Oleh :
SITI KHODIJAH
12073
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2007 pernah diliris hasil survey Durex dan hasil Harris Interactive yang
menunjukan bahwa usia rata-rata kehilangan keperawanan di Indonesia itu sekitar 19,1
tahun. Angka usia di Indonesia itu berada di urutan ke 9 dari Negara Asia yang
disurvey, yaitu Malaysia (23 tahun), India (22,9 tahun), Singapore (22,8 tahun), China
(22,1 tahun), Thailand (20,5 tahun), Hongkong (22,2 tahun), Vietnam (19,2 tahun),
Jepang (19,4 tahun), dan Taiwan (18,9 tahun). Namun, angka usia di Indonesia itu
masih di atasnya usia rata-rata di 27 negara Eropa yang sekitar 16 tahun, dengan usia
tertinggi di Spanyol yang sekitar 19,2 tahun dan usia terendah Iceland yang sekitar 15,6
tahun, maupun juga di Amerika Serikat yang sekitar 18 tahun. (Aryanti,2013)
Data BKKBN menunjukan pada tahun 2010 di JABODETABEK, remaja yang
hilang keperawanannya mencapai 51%. Remaja perempuan yang kegadisannya sudah
hilang: Surabaya 54%, Medan 52%, Bandung 47%, Yogyakarta 37%. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia mendapatkan hasil yang mencengangkan setelah
melakukan penelitian di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2007: 92% pelajar itu
sudah melakukan kissing, petting dan oral sex, 62% pernah melakukan hubungan intim,
22.7% siswi SMA pernah melakukan aborsi. Dan menariknya lagi masih menurut
BKKBN, usia mulai pacaran adalah 12 tahun. (Siauw,2013)
Berdasarkan penelitian Australian Nasional University dan Pusat Penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2010 di Jakarta, Tanggerang, dan Bekasi
dengan sampel 3.006 responden usia kurang dari 17 sampai 24 tahun, ada 20,9 persen
remaja hamil dan melahirkan sebelum menikah. Terungkap pula, 38,7 persen remaja
hamil sebelum menikah dan melahirkan setelah menikah.(Aby,2012)
Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya mengatakan, ada sumber yang menyatakan 50
persen remaja di wilayah Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi (jabotabek) pernah
melakukan hubungan seks di luar pernikahan, yaitu di Rangkasbitung. (Mansyur,2010)
Saat ini diperkirakan terdapat 1,2 milyar remaja di seluruh dunia:sekitar 90 persen
remaja tinggal di Negara berkembang dan 60 persen ada di Asua. Dari jumlah
penduduk dunia, 600 juta di antaranya perempuan. Berdasarkan sensus penduduk
2010. BPS mencatat ada sekitar 43,4 juta remaja di Indonesia (18,3 persen penduduk)
dengan komposisi remaja laki-laki dan perempuan relative berimbang.(Majalah
Bidan,2013)
Remaja mempunyai sifat yang unik, salah-satunya salah satunya adalah sifat ingin
meniru sesuatu hal yang dilihat, kepada keadaan, serta lingkungan di sekitarnya.
Disamping itu remaja mempunyai kebutuhan akan kesehatan seksual, dimana
kebutuhan kesehatan seksual tersebut sangat bervariasi.(Kusmiran,2011)
Usia remaja merupakan usia transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Perubahan ini secara psikologis membuat anak-anak usia remaja selalu ingin mencoba
tantangan baru yang belum pernah diperoleh di masa kanak-kanak. Kecenderungan
ingin mencoba hal baru, bahkan cenderung memberontak dari kemapanan, semakin
diperparah dengan berbagai informasi dan tayangan media tanpa sensor yang dapat
diperoleh dengan berbagai cara.(Verawati,2014)
Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang
apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain
boleh atau tidaknya melakukan pacaran, melakukan onani, nonton bersama atau
ciuman. Ada beberapa kenyataan-kenyataan lain yang cukup membingungkan antara
apasaja yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini
akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja.
Perasaan atau berdosa tidak jarang dialami oleh kelompok remaja yang pernah
melakukan onani dalam hidupnya. Hal ini di akibatkan adanya pemahaman tentang ilmu
pengetahuan yang di pertentangkan dengan pemahaman agama, yang sebenarnya
harus saling menyokong. (Soetjiningsih,2010)
Bila tidak disadari dengan pengetahuan yang cukup, mencoba hal baru yang
berhubungan dengan kesehatan reproduksi bisa memberikan dampak yang akan
menghancurkan masa depan remaja dan keluarga. (Tarwoto,2010)
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak mampu
mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan seks
pranikah. Hal ini akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh
pasangan, khususnya remaja putri, tetapi juga orang tua, keluarga, bahkan masyarakat.
(Kumalasari,2012)
Setiap orang yabg sudah aktif seksual, baik laki-laki maupun perempuan, berisiko
terluar penyakit kelamin. Perempuan lebih berisiko tertular, karena bentuk alat
reproduksinya lebih rentan terhadap penularan IMS. Sayangnya, separuh dari
perempuan yang tertular tidak tahu dirinya sudah terinfeksi.(Widyantoro,2011)
Beberapa Ahli berpendapat bahwa penyimpangan perilaku seksual remaja ini
dapat di atasi. Beberapa cara untuk mengatasi perilaku seksual remaja adalah mengikis
kemiskinan, menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi, memperbanyak
akses pelayanan kesehatan yang diiringi dengan sarana konseling, meningkatkan
pertisipasi remaja dengan mengembangkan pendidikan sebaya.(Kumalasari,2012)
Mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015 melalui peningkatan
pengetahuan, kesadaran sikap dan perilaku remaja dan orang tua agar peduli dan
bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga, serta pemberian pelayanan kepada
remaja yang memiliki permasalahan khusus.(bkkbn,2002:98)
Sasaran program kesehatan reproduksi remaja (KKR) adalah agar seluluruh
remaja dan keluarga memiliki pengetahuan kesadaran sikap dan perilaku kesehatan
reproduksi sehingga menjadikan remaja siap sebagai keluarga berkualitas pada tahun
2015.(Widyastuti,2009)
Berdasarkan informasi yang di peroleh, dari hasil wawancara dengan 21
responden di SMAN 1 Sajira, 21 responden mengaku sudah memiliki pacar, mengaku
pernah berpegangan tangan, mengaku pernah berpelukan, mengaku pernah
berciuman, dan 2 responden mengaku pernah meraba payudara pasangannya.
Berdasarkan uraian dan data yang diperoleh diatas, maka penulis tertarik ingin
melakukan penelitian dan mengambil judul “Hubungan Pengetahuan Kesehatn
Reproduksi dengan Penyimpangan Perilaku Seksual di SMAN 1 Sajira”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan tersebut, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan pengetahuan kesehatn reproduksi dengan
penyimpangan perilaku seksual di SMAN 1 Sajira.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya hubungan pengetahun kesehatan reproduksi dengan penyimpangan
perilaku seksual di SMAN 1 Sajira tahun 2014.
2. Tujuan khusus
a) Diketahuinya distribusi frekuensi penyimpangan perilaku seksual siswa di SMAN 1
Sajira.
b) Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi siswa di
SMAN 1 Sajira.
c) Diketahuinya hubungan pengetahun kesehatan reproduksi dengan penyimpangan
perilaku seksual siswa di SMAN 1 Sajira tahun 2014.
D. Ruang Lingkup
1. Lingkup Materi
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kesehatan reproduksi remaja, penelitian ini
dilakukan atas dasar banyaknya penyimpangan seksual pada remaja dengan cara
membagikan kuesioner.
2. Lingkup Responden
Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 1 Sajira.
3. Lingkup Tempat dan Waktu
Penelitian ini berlokasi di SMAN 1 Sajira pada tahun 2014.
E. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian Ini Dapat Bermanfaat Untuk:
1. Manfaat bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang kesehatan
reproduksi dan penyimpangan perilaku seksual pada remaja serta sebagai penerapan
ilmu yang telah di dapatkan dalam penelitian ini.
2. Manfaaat tempat penelitian
Memberikan bahan masukan atau sumber informasi tentang hubungan pengetahuan
kesehatan reproduksi dengan penyimpangan perilaku seksual kepada siswa serta guru
SMAN 1 Sajira.
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan informasi dalam penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan
penyimpangan perilaku seksual di SMAN 1 Sajira.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Remaja
1. Pengertian
Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, sepertipuberteit,
adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa
latin “adolescare” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang
dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan
psikologi.
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa, di mana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi
reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan,
baik fisik, mental, maupun peran sosial. (Sumardi,dkk.,2002:35)
Pieget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia
dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana
anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua
melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.(Ali,2005:9)
2. Batasan Usia
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan social budaya setempat. Ditinjau
dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak berkaitan
dengan kesehatan remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari permasalahan pokok
ini, WHO menetapkan batasan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja
(Surjadi,dkk.,2002:1).
Dengan demikian dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh
Departemen Kesehatan adalah mereka yang mereka yang berusia 10-19 tahun dan
belum kawin.
Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak
Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun (BKKBN,2006).
D. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan
ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pengetahuan adalah
segala sesuatu yg diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini
dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana
informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Dalam
Wikipedia,pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari
oleh seseorang.(Riyanto,2013)
Tingkat pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956) ada 6 tahapan, yaitu
sebagai berikut.
1. Tahu (know).
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Misalnya ketika
seseorang oerawat diminta untuk menjelaskan tentang imunisasi campak, orang yang
berada pada tahapan ini dapat menguraikan dengan baik dari definisi campak, manfaat
imunisasi campak, waktu yang tepat pemberian campak, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuab menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan, dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi tersebut secara
benar.
4. Analisis (analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih suatu struktur oraganisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis).
Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
Arikunto (2006) membuat kategori tingkatan pengetahuan seseorang menhadi tiga
tingkatan yang di dasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut.
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥ 75%
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤ 55%