Dalam mempelajari Pengajaran mengenai Etika (pedoman tingkah laku), umat Kristen
disamping mempelajari Alkitab sebagai sumber Etika yang Utama, dianjurkan pula untuk
membaca buku-buku populer mengenai pokok-pokok Etika yang dapat diperoleh dalam
bahasa Indonesia yang banyak beredar dalam waktu cukup lama, yaitu:
1. Etika Kristen, bagian umum;
2. Etika Kristen, bagian khusus:
2.1. Etika Sosial Ekonomi;
2.2. Etika Seksual,
2.3. Ras, Bangsa, Gereja, Negara, Etika Politika,
2.4. Etika dan Kebudayaan,
2.5. Kapita Selekta.
1 dan 2 ditulis oleh Dr. Yan Verkuyl, dimana cetakan yang lama bersifat
konservatif, namun cetakan baru ada beberapa hal yang lebih longgar
pandangannya. Pembaca sebaiknya membaca cetakan lama dan membanding-
kannya dengan cetakan baru, dan mengujinya dalam terang Firman Tuhan.
3. Pandangan Agama Kristen tentang New Morality;
4. Itu Kan Boleh;
3 dan 4 ditulis oleh Dr. Dorothy Marx, dosen Etika di ITB, buku ini cukup
konservatif pandangannya.
Sebelum kita meninjau Etika Kristen yang bersifat Alkitabiah, atau juga
dikenal sebagai Etika Teologis, adalah lebih baik kalau secara umum kita
meninjau lebih dahulu berbagai pandangan etika yang berkembang di dunia ini
(Etika Sekuler). Secara sederhana, dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari Ilmu
Etika adalah usaha manusia untuk mencari apakah sebenarnya „Ukuran Baik
Itu?‟
Hedonisme
Nama ini berasal dari kata Yunani yang ditulis sebagai „Hedone‟ yang berarti
kepuasan, jadi menurut pandangan ini disebutkan bahwa apa yang disebut sebagai „baik‟ itu
adalah segala sesuatu tindakan yang mendatangkan kepuasan/kedikmatan tertinggi bagi
manusia. Kepuasan tertinggi ini disebut kebahagiaan tertinggi (sommum bonum), pandangan
mana didasarkan pada pendapat bahwa pada dasarnya tindakan manusia itu terdorong oleh
kecenderungan untuk mencapai kepuasan diri.
Pencetus paham Hedonisme adalah filsuf Yunani Aristippus (abad-4 SM) yang
mendasarkan hal baik itu atas kenikmatan/kepuasan indrawi pada saat tertentu.
Utilitarianisme
Utilitarianisme sebenarnya juga mengembangkan konsep
Hedonisme, tetapi penekanan kepuasan untuk pribadi lebih diarahkan
kepada yang banyak.
Jeremy Bentham (1748 – 1832) dan John Stuart Mill (1806 –
73) mengembangkan Hedonisme kearah yang bersifat lebih
universal/semesta, yaitu bahwa „Ukuran Baik adalah kebahagiaan
tertinggi yang dinikmati oleh yang terbanyak.‟ Di sini Ukuran Baik
diarahkan kepada kegunaan atau yang baik adalah yang berguna bagi
yang terbanyak.
Pragmatisme
Agak sejalan dengan pandangan Utilitarianisme adalah faham
Pragmatisme yang menekankan bahwa segala ide/gagasan (termasuk ide
mengenai ‘Apakah yang disebut Baik itu?’) adalah keseluruhan dari
kegunaan-kegunaan yang praktis. Yang dirasakan berguna dan praktis
itulah pemecahan yang baik.
Materialisme
Faham-faham yang menekankan Materialisme
(kebendaan) ini sebenarnya dipelopori oleh filsuf-
filsuf Yunani Purba seperti Leucippus, Democritus,
dan Epicurus.
Faham ini menganggap bahwa realita/
kenyataan satu-satunya yang ada di alam ini adalah
Materi/Benda atau Atom (benda terkecil), jadi segala
gejala pemikiran, perasaan atau kejiwaan manusia
adalah hasil interaksi atom-atom itu, jadi semua gejala
tingkah laku adalah hasil kerja materi. Dengan
demikian, yang baik itu adalah segala sesuatu yang
sesuai kodrat materi itu (ingat: Sigmund Freud
mengatakan bahwa dasar pendorong tingkah laku
manusia adalah Sex/Libido, ini adalah faham materialisme biologis, band. Rm.6 – 8.)
Sosialisme
Faham ini beranggapan bahwa karena manusia
adalah anggota masyarakat, maka masyarakatlah
yang menentukan nilai baik buruk tindakan manusia
yang menjadi anggotanya, jadi yang dianggap baik
adalah yang dianggap baik oleh masyarakat tersebut.
Inilah yang disebut oleh Immanuel Kant
sebagai alasan Moral yang Universal, yaitu bahwa di
alam ini ada faham moral yang bernafas sama. (band.
Mrk.7:1-23).
Humanisme
Dalam Humanisme ditekankan bahwa apa
yang terbaik adalah hal-hal yang sesuai dengan
hakekat kemanusiannya, atau yang terbaik adalah
yang sesuai dengan kodrat manusia umum.
Di sini disebutkan dn daianggap bahwa
manusia itu mempunyai kemanusiaan yang
mempunyai kodrat tertentu dalam dirinya sendiri,
campur tangan luar ditolak seperti misalnya
agama/ketuhanan, dan apa-apa yang diusahakan
untuk menimbulkan rasa puas demi kodrat manusia
itulah yang terbaik.
Manusia kodratnya lapar – diberi makan – kenyang, maka ini baik; manusia berfikir –
timbul ide – kalau ide ini terpuaskan maka baiklah. (band. Mrk.7:14-23)
PERTIMBANGAN
Pada umumnya orang akan
mencampur-adukkan berbagai-bagai
faham di atas, dan memakainya sebagai
dasar pandangan Etikanya. Pandangan-
pandangan tersebut pada umumnya
menekankan salah satu aspek kehidupan
manusia, seperti segi biologis, rasio,
motif, penekanan individu atau sosial,
tetapi secara umum mengabaikan hakekat „Roh,‟ sehingga menolak realita manusia sebagai
realita yang seutuhnya badani & rohani. Manusia hanya dipandang sebagai mahluk fisik-
biologis dan bukan rohani juga.
Utilitarianisme dan Sosialisme yang menekankan ukuran
menurut masyarakat terbanyak (mayoritas) sangat bersifat
relatif/nisbi, ini berarti apa yang dilihat baik oleh golongan
terbanyak (80% misal-nya) dapat
dibenarkan, sekalipun ini berarti
memperbudak atau menyakiti
sisanya (yang 20%) itu. Sebagai
contoh, kita bisa melihat
pembantaian etnis Yahudi di
Jerman di masa Hitler (holocaust),
kasus Serbia dan Somalia, dimana
kebaikan untuk suku/bangsa
tertentu mengorbankan suku/
bangsa lainnya.
Pada umumnya pandangan-
pandangan yang berasal dari filsafat manusia menolak adanya
hakekat Tuhan dan Roh, dan termasuk didalamnya menolak
hakekat dosa dalam diri manusia, kejatuhan manusia yang justru
berperan dalam membentuk tingkah laku manusia (Rm.1:18-
32).