Anda di halaman 1dari 40

Major Depressive Disorder (MDD)

REFERAT

Disusun oleh :

Amirah Shahab (406162054)

Devin Valerian Jaya (406162060)

Citra Dewi (406162063)

Yokvi (406162072)

Pembimbing

dr. Ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K)

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT JIWA
RUMAH SAKIT KHUSUS DHARMAGRAHA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
17 SEPTEMBER 2018 – 20 OKTOBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis telah mendapatkan kesempatan sehingga referat yang
berjudul “Major Depresive Disorder” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr.Ira Savitri Tanjung Sp.KJ(K),selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu
kesehatan jiwa di RSK Dharmagraha.
2. dr. Irmansyah Sp.KJ(K), selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu kesehatan
jiwa di RSK Dharmagraha.
3. dr. Yenny Sp.KJ, selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu kesehatan jiwa di
RSK Dharmagraha.
4. Dr. Ros Sp.KJ, selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu kesehatan jiwa di
RSK Dharmagraha.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
memperbaiki kekurangan tersebut. Referat ini juga disusun dengan tujuan untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan bagi penulis serta pembaca agar bermanfaat bagi
masyarakat.

Tanggerang, 3 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 2


2.1 Definisi………………………………………………………………………………… 2

2.2 Epidemiologi................................................................................................................. 2

2.3 Klasifikasi..................................................................................................................... 3

2.4 Patofisiologi................................................................................................................... 4

2.5 Gejala............................................................................................................................ 8

2.6 Diagnosis....................................................................................................................... 11

2.7 Diagnosis Banding ........................................................................................................ 21

2.8 Prognosis .................................................................................................................... 23

2.9 Terapi............................................................................................................................ 24

BAB 3. KESIMPULAN .................................................................................................. 32

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat.


Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi.
Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.
Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.1
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif
berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD)
yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang
akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali
dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya dokter keluarga, psikiatri,
dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis depresi. Tingginya
prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa professional
kesehatan dan dokter, ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis
atau neurologis atau spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan
tatalaksana depresi klinis pada pasien.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri
adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau
tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi,
perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat
gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau
masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan
perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor)
dengan kondisi mood yang menurun. 2,3
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan
sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat
juga berkelanjutan yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari. (National Institute of
Mental Health, 2010)

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya
gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah,
gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi.
(WHO, 2010)

Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau
lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood,
atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria
DSM-IV-TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua
minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak
pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu
makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik
dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang
luar biasa besar.2,4,5

2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari Major Depressive Disorder (MDD)
adalah 1,6-3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan
insiden yang besar di Amerika dan Eropa Barat. Episode depresi meningkat karena
perbedaan hormonal pada saat haid dan menopause, stress psikososial, dan kelahiran
anak.1,5
Berdasarkan usia, populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun
dengan rata-rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan
bahwa usia yang lebih muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu
dengan depresi memiliki episode depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode
pertama antara usia 20 sampai 50 tahun, dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5

2.3 KLASIFIKASI

Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10


dalam bagian F30-F39, yakni:
1. F32 Episode depresif
1. F32.0 Episode depresif ringan
1. Tanpa gejala somatik
2. Dengan gejala somatik
2. F32.1 Episode depresif sedang
1. Tanpa gejala somatik
2. Dengan gejala somatik
3. F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
4. F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
5. F32.8 Episode depresif lainnya
6. F32.9 Episode depresif YTT
2. F33 Gangguan depresif berulang
1. F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
1. F33.00 Tanpa gejala somatik
2. F33.01 Dengan gejala somatik
2. F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang

3
1. F33.10 Tanpa gejala somatik
2. F33.11 Dengan gejala somatik
3. F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
4. F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala
psikotik
5. F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
6. F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
7. F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
3. F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
1. F34.0 Siklotimia
2. F34.1 Distimia
3. F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya
4. F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
4. F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
1. F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya
1. F38.00 Episode afektif campuran
2. F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya
1. F38.10 Gangguan depresif singkat berulang
3. F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya YDT
4. F38.9 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT

2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu
dihubungkan oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa
sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan
sosial berkaitan dengan MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran
neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan
tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetik dan
neurobiologi.1,2,5

4
1. Genetik

Penemuan keluarga, kembar, dan adopsi

Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali
lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan
onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi
adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh
lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang
tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang membandingkan
kembar monozigot dan dizigot, memperlihatkan pada pembedahan genetik dari
pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar
kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 – 70 %, tanpa memandang
jenis kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan dasar
genetik untuk MDD.1

2. Neurobiologi

1. Monoamin

Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi


selama 50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja
antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil
dari defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin
pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor
serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke
dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan penundaan
onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi
terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi tryptophan
deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit
sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada MDD.1,2,5

2. Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal

Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama


diakui dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi

5
faktor pelepasan kortikotropin/hormon (CRF/CRH) meningkatkan
sekresi hormon adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan
glukokortikoid. Glukokortikoid mengubah sensitivitas reseptor
noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors beta dengan adenilat
siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas sumbu
hipotalamus hipofisis adrenal dan MDD dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam
nukleus hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-
R1 di korteks frontal. Sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek
neurotoksik, terutama pada neurogenesis di hippocampus.1

3. Tidur

Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur


utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi
biologi telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD.
Polysomnography digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD,
dan memperlihatkan beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat
di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan
perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik, mendahului onset
depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga
menunjukkan peran patogenetik untuk gangguan tidur pada MDD.1,5

Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1


1. Onset awal REM (Rapid Eye Movement)
2. Peningkatan tidur REM
3. Peningkatan lamanya REM
4. Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
5. Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
6. Gangguan pada slow wave activity (SWA)

4. Psikososial

a. Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan

6
Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang
diajukan adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
tersebut menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistme pemberi signal intraneuronal. Hasil akhir
dari perubahan tersebut menyebabkan seseorang berada pada risiko yang
lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya,
bahkan tanpa adanya stressor eksternal. Data yang paling mendukung
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan
dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua
sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan
dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.

b. Faktor kepribadian premorbid.

Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara langsung
mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia, apapun
pola kepribadiannya dapat dan memang mengalami depresi dalam
keadaan tertentu, tetapi tipe kepribadian seperti obsesif kompulsif dan
histeris, mungkin berada dalam risiko yang lebih besar untuk mengalami
depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya yang
menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan ekternal lainnya.

c. Learned helplessness

Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik


jika klinisi menanamkan pada pasien depresi suatu rasa pengendalian dan
penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa
dorongan yang menyenangkan dan positif dalam usaha tersebut.

d. Kognitif

7
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya
ingat, terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang
tersamar. Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka
panjang dan pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi
kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan performa.
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai
jalur neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan
menjabarkan ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi,
terutama dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma masa
lalu.1

2.5 GEJALA
1.
Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana
perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk
selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami
kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang
pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa
seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang
buruk.1

2.
Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga
memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak
memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau
fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam
hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.1,

3.
Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik
adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal
insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah
malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada
malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas
menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi
gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.1

8
4.
Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi,
seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental
atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan,
pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan
kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah
kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya
yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.1

5.
Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal
yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi
sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil
tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat
menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan
rasa bersalah yang muncul kembali.1

6.
Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah
hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat
biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia,
keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.1

7.
Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam
makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan
beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun,
pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau
perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi,
berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat
badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak
pada gambaran diri dan harga diri.1

8.
Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada
fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat
pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan
(melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan
yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau

9
katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik
(berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).1,

9.
Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan
bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana
bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide
bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan
tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri
merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang
dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko
tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika
tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif
(keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang
mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.1

10.
Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang
umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat,
berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah
terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood,
dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran
bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga
berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala,
sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.1

2.6 DIAGNOSIS
DSM-V-TR, menjelaskan kriteria diagnosis seperti berikut :
A. Minimal 5 gejala yang muncul selama 2 minggu dan terjadi hampir setiap hari;
gejala yang harus ada (1) Mood depresif atau (2) Kehilangan minat.
1. Mood depresif (merasa sedih, kosong, tidak ada harapan) hampir
sepanjang hari. (Pada anak dan balita ditandai dengan mood yang
iritabel)

10
2. Hilangnya minat untuk melakukan semua/hampir semua kegiatan.
3. Perubahan BB > 5% / bln (tidak sedang program diet atau peningkatan
BB) atau peningkatan/penurunan nafsu makan.
4. Insomnia atau hipersomnia.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor.
6. Lemas.
7. Perasaan tidak berguna atau selalu merasa bersalah.
8. Menurunnya kemampuan untuk berfikir atau berkonsentrasi atau
9. Rasa ingin mati atau bunuh diri berulang kali tanpa rencana yang spesifik
atau percobaan bunuh diri atau rencana spesifik untuk bunuh diri.
B. Gejala menimbulkan pasien kesulitan bersosialisasi, bekerja atau dalam kegiatan
keseharian lainnya.
C. Episode yang terjadi tidak diakibatkan oleh efek zat atau kondisi medis lainnya.
Note : poin A-C menunjukkan episode depresif mayor.
D. Kejadian episode depresi mayor tidak dapat dijelaskan dari skizoafektif, skizofrenia,
skizofeniform, gangguan delusi atau lainnya dan spektrum skizofrenia tidak spesifik dan
gangguan psikotik lainnya
E. Tidak pernah ada episode manik atau episode hipomanik

Note : eksklusi ini tidak dapat di terapkan jika episode manik dan hipomanik dipicu
oleh zat-zat atau efek dari psikologik dari kondisi medis lain.

Kriteria depresi menurut PPDGJ III


F32 Episode depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya:
a. konsentrasi dan perhatian berkurang
b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang

11
c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di
bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-).

F32.0 Episode depresif ringan


Pedoman diagnostik
4. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti disebut di
atas
5. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g)
6. Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
7. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
8. Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
Pedoman diagnostik
9. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada depresi
ringan
10. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
11. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
12. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga
Karakter kelima: F32.10 = tanpa gejala somatik

12
F 32.11 = dengan gejala somatik

F 32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Pedoman diagnostik
13. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
14. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat
15. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan
16. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
17. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.
F 32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
18. Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas;
19. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood-congruent).
F 32.8 Episode depresif lainnya
F 32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan depresif berulang

Pedoman diagnostik

13
1. Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
1. Episode depresi ringan (F32.0)
2. Episode depresi sedang (F32.1)
3. Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

4. Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas
yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0)
segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh
tindakan pengobatan depresi).
5. Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil
pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia
lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini tetap harus digunakan).
6. Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain
(adanya stress tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Pedoman diagnostik

1. Untuk diagnosis pasti :


1. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan
2. Selurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
Karakter kelima : F33.00 = tanpa gejala somatik

F33.01 = dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

14
Pedoman diagnostik

3. Untuk diagnosis pasti :


1. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan
2. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
Karakter kelima : F33.10 = tanpa gejala somatik

F33.11 = dengan gejala somatik

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik

3. Untuk diagnosis pasti :


1. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2); dan
2. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik

3. Untuk diagnosis pasti :


1. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala
psikotik (F32.3); dan
2. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi

15
Pedoman diagnostik

3. Untuk diagnosis pasti :

1. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di


masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria
untuk episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun dalam F30-F39; dan

2. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulanb tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya

F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif] Menetap)

F34.0 Siklotimia

Pedoman diagnostik

1. Ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan),


meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, di antaranya tidak
ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan
afektif bipolar (F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-)
2. Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk
kategori manapun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode
depresif (F32.-)
F34.1 Distimia

Pedoman diagnostik

16
1. Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak
pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan
depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1)
2. Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-
kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.
Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan
kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan
masa berkabung atau stress lain yang tampak jelas.
F34.8 Gangguan afektif Menetap Lainnya

1. Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak
berlagsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (34.0) atau distimia
(34.1), namun secara klinis bermakna.
F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) Lainnya

F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya

F38.00 Episode Afektif Campuran

Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang


bersifat campuran atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam)antara
gejala hipomanik, manik, dan depresif.

F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya

F38.10 Ganguan depresif singkat berulang

Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali sebulan selama
satu tahun yang lampau. Semua episode depresif masing-masing berlangsung
kurang dari 2 minggu (yang khas ialah 2 – 3 hari, dengan pemulihan sempurna)
tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode depresif ringan, sedang, atau
berat (F32.0, F32.1, F32.2).

17
F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YDT

Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria
untuk kategori manapun dari F30 – F38.1 tersebut diatas.

F38.9 Gangguan Afektif YTT

Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir, jika tak ada istilah lain yang
dapat digunakan. Termasuk : Psikosis afektif YTT

Episode depresi berdasarkan ICD-10 6


Kriteria Umum
1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu
2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk
episode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu
3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik
Gejala Utama
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir
untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak
responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya
menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
Gejala Lainnya
1. Kehilangan percaya diri atau harga diri
2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak
tepat
3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri
4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi,
seperti keraguan atau kebimbangan
5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur

18
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat
badan yang sesuai
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat
kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak
penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe
yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.1
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola
dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar
pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3
memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.1
Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6
Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci
Depresi melankolis Dengan gambaran Mood nonreaktif, anhedonia,
melankolis kehilangan berat badan, rasa
bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik, mood yang
memburuk pada pagi hari,
terbangun di pagi buta
Depresi atipikal Dengan gambaran atipikal Mood reaktif, terlalu banyak
tidur, makan berlebihan,
paralisis yang dibuat, sensitive
pada penolakan interpersonal
Depresi psikotik (waham) Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham
Depresi katatonik Dengan gambaran katatonik Katalepsi, katatonik,
negativism, mutisme,
mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada
klinis sehari-hari)
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif musiman Musiman Onset yang seperti biasa dan
kambuh pada saat musim

19
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4
minggu postpartum
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD
menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat
keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan
tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya,
membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang
diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat
dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.1
Tabel 4. Derajat keparahan depresi 1
Keparahan depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan1. 2 gejala tipikal
minat + 4 gejala depresi lainnya 2. 2 gejala inti lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan
Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan1. 2 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala depresi2. 3 atau lebih gejala inti
lainnya lainnya
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
bervariasi
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan1. 3 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala depresi2. 4 atau lebih gejala inti
lainnya lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan Juga dapat dengan atau
yang berat atau ada gambaran tanpa gejala psikotik
psikotik

2.7 DIAGNOSIS BANDING


1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu
hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi

20
mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi
sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang
mendalam dan MDD.1

Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1


Gejala Bereavement Episode depresi mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna/tidak Ada
Tidak ada
pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat

2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum


Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis
khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit
medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD.
The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk
alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang
memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya.
MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum
diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson,
multiple sklerosis).1
3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan
gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus
dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti
dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk
dapat menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan,
intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan
menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh

21
obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut,
gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.1

Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan


gangguan mood yang dipengaruhi zat1
1. Alcohol
2. Amfetamin
3. Anxiolitik
4. Kokain
5. Zat-zat halusinogen
6. Hipnotik
7. Inhalant
8. Opioid
9. Phencycline
10. Sedative

11. Gangguan Bipolar


Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan
bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode
depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama
dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk
mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada
kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan
memiliki episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala
depresi yang memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya
pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia,
makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan
Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak
mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal – mereka
menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari

22
pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang
penting untuk dapat mendiagnosis.1

2.8 PROGNOSIS
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps
terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58%
akan relaps setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah
penyembuhan yang terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu
memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami
episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan progres dari
penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk
setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar
lima sampai enam kali.1
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis menunjukkan gejala
yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan
sembuh dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh
sementara atau menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis
post MDD, 40% mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami
gejala berulang tetapi tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi mengalami
episode depresi mayor. Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki
resiko tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat
mortalitas yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu
depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi mayor akan sangat
memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang mengindikasikan kepada
gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indikator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam
tingkat kekambuhan pada individu dengan depresi.1,2

2.9 TERAPI
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif
telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien.

23
Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan
farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan
psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk
depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus
dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau
tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
Farmakoterapi
Anti depresi
1. Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
2. Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN
OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide
4. Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine,
Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.
5. Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,
Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing
(tabel 1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan meningkatkan
sinyal dari serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat proses reuptake
pada celah-celah sinaps (Fig 1A &1B).

24
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja
ganda yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase
Inhibitors (MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh
Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain
mengantagonis kerja autoreseptor α2-adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya
pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau
keduanya.
1. SSRI (Selective Serotonine Reuptake inhibitor)

Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan beberapa


macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis antidepressan lain
adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan yang spesifik perlu diperhatikan.

25
Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada SSRI
lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya diperbolehkan untuk dimakan satu dosis
per hari dan dengan demikian mengurangi efek dari diskontinuasi pengobatan SSRI.
Namun Fluoxetine perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan sindroma
bipolar atau pasien dengan riwayat keluarga sindroma bipolar, karena metabolit aktif
yang terdapat dalam darah selama beberapa minggu dapat memperburuk episode manik
pada saat perubahan episode dari depresi ke episode manik.

SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan pengobatan
trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya toleransi yang rendah pada
kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik
antidepresan mungkin memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI
pada kasus-kasus depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur melankolis,
trisiklik antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar karena trisiklik
antidepresan dapat memacu episode mania atau episode hipomania.

SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus depresi yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada kasus dimana terdapat nyeri
yang mencolok.

SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda (18-24
tahun) adalah Fluoxetine.

2. NRI (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)

Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek


antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas yang mirip
dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.

3. Antidepresan kerja ganda

Serotonin–norepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine, dan


milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif daripada trisiklik
antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.

26
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang lebih
tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila dibandingan
dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan

Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara venlafaxine


dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan diabetik neuropati.

4. MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor)

MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok isoenzim MAO
A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan. Namun MAOI
bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang memilih pengobatan dengan
MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk mencegah
munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat
yang tinggi dengan pengobatan lainnya.

MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan.

5. Antidepresan lainnya

Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat


autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3,
serta reseptor hitsamin H-1.

27
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin – dengan
begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek samping
minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan, depresi kronis
dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap pengobatan lainnya.

28
Interaksi dengan obat-obatan lain
Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar efek
dari antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga dapat
mencegah beberapa efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi menjadi
episode mania.

29
1. Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang
fungsinya untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik.
Lithium baik dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk
pasien dengan depresi mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi
Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan
dosis secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam
valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode
mania dalam kasus bipolar.

2. Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan
haloperidol menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal
(clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole)
berperan sebagan antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang
dikombinasikan dengan antidepresan digunakan untuk mengobati depresi dengan
fitur-fitur psikotik. Atipikal antipsikotik memberikan efek samping parkinsonisme,
akathisia dan diskinesia

30
31
Psikologi Terapi 2,4
1. Cognitive Behavioural therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan
terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang
individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang
akan dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra

32
kerja terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai
tentang teknik yang digunakan untuk mengatasi masalahnya

Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :


1. Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau
bicara sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian
yang dialami. Pikiran pikiran negative tersebut muncul secara otomatis,
sering diluar kesadaran pasien, apabila menghadapi situasi stress atau
mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku
maladaptive yang menambah berat masalahnya.
2. Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau
menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran
otomatis sering didasarkan atas kesalahan logika, maka
program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan untuk
membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien
dilatih mengenali pikiranya, dan mendorong untuk menggunakan
ketrampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur
kognitif yang maladaptive.
3. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji
validitas interpretasi dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di
dalam proses terapi.
2. Interpersonal Therapy
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak
lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya.
Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.
3. Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan
tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau penuh
risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai kembali
keadaan seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya
membina hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan

33
hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu reassurance,
sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita ajarkan kepada pasien
untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk mencegah terjadinya kembali krisis di
masa yang akan datang.
4. Terapi berorientasi psikoanalitik

Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah didasarkan pada teori


psikoanalitik tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan psikoterapi
psikoanalitik ini adalah untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter
kepribadian pasien, bukan semata-mata menghilangkan gejala. Perbaikan dalam
kepercayaan diri, keintiman, mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berduka
cita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi adalah beberapa tujuan
terapi psikoanalitik. Pengobatan seringkali mengharuskan pasien mengalami kecemasan
dan penderitaan yang lebih banyak selama perjalanan terapi yang dapat berlangsung
beberapa hari.

5. Terapi keluarga

Terapi keluarga umumnya tidak digunakan sebagai terapi primer untuk pengobatan
gangguan depresif berat, tetapi semakin banyaknya bukti menyatakan bahwa membantu
seorang pasien dengan gangguan mood menurunkan stress dan menerima stress dapat
menurunkan kemungkinan relaps. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan
membahayakan perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan mood
dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa
peranan anggota yang mengalami gangguan mood dalam kesehatan psikologis
keseluruhan keluarga; terapi ini juga memeriksa peranan keseluruhan keluarga dalam
mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki angka
perceraian yang tinggi, dan kira-kira 50% dari semua pasangan melaporkan bahwa
mereka seharusnya tidak menikah dengan pasien atau memiliki anak jika mereka tahu
bahwa pasien akan memiliki suatu gangguan mood.

34
Sumber : http://www.e-mfp.org/old/2011v6n1/depressive_disorder.html

35
BAB III
KESIMPULAN

Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami


gangguan depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi
motorik, kogintif serta motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan
memicu timbulnya gangguan depresi mayor satu episode dan depresi mayor berulang.
Apabila hal tersebut terjadi maka itu akan lebih susah untuk ditangani dan akan
berujung pada bunuh diri. Insiden tinggi pada perempuan dan berdasarkan usia rata-rata
pada usia 27 tahun.
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi
biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter,
dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap
timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang
tidak mendukung berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah
kurangnya keimanan dan ketakwaan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from :


http://www.Major_depressive_disorder.htm
2. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from :
http://www.All About Depression.com
3. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R,
Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003.
p. 10-3.
4. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. p. 1-89.
5. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Available
from : http://www.mentalhealth.com
6. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon
general. [online]. Update 0n 2012. Available from : http://www.Mental
Health.com

37

Anda mungkin juga menyukai