BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk
rumah sakit. Ada lima (5) issue penting yang terkait dengan keselamatan (safety)
rumah sakit, yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja
atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit
yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan
dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk
dilaksanakan di setiap rumah sakit. Keselamatan bukan hanya milik pasien semata,
melainkan petugas kesehatan sebagai pelaku kesehatan juga memerlukan
perlindungan keselamatan terutama dalam hal selama melakukan perawatan
kepada pasien (Iswanto 2013).
Petugas pelayanan kesehatan termasuk staf penunjang (misalnya petugas
rumah tangga, peralatan dan laboratorium), yang bekerja di fasilitas kesehatan
beresiko terpapar pada infeksi yang secara potensial membahayakan jiwa.
Misalnya di Amerika Serikat, lebih dari 800.000 luka karena tertusuk jarum suntik
terjadi setiap tahun walaupun telah dilakukan pendidikan berkelanjutan dan upaya
pencegahan kecelakaan tersebut (Rogers, 1997).
Upaya untuk mengurangi kecelakaan akibat bekerja perlu mendapatkan
perhatian. Dalam tindakan menyuntik misalnya petugas kesehatan perlu dibekali
pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang standar operasional presedur yang
berlaku di rumah sakit dan prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang berfungsi
sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan dalam menyuntik yang
aman karena tindakan sekecil apapun yang berhubungan dengan nyawa manusia
dapat menimbulkan resiko terhadap petugas kesehatan dan pasien (Potter dan
Perry, 2006).
Luka jarum suntik sering terjadi pada lingkungan pelayanan kesehatan
yang melibatkan jarum sebagai alat kerjanya. Peristiwa ini menjadi perhatian bagi
pelayanan rumah sakit karena risiko untuk menularkan penyakit melalui darah,
seperti virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis C (HCV), dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) (Kemenkes RI ,2011). Keamanan Kerja dan
Pelayanan Kesehatan (Occupational Safety and Health Administation, OSHA),
pada tahun 1991 mengeluarkan sebuah mandat tindakan kewaspadaan yang
disebut kewaspadaan standar (Standart Precaution) yang menyatakan bahwa
institusi harus menyediakan alat pelindung untuk pegawai guna mencegah
penularan pathogen yang ditularkan melalui darah, karena rute pajanan penyakit
yang ditularkan melalui darah paling sering berasal dari jarum suntik
(Bohony,1993). Dewasa ini banyak institusi menyuplai “Spuit pengaman
(safety Syringes) untuk perawat yang digunakan ketika memberi injeksi (Potter &
Perry, 2006). Pencegahan universal berprinsip, setiap pasien berpotensi
menularkan virus hepatitis B, hepatitis C dan HIV (Human Immunodeficiency
Virus) melalui darah dan cairan tubuhnya. Pencegahan tersebut penting sebab
selama ini di rumah sakit petugas kesehatan kerap mengalami kecelakaan tertusuk
jarum bekas pakai. Kecelakaan tertusuk jarum dapat terjadi, misalnya ketika
petugas kesehatan menyuntik pasien yang tiba tiba bergerak spontan saat ujung
jarum menusuk kulitnya. Selain itu yang juga rawan adalah saat petugas kesehatan
melakukan recapping (memasukan dengan tangan jarum suntik bekas pakai pada
tutupnya sebelum dibuang).
Cedera akibat tusukan jarum pada petugas kesehatan merupakan masalah
yang signifikan dalam institusi pelayanan kesehatan dewasa ini maka
diharapkan petugas kesehatan memahami prosedur penatalaksanaan needle stick
injury. Saat ini Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS Mulia Amuntai telah
memantau kejadian tertusuk jarum dan memiliki prosedur tetap penanganan
tertusuk jarum. Hal ini dilakukan di RS Mulia Amuntai sebab hal ini sangat
penting dilakukan untuk mengurangi dampak pajanan yang mungkin terjadi.
Terkadang paparan terhadap darah yang disebabkan oleh tertusuk jarum
meningkatkan risiko infeksi virus yang ditularkan melalui darah seperti virus
Hepatitis B (HBV) dengan risiko 5-40%, virus Hepatitis C (HCV) dengan risiko 3-
10% dan human immunodeficiency virus (HIV) dengan risiko 0,2 – 0,5% "
(WHO,2013).
Berdasarkan studi literatur di atas tentang kejadian dan penatalaksanaan
needle stick injury di Rumah Sakit maka sangat diperlukan suatu terobosan baru
untuk mengatasi kejadian needle stick injury. Strategi untuk meningkatkan
pengetahuan petugas kesehatan dalam kewaspadaan Universal adalah dengan
memberikan edukasi dan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan tentang presedur penatalaksanaan needle stik
injury.
B. Tujuan pengendalian infeksi
Program pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan lain - lain di dalam
lingkungan rumah sakit serta penghematan biaya dan meningkatkan kualitas
pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dan yang paling penting
adalah menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial (Scheckler et al. 1998).
1) Kebersihan tangan
mikro-organisme yang diperoleh dari tangan selama tugas sehari-hari dan ketika ada
kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan peralatan yang
terkontaminasi dikenal dan tidak dikenal. Ada enam langkah dalam kebersihan
tangan kiri dengan telapak tangan kanan, lakukan sebaliknya, 3) Gosokkan kedua
telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang, 4) Gosok ruas jari
tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan, lakukan sebaliknya, 5) Gosok ibu jari
tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, lakukan sebaliknya, 6)
Gosokkan semua ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, lakukan
sebaliknya.
Berdasarkan pedoman PPIRS RSUP HAM (2012) ada lima momen untuk
membunuh flora residen dan flora transien. Antiseptik ini cepat dan mudah
digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih.
handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan tangan dan
jari (kira-kira satu sendok teh), 2) Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada
kedua belah tangan, khususnya diantara jari-jemari dan di bawah kuku hingga
kering.
2) Alat Pelindung Diri
penghalang fisik antara mikro - organisme dan pemakainya. Alat pelindung diri
meliputi sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah dan kaca
mata), topi, gaun, apron, sepatu dan pelindung lainnya. Alat pelindung diri harus
pasien dan yang bekerja dalam situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak
dengan cairan darah, tubuh, ekskresi atau sekresi, 2) Staf dukungan termasuk
pembantu medis, pembersih, dan staf laundry di situasi di mana mereka mungkin
memiliki kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi, 3) Staf
memberikan perawatan kepada pasien dan berada dalam situasi di mana mereka
mungkin memiliki kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.
Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah anda mengetahui APD
Lingkungan di luar ruang isolasi, b) Para pasien atau pekerja lain, c) Diri anda
sendiri, 4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan
tangan : a) Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh sesuai atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan, b) Pilih APD dengan perkiraan risiko terjadi
Pedoman PPIRS RSUP HAM (2012) menyatakan prinsip-prinsip PPI yang perlu
diperhatikan pada pemakaian APD yaitu : 1) Gaun pelindung, tutupi badan sepenuhnya dan
leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang
punggung, ikat di bagian belakang leher dan pinggang, 2) Masker, eratkan tali atau karet
elastis pada bagian tengah kepala dan leher, paskan klip hidung dan logam fleksibel pada
batang hidung, paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan
baik, periksa ulang pengepasan masker, 3) Kacamata atau pelindung wajah, pasang pada
wajah dan mata dan sesuaikan agar pas, 4) Sarung tangan ditarik hingga menutupi bagian
pergelangan tangan gaun isolasi. Masloman et al. (2015) menyatakan beberapa faktor
Green (1990) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan termasuk
mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat
prosedur yang akan dilakukan (invasif atau non-invasif), 3) Bagian tubuh mana
instrumen atau peralatan yang akan digunakan (menembus jaringan mukosa atau
kulit atau digunakan pada kulit utuh). Pengolahan ulang instrumen dan peralatan
dengan cara yang efektif meliputi: 1) Pembersihan instrumen dan peralatan segera
cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk
sterilisasi untuk alat kritikal, sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk non kritikal. Kriteria
pemilihan desinfektan didasari secara cermat terkait kriteria memiliki spektrum
luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien.
instruksi produsen, 5) Pencucian semua alat-alat pakai ulang harus dicuci hingga
alat dan packing alat terlebih dahulu alat-alat dikeringkan yang dilakukan dengan
secara manual atau secara mekanikal, 7) Packing alat/bahan, semua material yang
dan menampung alat - alat yang dipakai ulang untuk sterilisasi, penyimpanan dan
4) Pengendalian lingkungan
pengelolaan limbah cair, limbah B3 limbah padat medis, non medis dikelola oleh
dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan komite PPI RS, sehingga aman bagi
kuning berlogo infeksius), limbah padat tajam (ditempatkan dalam wadah tahan
tusuk, tidak tembus basah dan tertutup). Pengelolaan limbah padat non medis
bersama sub Bagian Rumah Tangga berkoordinasi dengan komite PPI. Baku mutu
dari awal penghasil limbah, pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah,
tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, limbah cair segera dibuang ke wastafel
diberi symbol biohazard, limbah padat non infeksius, plastik kantong warna
hitam, limbah benda tajam, wadah tahan tusuk dan air /jerigen yang diberi symbol
dibuka, kontainer dalam keadaan bersih, kontainer terbuat dari bahan yang kuat,
ringan dan tidak berkarat, 5) Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10 -
20 meter, ikat limbah jika sudah terisi 3/4 penuh, kontainer limbah harus dicuci
khusus, tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat, beri label
pada kantong plastik limbah, setiap hari limbah diangkat dari tempat
dibersihkan, tertutup, tidak boleh ada yang tercecer, sebaiknya lift pengangkut
limbah berbeda dengan lift pasien, gunakan alat pelindung diri ketika menangani
dalam incenerator, limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok, limbah feces
tempat, segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi, selalu buang sendiri oleh si pemakai,
tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai, kontainer benda tajam
gunakan sarung tangan rumah tangga, gunakan kertas koran untuk mengumpulkan
pecahan benda tajam tersebut, kemudian bungkus dengan kertas, masukkan dalam
kontainer tahan tusukan beri label, 11) Unit Pengelolaan Limbah Cair :
pengolahan limbah cair dengan sistim bakteri Aerob di IPAL (Pedoman PPIRS
RSUP HAM, 2012). Pruss (2005) menyatakan proses pengelolaan limbah medis
pada tahap pemilahan dilakukan oleh perawat dan tahap pengangkutan oleh
petugas kebersihan.
5) Pengelolaan linen
petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat penting. Pengelolaan linen
bertujuan mencegah kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien
dan lingkungan, meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen
distribusi linen bersih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah untuk
diklasifikasikan menjadi linen bersih, linen steril, linen kotor infeksius, linen
kotor non infeksius (linen kotor berat dan linen kotor ringan). Pencegahan
penggunaan APD sesuai potensi risiko selama bekerja (Pedoman PPIRS RSUP
HAM, 2012).
sudah digunakan tempatkan di tas yang tepat, linen kotor dengan cairan tubuh
atau cairan lain tempatkan dalam tas kedap air yang cocok dan aman untuk
sekresi atau ekskresi. Jangan membilas atau memilah linen di daerah perawatan
panas (70 ° C hingga 80 ° C)dan deterjen, bilas dan keringkan sebaiknya dalam
kamar operasi. Pencucian selimut wol dalam air hangat dan keringkan di bawah
sinar matahari, di pengering pada suhu dingin atau kering-bersih (WHO, 2004).
infeksi karena merawat pasien maupun identifikasi risiko petugas yang mengidap
penyakit menular dilaksanakan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI
RS. Pencegahan penularan infeksi pada dan dari petugas dilakukan dengan
dan Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) berupa penataan penempatan SDM,
pemberian imunisasi, dan sosialisasi PPI berkala khususnya di tempat risiko tinggi
dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan prakarya dan berkala sesuai faktor risiko
pelindung diri petugas dari risiko infeksi yang berupa alat/ bahan tidak habis pakai
Rumah Sakit. Ketika bekerja juga dapat menularkan infeksi ke pasien dan
di tempat untuk mencegah dan mengelola infeksi pada staf rumah sakit. kesehatan
campak, gondok, rubella, tetanus, dan difteri. Imunisasi terhadap varicella, rabies
sindrom pernapasan akut parah (SARS), varicella, rubella dan TBC. Pekerja
untuk staf klinik untuk evaluasi dan pengelolaan selanjutnya (WHO, 2004).
RI, (2007) menyatakan bahwa petugas kesehatan saat menjadi karyawan baru
harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa dan status imunisasinya. Imunisasi
satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus
yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan
beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis
(kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus
lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik
seperti tirai atau sekat, 3) Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri
12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau
termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit, 4) Jika
partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan
memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar
aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan
tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan
dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati apakah
ruangan dapat meningkatkan aliran udara, 5) Jaga pintu tertutup setiap saat dan
(bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila tidak, gunakan
masker bedah sebagai alternatif), gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan
sarung tangan, 7) Pakai sarung tangan bersih, non-steril ketika masuk ruangan, 8)
Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan
ruangan.
dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol, 2) Kamar terpisah dengan
pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke kontak, misal: luka dengan
infeksi kuman gram positif, 3) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi
dibuang keluar dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC,
4) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misal: varicella, 5) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien,
pengunjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika
beberapa hal yang harus dilakukan saat batuk atau bersin yaitu : 1) Tutup hidung
dan mulut dengan tisu, 2) Buang jaringan yang digunakan dalam wadah limbah
terdekat, 3) Lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan air atau larutan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam praktek menyuntik yang aman
saat menggunakan jarum, pisau bedah dan instrumen atau peralatan tajam lainnya,
2) Gunakan jarum suntik sekali pakai, pisau bedah dan benda tajam lainnya, 3)
Tempatkan item benda tajam dalam wadah tahan tusukan dengan tutup yang
menutup dan terletak dekat dengan daerah di mana item tersebut digunakan, 4)
sesuai pedoman atau standar nasional. Sedangkan untuk penanganan benda tajam
wadah sebelum diinsersi. Daley & Karen (2004) menjelaskan Center for Disease
sakit di Amerika. Pekerja kesehatan beresiko terpapar darah dan cairan tubuh
Virus) melalui berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau yang
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam
area spinal epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi
spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring
infeksi yang terjadi akibat pemberian anestesi spinal di kamar operasi sangat
prosedur anestesi spinal. Kebersihan tangan dan pemakaian alat pelindung diri
yang penting untuk menekan angka kejadian infeksi saat pemberian anestesi
spinal.
2.1.5 Kewaspadaan berdasarkan cara penularan
satu ruangan yang memiliki aliran udara tekanan negatif dan dipantau, udara harus
dibuang ke luar rumah atau khusus disaring sebelum diedarkan ke area lain dari
harus memakai pakaian khusus, filtrasi tinggi, memakai masker, batasi gerakan
dan transportasi pasien dari kamar untuktujuan penting saja. Jika transportasi
ruangan (di sebuah ruangan dengan pasien laindengan pasien terinfeksi oleh
patogen yang sama), gunakan masker bedah ketika bekerja dalam waktu 1-2 meter
dari pasien, gunakan masker bedah pada pasien jika transportasi diperlukan,
penularan infeksi.
ruangan (di sebuah ruangan dengan pasien laindengan pasien terinfeksi oleh
patogen yang sama), Pertimbangkan epidemiologi dari penyakit dan populasi
pasien saat menentukan penempatan pasien, pakaian bersih, sarung tangan non -
steril ketika memasuki ruangan, gunakan gaun non - steril bersih ketika memasuki
ruangan jika kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau item dalam kamar
pasien diantisipasi, batasi gerakan dan transportasi pasien dari ruangan, pasien
2.1.6 Surveilans
(2001), dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN yaitu perawat pengendali
infeksi purna waktu dan IPCLN yaitu perawat penghubung pengendali infeksi,
pedoman surveilans IRS Kemenkes dan penyakit infeksi endemis di RS, target
surveilans yaitu : lSK terkait kateterisasi, infeksi luka operasi, plebitis lRS, dan
infeksi.
mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap
apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada pasien. Berkoordinasi dengan
IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang
rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum faham.
Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi.
saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan penderita lain dalam satu
seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya
(reservoir) dengan penderita. Green (1990) menyebutkan bahwa salah satu faktor
ketika merawat pasien dan lingkungan rumah sakit. Menurut Rubin R. (2006)
bekerja dengan sumber daya manusia dan peralatan yang terbatas mempunyai
(Green,1990).
nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Perawat sangat
(IN) berjalan sesuai kesepakatan. Namun, tampaknya belum semua karu memahami
upaya tersebut secara tepat. Ini tercermin dari belum optimalnya upaya karu dalam
peran dan fungsi karu sebagai bagian dari tim PPIRS. Hal inilah yang mendorong
perlu adanya telaah lebih lanjut terhadap upaya karu dalam pengendalian IN,
dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti menampak, dan terbentuk dari
akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu
terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti
cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang
menampakkan.
fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam
kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih
dahulu melihat “penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang
kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran.
digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep
utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang
yang essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti.
1962. Jenis penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman yang dialami
oleh manusia berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan, diingat,
memperoleh data yang murni. Intuting merupakan langkah kedua dimana peneliti
tetap terbuka terhadap makna yang dikaitkan dengan fenomena yang dialami oleh
peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti.
adalah Collaizi (1978a), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga
interpretif.
Van Manen (2006) dalam Polit dan Beck (2008) menekankan bahwa
Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami
dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti yang dituangkan dalam
bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat
Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya
diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh
dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang
penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa bagaimana tingkat keabsahan data
dua aspek: pertama, melakukan penelitian dengan cara yang dapat meningkatkan
atau diterapkan pada kelompok atau populasi yang lain. Hal ini bergantung pada
Peneliti akan menguraikan secara rinci tentang data terkait dengan latar belakang
didapat. Semua data tersebut dibuat dalam satu deskripsi tebal (thick description)
waktu dan kondisi. Artinya bahwa jika pekerjaan itu diulang dalam konteks yang
sama, dengan metode yang sama dan dengan peserta yang sama maka hasil yang
sama akan diperoleh. Peneliti melaporkan secara detail setiap proses penelitian
kepada pembimbing untuk menilai apakah proses dan hasil yang diperoleh sudah
sesuai sehingga data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat lebih objektif.
tercapai persetujuan antara dua orang atau lebih tentang relevansi dan arti data.
Kriteria ini berkaitan dengan penetapan bahwa data merupakan informasi yang
disediakan partisipan, dan interpretasi data tersebut tidak diciptakan oleh peneliti.
bukan bias peneliti, motivasi atau perspektif. Confirmability tercapai jika peneliti
dapat meyakinkan orang lain bahwa data yang dikumpulkan adalah data yang
Authenticity mengacu pada sejauh mana peneliti dengan adil dan dengan
tepat menunjukkan kenyataan yang terjadi. Keaslian muncul dalam laporan ketika
hidup. Sebuah teks memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan
kehidupan yang digambarkan “in the round” dengan berbagai suasana hati,
DOKUMENTASI
3
3