Anda di halaman 1dari 6

( Y a y a s a n b in a a w a m ) 307 – PENGANTAR ETIKA

Dalam mempelajari Pengajaran mengenai Etika (pedoman tingkah laku), umat Kristen
disamping mempelajari Alkitab sebagai sumber Etika yang Utama, dianjurkan pula untuk
membaca buku-buku populer mengenai pokok-pokok Etika yang dapat diperoleh dalam
bahasa Indonesia yang banyak beredar dalam waktu cukup lama, yaitu:
1. Etika Kristen, bagian umum;
2. Etika Kristen, bagian khusus:
2.1. Etika Sosial Ekonomi;
2.2. Etika Seksual,
2.3. Ras, Bangsa, Gereja, Negara, Etika Politika,
2.4. Etika dan Kebudayaan,
2.5. Kapita Selekta.
1 dan 2 ditulis oleh Dr. Yan Verkuyl, dimana cetakan yang lama bersifat
konservatif, namun cetakan baru ada beberapa hal yang lebih longgar
pandangannya. Pembaca sebaiknya membaca cetakan lama dan membanding-
kannya dengan cetakan baru, dan mengujinya dalam terang Firman Tuhan.
3. Pandangan Agama Kristen tentang New Morality;
4. Itu Kan Boleh;
3 dan 4 ditulis oleh Dr. Dorothy Marx, dosen Etika di ITB, buku ini cukup
konservatif pandangannya.

ARTI KATA ETIKA


Kata Etika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani
yang hampir sama bunyinya, yaitu: Ethos (ta ethika) dan Ethos
(ta eethika). Kata Ethos berarti kebiasaan, adat, sedangkan kata
Eethos atau Eethikos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin,
atau kecenderungan hati dengan mana seseorang melakukan
suatu perbuatan.
Aristoteles seorang
filsuf Yunani menulis
untuk Nichomachus anak-
nya, sebuah buku tentang
kaidah-kaidah perbuatan
manusia, buku mana diberinya judul: „Ethika
Nokomakhea.‟ Istilah Etika ini kemudian menjadi istilah
untuk ilmu pengetahuan yang menyelidiki soal kaidah-
kaidah kelakuan dan perbuatan manusia. Dalam bahasa
latin, istilah ethos dan eethikos itu disebutkan dengan kata
Mos dan Moralitas. Oleh sebab itu, istilah Ethika sering pula disebutkan dengan kata „Moral.‟

307 – Pengantar Etika | 202


Dalam pemakaian di kalangan ilmu pengetahuan, kata
Ethika itu telah menjadi arti yang lebih dalam daripada kata
Moral, karena kata Moral berangsur-angsur menjadi dangkal
artinya. Kadang-kadang Moral dan Mos atau Mores itu hanya
berarti kelakuan lahir seseorang, sedangkan Etika tidak hanya
menyinggung perlakukan lahir saja, tetapi senantiasa
menyinggung juga kaidah dan Motif perbuatan seseorang yang
lebih dalam daripada kata Moral, oleh karena itu kata Etika lebih
umum digunakan daripada kata Moral.
Apa yang dimaksudkan dengan Etika dinyatakan dengan
tepat dalam bahasa Indonesia dengan kata Kesusilaan. Kata „Sila‟
dalam bahasa Sangsekerta bisa berarti macam-macam, Norma
(kaidah), Peraturan Hidup, Perintah; tetapi juga bisa berarti pula Sikap, Keadaban, Siasat
Batin, Peri Kelakuan, Sopan Santun dsb.nya.
Kata „Su‟ berarti baik, bagus, kata ini pertama, menunjukkan Norma dan
menerangkan bahwa Norma itu baik; kedua, menunjukkan sikap terhadap norma itu dan
menunjukkan bahwa „Perikelakuan harus sesuai dengan Norma.‟ Karena itu
Kesusilaan/Susila tepat untuk menyatakan pengertian Etika.
Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa kata Etika sudah mempunyai suatu kedudukan
tertentu dalam lapangan filsafat umum dan lebih-lebih dalam agama, maka istilah Etika
menjadi kata umum dan populer yang masih selalu digunakan dalam buku-buku bacaan.
Catatan: Kadang-kadang istilah Etika dan Moral dicampur penggunaannya, misalnya adanya
kata Moral Etis. Yang penting, kita sudah mengertinya sekarang.

BERBAGAI PANDANGAN ETIKA

Sebelum kita meninjau Etika Kristen yang bersifat Alkitabiah, atau juga
dikenal sebagai Etika Teologis, adalah lebih baik kalau secara umum kita
meninjau lebih dahulu berbagai pandangan etika yang berkembang di dunia ini
(Etika Sekuler). Secara sederhana, dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari Ilmu
Etika adalah usaha manusia untuk mencari apakah sebenarnya „Ukuran Baik
Itu?‟

Hedonisme
Nama ini berasal dari kata Yunani yang ditulis sebagai „Hedone‟ yang berarti
kepuasan, jadi menurut pandangan ini disebutkan bahwa apa yang disebut sebagai „baik‟ itu
adalah segala sesuatu tindakan yang mendatangkan kepuasan/kedikmatan tertinggi bagi
manusia. Kepuasan tertinggi ini disebut kebahagiaan tertinggi (sommum bonum), pandangan
mana didasarkan pada pendapat bahwa pada dasarnya tindakan manusia itu terdorong oleh
kecenderungan untuk mencapai kepuasan diri.
Pencetus paham Hedonisme adalah filsuf Yunani Aristippus (abad-4 SM) yang
mendasarkan hal baik itu atas kenikmatan/kepuasan indrawi pada saat tertentu.

307 – Pengantar Etika | 203


Tokoh aliran ini yang lebih terkenal adalah
Epicurus (306 SM) yang menekankan bahwa hal baik
atau kepuasan/kenikmatan adalah ‘tiadanya rasa
sakit/duka’ dalam diri manusia. Ia menganjurkan agar
manusia hidup semaksimal mungkin dengan menghindari
rasa sakit/duka dan mencapai rasa puas/kenikmatan
setinggi-tingginya bagi tiap-tiap pribadi.
Motto terkenal aliran ini adalah: “Marilah kita
makan dan minum karena besok kita mati.” (band.
1Kor.15:32/Yes.22:13; lihat juga Kis.17:16-34). Pandangan ini pada dasarnya hanya melihat
hidup fana didunia ini saja.

Utilitarianisme
Utilitarianisme sebenarnya juga mengembangkan konsep
Hedonisme, tetapi penekanan kepuasan untuk pribadi lebih diarahkan
kepada yang banyak.
Jeremy Bentham (1748 – 1832) dan John Stuart Mill (1806 –
73) mengembangkan Hedonisme kearah yang bersifat lebih
universal/semesta, yaitu bahwa „Ukuran Baik adalah kebahagiaan
tertinggi yang dinikmati oleh yang terbanyak.‟ Di sini Ukuran Baik
diarahkan kepada kegunaan atau yang baik adalah yang berguna bagi
yang terbanyak.

Pragmatisme
Agak sejalan dengan pandangan Utilitarianisme adalah faham
Pragmatisme yang menekankan bahwa segala ide/gagasan (termasuk ide
mengenai ‘Apakah yang disebut Baik itu?’) adalah keseluruhan dari
kegunaan-kegunaan yang praktis. Yang dirasakan berguna dan praktis
itulah pemecahan yang baik.

Materialisme
Faham-faham yang menekankan Materialisme
(kebendaan) ini sebenarnya dipelopori oleh filsuf-
filsuf Yunani Purba seperti Leucippus, Democritus,
dan Epicurus.
Faham ini menganggap bahwa realita/
kenyataan satu-satunya yang ada di alam ini adalah
Materi/Benda atau Atom (benda terkecil), jadi segala
gejala pemikiran, perasaan atau kejiwaan manusia
adalah hasil interaksi atom-atom itu, jadi semua gejala
tingkah laku adalah hasil kerja materi. Dengan
demikian, yang baik itu adalah segala sesuatu yang
sesuai kodrat materi itu (ingat: Sigmund Freud
mengatakan bahwa dasar pendorong tingkah laku
manusia adalah Sex/Libido, ini adalah faham materialisme biologis, band. Rm.6 – 8.)

307 – Pengantar Etika | 204


Vitalisme
Disini yang dianggap baik itu adalah segala sesuatu yang mencerminkan ‘kekuatan
hidup dalam diri manusia’ (vita [bhs. Perancis] = hidup/semangat hidup).
Pandangan demikian banyak dianut oleh para
diktator/penguasa seperti yang dianut Nazi Jerman pada
perang dunia-II dimana kekuasaan bangsa Aria dianggap
sebagai yang terbaik, halmana mengingatkan kita pada hukum
rimba! (ingat ucapan „Homo Homini Lupus‟ manusia serigala
bagi sesamanya, band. Yak.4:1-10).
Mirip dengan pandangan Vitalisme ini adalah yang
disebut sebagai Machelivalian, mengikuti nama tokohnya
Niccolo Machiavelli (1469 – 1527). Ia seorang politikus dan
ahli sejarah Itali yang cnderung berfikir realistis dan praktis. Ia
mengatakan bahwa politik tidak bersangkut paut apa-apa
dengan moral, etika, maupun agama. Baginya pemerintah
adalah alat kekuasaan penguasa daripada sebuah organisasi
yang bertujuan mensejahterakan masyarakat.
Penguasa harus mendapat dukungan dari yang kuat dengan cara apapun, ini
mengingatkan kita akan motto: „Tujuan Menghalalkan Cara.”

Sosialisme
Faham ini beranggapan bahwa karena manusia
adalah anggota masyarakat, maka masyarakatlah
yang menentukan nilai baik buruk tindakan manusia
yang menjadi anggotanya, jadi yang dianggap baik
adalah yang dianggap baik oleh masyarakat tersebut.
Inilah yang disebut oleh Immanuel Kant
sebagai alasan Moral yang Universal, yaitu bahwa di
alam ini ada faham moral yang bernafas sama. (band.
Mrk.7:1-23).

Humanisme
Dalam Humanisme ditekankan bahwa apa
yang terbaik adalah hal-hal yang sesuai dengan
hakekat kemanusiannya, atau yang terbaik adalah
yang sesuai dengan kodrat manusia umum.
Di sini disebutkan dn daianggap bahwa
manusia itu mempunyai kemanusiaan yang
mempunyai kodrat tertentu dalam dirinya sendiri,
campur tangan luar ditolak seperti misalnya
agama/ketuhanan, dan apa-apa yang diusahakan
untuk menimbulkan rasa puas demi kodrat manusia
itulah yang terbaik.
Manusia kodratnya lapar – diberi makan – kenyang, maka ini baik; manusia berfikir –
timbul ide – kalau ide ini terpuaskan maka baiklah. (band. Mrk.7:14-23)

307 – Pengantar Etika | 205


Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham yang menekankan rasio sebagai
realita utama. Yang baik adalah yang difikirkan baik, karena
rasio/pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk berfikir
yang benar, termasuk yang benar yaitu yang disebut baik (lihat
pandangan Socrates).
Hal-hal diluar hakekat rasio (supranatural/suprarasional)
seperti hakekat wahyu/ilham ditolak, jadi Rasio atau Pikiran
itulah yang menjadi pengukur apa yang disebut baik dan apa
yang disebut tidak baik dan buruk.
Kalau difikirkan secara rasional baik maka baiklah (band.
Rm.1:18-32/1Kor.1:18-2:16).

PERTIMBANGAN
Pada umumnya orang akan
mencampur-adukkan berbagai-bagai
faham di atas, dan memakainya sebagai
dasar pandangan Etikanya. Pandangan-
pandangan tersebut pada umumnya
menekankan salah satu aspek kehidupan
manusia, seperti segi biologis, rasio,
motif, penekanan individu atau sosial,
tetapi secara umum mengabaikan hakekat „Roh,‟ sehingga menolak realita manusia sebagai
realita yang seutuhnya badani & rohani. Manusia hanya dipandang sebagai mahluk fisik-
biologis dan bukan rohani juga.
Utilitarianisme dan Sosialisme yang menekankan ukuran
menurut masyarakat terbanyak (mayoritas) sangat bersifat
relatif/nisbi, ini berarti apa yang dilihat baik oleh golongan
terbanyak (80% misal-nya) dapat
dibenarkan, sekalipun ini berarti
memperbudak atau menyakiti
sisanya (yang 20%) itu. Sebagai
contoh, kita bisa melihat
pembantaian etnis Yahudi di
Jerman di masa Hitler (holocaust),
kasus Serbia dan Somalia, dimana
kebaikan untuk suku/bangsa
tertentu mengorbankan suku/
bangsa lainnya.
Pada umumnya pandangan-
pandangan yang berasal dari filsafat manusia menolak adanya
hakekat Tuhan dan Roh, dan termasuk didalamnya menolak
hakekat dosa dalam diri manusia, kejatuhan manusia yang justru
berperan dalam membentuk tingkah laku manusia (Rm.1:18-
32).

307 – Pengantar Etika | 206


Bahan Diskusi

1. Apakah yang sebenarnya dimaksudkan dengan Etika?

2. Apakah perbedaan antara Etika dan Moralitas? dan bandingkanlah dengan


terjemahan Kesusilaan dalam bahasa Indonesia;

3. Coba jelaskan pengertian dari faham Hedonisme;

4. Coba jelaskan pengertian dari faham Utilitarianisme;

5. Coba jelaskan pengertian dari faham Pragmatisme;

6. Coba jelaskan pengertian dari faham Materialisme;

7. Coba jelaskan pengertian dari faham Vitalisme;

8. Coba jelaskan pengertian dari faham Sosialisme;

9. Coba jelaskan pengertian dari faham Humanisme;

10. Coba jelaskan pengertian dari faham Rasionalisme;

11. Apakah kesimpulan yang bisa diperoleh dari membandingkan berbagai-bagai


pandangan Etika di atas?

307 – Pengantar Etika | 207

Anda mungkin juga menyukai