Anda di halaman 1dari 8

Nama : Feby Silvia Sitio

NIM : 1608511055

SOAL TAKE HOME

UTS TOKSIKOLOGI KIMIA

5. Jelaskan fase kerja tokson sampai menimbulkan efek keracunan, dengan menjelaskan
secara detail dan menyerttakan tiga contoh tokson!

Jawab:

1. Senyawa tokson: Merkuri


Fase Eksposisi:
Methyl mercury terakumulasi pada rantai makanan, sebagai contoh adalah
merkuri bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan mengkonsumsi ikan yang
hidup pada perairan yang tercemar merkuri. Merkuri juga dapat dilepaskan ke
atmosfer melalui berbagai kegiatan manusia, utamanya berasal dari pembakaran
sampah rumah tangga dan limbah industri, dan khususnya pembakaran bahan
bakar fosil seperti batubara. Asap yang mengandung merkuri dapat dengan mudah
ditransportasikan melalui udara dan mengendap di daratan serta air. Asap merkuri
dihisap melalui pernapasan. Merkuri juga dapat diserap oleh kulit, biasanya
merkuri didapat dari kosmetik yang dipakai. Pada contoh saya, saya akan
membahas secara detail apabila merkuri masuk ke tubuh melalui konsumsi ikan
yang hidup di perairan yang tercemar merkuri. Methyl mercury yang tercemar di
perairan, akan dimakan secara tidak langsung oleh ikan, sementara ikan tersebut
akan dikonsumsi langsung oleh manusia melalui saluran cerna.
Fase Toksokinetika:
 Absorbsi
Dari beberapa data pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa
metilmerkuri segera diserap melalui saluran cerna. Aberg et. al. (1969)
melaporkan bahwa dosis tunggal metilmerkuri nitrat pada manusia 95%
dapat diserap. Absorbsi yang efiesien dari metilmerkuri ini juga ditunjukan
dari penelitian lain yang menggunakan sukarelawan manusia yang
menerima dosis oral metilmerkuri terikat protein. Sampai 80% uap
senyawa metilmerkuri seperti uap metilmerkuri klorida dapat diserap
melalui pernafasan. Penyerapan metilmerkuri dapat juga melalui kulit
namun data kuantitatifnya tidak tersedia. Garam merkuri klorida
absorbsinya buruk pada saluran cerna, efek serius dari merkuri klorida
adalah gastroenteritis. Logam merkuri bila tertelan tidak diserap oleh
saluran cerna, namun uapnya lebih berbahaya karena menyebabkan
kerusakan paru-paru dan otak.
 Distribusi
Dari segi toksisitas, konsentrasi dalam darahmerupakan indikator yang
sesuai dari dosis yang diserap dan jumlah yang ada secara sistemik.
Metilmerkuri terikat pada hemoglobin, dan daya ikatnya yang tinggi pada
hemoglobin janin berakibat pada tingginya kadar merkuri pada darah uri
dibandingkan dengan darah ibunya. Dari analisis, konsentrasi total merkuri
termasuk bentuk merkuri anorganik, merkuri pada darah tali uri hampir
seluruhnya dalam bentuk termetilasi yang mudah masuk ke plasenta.
Metilmerkuri sangat mudah melintas batas sawar darah-otak maupun
plasenta. Hal ini lebih disebabkan oleh sifat lifopilisitas yang tinggi dari
metilmerkuri. Metilmerkuri sendiri mudah berdifusi melalui membran sel
tanpa perlu sistem transport tertentu. Kerena reaktifitasnya yang tinggi
terhadap gugus sulfhidril yang terdapat pada berbagai protein, maka
jumlah metilmerkuri bebas dalam cairan biologis menjadi sangat kecil.
Suatu transpor aktif pada sawar darah otak diperkirakan membawa
metilmerkuri masuk ke dalam otak. Dalam darah, logam yang sangat
neurotoksik ini terikat secara eksklusif pada protein dan sulfhidril berbobot
molekul rendah seperti sistein. Kompleks MeHg-sisteinyang terbentuk
beraksi sebagai analog asam amino, mempunyai struktur mirip metionin,
sehingga dapat diangkut oleh pembawa Sistem-L untuk asam amino bebas
untuk melintas melalui sawar darah otak. Asam amino yang penting pada
rambut adalah sistein. Metilmerkuri yang bereaksi dan terikat dengan
gugus sulfhidril pada sistein kemudian terserap dalam rambut, ketika
pembentukan rambut pada folikel. Tetapi, membutuhkan waktu paling
tidak sebulan untuk dapat terdeteksi dalam sampel potongan rambut pada
pengguntingan mendekati kulit kepala. Tergantung dari panjang rambut
pada sampel, konsentrasi merkuri dapat merefleksikan pemaparan merkuri
dimasa lalu. Namun, karena waktu paruh merkuri dalam tubuh kira-kira
1,5 –2 bulan, sampel rambut dekat kulit kepala merefleksikan pemaparan
merkuri yang baru terjadi yang juga terkait pada konsentrasi dalam darah
pada saat ini. Kadar merkuri dalam darah dan rambut merupakan
biomarker pencemaran merkuri. Hubungan kedua biomarker tersebut
sangat individual pada setiap orang maupun kelompok umur. Menurut US
EPA (2001), dalam kondisi tetap terpapar oleh merkuri, kadar dalam
rambut (μg/g) rata-rata 250 kali kadar dalam darah (μg/mL).
 Metabolisme:
Metilmerkuri dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh hati
dan ginjal. Metilmerkuri dimetabolisme sebagai bentuk Hg++.
Metilmerkuri yang ada dalam saluran cerna akan dikonversi menjadi
merkuri anorganik oleh flora usus.
 Eksresi:
Metilmerkuri dikeluarkan dari tubuh terutama melalui tinja sebagai
merkuri anorganik. Proses ini sebagai hasil dari ekskresi empedu dari
senyawa dan konversi menjadi bentuk anorganik oleh flora usus.
Kebanyakan metilmerkuri yang diekskresi empedu diserap kembali
melalui sirkulasi enterohepatik dalam bentuk organiknya. Kurang dari 1%
metilmerkuri dapat dikeluarkan dari tubuh setiap harinya, hal ini karena
waktu paruh biologisnya yang kira-kira 70 hari. Metilmerkuri juga
dikeluarkan melalui ASI dengan kadar kira-kira 5% dari kadar dalam
darah. Pengeluaran merkuri anorganik melalui ekshalasi, ludah, dan
keringat yang berasal dari metabolisme merkuri organik.
Fase Toksodinamika:
Metilmerkuri menyerang susunan saraf pusat dengan target organ utama adalah otak.
Data yang ada menunjukkan bahwa otak janin yang sedang berkembang mempunyai
sensitivitas yang lebih tinggi dibanding orang dewasa. Selain itu juga menimbulkan
gangguan pada hilangnya keseimbangan (ataxia) dan gangguan bicara (dysarthria).
Gangguan penglihatan terjadi pada penyempitan bidang padang, kesulitan penglihatan
pada daerah tepi akibat dari kerusakan di daearah occipital lobe.Gangguan sensasi
atau stereo anesthesiaterjadi karena kerusakan pada postcentral gyrus. Kelemahan
otot, kram atau gangguan pergerakan merupakan tanda dari kerusakan pada precentral
gyrus. Kesulitan pendengaran disebabkan adanya gangguan pada daerah temporal
transverse gyrus. Keluhan pada kesulitan dan gangguan indera perasa baik rasa nyeri,
sentuhan ataupun suhu akibat adanya gangguan pada saraf sensorik.

2. Senyawa tokson: Sianida


Fase Eksposisi:
Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk gas,
padat ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular,
beberapa ionik, dan ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada
ketela pohon dan kacang koro. Sianida juga sering dijumpai pada daun salam,
cherry, ubi, dan keluarga kacang–kacangan lainnya seperti kacang almond. Selain
dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan
pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa pembakaran
produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik yang akan
melepaskan sianida. Pada pembahasan ini, saya akan membahas lebih detail
mengenai senyawa sianida dalam fase gas. Sianida dalam fase gas akan masuk
melalui inhalasi (saluran pernafasan) manusia.
Fase Toksokinetika:
 Absorbsi:
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan
dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida
terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat fatal dalam
waktu yang singkat Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan
sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir
darah yang tidak teratur.
 Distribusi, Metabolisme dan Eksresi:
Hidrogen sianida memiliki pKa 9,22 dengan demikian, pada pH fisiologis
(sekitar pH 7), asam hidrosianat didistribusikan dalam tubuh sebagai
hidrogen sianida dan tidak hadir sebagai ion sianida bebas. Oleh karena
itu, bentuk sianida karena paparan, garam atau asam bebas, tidak
mempengaruhi distribusi, metabolisme, atau ekskresi dari tubuh. Lewat
inhalasi hidrogen sianida langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Distribusi sianida ke berbagai jaringan cepat dan cukup seragam. Tingkat
agak lebih tinggi umumnya ditemukan di hati, paru-paru, darah, dan otak.
Tingkat jaringan hidrogen sianida adalah 0,75, 0,42, 0,41, 0,33, dan 0,32
mg/100 g jaringan di paru-paru, jantung, darah, ginjal, dan otak, masing-
masing, pada seorang pria yang meninggal setelah paparan inhalasi gas
hidrogen sianidaTerpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah
(150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan
dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Sianida bereaksi
melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga
mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat
disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh
intermediary compound methemoglobin.Apabila methemoglobin tidak
dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak
berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi
fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen
biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan
terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida
bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin.

Fase Toksodinamika:

Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada


tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem
otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul
rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi
mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar
dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan
merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan
kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka
waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena
hipoksia dan berakhir dengan kematian. Dalam konsentrasi rendah, efek dari
sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa
diselamatkan dengan pemberian anyidotum. Tanda awal dari keracunan
sianida adalah : 1. Hiperpnea sementara, 2. Nyeri kepala, 3. Dispnea, 4.
Kecemasan, 5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, 6. Berkeringat
banyak, warna kulit kemerehan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat
muncul. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada
pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak
spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.

3. Senyawa tokson : Karbon monoksida

Fase Eksposisi:

Karbon monoksida akan terhirup oleh manusia, dan akan masuk ke dalam tubuh
nya melalui jalur inhalasi (pernapasan). Hal ini bisa saja berasal dari asap
kendaraan, Karbon monoksida dari asap rokok, baik sebagai perokok atau dari
perokok pasif, terkena paparan karbon monoksida dengan menggunakan peralatan
gas atau kompor kayu terbakar dan perapian, mesin kecil bertenaga bensin dan
alat kerja (misalnya, kompresor bertenaga gas atau mesin cuci tekanan) dapat
menghasilkan karbon monoksida dalam waktu singkat.

Fase Toksodinamika:

 Adsorbsi:
Ketika gas CO secara inhalasi masuk ke paru-paru, kemudian mengalir ke
alveoli masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat
hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat
hemoglobin, untuk membentuk karboksi hemoglobin (COHb). Afinitas
pengikatan karbon monoksida untuk hemoglobin adalah 200-250 kali lebih
besar dari oksigen untuk hemoglobin. Pembentukan COHb mengurangi
kapasitas O2 membawa darah dan mengganggu pelepasan O2 dari Hb
untuk pemanfaatannya dalam jaringan. Melalui mekanisme yang sama,
karbon monoksida menyebabkan O2 dalam sel otot menurun dengan
mengikat, dan menggusur O2 dari mioglobin. Meskipun semua jaringan
rentan terhadap karbon monoksida akibat cedera hipoksia, organ-organ
yang memiliki kebutuhan tertinggi pada O2 sangat rentan, termasuk otak
dan jantung. Toksikokinetik Inhalasi karbon monoksida cepat dan
ekstensif diserap ke dalam darah lalu didistribusikan ke seluruh tubuh .
 Distribusi:
Distribusi karbon monoksida dalam tubuh sebagian besar menunjukkan
ikatan antara karbon monoksida dan protein heme (misalnya : Hb,
mioglobin). Pengukuran total konsentrasi karbon monoksida dalam
jaringan yang diperoleh dari otopsi manusia menunjukkan konsentrasi
tertinggi dalam darah, limpa, paru-paru, ginjal, dan otot rangka, dengan
tingkat tinggi terdeteksi juga di otak dan jaringan adiposa. Namun, seperti
disebutkan sebelumnya , karena permintaan O2 di otak lebih tinggi
daripada jaringan lain, otak adalah organ yang paling sensitif terhadap efek
karbon monoksida. Konsentrasi yang lebih tinggi dari karbon monoksida
dalam darah, jantung, otot rangka, dan limpa menunjukkan kelimpahan
karbon monoksida utama yang mengikat protein dalam jaringan. Dalam
darah, karbon monoksida cepat terdistribusi ke eritrosit, kemudian akan
membentuk kompleks dengan Hb (COHb). Bila terhirup, karbon
monoksida akan berikatan dengan Haemoglobin (Hb) dalam darah
membentuk Karboksihaemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa.
Hal ini disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat
dari oksigen. Gas ini juga dapat mengganggu aktifitas seluler lainnya yaitu
dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar
oksigen seperti otak dan jantung. Efek paling serius adalah terjadi
keracunan secara langsung terhadap sel-sel otot jantung, juga
menyebabkan gangguan pada sistem saraf. Karbon monoksida yang terikat
dalam otot membentuk kompleks dengan mioglobin (COMb). Karbon
monoksida dalam sistem maternal terdistribusi ke jaringan janin dimana
CO akan mengikat Hb janin dan protein heme lainnya . Konsentrasi COHb
darah janin steady-state sekitar 10-15 % lebih tinggi dari darah ibu (rasio
maternal janin / = 1,1-1,15) dan kinetika eliminasi COHb pada janin lebih
lambat dari darah ibu. Karbon monoksida yang terserap dieliminasi dari
tubuh lewat pernafasan dan metabolisme oksidatif.
 Metabolisme:
Metabolisme oksidatif karbon monoksida telah diperkirakan menjadi
fraksi yang relatif kecil ( < 10 % ) dari eliminasi endogen karbon
monoksida. Dalam kondisi tertentu, rute dominan dalam eliminasi karbon
monoksida adalah pernafasan. Penurunan % COHb setelah penghentian
suatu paparan karbon monoksida setidaknya melewati dua fase kinetik.
Fase cepat dianggap menunjukkan kombinasi antara ekshalasi karbon
monoksida dan distribusi karbon monoksida darah ke jaringan yang lambat
setelah penghentian paparan.
 Eliminasi:
Eliminasi karbon monoksida paruh waktu pertama meningkat dengan usia,
dengan peningkatan paling menonjol terjadi dari usia 2 sampai 20 tahun
dan sekitar 6 % lebih lama pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Olahraga menurunkan eliminasi karbon monoksida babak pertama,
meskipun latihan dan peningkatan respirasi akan menyebabkan
peningkatan paparan CO, itu jika CO masih terdapat di lingkungan.

Fase Toksodinamika:

Tingkat keparahan keracunan karbon monoksida biasanya dikategorikan sebagai


ringan, sedang, atau berat Tanda dan gejala dari keracunan karbon monoksida ringan
seperti sakit kepala, mual, muntah, pusing, penglihatan kabur, dan kadang-kadang
bibir dan kulit merah seperti buah cherry; sakit kepala dan pusing adalah gejala yang
paling sering dilaporkan . Karena gejala-gejala ini menyerupai penyakit virus seperti
flu , keracunan karbon monoksida ringan sering salah diagnosa. Gejala yang
berhubungan dengan keracunan karbon monoksida moderat termasuk kebingungan,
syncop (pingsan), nyeri dada, dispnea (sesak napas), kelemahan, takikardia, takipnea
(pernapasan abnormal cepat dan dangkal), dan rhabdomyolysis . Efek keracunan
parah termasuk aritmia jantung, iskemia miokard, serangan jantung, hipotensi,
pertahanan saluran pernapasan, edema paru noncardiogenic, kejang, dan koma yang
mengancam jiwa. Selain efek langsung, gejala yang tertunda gangguan neuropsikiatri
biasanya terjadi dari beberapa hari sampai 3-4 minggu paparan , dengan gejala euforia
yang tidak pantas, konsentrasi berkurang, gangguan mengingat, perubahan kognitif
dan kepribadian, psikosis, dan Parkinsonisme. Gejala keracunan karbon monoksida
akut pada anak-anak adalah sama seperti pada orang dewasa. Keracunan karbon
monoksida akut selama masa kehamilan sering dikaitkan dengan aborsi spontan dan
kematian janin; gangguan yang terjadi pada masa kehamilan tergantung pada tingkat
keparahan paparan karbon monoksida pada ibu dan usia janin
4. Senyawa Tokson: Arsenik

Fase eksposisi :
Masuknya arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan atau
minuman.

Fase toksokinetika :
 Adsorpsi :
Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus
kemudian masuk ke peredaran darah.

 Distribusi :
Arsen yang masuk ke dalam peredaran darah dapat ditimbun dalam organ
seperti hati, ginjal, otot, tulang, kulit dan rambut. Arsenik trioksida
(As2O3) yang dapat disimpan di kuku dan rambut dapat mempengaruhi
enzim yang berperan dalam rantai respirasi, metabolisme glutation ataupun
enzim yang berperan dalam proses perbaikan DNA yang rusak.

 Metabolisme :
Arsen adalah racun yang bekerja dalam sel secara umum. Hal tersebut
terjadi apabila arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH), terutama yang
berada dalam enzim. Salah satu system enzim tersebut ialah kompleks
piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi
piruvat menjadi Co-A dan CO2 sebelum masuk dalam siklus TOA
(tricarbocyclic acid), dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim
dan kofaktor. Reaksi tersebut melibatkan transasetilasi yang mengikat
koenzim A(CoA-SH) untuk membentuk asetil CoA dan dihidrolipoil-
enzim, yang mengandung dua gugus sulfhidril. Kelompok sulfhidril sangat
berperan mengikat arsen trivial yang membentuk kelat.kelat dari
dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari kelompok akibatnya
bila arsen terikat dengan system enzim, akan terjadi akumulasi asam
piruvat dalam darah. Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi
pada fase kedua dari glikolisis dengan jalan berkompetisi dengan fosfat
dalama reaksi gliseraldehid dehidrogenase.Dengan adanya pengikatan
arsenat reaksi gliseraldehid-3-fosfat, akibatnya tidak terjadi proses
enzimatik hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan tidak memproduksi ATP.
Selama Arsen bergabung dengan gugus –SH, maupun gugus –SH yang
terdapat dalam enzim,maka akan banyak ikatan As dalam hati yang terikat
sebagai enzim metabolik. Karena adanya protein yang juga mengandung
gugus –SH terikat dengan As, maka hal inilah yang menyebabkan As juga
ditemukan dalam rambut, kuku dan tulang.Karena eratnya As bergabung
dengan gugus –SH, maka arsen masih dapat terdeteksi dalam rambut dan
tulang beberapa tahun kemudian.

 Eliminasi :
Didalam tubuh arsenik bervalensi lima (As5+) dapat berubah menjadi
arsenik bervalensi tiga. Hasil metabolisme dari arsenik bervalensi tiga
(As3+) adalah asam dimetil arsenik dan asam mono metil arsenik yang
keduanya dapat diekskresi melalui urine.
Fase toksodinamika :
Akibat merugikan dari arsen bagi kesehatan manusia adalah apabila terkandung >100
ppb dalam air minum; dengan gejala keracunan kronis berupa iritasi usus, kerusakan
syaraf dan sel, kelainan kulit atau melanoma serta kanker usus.

Anda mungkin juga menyukai