 (Diakses


pada 28 Agustus 2018). Tersedia di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/.
2. Dinkes Kota Palembang. Laporan TB Paru di Kota Palembang Tahun
2010-2014. Palembang: Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2014.
3. Depkes. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2011.
Diakses pada 28 Agustus 2018 di
:http://www.scribd.com/doc/127006223/DEPKES-RI-2011-
PedomanPenanggulangan-TB-di-Indonesia-pdf.
4. Putra, A.K.,. Kejadian Tuberkulosis Pada Anggota Keluarga Yang
Tinggal Serumah Dengan Penderita TB Paru BTA Positif. 2010.
Diakses pada 28 Agustus 2018 di
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19500 .
5. Herchline, T.E.,. Tuberculosis. 2013. Diakses pada 28 Agustus 2018
di http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview.
6. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A., dan Mietzner,
T.,. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 2010. Ed
25. USA : McGraw-Hill Companies, 327-328.
7. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2007. 988-993
8. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2014.
9. Price, S.A. dan Wilson, L.M., Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Volume 2. Ed 6. 2006. Jakarta : EGC, 852.
10.Sudoyo, A., W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed 5.
2006. Jakarta : FKUI, 2232-2236.

41
11.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2006 Diakses pada
tanggal 28 Agustus 2018 di:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.
12. Rybniker., Jan,. Dkk. Lansoprazole is an antituberculous prodrug

targeting cytochrome bc1.2015.Diakses pada 28 Agustus 2018; 3, 10-

12. Tersedia di: https://www.nature.com/articles/ncomms8659.

42

Anda mungkin juga menyukai