Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Buerger’s disease dikenal juga dengan nama tromboangitis obliterans. Penyakit ini
pertama kali diperkenalkan oleh Felix von Winiwarter pada tahun 1879 dalam sebuah
artikelnya, kemudian pada tahun 1908, Leo Buerger menjelaskan secara akurat dan detail
berdasarkan penemuan patologis pada 11 ekstremitas yang diamputasi akibat penyakit ini.
Buerger’s disease merupakan penyakit pembuluh darah nonaterosklerotik yang ditandai oleh
fenomena oklusi pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat
melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.

Penderita Buerger’s disease biasanya datang dengan keluhan yang sangat mirip dengan
penyakit trombosis dan vaskulitis lain. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat
oklusi pembuluh darah yang mengakibatkan gangren sehingga perlu diamputasi, oleh karen
aitu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.

Insiden Buerger’s disease tersebar diseluruh dunia, namun prevalensinya lebih banyak
dijumpai di daerah timur tengah. Insiden kejadian Buerger’s disease di Amerika dialporkan
sebesar 12,6/100.000 populasi. Buerger’s disease lebih banyak dijumpai pada pasien muda
dan lebih banyak terjadi pada laki-laki namun dijumpai juga ada wanita. Berbeda dengan
penyakit arteri perifer, Buerger’s disease disebabkan karena inflamasi sedangkan penyakit
arteri perifer disebabkan karena arterosklerosis. Meskipun Buerger’s disease dan penyakit
arteri perifer sama dalam penampakan klinis, namun karena kausa dan patofisiologi keduanya
berbeda, pengobatan Buerger’s disease juga berbeda dengan penyakit arteri perifer.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA BUERGER’S DISEASE

I. DEFINISI
Buerger’s disease disebut juga dengan tromboangitis obliterans (TAO) merupakan
sindrom klinis yang ditandai dengan oklusi trombotik, non atherosklerotik, vaskulitis
segmental pada arteri dan vena kecil dan sedang yang mengenai daerah ekstremitas atas
maupun bawah. Inflamasi yang terjadi ini dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah
lengan dan tungkai bagian distal, menyebabkan klaudikasio atau rest pain, luka dan ulkus
yang tidak membaik. Kondisi ini disebut dengan critical limb ischemua(CLI).1,2,
Critical limb ischemia merupakan suatu keadaan dimana terjadinya rest pain pada
jaringan ekstremitas, biasanya pada bagian distal, dan jarang terjadi pada seluruh bagian
ekstremitas. Penyakit Buerger merupakan suatu penyakit tersendiri yang sering menyebabkan
insufisiensi vaskular, ditandai oleh peradangan yang bersifat akut dan kronik, segmental, dan
disertai ttombosis pada arteri kecil dan sedang, terutama mengenai arteri tibialis dan radialis,
dan lebih lanjut terkadang dapat mengenai vena dan saraf ekstremitas.3,4

II. EPIDEMIOLOGI
Insiden Buerger’s disease tersebar di seluruh dunia, namun prevalensinya lebih banyak
dijumpai di daerah Timur Tengah. Di Amerika Serikat dilaporkan insiden Buerger’s disease
sebesar 12,6/100.000 populasi. Pada umumnya, Buerger’s disease terjadi pada orang dewasa
muda usa 20-45 tahun. Perbandingan kejadian antara laki-laki berbanding perempuan yaitu
7,5 : 1. Insiden Buerger’s disease paling sering ditemukan pada perokok, yang dahulunya
hampir hanya ditemukan pada pria perokok berat, namun kini semakin banyak dilaporkan
terjadi pada wanita, yang dapat mencerminkan jumlah wanita yang merokok semakin
bertambah.5
Buerger’s disease ditemukan jarang pada negara di Eropa (0,5%) dan kejadiannya tinggi
di India (45%-63%), Jepang dan Korea (16% - 66%),serta Israel (80%). Tingginya prevalensi
kejadian disuatu wilayah tampaknya berhubungan dengan penggunaan jenis tembakau
tertentu, termasuk penggunaan rokok Kawung di Indonesia dan rokok Beedi di Ceylon dan
Bangladesh.1,6

2
III. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Buerger’s disease tidak jelas, namun sebagian besar penderita
adalah perokok. Dari penelitian diketahui bahwa pada pasien yang menderita Buerger’s
disease mengalami perbaikan lesi iskemik setelah berhenti terpapar rokok, dan lesi iskemik
yang baru sangat jarang timbul tana adanya pajanan rokok. seerti yang diketahui bahwa
waktu paruh nikotin dalam tubuh adalah sekitar 20-30 jam, dan sebagian besar diekskresikan
didalam urin. Iskemia simtomatik hampir tidak pernah sembuh pada pasien dengan kadar
tembakau rendah didalam urin.4
Pada faktor genetik, secara signifikan angka kejadian meningkat pada individu dengan
human lymphocyte antigen (HLA) seperti HLA-B12, HLA-A9, HLA-B5 yang berhubungan
timbulnya resisten penyakit. Pada penelitian didapatkan bahwa terdapat peningkatan antibodi
sel antiendothelial secara signifikan pada pasien dengan Buerger’s disease. Penelitin lain
yang dilakukan di Jepang menemukan bahwa terdapatnta peningkatan sel T CD3+, makrofag
CD68+ dan sel dedritik S-100+ pada lapisan intima di lokasi terjadinya lesi akut.7,8
IV. FAKTOR RISIKO
Paparan tembakau merupakan fktor risiko utama terjadinya Buerger’s disease. Walaupun
konsumi rokok tembakau merupakan faktor risiko utama, Buerger’s disease juga dapat
timbul pada penggunaan marijuana. Faktor risiko lain yang berperan dalam progresi penyakit
adalah adanya penyakit periodontal berat dan infeksi periodontal anaerobik kronik yang dapat
berkembang menjadi timbunya Buerger’s disease. Pada penelitian dengan menggunakan
analisis reaksi ikatan polimerasi menunjukan adanya fagmen DNA bakteri anaerobik, baik
pada lesi arterial maupun pada kavitas oral pada pasien dengan Buerger’s disease.9
V. PATOFISIOLOGI
Buerger’s disease umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil dan sedang pada
ekstremitas superior, termasuk arteri radialis, arteri ulnaris, arteri palmar dan arteri digitalis.
Begitu juga pada ekstremitas inferior, dapat terjadi pada arteri tibialis, arteri peroneal, arteri
plantar dan arteri digitalis. Secara patologis dapat ditemukan adanya oklusi oleh trombus
yang terdiri atas banyak sel-sel termasuk sel leukosit polimorfonuklear.9
1. Paparan Rokok
Walaupun pencetus utama Buerger’s disease belum diketahui, telah lama dilakukan
penelitian yang membuktikaan paparan tembakau menjadi faktor utama dalam kejadian
Buerger’s disease. Terdapat hubungan yang kuat antara progresi penyakit maupun prognosis
dengan merokok tembakau. Rokok terdiri atas lebih dari 5000 bahan kimia toksik dan
mengandung 1015 hingga 1017 radikal bebas yang terdiri atas fase gas dan fase partikel.
3
Nikotin merupakan komponen mayor dari fase artikel, sedangkan fase gas mengandung
karbon monoksida (CO), aetaldehyde, formaldeyde, acrolein, ntirogen oksida, dan karbon
dioksida. Kedua fase ini akan meningkatkan kadar oksigen reaktif didalam tubuh.4,10
Merokok dapat menimbulkan efek terhadap sel-sel tubuh melalui berbagai mekanisme
perubahan hemodinamik, disfungsi endotel, hiperkoagulasi, inflamasi vaskular, abnormalitas
metabolisme lipid dan glukosa.4
a. Perubahan hemodinamik
Nikotin dari rokok merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya
perubahan hemodinamik. Nikotin merupakan zat simpatomimetik kuat yang dapat
menstimulasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal dan neuron simpatik lokal.
Melalui stimulasi simpatis, nikotin menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung
hingga 7-10 kali per menit, dan peningkattan tekanan sistolik pembuluh darah hingga 5-
10 mmHg. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardil
sehingga dapat menjadi predisposisi iskemi miokard. Selain itu, karbon monoksida (CO)
merupakan komponen rokok yang juga dapat menyebabkan perubahan hemodinamik.
CO akan berikatan dengan hemoglobin yang dapat mengurangi kapasitas hemoglobin
dalam membawa oksigen sehingga daat meniimbulkan hipoksemia. Jika dikombinasikan,
nitrogen menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen sedangkan CO menyebabkan
pengurangan kapasitas hemoglobin membawa oksigen, maka akan semakin mencetuskan
terjadinya perubahan hemodinamik.4
b. Disfungsi endotelial
Terjadinya disfungsi endotelial merupakan faktor penting dalam terjadinya
atherosklerosis. Endotel merupakan regulator aktif tonus pembuluh darah melalui
pelepasan nitrat oksida (NO), prostasiklin, aktivator plasminogen jaringan (tPA) dan
plasminogen aktivator inhibitor-1. Mekanisme utama terjadinya disfungsi endotelial
pada perokok adalah dengan teradinya penekanan ekspresi endothelial nitric oxide
synthase (eNOS) yang memproduksi NO dan menurunnya bioavailabilitas NO
disebabkan oleh radikal bebas yang terkandung didalam rokok. Peran utama NO pada
vaskular adalah untuk vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Naumn, NO juga
berperan dalam menghambat agregasi dan adhesi platelet, menghambat adhesi
leukosit, dan menghambat proliferasi otot polos. Oleh sebab itu, defisiensi NO dapat
menimbulkan terjadinya awal pembentukan plak dan memulai patogenesis
atherosklerosis. Pada perokok, stres oksidatif yang terjadi secara langsung dapat
mendegradasi NO melalui bahan-bahan pada rokok yang dapat menimbulkan radikal
4
bebas seperti nikotin . Oleh sebab itu, pada perokok lama, nikotin dapat menyebabkan
penurunan bioavailabilitas NO endogen dengan memproduksi anion superoksida dan
gangguan vasodilatasi pembuluh darah.4,7
c. Hiperkoagulasi
Merokok dapat menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi yang dijelaskan dalam
beberapa mekanisme. Mekanisme tersebut meliputi terjadinya peningkatan aktivitas
platelet seiring dengan meningkatnya antithrombotik dan faktor protrombotik,
termasuk faktor fibrinolitik dan jalur yang dimediasi oleh platelet.4,7
Jika plak atherosklerosis telah terbentuk, maka kerentanan untuk terjadinya ruptur
akan bergantung pada jumlah lipid yang terkandung, ketebalan fibrosa yang
menutupi, ukuran nekrosis yang terjadi, progresi pembentukan plak, berkumpulnya
sel-sel inflamasi, dan perdarahan intraplak. Pada perokok terjadi peningkatan aktivita
matrix metalloproteinase (MMP) yang dapat mendegradasi protein matriks
ekstraselular yang terkandung pada plak atherosklerosis. Selain itu merokok juga
menyebabkan rendahnya aktivitas n-prolyl-4-hydrooxylase yang merupakan enzim
kunci metabolisme kolagen dinding arteri yang dapat menyebabkan menipisnya
ketebalan penutup fibrosa dari plak atheroskleorisis. Merokok juga dapat
mempercepat jalur biopatologis seperti aktivasi dan agregasi trombosit yang secara
bersamaan mekanisme lainnya dapat menyebabkan terjadinya ruptur plak. Merokok
tidak hanya menurunkan produksi NO endotel tetapi juga menurunkan sensitivita
platelet terhadap NO. Semua mekanisme ini akan mengakibatkan adesi dan aktivasi
platelet. 4,7,10
Akibat radikal bebas yang timbul, merokok juga mencetuskan pelepasan
tromboksan A2, yang merupakan zat vasokonstriktor dan menghambat pelepasan
prostasiklin, suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi platelet. Adanya
peningkatan faktor von Willebrand sirkulasi pada perokok merupakan pengikat
penting pada ikatan platelet dibandingkan pada orang yang tidak merokok. Merokok
juga berhubungan dengan peningkatan konsentrasi fibrinogen, yang merupakan
regulator transformasi plasminogen-plasmin. Rendahnya plasmin terkativasi dapat
mengurangi lisisnya fibrin dan timbulnya trombus. Seperti yang sebelumnya
dijelaskan, CO dapat menyebabkan hipoksemia relatif yang dikompensasi dengan
peningkatan eritrosit dan peningkatan viskosita sdarah yang dapat menjadi
predisposisi pembentukan trombosis dan pak atherosklerosis.4,7,10

5
d. Efek proinflamasi
Inflamasi vaskular yang terjadi dalam waktu lama dimediasi oleh rokok
memegang peranan penting dan progresi atherosklerosis. Mekanisme yang terjadi
belum sepenuhnya dapat dimengerti. Namun, terdapat beberapa peran sitokin
proinflamasi yang terkativasi dan berinteraksi antara leukosit dan sel endotel yang
telah diketahui. Merokok meningkatkan jumlah hitung leukosit perifer 20%-25% dan
memicu adhesi leukosit ke sel endotel pada pembuluh darah, yang memulai timbulnya
inflamasi pada atherosklerosis. Salah satu jalur yang menjelaskan bahwa merokok
menimbulkan inflamasi vaskular yaitu dengan adanya peningkatan ekspresi molekul-1
sel vaskular adhesi terlarut, molekul-1 intersel adhesi, dan E-selectin, yang mana akan
meningkatkan interaksi leukosit dengan sel endotel. Telah terbukti melalui beberapa
penelitian bahwa merokok dapat meningkatkan pelepasan makrofag dna marker
proinflamasi seperti C-reactive protein, sitokin seperti interleukin (IL) 1β dan IL-6
serta tumor necrosis faktor-α (TNF-α). Hal ini dapat memicu peningkatan aktivitas
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase pada sel endotelial yang
memicu terbentuknya anion superoksida dan menginduksi pelepasan siklooksigenase-
2 (COOX-2) dimana akan mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin yang
akan melemahkan daya vasodilatasi pembuluh darah.4,7,10
e. Metabolisme lipid
Beberapa penelitian telah mendemonstrasikan bahwa merokok dapat
meningkatkan terjadinya atherosklerosis, salah satunya melalui peningkatan profil
lipid. Merokok dapat menurunkan kadar HDL, dan meningkatkan kadar trigliserida,
kolestrol dan LDL. Selain itu merook juga meningkatkan aktivitas lipase hepatik yang
memproduksi LDL dan HDL densitas rendah. LDL memiliki efek toksik terhadap
endotel dimana semakin memicu terbentuknya radikal bebas. HDL densitas rendah
tidak memiliki efek antiatherogenik sepert HDL normal. selain itu nikotin juga
memicu pelepasan katekolamin yang memicu lipolisi dan pelepasan asam lemak
bebas.4,7,10
f. Metabolisme glukosa
Merokok menyebabkan timbulnya peningatan risik berkembangnya diabetes
militus tip 2. Tingginya HbA1C telah ditemukan pada perokok dengan diabetes, 45%
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita diabetes tidak merokok. Meroko juga
meningkatkan kebutuhan insulin. Penelitian membuktikan bahwa merokok
meningkatkan kejadian komplikasi mikrovaskular diabetik seperti neuropati diabetik
6
dan progresi penyakit ginjal yang cepat. Secara keseluruhan, patogenesis merokok
dan metabolisme glukosa belum seenuhnya dimengerti, tetapi dikeahui bahwa nikotin
memiliki peranan penting dalam hal ini. Nikotin dapat menstimulasi pelepasan
katekolamin dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis yang dapat memicu
resistensi insulin terjadi. Hal unu juga meningkatan pelepasan kortikosteroid yang
dikenal dengan hiperglikemi hormonal.4,7,10

2. Karakteristik individu
Beberapa penelitian telah mencoba menghubungkan adanya hubungan genetik
terhadap kejadian Buerger’s disease. Telah ditemukan beberapa lokus HLA yang
memiliki peran dalam proses herediter penyakit Buerger seperti HLA-B5 dan HLA-A9
pada orang UK, HLA-B54 dan HLA-DRB1*1501 pada orang Jepang, HLA-B40 pada
orang India dan HLA-DR4 pada orang Israel. Oleh karena itu timbulnya Buerger’s
disease dapat disebabkan oleh reaksi imunitas, baik imun yang didapat maupun imun
adaptif.4,7

3. Patogen
Beberapa penelitian telah melaporkan adanya patogen penyebab pada Buerger’s
disease. Saat ini, mulai dikenalkannya konsep infeksi bakteri yang dapat berkembang
menjadi Buerger’s disease. Pada tahun 2005, Iwai et al mendemonstrasikan adanya

7
keterlibatan bakteri oral Porphyromonas gingivalis pada trombosis di sumbatan
arterinya. Secara umum, bakteri gram negatif komensalis, termasuk P. Gingivalis, dapat
menstimulasi makrofag untuk mengekspresikan IL-23 melalui pelepasan ATP. IL-23
dapat mempengaruhi diferensiasi dari sel T menjadi sel Th17 yang memegang peranan
penting dalam proses penyakit inflamasi autoimun.7,10
Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri oral invasif seperi P. Gingivalis dapat memicu
agregasi trombosit dan degradasai trombomodulin endotelial yang mana akan memicu
terjadinya trombosis dan inflamasi vaskular. LPS dari P. Gingivalis dapat memicu
aktivasi sel endotelial melalui Toll-like receptor 4 (TLR4). TLR merupakan respon
imunitas alami yang dapat mengenali LPS dari bakteri gram negatif melalui reseptornya
yaitu CD14. TLR4 akan memicu dilepaskannya molekul proinflamasi seperti IL-1β, IL-
6,IL-8, MCP-1, ICAM-1, VCAM-1 dan E-selectin. Adanya ekspresi molekul ini akan
menyebabkan kerusakan jaringan, yang mana juga dimediasi secara signifikan oleh
neutrofil elastase dikarenakan paparan merokok. 7,10
Pada fase pertama respon inflamasi terhadap P. Gingivalis, LPS dapat memicu
reaksi inflamasi dengan mengaktivasi makrofag. Sel – sel inflamasi pada fase ini juga
akan meelpaskan mediator vasoaktif, histamin, bradikinin, prostglandin, intermediet
oksigen reaktif (RIOs) dan kemokin seperti IL-8 dan MCP-1 yag akan menyebabkan
vasokonstriksi atau dialatasi.7,10
Saat ini, dari penelitian-penelitian, mengemukakan adanya kemungkinan
terdapatnya p. Gingivalis yang menempel pada lapisan intima pemuluh darah. Hal ini
salah satunya dapat disebabkan karena kurangnya higienitas mulut atau meroko serta
organisme ini dapat menginduksi respon inflamasi dan disfungsi endotelial.7,10
4. Faktor Lingkungan
Seperti yang telah diketahui, timbulnya suatu penyakit disebabkan oleh adanya
konsekuensi interaksi antara pejamu, agen penyakit dan lingkungan. Oleh karena itu
adanya kebiasaan merokok dan status sosioekonomi yang renda dapat menajdi faktor
risiko menderita Buerger’s disease. Sosioekonomi yang rendah dapat mempengaruhi
progresifitas penyakit baik dari segi ansietas karena stres psikologis, kecendrungan
merokok, dan buruknya higienitas mulut.7,10

VI. HISTOPATOLOGI
Buerger’s disease merupakan suatu penyakit suatu penyakit tersendiri yang
menyebabkan insufisiensi vaskular, ditandai oleh peradangan yang bersifat akut dan kronik,
8
segmental, dan disertai trombosis pada arteri kecil dan sedang, terutama mengenai arteri
tibialis dan radialis, dan lebih lanjut terkadang dapat mengenai vena dan saraf ekstremitas.
Buerger’s disease secara mikroskopis, tampak peradangan akut dan kronik yang merambah
dinding arteri, disertai trombosis di lumen, yang dapat mengalami organisasi dan rekanalisasi.
Biasanya trombus mengandung mikroabses-mikroabses kecil dengan bagian tengan berupa
kumpulan neutrofil dikelilingi peradangan granulomatosa. Proses peradangan meluas ke vena
dan saraf sekitar, dan seiring dengan waktu, ketiga struktur dapat terbungkus oleh jaringan
fibrosa.5,11
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri dari tiga fase
yaitu sebagai berikut:5,11
1. Fase akut
Fase ini merupakan keadaan oklusi trombus yang di deposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofil polimorfonuklear (PMN),
mikroabses, dan multinucleated giant cells. Meskipun inflamasi terjadi pada semua
lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah tetap
dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit Buerger dengan
atherosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain.5,11
2. Fase subakut
Fase ini merupakan fase oklusi trombus yang makin progresif.11
3. Fase kronis
Fase ini merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase kronis
terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh darah, dan
fibrosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit dibedakan dari penyakit
pembuluh darah kronik lainnnya. Perubahan lain yang terjadi adalah terbentukny
akolateral yang akan menjamin pasokan darah untuk bagian distal. Pada fase lanjut ini
sumbatan akan sedemikian hebat sehingga kolateral tidak an memadai lagi.5,11

9
Gambar 2. Fase akut, subakut, dan kronis Buerger’s disease secara
histopatologi.11

Gambar 3. Pada Buerger’s disease, lumen pembuluh darah tersumbat oleh sebuah
trombus yang mengandung abses (panah), dinding pembuluh darah
disebuk oleh leukosit.5

VII. GAMBARAN KLINIS


Gambaran yang klasik pada Buerger’s disease yaitu penyakit ini terjadi pada laki-laki
usia muda dengan onset gejala timbul sebelum usia 40-45 tahun. Buerger’s disease
menyerang arteri ukuran sedang sampai kecil, dan sering terjadi pada pembuluh darah
ekstremitas bawah walaupun juga mengenai pembuluh darah ekstremitas superior. Pembuluh
mesenterial, serebral, dan koroner agak jarang terkena. Kelainan di ekstremitas bawah
biasanya mulai dari trifurkasio arteri poplitea hingga ke arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior, arteri fibularis, dan arteri digitalis. Pada ekstremitas atas, kelainan ini terjadi pada

10
arteri radialis dan arteri ulnaris, berlanjut ke arteri jari-jari. Bisanya kelainan atologik bersifat
segmental, artinya terdapat daerah normal diantara lesi yang dapat berukuran beberapa
milimeter sampai sentimeter. Namun pada fase lanjut, seluruh pembuluh darah akan
terkena.1,8,11,12,13
Gambaran klinis Buerger’s disease terutama disebakan oleh iskemia, yang khas sangat
erat dengan kebiasaan merokok. Gejala pada Buerger’s disease antara lain sebagai
berikut:8,10,12,13
1. Klaudikasio intermiten
Gejala pada Buerger’s disease yang paling sering dan utama adalah nyeri. Bila
penderita jalan, pada jarak tertentu akan merasa nyeri pada ekstremitas dan setelah
beristirahat sebentar dapat berjalan kembali. Gejala ini biasanya progresif.13
2. Nyeri spontan
Nyeri dirasakan hebat pada jari dan daerah sekitarnya. Nyeri bertambah pada waktu
malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan
tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksismal dan sering mirip dengan
gambaran penyakit Raynaud. Biasanya merupakan tanda awal akan terjadinya
ulserasi dan gangren. Pada keadaan lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, nyeri
sangat hebat dan menetap.8,13
3. Bila terjadi osteoporosis kaki aakn sakit bila diinjakkan, dan karena saraf juga
terganggu maka akan ada perasaan hiperestesi.13
4. Perubahan kulit
Seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya, perubahan warna kulit pada
Buerger’s disease kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan.
Pada mulanya kulit anya tampak memucat ringan, terutama di ujung jari. Pada fase
lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-
kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud,
serangan iskemia disini biasanya unilateral.10,13
5. Suhu kulit
Pada perabaan, kulit sering terasa dingin pad adaerah yang terkena.13
6. Pulsasi arteri
Pulsasi arteri yang hilang merupakan tanda yang penting. Biasanya pulsasi arteri
menghilang pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior.10,13
7. Tromboflebitits migrans superfisialis

11
Gambar 4. Tromboflebitis superfisial pada Buerger’s disease10
Keadaan ini dapat terjadi bulan atau tahun sebelum tampaknya gejala sumbatan
Buerger’s disease. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena
teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai
sentimeter dibawah kulit. Kelainan ini sering muncul dibeberapa tempat pada
ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak
bekas yang berbenjol-benjol, tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, hal
ini hampir patognomonik untuk Buerger’s disease.8,10
8. Ulkus dan gangren

Gambar 5. Ulkus dan gangren yang terjadi pada Buerger’s disease.10


Ulkus dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut, sering didahului dengan
udem, dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas, yaitu
pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder
mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis.8,10,13
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Pernyakit
berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertambah falang demi falang.
Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang tidka dapat diprediksi.
Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya terganggu oleh nyeri
iskemia.8,13

12
Berikut adalah sistem staging oleh Lerich et al pada Buerger’s disease yang
kemudian dimodifikasi oleh Fontaine, dimana klasifikasi didasarkan pada gejala
klinis yang timbul.8,10

Tabel 1. Klasifikasi oleh Lerich et al dimodifikasi oleh Fontaine.

Stadium Gejala Patofisiologi

I Asimptomatik atau nyeri saat Hipoksia relatif


berkatifitas

IIA Nyeri timbul saat berjalan > 200 Hipoksia relatif


meter

IIB Nyeri timbul saat berjalan < 200 Hipoksia relatif


meter

IIIA Nyeri saat beristirahat, tekanan Hipoksia kutaneus, asidosis


arteri pergelangan kaki > 50 mmHg jaringan, neuritis iskemia

IIIB Nyeri saat beristirahat, tekanan Hipoksia kutaneus, asidosis


arteri pergelangan kaki < 50 mmHg jaringan, neuritis iskemia

IV Terdapat lesi, nekrosis atau gangren Hipoksia kutaneus, asidosis


jaringan, nekrosis

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis pada Buerger’s disease merupakan diagnosis secara klinis. Hal-hal yang
menjadi dasar pertimbangan dalam penegakan diagnosis seperti adanya tand ainsufisiensi
ateri, umumnya terjadi pada pria dewasa muda, perokok berat, adanya gangren yang sukar
sembuh, riwayat tromboflebitis yang berpindah, tidak ada tanda arterosklerosis di tempat lain
dan yang terlibat biasanya ekstremitas bawah.12,13,14,15
Diagnosis Buerger’s disease meliputi anamnesis, penemuan pada pemeriksaan fisik dan
studi pencitraan diagnostik abnormalitas vaskular serta diagnostik pasti adalah dengan
pemeriksaan patologi anatomi.13
1. Anamnesis
Pada anamnesis pasien dengan Buerger’s disease akan ditemukan riwayat merokok
serta rasa nyeri, klaudikasio pada kaki atau juga tangan saat berkativitas dan istirahat.

13
Sebagian besar individu yang terkena Buerger’s disease merupakan perokok, terutama
perokok berat, yaitu individu yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok setiap
harinya. Perlu ditanyakan juga adanya riwayat menderita keluhan serupa dalam keluarga,
dan juga riwayat luka pada bagian tubuh yang sukar sembuh dan menghitam, serta
riwayat tromboflebitis yang berpindah.8,11,13,15
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya Raynaud’s phenomenon, yaitu
perubahan warn akulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang dingin. Hal
ini dapat terjadi ada sekitar 40% penderita Buerger’s disease. Tes Allen juga dapat
digunkana untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di tangan. Pada tes Allen, pasien
diminta untuk mengepalan tangannya dan pemeriksa akaan menekan pergelangan tangan
pasien yang bertujuan untuk mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah itu, pasien
diminta untuk membuka kepalan tangan, dan pemeriksa akan melepaskan tekanan pada
pergelangan tangan pasien. Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam
5-15 detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau
abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan
adanya gangguan pada aliran darah pada tangan pasien.8,11,13,14,15
Hasil abnormal pada tes Allen pada perokok muda ditambah dengan adanya ulserasi
dapat menjadi indikasi yang jelas menunjukkan adanya Buerger’s disease. Namun hasil
yang abnormal ini juga dapat terlihat pada tipe penyakit oklusif arteri kecil pada tangan
seperti skleroderma, calcinosis syndrome, oesophageal dysmotility, sclerodactyly, dan
telangiectasia;trauma berulang; emboli; hiperkoagulabilitas dan vaskulitis. Tak jarang
pasien datang ketika telah terjadi kematian jaringan yang menimbulkan luka dan nyeri
pada ekstremitas yang terkena (gangren) atau ulkus kronik di jari tangan atau kaki.8,13,15
Pemeriksaan fisik pada pembuluh darah yang juga penting seperti palpasi pulsasi arteri
perifer, auskultasi adanya bruits arteri, dan pengukuran ankle-brachial index (ABI). Pada
ekstremitas dilakukan inspeksi adanya nodul vena superfisial, dan mencari tanda-tand
aiskemia pada jari-jari.1,8,11,13,14,15
Penegakan diagnosis Buerger’s disease sulit dilakukan pada tahap awal, karena gejala
yang ditemukan tidak spesifik dan tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik. Oleh
karena itu penegakan diagnosa dibantu dengan menggunakan kriterira diganosis.
Terdapat beberapa kriteria yang telah diajukan untuk Buerger’s disease adalah sebagai
berikut:8,11

14
1. Kriteria Shionoya
Kriteria Shionoya terdiri atas lima kriteria yaitu:
a. Adanya riwayat merokok
b. Usia belum 50 tahun
c. Memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal
d. Flebitis migrans pada salah satu ekstremitas atas
e. Tidak ada faktor risiko atherosklerosis selain merokok

Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan diagnosis Buerger’s disease.

2. Kriteria Olin
Berikut adalah hal-hal yang termasuk dalam kriteria Olin:
a. Berumur 20-40 tahun
b. Merokok atau memiliki riwayat merokk
c. Ditemukan iskemia ekstremitas distal yang ditandai oleh klaudikasio, nyeri saat
istirahat, ulkus iskemuk atau gangren
d. Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi dan diabetes
melitus dengan pemeriksaan laboratorium.
e. Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang diketahui dari
echokardiografi atau arteriografi.
f. Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada ekstremitas yang
terlibat dan yang tidak terlibat
3. Kriteria Mills dan Porter
Kriteria ini dikembangkan oleh Oregon kemudian di evaluasi oleh Mills dan Porter.
Kriteria mayor merupakan kriteria yang esensial dalam penegakan diagnosis sedangkan
kriteria minor mendukung diagnosis. Pada kriteria ini, terdapat kriteria eksklusi yang
menyingkirkan berbagai kondisi yang juga dapat menyebabkan iskemia berat yaitu:
a. Adanya sumber emboli proksimal seperti aneurisma
b. Adanya trauma dan lesi lokal seperti popliteal entrapment atau penyakit sistik
adventisial
c. Adanya ergotisme atau arteritis yang diinduksi obat
d. Adanya vaskulitis autoimun
e. Adanya keadaan hiperkoagulabilitas

15
f. Adanya faktor risiko ateroskelrosis lain: diabtese, hiperlipidemia, hipertensi, gagal
ginjal

Adapun kriteri mayor berdasarkan Mills dan Porter yaitu:

a. Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun


b. Pecandu rokok
c. Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal brakial
d. Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti Doppler arteri segmental dan
plestimgrafi 4 tungkai, arteriografi, dan histopatologi

Adapun yang termausk kriteria minor yaitu sebagai berikut:

a. Flebitis superfisila migran, yaitu episode berulang trombosis lokal dan vena
superfisial pada ekstremitas dan badan
b. Terdaapt sindrom Raynaud yang merupaka penuruana aliran darah sebagai akibat
spasme arteriole perifer sebagai respon terhadap kondisi stres atau dingin. Sindrom
in ipaling sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung telinga dan lidah dalam
bentuk respon trifasik yaiut:
- Pucat karena vasokosntriksi arteriol prekapiler
- Sianosis karena vena terisi penih oleh darah terdeoksigenisasi
- Eritema karena reaksi hiperemis
c. Melibatkan ekstremitas atas
d. Klaudikasio saat berjalan
4. Kriteria Skoring Papa
Papa et al mengembangkan sistem skoring untuk memudahkan diagnosis, antara lain
sebagai berikut:
Tabel 2. Sistem skoring Papa untuk diagnosis Buerger’s disease
Poin Positif

30 tahun/30-40 tahun +2/+1


Usia

Ada/ terdapat riwayat +2/+1


Klaudikasio di kaki

Simtomatik/asimtomatik +2/+1
Eksremitas atas

Ada/terdapat riwayat +2/+1


Flebitis migran

16
Ada/terdapat riwayat +2/+1
Sindrom Raynaud
Tipikal keduanya/salah
Angiografi; biopsi +2/+1
satu

Poin Negatif

40-50/ >50 tahun -1/-2


Usia

Jenis kelamin/aktivitas Wanita/bukan perokok -1/-2


merokok
Hanya satu
Lokasi -1/-2
ekstremitas/tidak ada

Barchialis/femoralis -1/-2
Hilangnya pulsasi

Atherosklerosis, Telah didiagnsosi selama


-1/-2
diabetes, hipertensi, 5-10 tahun
hiperlipidemia

Sistem skoring ini dikategorikan menjadi:


a. Probabilitiy of diagnosis:
- Diagnsosis excluded  0-1
- Low likelihood  2-3
- Probable, medium likelihood  4-5
b. Definite, high likelihood  ≥6

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratoroium
Saat ini belum ada pemeriksaan laboratoriumm khusus untuk mendiagnosis Buerger’s
disease. Pemeriksaan yang daat dilakukan untuk membantu diagnosis adalah sebagai
berikut:8
a) Darah lengkap, hitung platele
b) Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
c) Profil lipid
d) Penapisan autoimun:

17
- Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren), pada Buerger’s disease biasanya
normal
- Faktor reumatoid (RF), pada Buerger’s disease biasanya normal.
- Antibodi antinuklear (ANA), pada Buerger’s disease biasanya normal
- Antibodi antisentromer merupakan petanda serologi untuk skleroderma
- Penapisan keadaan hiperkoagulasi seperti kadar protein C, protein S,
antirombin III, antibodi fosfolipid, faktor V leiden, prothrombin dan
homosisteinemia.
- Pemeriksaan patologi anatomi
b. Pemeriksaan radiologi
USG dopler, echokardiografi, computed tomograpfi scan (CT Scan) dan magnetic
resonance imaging (MRI) dilakukan untuk menyingkitkan sumber emboli proksimal.
USG Doppler dan pletismografi diperlukan untuk mengetahui adanya oklusi distal.
Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan gambaran lesi oklusi segmental
pembuluh darah kecil dan sedang (meedium) dielingi gambaran sgemen normal, tanda
Martorell atau hambaran kolateral pembuluh darah seperti “corkscrew”, “spider legs”
atau ”tree roots” meskipun gambaran ini dapat juga dimupai pada skelroderma,
sindrom calcinosis, Raynaud’s phenomenon, esohageal dysmotility, sclerofactyly and
telanagiectasia( CREST).1,3,8,14


Gambar 6. Gambaran angiografi pada tangan menunjukkan sumbatan
arteri ulnaris (kiri) dan gambaran corkscrew (kanan-tanda panah)

18
Gambar 7. Doppler ultrasound arteri dan vena femoralis kiri menunjukkan
hasi normal (kiri) evaluasi doppler ultrasound menunjukkan 2 trombus
pada vena femoralis.

Gambar 8. Gambaran Corkscrew pada Buerger’s disease.

IX. DIAGNOSIS BANDING


Berikut adalah beberapa diagnosis banding pada Buerger’s disease:8,12
1. Neruopati perifer, penyakit aterosklerosis perifer, emboli dan trombus arteri,
trombosis perifer idiopatik.
2. Artritis Takayasu, sindrom CREST
3. Keadaan hiperkoagulasi, systemic lupus erythematosus, skleroderma
4. Trauma okupasi, acrocyanosis, frostbite, ulkus neurotropik.

X. TATALAKSANA
Tujuan utama penatalaksanaan pada penderita Buerger’s disease adalah memperbaiki
kualitas hidup pasien. Cara yang dapat dilakukan adalah menghindari dan mengehtikan faktor

19
yang memperburuk penyakit, memperbaiki aliran darah menuju ekstremitas, mengurangi rasa
sakit akibat iskemia, mengobati tromboflebitis, memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.12
Tatalaksana yang paling penting harus dilakukan pada pasien dengan Buerger’s disease
adalah mengentikan konsumsi rokok. Berhenti merokok secara total harus dilakukan karena
walaupun hanya mengkonsumsi beberapa rokok dalam sehari tetap saja dapat menimbulkan
progresi penyakit. Pasien diberikan edukasi mengenai bahaya pajanan tembakau terhadap
penyakitnya. Suportif lainnya yaang dapat diterapkan seperti membangun komunitas berhenti
merokok. Terapi pengganti nikotin sebaiknya dihindari karena juga berkontribusi terhadap
progresifitas penyakit. Pasien juga sebaiknya menjauh dari lingkungan yang terpajan asap
rokok (perokok pasif) dan menghindari produk-produk lain yang mengandung nikotin.
Tampaknya juga diperlukan konseling psikiater pada pasien yang sulit untuk berhenti
merokok.8,12,13
Selain berhenti merokok, edukasi yang penting kepada pasien adalah menghindari
terjadinya trauma atau luka pada bagian bawah ekstremitas. Anjurkan pasien untuk selalu
menggunakan alas kaki dan sarung tangan dalam melakukan kegiatan yang berisiko
menimbulkan cedera jaringan. Pasien juga diedukasi untuk menghindari cuaca dingin dan
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menibulkan vasokonstriksi. Jika terjadi luka pada
ekstremitas maka anjurkan pasien untuk segera mendapatkan pengobatan untuk mencega
progresifitas penyakit dan infeksi.12,13
1. Terapi medikamentosa (non bedah)
a. Analgetik
Dalam mengontrol rasa nyeri akibat iskemia yang terjadi pada Buerger’s disease
sering dibutuhkan analgetik narkotik atau obat anti inflamasi non steroid hingga
progresifitas penyakit itu sendiri dapat dikontrol dengan berhenti merokok. Pada pasien
dengan nyeri iskemia yang hebat diperlukan analgetik epidural.8,9,11
b. Terapi antiplatelet dan prostasiklin
Diketahui bahwa aspirin dapat memberikan manfaat pada pasien denan Buerger’s
disease karena dapat meredakan nyeri pada saat istirahat dan menurunkan risiko
amputasi. Penggunaan prostasiklin (PGI2) atau analognya seperti iloprost juga dapat
digunakan sebagai inhibitor agregasi platelet. Penelitian oleh Fessinger dan Schafer
yang membandingkan pemberian iloprost dan aspirin dosis rendah menunjukkan bahwa
pasien yang mendapatkan iloprost intravena infus selama 6 jam lebih banyak yang
mengalami perbaikan rasa nyeri dan iskemia dibandingkan dengan pasien yang
mendapatkan terapi aspirin dosis rendah. Pada pasien yang menerima iloprost lebih
20
banyak yang mengalami perbaikan ulkus dibandingkan pada pasien yang diberikan
aspirin. Keuntungan pemberian iloprost yaitu efek terapeutik bertahan untuk 6 bulan
kedepan sehingga risiko untuk amputasi semakin kecil dalam 6 bulan kedepan. Namun
iloprost oral tidak memiliki efektifitas sebaik pemberian intravena pada pasien dengan
Buerger’s disease.8,9,
Pemberian clopidogrel yang merupakan agen antiplatelet tampaknya lebih poten
dibandingkan aspirin. Penggunaan clopidogrel jangka lama dapat mengurangi
klaudikasio pada Buerger’s disease.11
c. Terapi dengan calcium channel blocker (CCB) dapat diberikan untuk mengurangi efek
vasokonstriksi pada Buerger’s disease seperti amlodipine, nifedipine atau verapamil.
Pada penelitian oleh Bagger et al, peningkatan dosis verapamil dapat memperpanjang
jarak perjalanan bebas nyeri pada pasien Buerger’s disease dari 44,9 meter menjadi
57,8 meter. Golongan obat CCB memiliki efek sekunder yang mengubah kapasitas
penggunaan oksigen dimana CCB meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen oleh
ekstremitas. Dosis verapamil yang digunakan dapat mencapai 480 mg/hari yang dapat
diberikan pada pasien Buerger’s disease.8,9,11
d. Pemberian antagonis kompetitif Endothelin-1
Bosentan merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 yang memiliki kemampuan
vasodilatasi. Pada penlitian oleh de Haro et al, mereka memberika bosentan dengan
dosis 65 mg dua kali sehari selama satu bulan diikuti dengan 125 mg dua kali sehari.
Dari penelitiannya terdapat perbaikan ulkus walaupun beberapa peserta penelitian tetap
mengkonsumsi rokok. Selain itu, juga terdapat peserta penelitian yang mengalami
peningkatan aliran darah distal melalui pemeriksaan angiografi. Pemberian bosentan
selama 28 hari lebih efektif dibandigkan aspirin untuk mengatasi nyeri saat istirahat dan
penyembuhan ulkus.8,11
e. Terapi trombolitik
Adapun peran terapi trombolitik dalam penatalaksanaan Buerger’s disease masih
kontroversial. Penggunaan trombolitik seperti streptokinase mungkin dapat bermanfaat
pada keadaan akut yang secara defenitif disebabkan oleh trombosis. Pada penelitian
dari 11 pasien dengan Buerger’s disease dengan onset akut iskemia, 58% mengalami
keberhasilan terapi trombolitik dan mengalami perbaikan gejala iskemik dan
mengurangi risiko amputasi.9,15
f. Terapi imunosupresan

21
Beberapa penelitian telah mengemukakan adanya etiologi autoimun yang berperan
dalam Buerger’s disease. Walaupun tidak pernah diketahui penggunaan kortikosteroid
dalam pengobatan Buerger’s disease, namun telah dilaporkan adanya manfaat
pemberian siklofosfamid. Pada peneltiian yang dilakukan oleh Saha et al, pada
penggunaan siklofosfamid selama 8 minggu diketahui memberikan perbaikan
klaudikasio dan nyeri saat istirahat. Perbaikan juga terjadi pada ulkus. Pada pemberian
terapi dengan siklofosfamid, tampaknya tidak menunjukan adanya perbaikan pada
penemuan angiografi, pengukuran volume pulsasi, atau pada pengukuran suhu kulit.
Walaupun demikian, pemberian siklofosfamid menurunkan jumlah sel-sel inflamasi
pada dinding pembuluh darah yang kemungkinan akibat formasi autoantibodi yang
akan mencegaj terjadinya inflamasi yang dimediasi oleh sistem autoimun.walaupun
demikian, penggunaan imunosupresan saat ini belum direkomendasikan.8,9
g. Terapi gen, stem cell dan spinal cord stimulation
Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF) pada penelitian
mengemukakan bahwa penyuntikan total 4000 ug VEGF165 plasmid DNA dengan dua
kali penyuntikan intramuskular memberikan hasil menjanjikan dalam penyembuhan
ulkus akibat iskemia dan menghilangkan nyeri saat istirahat. Terpai stem cell yaitu
dengan terapi autolog whole bone marrow stem cell (WBMSC) menunjukkan perbaikan
seperti penyembujan ulkus, menghilangkan nyeri iskemik, rekanalisasi arteri dan
menurunkan risiko amputasi tungkai. Spinal cord stimulation hasilnya baik untuk
menghilangkan nyeri dan penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat
transmisi sinyal penghantar nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga pada saat
bersamaan terjadi peningkatan perfusi mikrosirkulasi akibat inhibis serabut saraf
simpatis. Stimulasi dilakukan biasanya pada nervus spinalis T10-L1 yang menyebabkan
parestesia ekstremitas bawah dan mengurangi nyeri karena iskemia.8,9
2. Terapi bedah
a. Revaskularisasi
Operasi bypass arteri menunjukan hasil yang baik. Pada penelitian oleh Sasajima et
al, bypass arteri menunjukan keefektifan jangka panjang jika dikombinasikan dengan
berhenti merokok.8,9
b. Simpatektomi
Simpatektomi dapat dilakukan untuk mengurangi spasme arteri pada Buerger’s
disease, dimana bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat saraf simpatis.
Simpatektomi menunjukkan adanya efek eredakan nyeri dan membantu penyebuhan
22
ulkus pada sebagian pasien dalam jangka pendek, namun jangka panjangnya belum
ditemukan efektivitasnya. Simpatektomi dapat dilakukan pada pasien dengan nyeri
refrakter dan iskemia yang tetap terjadi pada terapi yang telah maksimal diberikan.
Dengan dilakukannya simpatektomi, aliran darah ke kulit menjadi meningkat dan tidak
terjadi perubahan alira ndarah menunju otot-otot. Oleh karena itu, simpatektomi tidak
memberikan peran pada pasien dengan klaudikasio, dan prosedur ini sebaiknya
dilakukan pada pasien yang mengalami ulkus superfisial atau mengalami manifestasi
vasospastik. Efek yang timbul pada simpatektomi mungkin hanya bertahan paling tidak
selama beberapa bulan hingga 1 atau 2 tahun. Namun, waktu ini dirasakan cukup untuk
memberi kesempatan kepada tubuh dalam penyembuhan luka. Untuk penyakit Buerger
yang menyerang ekstremitas superior, simpatektomi dilakukan pada T2, T3 dan bagian
bawah ganglion stellata. Tindakan ini dapat dilakuakn dengan pendekatan aksilari
terbuka atau supraclavicula. Pendekatan simpatektomi thorakoskopik saat ini menjadi
telah menjadi pilihan. Simpatektomi lumbar daoat dilakukan pada pasien dengan
iskemia ekstremitas inferior. Biasanya yang digunakan adalah pendekatan anterior
dengan cara masuk melalui rongga retroperitoneal dan kemudian dilakukan divisi pada
ganglia simpatik L2-L4.8,9,12,13
c. Amputasi
Pada pasien yang penyakit Buerger nya terdeteksi dengan cepat dan juga cepat
menghindari paparan asap rokok, maka risiko untuk amputasi menjadi kecil. Namun
pada pasien yang tetap meneruskan untuk merokok, sebagian besar pasien akan
mengalami amputasi minor ataupun mayor. Berdasarkan penelitian, pasien yang tetap
merokok, sebagian besar akan mengalami amputasi distal, dan lebih adri 40% pasien
membutuhkan amputasi mayor. Indikasi dilakukannya amputasi adalah terdapat
gangreng, infeksi sekunder basah, rasa nyeri yang hebat, dan sepsis. Namun, amputasi
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien setelah lebih dahulu dilakukan
simpatektomi. Hal ini dilakukan karena simpatektomi dapat meningkatkan suplai aliran
darah dan menurunkan level amputasi pada Buerger’s disease.9,12,13

XI. PROGNOSIS
Prognosis pada Buerger’s disease bergantung pada keparahan konsumsi tembakau.
Pada penelitian retrospekstif terhadap 110 pasien dnegan Buerger’s disease, 43%
mengalami 108 prosedur amputasi. Diantara mereka yang tetap merokok, 19% mengalami
amputasi mayor. 8,13
23
BAB III
KESIMPULAN

Buerger’s disease merupakan penyakit inflamasi segemental pembuluh darah arteri dan
vena berukuran kecil dan sedang. penyakit ini berbeda dengan vaskulitis lain dan
memerlukan ketelitian diagnosis. Penyebab penyakit in belum diketahui tetapi faktor
merokok, imunitas dan genetik saling berkaitan dan diduga berperan penting terhadap
progresifitas penyakit ini. belum ada pemeriksaan laboratorium spesifik. Penanganan
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi progresifitas, mengurangi
komplikasi, dapat dilakukan dnegan pendekatan non bedah dan bedah. Deteksi din sangat
membantu mengatasi gejala dan dapat mengurangi komplikasi.
Presentasi klinis dan angiografi merupakan dasar dalam mendiganosis Buerger’s
disease. Penghentian merokok merupakan terapi definitif, penggunaan obat vasodilator dan
terapi pendukung lainnya dapat membantu mengurangi gejala, namun tidak mencegah
progresi penyakit.

24

Anda mungkin juga menyukai