Anda di halaman 1dari 28

TUTORIAL KLINIK

TANATOLOGI

Oleh :
Cecillia Cynthia (406162095)
Indah Mutiara Dewi (406171010)
Runiyuftari Lobo Huki (406171030)
Jovian Lutfi Daniko (406172079)
Raymond Givenchy Rianka (406172089)
Windy Aswari Putri (406162133)

Pembimbing :
AKBP dr. Ratna Relawati, Sp.KF, MSi. MED

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
PERIODE 13 AGUSTUS 2018 – 21 OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 KASUS
Jenazah yang diduga EM, laki-laki, 36 tahun, ditemukan di pinggir hutan dalam keaadaan
dibungkus dengan selembar kain sprei, datang diantar polisi disertai SPV. Pemeriksaan
didapatkan jenazah dalam keadaan busuk seperti di gambar. Wajah sukar dikenali, banyak
belatung di tubuh korban.

LANGKAH – LANGKAH TUTORIAL KLINIK

Langkah I : Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi, dan mengajukan pertanyaan

Langkah II : Melakukan brainstorming untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi

Langkah III : Menyusun penjelasan secara skematis dan menentukan learning issue

Langkah IV : Belajar mandiri untuk memperoleh jawaban learning issue yang telah ditetapkan

Langkah V : Menjabarkan temuan informasi yang anda peroleh saat melakukan belajar
mandiri. Diskusi sesame anggota kelompok untuk menyusun penjelasan secara menyeluruh dan
pemecahan masalah.
1.2 Tutorial Klinik
a. Langkah I. Unfamilliar Terms
1. Jenazah : badan atau tubuh orang yang sudah mati (KBBI).
2. SPV : surat permintaan visum. Surat yang dikeluarkan oleh pejabat polisi
negara RI dengan pangkat serendah rendahnya pembantu letnan dua, penyidik
pembantu berpangkat serendah-rendahnya sersan dua. (133 KUHAP). Bila penyidik
adalah PNS, maka kepangkatannya adalah serendah-rendahnya golongan II/B untuk
penyidik, dan II/A untuk penyidik pembantu.(PP No. 27 tahun 1983 pasal 2 ayat 1).
3. Belatung : Larva dari lalat.

b. Langkah II. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan mati?
2. Apa perubahan yang terjadi setelah mati?
3. Bagaimana cara identifikasi pasien yang sudah membusuk?
4. Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya pembusukan?
5. Apa tanda-tanda pembusukan?
6. Kapan perkiraan waktu kematian jenazah ini?

c. Langkah III. Curah Pendapat


1. Mati dikenal beberapa istilah:
- Mati Somatis : Terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan
(Kardiovaskuler, respirasi, dan SSP) yang menetap.
- Mati Suri : Terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana (peralatan kedokteran canggih masih berfungsi).
- Mati Selular : Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat
setelah kematian somatis.
- Mati Serebral : Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel kecuali batang
otak dan serebellum, sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi
dengan peralatan.
- Mati Batang Otak : Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial
yang irreversibel termasuk batang otak dan serebelum.
2. Perubahan yang terjadi setelah mati
- Perubahan kulit muka : akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah di
pembuluh darah akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna raut
muka nampak menjadi lebih pucat.
- Relaksasi otot: terjadi relaksasi otot akibat hilangnya tonus.
- Perubahan pada mata: refeleks cahaya negatif.
- Penurunan suhu tubuh: akibat metabolisme berhenti.
- Lebam mayat: karena ada gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul di
bagian tubuh terendah.
- Kaku mayat: akibat pemecahan ATP menjadi ADP dan terjadi penumpukkan
ADP yang akan menyebabkan otot menjadi kaku.
- Pembusukan: mikroorganisme penyebab pembusukkan yaitu Clostridium welchii
pada orang yang mati dapat dengan leluasa berkembang biak dalam darah karena
sistem imun orang tersebut sudah berhenti.
3. Identifikasi identitas jenazah yang sudah busuk dilakukan berdasarkan:
- Sisa sisa penulangan & gigi  dpt mengetahui kisaran usia, jenis kelamian,
pajang badan
- Pemeriksaan DNA
4. Faktor yang mempengaruhi pembusukan:
- Faktor luar : mikroorganisme, suhu disekitar mayat, kelembapan udara, medium
dimana mayat berada
- Faktor dalam : umur, sebab kematian, keadaan mayat
5. Tanda-tanda pembusukan :
- Warna kehijauan pada dinding abdomen sebelah kanan bawah
- Pelebaran pembuluh darah vena superficial
- Muka membengkak
- Perut mengembung akibat gas pembusukan
- Skrotum laki-laki atau vulva membengkak
- Kulit menggelembung atau melepuh
- Cairan darah keluar dari hidung atau mulut
- Bola mata menjadi lunak
- Lidah dan bola mata menonjol
- Kuku dan rambut lepas
- Organ dalam membusuk kemudian hancur
o Organ paling cepat membusuk : otak, hati, limpa, usus halus, rahim
setelah melahirkan.
o Organ paling lambat membusuk : prostat, rahim perempuan yang tidak
hamil atau nifas.
6. Prediksi lama kematian pada jenazah ini tergantung dari panjang belatung. Tahapan
belatung : -Telur  24 jam  belatung stage I  72 jam  belatung stage II  22
jam  belatung stage III 130 jam  pupa  143 jam  lalat
- Tahap instar 1  2-5 mm
- tahap instar 2  6-14 mm
- tahap instar 3  15-20 mm

d. Langkah IV. Mind Map

e. Langkah V. Learning Objectives


1. Menjelaskan tentang tanatologi (definisi dan fungsi)
2. Menjelaskan perubahan paska kematian (tanda pasti dan tanda tidak pasti kematian,
perkiraan waktu kematian)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................... i


1. BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Kasus .............................................................................................................................1
1.2. Tutorial Klinik...............................................................................................................2
2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................4
2.1. Penelusuran Literatur ....................................................................................................4
2.2. Kerangka Teori .............................................................................................................8
2.3. Kerangka Konsep ..........................................................................................................8
3. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................................9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanatologi
2.1.1. Definisi Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata Thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan
logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut.

2.1.2. Jenis – Jenis Kematian


1. Mati Somatis (mati klinis)
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu
susunan saraf pusat , system kardiovaskular, dan system pernapasan, yang menetap.
Secara klinis, tidak ditemukan reflex-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada
auskultasi.
2. Mati suri (suspended animation, apparent death)
Adalah terhentinya ketiga system kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga system tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler)
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatic. Daa tahan hidup masing – masing organ atau jaringan berbeda – beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ.
4. Mati serebral
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang reversible kecuali batang otak dan
serbelum, sedangkan kedua system lainnya yaitu system pernapasan dan kardiovaskular
masih berfungsi dengan bantuan alat.
5. Mati otak (mati batang otak)
Adalah apabila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serbelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dinyatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan
hidup lagi, sehingga lat bantu dapat dihentikan.

2.1.3. Manfaat Tanatologi


Manfaat tanatologi dalam bidang forensik adalah sebagai berikut :
a. Untuk diagnosis kematian
Sebetulnya menentukan kematian seseorang tidaklah sulit, sehingga orang awam
(termasuk penengak hukum) dalam melakukannya, tetapi tidak selalu gampang sehingga
kadang dokter pun dapat melakukan kesalahan. Oleh sebab itu, ilmu ini perlu di pahami
sungguh – sungguh agar tidak terjadi kesalahan dalam menegakkan diagnosis kematian.
Tanatologi juga perlu dipelajari oleh penegak hukum sebab dalam pemeriksaan
tempat kejadian perkara (TKP) tidak tertutup kemungkinan menemukan korban yang ada
kemungkinan masih dalam keadaan hidup meskipun terlihat tidak bergerak seperti mati.
Dalam situasi seperti ini penentuan kematian dapat dilakukan dengan
menggunakan tanda – tanda pasti kematian, antara lain :
- Lebam mayat
- Kaku mayat
- Pembusukan
Jika tanda – tanda pasti kematian tidak ditemukan maka korban harus dianggap
masih dalam keadaan hidup sehingga perlu mendapatkan pertolongan (misalnya dengan
melakukan pernafasan buatan) sampai menunjukkan tanda – tanda kehidupan atau sampai
munculnya tanda pasti kematian ang paling awal, aitu lebam mayat
b. Untuk penentuan saat kematian
Sehubungan dengan alibi seseorang, pemeriksaan forensik untuk menentukan
kematian korban menjadi sangat penting sebab dapat tidakya seseorang di perhitungkan
sebagai pelaku pembunuhan tergantung dari keberadaannya ketika tinda pidana itu
terjadi.
Perubahan eksternal dan internal yang terjadi pada tubuh seseorang pada orang
yang sudah meninggal dunia, dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk
memperkirakan saat terjadinya kematian.
Perubahan – perubahan yang dapat di jadikan bahan kajian tersebut terdiri atas :
- Perubahan eksternal :
 Penurunan suhu
 Lebam mayat
 Kaku mayat
 Pembusukan
 Timbulnya larva
- Perubahan internal :
 Kenaikan potassium pada cairan bola mata
 Kenaikan non protein nitrogen dalam darah
 Kenaikan ureum darah
 Penurunan kadar gula darah
 Kenaikan kadar dekstrosa pada vena cava inferior
c. Untuk perkiraan sebab kematian (Cause of Death)
Perubahan tak lazim yang di temukan pada tubuh mayat sering dapat memberi
petunjuk tentang sebab kematiannya.
- Perubahan warna lebam mayat menjadi :
 Merah cerah (cherry red), memberi petunjuk keracunan karbon
monoksida (CO)
 Coklat memberi petunjuk keracunan potassium chloride
 Lebih gelap memberi petunjuk kekurangan oksigen
- Keluarnya urin, feses, atau vomitus memberi petunjuk adanya relaksasi spingter
akibat kerusakan otak, anoksia atau kejang – kejang.
d. Untuk perkiraan cara kematian (Manner of Death)
Perubahan yang terjadi pada tubuh mayat juga dapat memberi petunjuk cara
kematiannya. Distribusi lebam mayat misalnya, dapat memberi petunjuk apakah yang
bersangkutan mati karena bunuh diri atau pembunuhan.
Pada mayat dari orang yang mati akibat gantung diri (bunuh diri dengan cara
menggantung) biasanya di dapati lebam mayat pada ujung kaki, ujung tangan, atau alat
kelamin laki – laki. Jika di samping itu juga ditemukan lebam mayat di tempat lain maka
hal itu dapat di pakai sebagai petunjuk cara kematiannya akibat pembunuhan.

2.2. Perubahan Paska Kematian


2.2.1. Tanda Tidak Pasti Kematian
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitar (respon terhadap komando/perintah, taktil,
dan sebagainya).
2. Tidak ada reflek pupil, kornea, menelan, batuk, vestibulo-okularis.
3. Tidak ada respon motorik dari syaraf kranial terhadap rangsangan.
4. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).
Tidak ada napas sontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui nilai ambang rangsangan napas (50 torr).
5. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
6. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
7. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan
kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini
mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan
bokong pada mayat yang terlentang.
8. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan menetap.
9. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air.
Untuk menentukan apakah paru-paru sudah berhenti bernafas perlu dilakukan
pemeriksaan: SOFFWAN

1. Auskultasi
Tes ini perlu dilakukan secara hati-hati dan lama. Kalau perlu dilakukan juga
auskultasi pada daerah laring.
2. Tes winslow
Yaitu dengan meletakkan air di atas perut atau dadanya. Bila permukaan air
bergoyang berarti masih ada gerakkan pernafasan.
3. Tes cermin
Yaitu dengan meletakkan cermin di depan mulut dan hidung. Bila basah atau terdapat
embun maka masih bernafas.
4. Tes bulu burung
Yaitu dengan meletakkan bulu burung di depan hidung, bila bergerak berarti masih
bernafas.

Untuk menentukan jantung masih berfungsi perlu dilakukan pemeriksaan sebagai


berikut:1

1. Auskultasi
Auskultasi dilakukan di prekardial selama 10 menit terus-menerus
2. Tes Magnus
Yaitu dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanya aliran
darah vena saja yang terhenti. Bila terjadi bendungan berwarna sianotik
berarti masih ada sirkulasi.
3. Tes Icard
Yaitu dengan cara menyuntikkan larutan dari campuran 1 gram zat fluorescein dan 1
gram natrium bicarbonate di dalam 8 ml air secara subkutan. Bila terjadi perubahan
warna kuning kehijauan berarti masih ada sirkulasi darah.

4. Insisi arteri radialis


Bila terpaksa dapat dilakukan pengirisan pada arteri radialis. Bila keluar darah secara
pulsasif berarti masih ada sirkulasi darah.

2.2.2. Tanda Pasti Kematian


2.2.2.1 Lebam Mayat (Livor Mortis)
Nama lain dari lebam mayat: Livor mortis, postmortem lividity, post mortum
suggillation, post mortum hypostasis atau vibices. Setelah kematian klinis maka eritrosit
akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan
venula, membentuk bercak merah ungu (lividae) pada bagian terbawah tubuh, kecuali
pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Kadang-kadang cabang dari vena pecah
sehingga muncul bintik-bintik perdarahan yang disebut Tardieu’s spot. Darah tetap cair
karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah.
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-80 menit paska mati UI atau 1-2 jam paska
kematian klinisSOFFWAN, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan
menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada
penekanan dan dapat berpindah-pindah jika posisi mayat dipindah. Walaupun setelah 24
jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan
membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak
perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunya sel-sel darah dalam jumlah
cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat dapat digunakan
untuk tanda pasti kematian, memperkirakan sebab kematian misalnya lebam berwarna
merah terang pada keracunan CO (cherry red) atau CN, warna merah gelap menunjukkan
asfiksia, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal, mengetahui
perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap,
dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang
pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.
Mengingat keadaan lebam mayat darah terdapat dalam pembuluh darah, maka
keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut diadakan irisan dan kemudian disiram dengan
air maka warna merah darah akan hilang atu pudar pada lebam mayat, sedangkan pada
resapan darah tidak menghilang. UI
Tabel Perbedaan antara lebam mayat dan luka memar
Lebam Mayat Memar
Lokasi Bagian tubuh terbawah Dimana saja
Permukaan Tidak menimbul Bisa menimbul
Batas Tegas Tidak tegas
Warna Kebiru – biruan atau merah Diawali dengan merah yang lama
keunguan, warna spesifik pada kelamaan berubah seiring
kematian karena kasus bertambahnya waktu
keracunan
Penyebab Distensi kapiler – vena Ekstravasasi darah dari kapiler
Efek Bila ditekan akan memucat Tidak ada efek penekanan
penekanan
Bila dipotong Akan terlihat darah yang Terlihat perdarahan pada jaringan
terjebak antara pembuluh darah, dengan adanya koagulasi atau darah
tetesan akan perlahan – lahan cair yang berasal dari pembuluh
yang ruptur
Mikroskopis Unsur darah ditemukan diantara Unsur darah ditemukan diluar
pembuluh darah dan tidak pembuluh darah dan tampak bukti
terdapat peradangan peradangan
Enzimatik Tidak ada perubahan Perubahan level dari enzim pada
daerah yang terlibat
Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Masing-masing sesuai dengan posisi
mayat. Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada
leher bagian belakang, punggung, bokong, dan bagian fleksor dari anggota bawah.
Kadang-kadang ditemukan juga lebam mayat paradoksal yang terletak pada leher bagian
depan, bahu, dada sebelah atas. Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap,
dapat kita lihat pada dahi, pipi, dagu, dada, perut, dan ekstensor anggota gerak bawah.
Kadang dapat ditemukan darah keluar dari hidung akibat stagnasi yang hebat pada daerah
tersebut. Lebam pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung
ekstremitas dan genitalia eksterna.ui soffwan

2.2.2.2 Kaku Mayat (Rigor Mortis atau post mortum rigidity)


Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat
ATP maka serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot
habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan otot menjadi
kaku.
Berdasarkan teori tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada otot-otot
kecil, karena pada otot-otot yang kecil persediaan glikogen sedikit. Otot-otot yang kecil
itu antara lain otot-otot yang terdapat pada muka; misalnya otot palpebra, otot rahang dan
sebagainya. Sesudah itu kaku mayat terjadi pada leher, anggota gerak atas, dada, perut
dan terakhir anggota gerak bawah. Mulai terlihat kurang lebih 6 jam sesudah mati, lebih
kurag 6 jam kemudian seluruh tubuh akan menjadi kaku, bertahan selama 36-48 jam dan
hilang setelah 48 jam sebagai akibat proses degenerasi dan pembusukkan.SOFFWAN Kaku
mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh
(otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal), setelah mati klinis 12 jam kaku mayat
menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan
yang sama.UI Relaksasi yang terjadi setelah mayat mengalami kaku mayat disebut
relaksasi sekunder. Urutan terjadinya relaksasi sekunder seperti urutan terjadinya kaku
mayat, yaitu dimulai dari otot muka, leher, anggota gerak atas, dada, perut, angota gerak
bawah.
Proses terjadinya kaku mayat dapat melalui beberapa fase :
- Fase pertama
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal. Tubuh yang
mati akan mampu menggunakan ATP yang sudah tersedia dan ATP tersebut diresintesa
dari cadangan glikogen. Terbentuknya kaku mayat yang cepat adalah saat dimana
cadangan glikogen dihabiskan oleh latihan yang kuat sebelum mati, seperti mati saat
terjadi serangan epilepsi atau spasme akibat tetanus, tersengat listrik, atau keracunan
strychnine.
- Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan dibentuk saat
konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan lengkap jika berada dibawah
15%.
- Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
- Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi lemas.
Salah satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan proses denaturasi dari enzim pada
otot.
Kaku mayat dapat digunakan untuk menandakan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kaku
mayat, antara lain:
 Persediaan glikogen
Pada mayat yang makan banyak karbohidrat sebelum meninggal, maka kaku
mayat akan terjadi lebih lama. Pada mayat dengan gizi jelek, maka kaku mayat
terjadi lebih cepat.
 Kegiatan otot
Pada mayat yang melakukan kegiatan yang berat sebelum meninggal, maka kaku
mayat akan terjadi lebih cepat.
 Suhu udara di sekitarnya
Pada suhu yang tinggi kaku mayat terjadi lebih cepat
 Umur
Pada anak-anak kaku mayat terjadi lebih cepat dibandingkan dewasa.
Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat;
 Cadaveric spasm
Kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap, sesungguhnya
merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa
didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya
cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis
karena kelelahan atau emosi yang hebat seperti ketakutan sebelum meninggal.
Jarang dijumpai, namun sering terjadi ketika perang.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya
pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam erat senjata pada kasus
bunuh diri. Cadaveric spasme merupakan proses intravital, tidak dapat
direkayasa, dan akan hilang dengan proses pembusukkan.
Tabel Perbedaan antara rigor mortis dengan cadaveric spasm
Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Onset Dikarenakan perubahan otot Keadaan lanjut dari kontraksi
sesudah kematian seluler, otot sesudah mati, dimana otot
didahului dengan primary dalam kondisi mati seketika
flaccidity
Otot yang terlibat Semua otot dalam tubuh Otot tertentu, sesuai keadaan
kontraksi saat mati
Intensity Moderate Sangat kuat
Durasi 12 – 24 jam Beberapa jam, sampai
digantikan posisinya oleh
rigor mortis
Faktor predisposisi - Rangsangan, ketakutan,
kelelahan
Mekanisme Penurunan ATP dibawah level Tidak diketahui
pembentukan kritis
Hubungan Mengetahui perkiraan waktu Mengetahui perkiraan cara
medikolegal kematian kematian, bisa karena bunuh
diri, kecelakaan, atau
pembunuhan

 Heat stiffening
Kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna
merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai
pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude), dan pengaruh panas pada daerah
kulit akan jelas.
 Cold stiffening / freezing
Kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan
tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot,
sehingga bila sendi ditekukkan akan terdengan bunyi pecahnya es dalam
rongga sendi.

2.2.2.3 Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis)


Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi
panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus menerus. Pengeluaran panas dari
suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan
konveksi.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat karena masih
ada produksi panas dari proses glikoneogenesis, tetapi sesudah itu penurunan menjadi
lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lambat kembali. Proses penurunan tersebut
digambarkan dalam bentuk grafik sigmoid atau huruf S terbalik. Jika dirata-rata maka
penurunan suhu tersebut antara 0.9 sampai 1 derajat celsius atau sekitar 1.5 derajat
fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat celsius atau
98.4 derajat fahrenheit. Pengukuran dilakukan per rektal dengan menggunakan
termometer kimia yang panjang.
Penurunan suhu pada mayat dapat dipengaruhi berbagai faktor, yaitu :
 Suhu tubuh pada saat mati suhu tubuh yang tinggi pada saat mati, seperti
misalnya pada penderita infeksi atau perdarahan otak, akan mengakibatkan
tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat.
 Suhu medium semakin rendah suhu medium tempat tubuh mayat berada
akan semakin cepat tingkat penurunannya.
 Keadaan udara disekitarnya Pada udara yang lembap, tingkat penurunan
suhu menjadi lebih besar karena udara yang lembap merupakan konduktor
yang baik. Pada udara yang terus berhembus (angin), semakin besar tingkat
penurunannya.
 Jenis medium pada medium air tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat
sebab air merupakan konduktor yang baik.
 Keadaan tubuh mayat pada mayat bayi dan tubuh kurus, penurunan suhu
lebih cepat dibanding pada dewasa karena pada bayi luas permukaan tubuh
relatif lebih besar.
 Pakaian mayat semakin tipis pakaian yang dipakai, semakin cepat tingkat
penurunannya

2.2.2.4 Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)


Pembusukan yang terjadi pada tubuh mayat disebabkan oleh proses autolisis dan
aktifitas mikroorganisme terutama Clostridium welchii.
Proses autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjdai dalam
keadaan steril. Autolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan oleh
sel-sel yang sudah mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang terdapat pada
khromatin dan sesudah itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan mengalami
kehancuran dan akibatnya jaringan akan menjadi lunak atau mencair.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme dan oleh sebab itu
pada mayat yang bebas hama, misalnya mayat bayi dalam kandungan, proses autolisis
tetap berlangsung.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat dan dengan
sendirinya akan memperlambat proses autolisis, sedang pada suhu yang panas proses
autolisis juga akan mengalami hambatan disebabkan rusaknya enzim oleh panas tersebut.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Karena pada orang yang sudah mati semua sistem pertahanan tubuh hilang
maka kuman-kuman pembusuk tersebut dapat leluasa memasuki pembuluh darah dan
menggunakan darah sebagai media untuk berkembang biak. Sebagian besar bakteri
berasal dari usus dan yang terutama Clostridium welchii. Pada proses pembusukkan ini
terbentuk gas-gas alkana, H2S, dan HCN, serta asam amino dan asam lemak. Kuman itu
akan menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan-bekuan darah yang terjadi sebelum atau
sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan
pembentukan gas-gas pembusukan. Proses tersebut mulai tampak kurang lebih 48 jam
sesudah mati.
Tanda – tanda yang dapat dilihat pada mayat yang mengalami pembusukan ialah :
 Warna kehijauan pada dinding perut sebelah kanan bawah, yaitu daerah sekum yang
isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Perubahan
warna kehijauan ini disebabkan karena adanya reaksi antara H2S ( dari gas pembusukan
yang terjadi pada usus besar ) dengan Hb menjadi Sulf–Met–Hb. Secara bertahap
perubahan warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada dan bau busuk
pun akan tercium. Perubahan ini merupakan perubahan yang paling dini.
 Pelebaran pembuluh darah vena superficial
Hal ini disebabkan oleh desakan gas pembusukan yang ada di dalamnya
sehinggapembuluh darah tersebut serta cabang – cabangnya nampak lebih jelas seperti
pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark ).
 Muka membengkak
 Perut mengembung akibat timbunan gas pembusukan
 Skrotum laki – laki atau vulva perempuan membengkak
 Kulit terlihat gelembung atau melepuh
 Cairan darah keluar dari lubang hidung dan mulut
 Bola mata menjadi lunak
 Lidah dan bola mata menonjol akibat desakan gas pembusukan
 Dinding perut dan dada pecah akibat tekanan gas
 Kuku dan rambut lepas
 Organ dalam membusuk dan kemudian hancur.
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus
gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-
paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain
kelenjar prostat dan uterus non gravid.

Gambar 1. Pembusukan pada kulit, skrotum, penis, anus


Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.

Faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi proses pembusukan

 Mikroorganisme
Proses pembusukan akan terhambat apabila terjadi pada bayi yang baru di lahirkan atau
mayat yang tidak berpakaian serta pad mayat yang dikuburkan didalam tanah yang
sangat padat
 Suhu sekitar mayat
Suhu optimal terjadi pada suhu 70 – 100 derajat farenheit ( 21 – 37 derajat celcius )
pada suhu dibawah 50 erajat farenheit dan diatas 100 farenheit proses pembusukan
terjadi lebih lambat akibat terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme.

 Kelembaban udara
Semakin tinggi kelembaban udara maka semakin cepat proses pembusukannya.
 Medium mayat berada
Pembusukan akan terjadi lebih cepat pada medium udara dibandingan dengan medium
air dan medium air akan lebih cepat dibandingkan pada medium tanah.
 Umur
Pada mayat orang tua, proses pembusukkan lebih lambat karena lemak tubuh relatif
lebih sedikit. Pada bayi yang baru lahir dan belum diberi makan juga pembusukkan
lebih lambat karena belum masuk kuman pembusuk.
 Keadaan saat mati
Udem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan.
 Penyebab kematian
Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen, stibium dan asam
karbonat memperlambat pembusukan.
I. Adiposera
Adiposera berasal dari kata latin, adipo atau adeps berarti lemak dan cera atau cere yang
berarti lilin.1 Adiposera adalah terbentuknya bahan berwarna keputihan, lunak atau berminyak,
berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Adiposera terdiri dari asam
lemak tak jenuh yang terbentuk dari hidrolisis lemak dan mengalami dehidrogenisasi sehingga
terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang bercampur dengan sisa otot, jaringan ikat, jaringan
saraf yang termumifikasi dan Kristal-kristal sferis dengan gambaran radial.2,3 Hidrolisis tersebut
terjadi karena bakteri enzim seperti Clostridium perfringens dan clostridium welchii dan lipase
endogen. Air diperlukan untuk terbentuknya adiposera karena melepaskan gliserin yang
terbentuk pada saat hidrolisis lemak.4 Adiposera dapat terbentuk di bagian tubuh yang berlemak,
dimulai dari lemak superfisial seperti di pipi, payudara, atau bokong, atau ekstremitas bahkan
dapat terbentuk lemak di dalam tubuh seperti di hati. Adiposera paling baik dideteksi dengan
analisis asam palmitat.2,3
Faktor yang mempermudah pembentukan adiposera adalah kelembaban, suhu tubuh yang
hangat dan lemak tubuh yang cukup. Kantong plastik memberikan lingkungan yang lembab
sehingga mayat juga dapat berubah menjadi adiposera.4 Mayat dengan kesan gizi lebih,
perempuan, orang tua dan bayi dapat lebih mudah menjadi adiposera karena lemak tubuh yang
cukup.1 Faktor yang menghambat pembentukan adiposera adalah udara dingin dan invasi bakteri
endogen ke dalam jaringan pasca mati.2,3 Adiposera dapat mengawetkan jaringan lunak, organ
internal atau seluruh mayat sehingga dapat membantu penyebab kematian contohnya,
mengawetkan tulang hyoid yang patah dan bukti toksikologi yang terdapat di dalam organ
internal.1 Adiposera dapat terbentuk selama 3 minggu sampai 6 bulan.4

Mayat seorang wanita yang ditemukan di


kolam dangkal di Delhi pada saat musim
hujan yang telah jadi adiposera.4
II. Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mumifikasi secara harafiah menggambarkan proses pembentukan “mumi”, sebuah kata
yang diambil dari bahasa Persia “mum” yang berarti lilin. Kata ini diambil dari catatan
sejarah Yunani kuno yang menggambarkan bangsa Persia, dalam penghormatan terhadap
bangsawannya, mengawetkan mereka dengan lilin. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat,
kelembapan rendah aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12
-14 minggu).2,3 Mayat yang kurus lebih rentan terjadi mumifikasi dibandingkan dengan
mayat dengan kesan gizi lebih karena perbedaan jaringan otot dan lemak.1

Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian tubuh.
Pada umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh lain proses
pembusukan terus berjalan. Menurut Knight, mumifikasi dan
adiposera kadang terjadi bersamaan karena hidrolisa lemak
membantu proses pengeringan mayat.
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal
ketika baru lahir. Permukaan tubuh yang lebih luas dibanding
orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam tubuh dibanding orang
dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya
pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap
jarang terjadi, kecuali sengaja dibuat oleh manusia.
Gambar 2.Mumifikasi

Arti Mumifikasi dalam Interpretasi Kedokteran Forensik


Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang
memiliki karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering,
berwarna gelap, dan mengerut. Pengeringan akan menyebabkan tubuh lebih kecil dan
ringan. Dilihat dari sudut forensik, mumifikasi memberikan keuntungan dalam bertahannya
bentuk tubuh, terutama kulit dan beberapa organ dalam, bentuk wajah secara kasar masih
dapat diindentifikasi secara visual. Mumifikasi juga dapat mempreservasi bukti terjadinya
jejas yang menunjukkan kemungkinan sebab kematian. Elliot Smith (1912) menemukan
mumi yang telah berumur kurang lebih 2000 tahun dan masih mampu menunjukkan bahwa
sebab kematian orang itu adalah akibat kekerasan. Luka – luka yang ada cocok dengan
luka akibat bacokan kapak atau pedang, tusukan tombak dan pukulan dari pegangan
tombak. Foto kepala menunjukkan korban diserang saat tidur yang disimpulkan Elliot dari
luka pada puncak kepala yang menurutnya tidak mungkin atau sulit dilakukan saat korban
berdiri. Tidak adanya luka pada daerah lain membuat Elliot menyimpulkan bahwa tidak
ada tanda perlawanan.
Karena sifat dari jaringan tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh,
maka untuk dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium karbonat
atau campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses mumifikasi tubuh
yang lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam, mayat harus
direndam dalam glycerin 15% selama beberapa saat.
Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah identifikasi.
Walau terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut, dan beberapa kekhususan pada
tubuh seperti tato dapat bertahan sampai bertahun – tahun. Terperliharanya sebagian dari
anatomi dan topografi jenasah pada proses mumifikasi memungkinkan pemeriksaan
radiologi yang lebih teliti. Dengan pemeriksaan radiologi, jejas- jejas yang mungkin
terlewatkan dalam pemeriksaan mayat dan bedah mayat dapat ditunjukkan dengan jelas
dan dieksplorasi kembali lewat pemeriksaan bedah jenasah. Pemeriksaan CT scan pada
mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang sulit dijangkau, bahkan dengan
pemeriksaan bedah mayat.
Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, baha pada
jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Laposan kulit luar yang miskin akan inti
sel mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar rambut, organ
dalam dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan untuk
pemeriksaan DNA. Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan
forensik bahwa pada mumifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan artefak
pada kulit yang menyerupai luka / jejas terutama pada daerah pubis, daerah disekiter leher,
dan axilla.
2.2.3. Perkiraan Waktu Kematian
Sampai sekarang belum ada cara yang dapat dipakai untuk menentukan dengan tepat
saat kematian seseorang, jadi selalu masih ada “range” hanya saja makin sempit “range”
ini makin baik. Perlu diingat bahwa saat kematian seorang korban terletak diantara saat
korban terakhir dilihat dalam keadaan masih hidup dan saat korban ditemukan keadaan
mati.
Adapun tanda-tanda yang dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian ialah :
 Penurunan suhu mayat
 Lebam mayat
 Kaku mayat
 Proses pembusukan
Hal-hal lain yang ditemukan baik pada pemeriksaan di tempat kejadian maupun
pada waktu melakukan otopsi.
Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan di tempat kejadian:
 Pemeriksaan setempat dalam ruangan :
 Tanggal pada surat pos atau surat kabar.
 Keadaan sisa makanan yang ditemukan, apakah masih baik atau sudah
membusuk.
 Derajat koagulasi susu dalam botol.
 Keadaan parasit pada tubuh, misalnya kutu. Kutu pada mayat dapat hidup 3-6 hari.
Bila semua kutu sudah mati, berarti korban sudah mati lebih dari 6 hari darri saat
kematian.
 Pemeriksaan setempat di ruang terbuka :
Tanaman/rumput di bawah jenazah bila tampak pucat (warna chlorophil atau hijau
daun menghilang), berarti jenazah ada di tempat tersebut lebih dari 8 hari.
Perlu diingat di tempat kejadian bahwa tempat korban pada waktu mendapat
serangan tidak selalu sama dengan tempat jenazah ditemukan.
Yang dapat ditemukan pada waktu otopsi :
1. Larva lalat.
Ini dipakai untuk memperkirakan saat kematian dengan jalan menentukan umur
larva dalam siklus hidupnya.
Siklus :
Telur (8-14 jam)--- larva (9-12 hari)—kepompong (12 hari)—lalat dewasa.
Syarat : tidak boleh ada kepompong dan dicari larva lalat yang paling besar.
Bila sudah ada kepompong, maka penentuan saat kematian berdasarkan umur
larva tidak dapat dipakai. Karena kepompong itu statis (besarnya selalu tetap
meskipun isinya tumbuh).
Bila belum ada kepompong, hanya ada larva lalat dapat dipakai untuk menentukan
umurnya karena larva lalat bila tumbuh akan bertambah besar.
Cara pengambilan larva lalat:
 Cari larva yang paling gemuk oleh karena larva ini merupakan larva yang
tertua.
 Kemudian beberapa larva tersebut dimasukkan ke dalam botol yang sudah
berisi alkohol 70%.
 Kemudian botol ditutup dengan paraffin, lalu masukkan ke dalam kotak.
 Kotak dibungkus dan diikat dengan tali yang tidak ada sambungannya dan
pada tempat ikatan tali diberi label dan segel.
 Kemudian dikirim ke laboratorium biologi dengan disertakan surat :
- Surat permohonan pemeriksaan umur larva lalat.
- Surat tentang laporan peristiwa.
- Berita acara pembungkusan disertai dengan contoh segel.
Bila umur larva sudah ditentukan maka dapat ditentukan berapa lama korban telah
meninggal, misalnya :
- Didapatkan larva yang berumur 3 hari.
- Saat kematian korban adalah (3 hari + 1 hari) = 4 hari yang lalu.
Keterangan :
- Lalat akan meletakkan telur pada jenazah yang sudah mulai membusuk.
- Proses pembusukan dimulai dalam waktu 18-24 jam setelah kematian.
- Telur untuk menjadi larva membutuhkan waktu minimal 8 jam. Jadi : 18
jam + 8 jam = 26 jam (kurang lebih 1 hari).
2. Proses pencernaan makanan dalam lambung.
Bila ditemukan lambung tak berisi makanan, rectum penuh dengan feses dan
kandung seni penuh, berarti korban meninggal waktu masih pagi sebelum bangun.
Pengosongan isi lambung
- Segera sesudah makan lambung berisi partike-partikel kasar dari makanan
yang telah dikunyah dan ini kemudian dirubah menjadi makanan setengah
cair.
- Dalam waktu ± 6 jam makanan setengah cair ini berangsur-angsur
dikosongkan ke dalam duodenum untuk dicerna lebih lanjut.
- Kemudian makanan masuk kebagian atas jejenum dan disini terutama lemak
diabsorbsi.
Jadi bila lambung ditemukan berisi makanan kasar berati korban meninggal dalam
waktu ± 6 jam setelah makan terakhir. Bila ditemukan lambung tak terisi makanan,
duodenum dan ujung atas usus halus berisi makanan yang telah tercerna, berati
korban meninggal dalam waktu lebih ± 6 jam setelah makanan terakhir.:
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengosongan isi lambung
a. Motilitas lambung dan aktivitas getah lambung
b. Jumlah makanan dalam lambung dan isi dari lambung
c. Sifat makanan ; padat, setengah cair, cair. Makanan yang terdiri dari
karbohidrat lebih cepat melalui lambung daripada protein oleh karena
karbohidrat lebih cepat dirubah menjadi setengah cair. Sedangkan protein lebih
cepat daripada lemak karena lemak menghambat motilitas lambung.
d. Emosi: rasa takut memperlambat makanan meninggalkan lambung.
e. Keadaan fisik si korban: pada commotio serebri yang berat, makanan tidak
dicerna setelah koma lebih dari 24 jam.
Makanan yang tidak dicerna dalam lambung masih dapat dikenal berminggu-
minggu setelah korban meninggal dan bila jenazah sudah membusuk, dapat
membantu identifikasi korban jika diketahui jenis makanan terakhir yang telah
dimakan korban.
3. Rambut dan jenggot
Dapat membantu mengetahui saat kematian dalam hubungan dengan saat terakhir
korban mencukur jenggotnya. Rambut pada orang hidup mempunyai kecepatan
tumbuh 0,5 mm/hari dan setelah meninggal tidak tumbuh lagi. Pemeriksaan rambut
jenggot ini harus dilakukan dalam 24 jam pertama sebab lebih dari 24 jam kulit
mengkerut dan rambut dapat lebih muncul di atas kulit dagu sehingga seolah-olah
rambuh masih tumbuh. Rambut lepas setelah 14 hari.

4. Keadaan kuku : kuku akan terlepas setelah 21 hari.

2.2.4. Cara Kematian, Penyebab Kematian, dan Mekanisme Kematian


a. Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian.
b. Cara kematian adalah kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Bila
kematian akibat suatu penyakit, maka cara kematian adalah wajar (natural death).
Bila kematian terjadi akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang sudah
mengidap suatu penyakit tapi kematiannya dipercepat oleh adanya cedera atau
luka maka kematianya adalah kematian tidak wajar (unnatural death).
Kadangkala pada akhir suatu penyidikan dimana penyidik masih belum dapat
menentukan cara kematian, maka dalam hal ini kematian dinatakan sebagai
kematian dengan cara yang tidak tertentukan.
c. Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang
ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga sesorang tidak
dapat terus hidup.
Beberapa contoh kasus penerapan dari cara, penyebab, dan mekanisme kematian:

- Seseorang menderita penyakit tuberkulosa paru. Pada suatu hari mengalami


hemoptoe yang hebat dan meninggal. Penyebab kematian tuberkulosa paru.
Mekanisme kematian syok akibat perdarahan paru-paru. Cara kematian
wajar.
- Seseorang mengalami perdarahan subdural akibat terjatuh dari sepeda motor
yang mengalami slip, selama perawatan 4 hari di rumah sakit, tidak pernah
sadar dari koma, mendapat komplikasi pneumoortostatik dan meninggal.
Penyebab kematian trauma kapitis. Cara kematian tidak wajar. Mekanisme
kematian perdarahan subdural dengan penyulit radang paru-paru.

Anda mungkin juga menyukai