Fungsi Geostrategi
Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol Budi
Waseso mengatakan, Bareskrim telah mengirimkan tim untuk mengusut tuntas kasus
perbudakan manusia itu.
"Sudah ada tim kita di sana. Tujuh orang yang sudah di sana. Malam ini berangkat
lagi ke sana lima orang lagi," ujar Budi Waseso usai rapat Panja bersama komisi III
DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/4/2015) malam.
Jenderal bintang tiga yang akrab disapa Buwas ini mengatakan telah menemukan titik
terang yang menjadi pokok permasalahan perbudakan yang terjadi di Benjina.
"Ya terus (didalami). Sudah ada (titik terang). Insya Allah, sudah ada tiga bahan
pokok yang dilakukan pendalaman," jelas Buwas.
Namun Buwas enggan menyebut apa saja titik terang dari kasus itu. Ia pun belum mau
berkomentar terkait dengan sudah ditemukannya pelaku utama dalam kasus ini. Ia
meminta masyarakat untuk bersabar, karena timnya akan membuktikan pengusutan
yang kini sedang dilakukannya.
"Nanti kita lihat, kita buktikan ya. Ini belum bisa menetukan dari perusahaan atau
jaringan apa saja," pungkasnya.
Seperti diketahui kasus perbudakan ini pertama kali diungkap oleh media asing
Associated Press (AP) dalam investigasi yang berjudul 'Are slaves Catching the Fish
You Buy?' pada 25 Maret 2015. Kejadian tersebut membuat berang Menteri Susi
Pudjiastuti yang langsung melarang aktivitas PT Pusaka Benjina Resource (PBR).
Atas insiden tersebut, Kedutaan Besar Thailand untuk Indonesia dan Kepolisian
Thailand mengirim utusan ke Benjina untuk memeriksa dugaan praktik perbudakan
ABK Myanmar, Kamboja, dan Thailand itu.
"Ya terus (didalami). Sudah ada (titik terang). Insya Allah, sudah ada tiga bahan pokok yang
dilakukan pendalaman," kata Komjen Buwas usai rapat panja di Komisi III, komplek parlemen,
Senayan, Jakarta, Selasa (21/4/2015).
Dia pun menambahkan jika pihaknya menambah tim untuk mendalami kasus di Benjina. Misalnya
pada Selasa malam sudah dikirim tim tambahan untuk membantu pengusutan yang dilakukan tim
sebelumnya.
"Oh, sudah, sudah ada tim kita di sana. Tujuh orang yang sudah di sana. Hari ini malam ini berangkat
lagi ke sana lima orang lagi," ujar perwira tinggi bintang tiga itu.
Lantas, apakah titik terang itu sudah mengerucut terhadap pihak sebagai pelaku? Ia menolak
berkomentar. Namun, hal ini akan dibuktikan dalam pengusutan yang dilakukan pihaknya.
"Nanti kita lihat, kita buktikan ya. Ini belum bisa menetukan dari perusahaan atau jaringan apa saja,"
sebutnya.
Terkait itu, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Pol Budi Waseso menyebut pihaknya
berjanji akan mendalami kasus tersebut.
"Kita dalami, kan sudah dilakukan autopsi. Bagaimana ya kita ikuti terus itu," kata pria yang
akrab disapa Buwas itu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/4/2015) malam.
Namun dia enggan berspekulasi tewasnya Yoseph disebabkan oleh kekerasan. "Hasil
autopsilah yang akan menjadi penentu dugaan tewasnya Yoseph (saksi kasus Benjina)."
Ia menjelaskan, polisi memang boleh menaruh curiga, tapi tidak boleh menuduh. "Nanti hasil
autopsilah yang menentukan ya, jangan spekulasi," tegas dia.
Anak buah Menteri Susi Pudjiastuti itu disebut-sebut menjadi saksi kunci dugaan
terjadinyaillegal fishing dan perbudakan manusia di Laut Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.
Buwas menyatakan, pihaknya kini telah mendapat titik terang terhadap dugaan pelanggaran
hukum tersebut.
"Ya, (kasus Benjina) terus (didalami). Sudah ada (titik terang). Insya Allah, sudah ada 3
bahan pokok yang dilakukan pendalaman," kata dia.
Hanya saja jenderal bintang tiga itu menepis kabar, pihaknya menambah tim untuk
mendalami kasus Benjina.
"Oh, sudah, sudah ada tim kita di sana. 7 Orang yang sudah di sana. Hari ini (Selasa 21
April 2015) malam ini berangkat lagi ke sana 5 orang lagi," ujar Buwas.
Saat ditanyakan apakah titik terang yang dimaksud telah mengerucut terhadap pihak-pihak
yang diduga pelaku, Kabareskrim enggan menanggapinya.
"Nanti kita lihat, kita buktikan ya. Ini belum bisa menentukan dari perusahaan atau jaringan
apa saja," tandas Budi Waseso.
Yoseph Sairlela ditemukan tewas pada Sabtu 18 April 2015 di Hotel Treva Cikini, Jakarta.
Kematian Yoseph diduga berkaitan praktik perbudakan ABK asing di Benjina, Kepulauan
Aru, Maluku. Yosef dianggap mengetahui informasi tentang PT Pusaka Benjina Resource
yang terlibat dalam kasus tersebut. (Ans)
"Presiden membentuk tim khusus menangani Benjina dan semua sepakat, presiden
dan wapres, semua sepakat harus menghentikan praktek illegal fishing apalagi
Benjina ini sekarang ada isu perbudakan," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti di Istana Kepresidenan, Selasa (7/4/2015).
Tim gabungan itu terdiri dari Tentara Nasional Indonesia, Bea Cukai, kepolisian, dan
Badan Keamanan Laut (Bakamla). Dia mengatakan, kasus Benjina ini diharapakan
segera selesai karena Indonesia menjadi sorotan dunia karena isu perbudakan itu.
Apalagi,lanjutnya, Indonesia telah meratifikasi konvensi dari International Labor
Organization (ILO).
Menurut Susi, kejadian Benjina yang menimpa ABK Myanmar ternyata juga terjadi
pada ABK asal Indonesia yang bekerja untuk kapal asing di perairan Angola.
"Jadi apa yang terjadi dengan orang Myanmar, sebetulnya pencurian ikan ini
kejahatan yang tidak bisa dianggap enteng. Kejahatan luar biasa kemanusiaan,"
ucap dia.
Kapal itu dimiliki PT Pusaka Benjina Resources (PBR), yang mengolah ikan-ikan
hasil tangkapannya dan disinyalir dilakukan secara ilegal. Produk ikan olahan itu
kemudian didistribusikan ke supermarket-supermarket di negara maju, seperti
Amerika Serikat.
Atas temuan kasus ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti langsung
memerintahkan menghentikan sementara pengiriman produk perikanan yang
dihasilkan PBR, termasuk larangan ekspor.
Susi menyebutkan, pemerintah harus bertindak cepat dan tegas karena dugaan
perbudakan itu dapat berdampak besar bagi produk-produk perikanan asal
Indonesia. Hal itu karena Uni Eropa dan Amerika Serikat mengancam akan
memboikot produk-produk perikanan Indonesia yang dihasilkan dari kegiatan
perbudakan. Saat ini, AS telah memboikot produk-produk PBR yang dikirim ke
Thailand untuk diekspor ke AS.
Delegasi Myanmar ini terdiri dari dua orang staf Kedutaan Besar Myanmar untuk Indonesia,
Kyaw dan Phone Myint. Mereka juga didampingi perwakilan organisasi internasional buruh
migran. Tim delegasi Myanmar ini mendatangi tempat penampungan nelayan di Pulau Benjina.
Setidaknya ada 175 nelayan asal Myanmar yang terdata. Hasil wawancara diketahui bahwa para
nelayan asal Myanmar ini direkrut perusahaan Thailand untuk dipekerjakan di PT PBR di Pulau
Benjina. Para nelayan mengaku diperlakukan tidak layak sebagai pekerja di pulau itu.
Tim Delegasi Myanmar kemudian mendatangi PT PBR untuk meminta klarifikasi terkait
perbudakan nelayan Myanmar. Manajer PT PBR, Hermanwir Martino pun membantah dugaan
perbudakan terhadap para nelayan itu. Meski demikian, Hermanwir mengaku ada nelayan asal
Myanmar yang dikurung di ruang isolasi. Menurutnya sejumlah nelayan yang dikurung itu terlibat
perkelahian dan mabuk-mabukan dengan nelayan asing lainnya.
"Saat ini, masih ada 958 nelayan asing di sini. 175 berkebangsaan Myanmar, 746 nelayan
Thailand, dan sisanya nelayan asal Kamboja," kata Manajer PT PBR, Hermanwir Martino di
Kabupaten Kepulauan Aru, Jumat siang.
Sebelumnya, 319 nelayan asal Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Laos dievakuasi dari Pulau
Benjina ke Tual, Maluku. Para nelayan itu diduga menjadi korban perbudakan nelayan di Pulau
Benjina. Pemerintah Thailand pun mendatangi Pulau Benjina dan memulangkan para
nelayannya.
Selain nelayan asing, ada puluhan kapal bekas penangkap ikan Thailand yang berlabuh di
Maluku. Kapal-kapal itu diduga menangkap ikan secara ilegal (Illegal Fishing) di Laut Arafura,
Maluku. Sejumlah kapal itu tidak beroperasi lagi setelah terbentur moratorium izin penangkapan
ikan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
TTD
Adagium “It takes two if by the sea” telah terbukti ampuh sehingga perlu
dijadikan dasar kebijakan pertahanan di laut. Tentu, bila upaya penangkalan
dan pertahanan berlapis gagal, diperlukan TNI AD yang kuat sebagai
komponen utama sistem pertahananan pulau besar.
Ubah Paradigma
Dalam konsep SBY itu, Indonesia memandang semua negara sebagai teman.
Persoalannya adalah apakah ini menguntungkan bagi kepentingan nasional
Indonesia atau justru merugikan? Dilihat dari sisi kepentingan keamanan
nasional, konsep ini justru merugikan, karena kita tidak akan dapat secara
realistis mempersepsikan ancaman.
Akibatnya tentu strategi pertahanan kita tanpa arah, yang berujung pada
strategi militer kita (baca: TNI) yang tidak jelas dan tidak akan pernah dapat
digunakan sebagai dasar dalam menentukan postur dan struktur
pembangunan kekuatan, serta tidak dapat digunakan sebagai rules of
engagement bagi komandan di lapangan.
Tugas Pokok AL
Konsep ini sangat kabur, karena tidak mengacu pada kaidah dasar
penyusunan strategi militer. Banyak definisi tentang strategi, tetapi yang
mungkin paling mudah dipahami adalah definisi: means, ways and ends.
Strategi adalah alat dan cara untuk mencapai tujuan. Liddel Hart menyatakan
secara lebih komprehensif bahwa strategi adalah: the art of distributing and
applying military means to fulfill the ends of policy. Dengan demikian, jelas bila
TNI AL ingin menggunakan pendekatan tugas maka seharusnya menetapkan
strateginya dengan terlebih dahulu menyatakan tugas pokok atau tugas dan
tujuan yang ingin dicapai.
Perkuatan alutsista TNI saat ini sudah mendesak melalui penambahan dan
peremajaan. Modernisasi alutsista yang berteknologi mutakhir didukung
kemampuan peperangan elektronika sudah harus mulai menampakkan
bentuk kekuatannya. TNI harus menjadi kekuatan yang diperhitungkan,
terutama di kawasan.
Sangat wajar bila TNI AL memiliki sekitar lebih dari 200 KRI terutama jenis
Corvette atau lebih besar, kapal selam, bahkan kapal induk, yang
diorganisasikan dalam tiga armada kawasan dan dengan pemangkalan di
pulau terdepan selektif untuk mengantisipasi ancaman dan pengendalian
ALKI.
TNI perlu melaksanakan patroli rutin dan patroli keamanan di laut dengan
kapal perang dan pesawat TNI AU serta peningkatan kemampuan radar laut
dan udara secara terintegrasi. Perlu ditingkatkan kehadiran sehari-hari kapal-
kapal perang RI dan pesawat terbang TNI AU di seluruh perairan Indonesia,
terutama di pulau-pulau terdepan serta patroli penegakan keamanan dan
keselamatan di laut dalam rangka mempertahankan segenap tumpah darah
dan setiap jengkal Tanah Air dari gangguan pihak asing.
Tentulah TNI harus tetap melakukan upaya untuk membangun rasa percaya
antara sesama negara tetangga dangan diplomasi militer dan Confidence
Building measure(CBm) dengan melakukan kegiatan yang diperlukan dalam
rangka mengamankan wilayah perbatasan melalui kerja sama bilateral
dengan negara-negara tetangga.
TNI yang kuat bukan saja akan menjadi kekuatan penangkal dan penggentar,
tetapi juga alat diplomasi yang tangguh serta menjadi faktor yang mampu
meningkatkan pengaruh negara Indonesia. Kejayaan TNI diyakini bisa
menjadi faktor penjinak bagi niat jahat negara kawasan terhadap
Indonesia. Sivis pacem, para bellum, kalau ingin damai, siaplah untuk perang!
LPSK Siap Lindungi Saksi Kasus Benjina
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap membantu Polri melindungi saksi kasus
dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan ilegal fishing di Benjina.
“Sesuai UU Perlindungan Saksi dan Korban, sudah menjadi tugas LPSK dalam memberikan
dukungan penegakan hukum melalui upaya perlindungan saksi dan korban," kata Wakil Ketua
LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, Kamis (23/4/2015).
Perlindungan terhadap saksi dan korban kasus Benjina diharapkan bisa membantu
pengungkapan kasus tersebut. Perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana tersebut
diduga dilindungi oknum aparat lintas instansi.
LPSK dan Polri sudah koordinasi untuk bekerjasama dalam memberikan perlindungan. “Masih
ada 30 orang saksi yang diharapkan bisa membantu mengungkap kasus ini, delapan di
antaranya saksi kunci. LPSK siap membantu Polri melindungi saksi," jelasnya.
Edwin memastikan LPSK akan memprioritaskan perlindungan terhadap saksi kasus tersebut
karena TPPO merupakan salah satu tindak pidana prioritas yang saksi dan korbannya diberikan
perlindungan menurut Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Selain Bareskrim, Komnas HAM juga menyampaikan harapan agar saksi kasus Benjina segera
dilindungi,” pungkas Edwin.
Menurut Riza, praktik perbudakan, perdagangan manusia, hingga korupsi di sektor perikanan berawal
dari amburadulnya mekanisme perizinan sektor perikanan. Selain itu, ia juga menyoroti kejadian
meninggalnya pegawai KKP Yoseph Sairlela yang merupakan salah satu saksi kasus dugaan
perbudakan di Benjina, Maluku.
Tewasnya Yoseph, saksi kunci kasus Benjina, tidak serta merta memutus rantai pengungkapan
praktek perbudakan dalam dunia maritim Indonesia, ujar Riza Damanik.
Apalagi, menurut dia, temuan dugaan perbudakan nelayan dan awak buah kapal (ABK) disinyalir
terjadi pula dengan kasus yang serupa di tempat lain. Sebelumnya, KNTI menyatakan praktik mafia
perikanan sangat kuat yang terindikasi dengan mencuatnya ke permukaan sejumlah kasus hukum
terkait sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.
KNTI yakin bahwa praktik mafia perikanan sangat kuat. Oleh karena itu aparat penegak hukum
sebaiknya memprioritaskan pengungkapan pelaku utama mafia perikanan, kata Ketum KNTI M Riza
Damanik.
Menurut dia, pengungkapan pelaku utama mafia perikanan harus dilakukan kepada pihak-pihak baik
yang bersembunyi di balik perusahaan nasional/asing, birokrasi, maupun institusi penegakan hukum.
KNTI menilai dari dua kasus illegal fishing teranyar yaitu putusan ringan kapal raksasa ( 4.000
GT/gross tonnage) pengangkut ikan berbendera Panama MV Hai Fa, dan terungkapnya praktik
perbudakan di Benjina, menjelaskan proses penegakan hukum di laut Indonesia kurun 5 bulan
terakhir hanya sedikit memberikan efek jera.
Bahkan, lanjutnya, hal itu juga dinilai belum berhasil menakut-nakuti dari mereka yang belum
terungkap secara tuntas, seperti terjadi di Benjina. Ia juga mengemukakan bahwa hal itu juga
diperparah dengan lemahnya koordinasi dan perbedaan prioritas antarlembaga. (Ant)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menemukan fakta
jika pemerintah melakukan pembiaran terhadap kasus pencurian ikan dan perbudakan yang
dilakukan di pulau-pulau kecil di Indonesia, salah satunya di Benjina, Maluku. Menurut mereka
para pejabat publik yang bergerak di bagian perizinan memiliki andil dalam kasus kali ini.
Ketua KNTI Riza Damanik mengungkapkan ada tiga jabatan yang setidaknya harus ikut
diperiksa oleh penyidik Polri terkat kasus Benjina. Ketiganya adalah Dirjen Perikanan Tangkap,
Direktur Bidang Pelayanan Usaha Perikanan, dan Direktur Peningkatan Usaha Perikanan
(PUPi), ketiganya berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Hulu dari semua ini adalah KKP maka jangan lupa untuk lakukan penyelidikan terhadap mereka
yang terlibat dalam proses perizinan. Tiga di antaranya adalah Dirjen Perikanan Tangkap,
Direktur bidang Pelayanan Usaha Perikanan, dan Direktur Peningkatan Usaha Perikanan," ujar
Riza saat ditemui di Jakarta, Ahad (26/4).
"Setidaknya mereka tahu bahwa perusahaan ini melakukan pelanggaran, salah satunya adalah
menggunakan anak buah kapal asing di kapal berbendera Indonesia," ujarnya melanjutkan.
Riza mengungkapkan PT Pusaka Benjina Resource telah melanggar izin mencari ikan sejak
2009 lalu tapi entah kenapa setiap tahun mereka selalu mendapat perpanjangan izin dari
pemerintah. Mereka, lanjut Riza, diberikan keleluasaan dalam posisi yang tidak memenuhi syarat
tapi mendapatkan izin. (Baca juga: BKPM: Surat Menteri Susi Tak Cukup Untuk Cabut Izin
Benjina)
KNTI pun mendapatkan fakta izin yang dikeluarkan terhadap PT PBR tidaklah mendapat
rekomendari dari Direktur PUPi. Bagian pelayanan mengeluarkan izin tapi tidak ada
rekomendasi sama sekali. Baik bagian pelayanna ataupun Direktur PUPi pasti selaku
berkoordinasi dengan Dirjen Perikanan Tangkap, oleh sebab itu tiga posisi tersebut harus ikut
diperiksa dalam kasus Benjina.
Lebih jauh Riza mengatakan orang yang memiliki andil sejak 2009 hingga sekatang harus
didalami keterkaitannya. Selain itu perlu ada kejelasan apakah kasus Benjina adalah satu-
satunya atau ada kasus lain yang belum terungkap.
"Pelayanan mengeluarkan izin tapi tak ada rekomendasi dari PUPi dan keduanya juga selalu
berkoordinasi dengan dirjen. Maka jika ingin mengetahui dan menuntaskan kasus ini, ingin kasus
pencurian ikan selesai, pengawasan harus ditertibkan dan juga pegawasan terhadap tiga hulu
tadi harus juga ditingkatkan," ujarnya. (Baca juga: LPSK: Delapan Saksi Kunci Benjina Butuh
Perlindungan)
"Apakah ada kasus lain atau ini hanya satu-satunya kasus? Intinya adalah ada kerugian negara
yang terjadi akibat meloloskan anak buah kapal asing bekerja di kapal berbendera Indonesia.
Kita harap kepolisian bisa bertindak tepat dengan harapan ini tidak jadi polemik yang
berkepanjangan," kata Riza menegaskan. (hel)
Geopolitik
Pengertian geopolitik : Kata geopolitik berasal dari kata geo dan politik. “Geo” berarti bumi
dan “Politik” berasal dari bahasa Yunani politeia, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri
sendiri (negara) dan teia yang berarti urusan. Sementara dalam bahasa Inggris,politics adalah
suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara, danalat yang digunakan untuk mencapai cita-
cita atau tujuan tertentu. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam artipolitics mempunyai
makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian
asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
yang kita kehendaki.
Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri,
lingkungan, yang berwujud Negara kepulauan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pentingnya geopolitik bagi Indonesia adalah untuk dapat mempertahankan Negara dan
berperan penting dalam pembinaan kerjasama dan penyelesaian konflik antarnegara yang
mungkin muncul dalam proses pencapaian tujuan.
"Semua sepakat, Presiden, Wapres, kita semua sepakat harus sudah saatnya kita
menghentikan praktek illegal fishing apalagi Benjina sekarang ini berkaitan dengan
isu perbudakan sudah menjadi bahan perbincangan internasional," kata Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi seusai rapat terbatas di kantor Presiden,
Jakarta, Selasa (07/04) seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
“Setiap kapal ilegal melakukan kejahatan di Indonesia harus kita tindak, tidak ada
target waktu, orang juga nyurinya datang lagi datang lagi. Yang pasti dengan
mereka ngumpet di negara tetangga kita, mereka akan lebih mudah masuk ke
negara kita. Pasti mereka akan tetap nyuri di perairan kita, jadi tadi Pak Presiden
menegaskan meminta Panglima, Kapolri, Kejaksaan untuk solid mendukung
penenggelaman kapal adalah diskresi sebuah negara yang tidak bisa dipertanyakan,
tidak harus dipikirkan,” jelas Susi.
Adanya Perbudakan
Menurut Ketua Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa, pelanggaran yang terjadi
tidak hanya mengarah pada ilegal fishing saja, tapi juga praktek suap, kolusi dan
perbudakan. Fakta tersebut didapat setelah tim pencari fakta KKP terjun langsung
ke Benjina.
“Update terkini, disana ada dugaan praktek perbudakan. Kita saat ini terus
melakukan inventarisasi masalah dan mendata berapa jumlah ABK (anak buah
kapal, Red) yang ada disana,” demikian dijelaskan Mas Achmad Santosa yang lebih
akrab dipanggil Ota di Kantor KKP, Jakarta pada Selasa (07/04).
Dugaan praktek perbudakan terjadi, jelas Ota, setelah tim melakukan pengumpulan
data melalui wawancara kepada para ABK secara langsung di Benjina. Hasilnya,
para ABK dengan caranya masing-masing mengungkapkan tindakan tak terpuji
dalam praktek ketenagakerjaan yang dilakukan PT PBR.
“Kita memindahkan mereka, karena tidak ada jaminan begitu tim kembali ke Jakarta,
ABK mendapat perlakuan yang wajar. Kita sebisa mungkin memberikan
perlindungan dini kepada para ABK,” ungkap Ota.
Dari keterangan para ABK, diketahui kalau dalam keseharian bekerja mereka
mendapatkan perlakuan berupa penganiayaan dan praktek kerja paksa. Fakta
tersebut, kata Ota, sangat memprihatinkan karena praktek kerja paksa merupakan
kejahatan kemanusian dan termasuk dalam pelanggaran hak azasi manusia (HAM)
berat.
Selain itu, tim juga menemukan dugaan adanya penggunaan ABK asing tidak sesuai
prosedur dan salah satunya melalui praktek pemalsuan dokumen ABK. Karenanya,
sempat muncul perbedaan jumlah data ABK di dokumen dengan di lapangan
langsung.
Sesuai data, jumlah ABK asing seluruhnya berjumlah 1.185 orang dan seluruhnya
berkewarganegaraan Thailand. Namun, setelah tim Satgas KKP datang langsung ke
Benjina, para ABK diketahui tidak hanya berasal dari Thailand saja dan bahkan ada
juga dari Indonesia.
Fakta tersebut diperkuat dari keterangan Anggota Satgas IUU Fishing KKP,
Harimuddin. Menurutnya, data yang ada di dokumen berbeda jauh dengan di
lapangan. Meski masih belum menemukan data pasti, namun dipastikan jumlahnya
menyusut dari jumlah di dokumen 1.185 orang.”Selain itu, di dokumen disebutkan itu
semua berasal dari Thailand. Padahal, ada juga yang berasal dari Kamboja dan
Myanmar,” ungkap dia.
Selain itu, tim juga mendapatkan fakta bahwa di Benjina ada 77 ABK yang
meninggal dunia dan dimakamkan disana. Namun, Harimuddin tidak berani
memastikan apa penyebab kematian para ABK tersebut.”Penyebabnya beragam.
Ada yang karena sakit, kecelakaan di laut dan ada juga yang ditemukan sudah
meninggal,” jelas dia.
Saat ini, KKP memastikan bahwa aktivitas PT PBR sudah berhenti total dan tidak
ada aktivitas pelayaran sama sekali setelah dugaan indikasi perbudakan dan praktek
suap mengemuka. Namun, KKP akan terus memastikan kasus tersebut ditangani
dengan tuntas melalui investigasi menyeluruh.
“Paling lambat Rabu (08/04) sudah ada tim (yang berangkat) ke Tual untuk
menginvestigasi. Hasilnya nanti akan dikonfirmasi dengan pihak ketiga untuk dicari
validitas datanya,” papar Anda di Kantor KKP.
Anda mengatakan, karena kasus tersebut tidak hanya sebatas pada pelanggaran
izin usaha perikanan saja, namun juga meluas pada praktek dugaan suap, kolusi
dan perbudakan, maka pihaknya bekerja sama dengan pihak terkait untuk ikut
menginvestigasi. KKP sudah mengirimkan surat ke Kepolisian RI, Kementerian
Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial dan Komnas HAM.
Terkait keterlibatan pegawai KKP yang diduga ikut menerima suap, Anda
menegaskan pihaknya akan menindak tegas oknum tersebut. Namun, karena belum
ada data dan fakta mutakhir, pihaknya belum memastikana apakah keterlibatan
mereka akan dibawa ke jalur hukum pidana atau hanya terbatas di penegakan
disiplin kepegawaian di lingkungan kerja KKP.
“Untuk pegawai yang menerima aliran dana, akan dicek lebih jauh lagi
keterlibatannya seperti apa. Nantinya, kalau memang oknum tersebut sudah
dihukum, maka dia terancam bisa kehilangan jabatan dan status PNS-nya,” tandas
Anda.
Jakarta, JMOL – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengharapkan peninjauan ulang
terhadap kebijakan pelarangan alih muatan ikan ditengah laut (transshipment), khususnya bagi
kapal kapal tradisional dan kegiatan di dalam negeri.
Ketua Umum HNSI, Yussuf Solichien, mengharapkan penyusunan petunjuk teknis, petunjuk
pelaksanaan dan sosialisasi kebijakan pengendalian perikanan tangkap dan konservasi
perikanan pemerintah, perlu mengajak para pemangku kepentingan.
“sehingga penerapannya dapat diterima oleh publik secara luas,” ujar Yussuf menyampaikan
usulannya ketika bertemu dengan Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo, Rabu (4/2).
Yussuf mengatakan, secara prinsip HNSI mendukung kebijakan Pemerintah tentang Moratorium
Perijinan Usaha Perikanan Tangkap, tetapi HNSI mengharapkan verifikasi di lapangan terhadap
kapal-kapal penangkap ikan dapat diselesaikan secepatnya, paling lambat pada April 2015,
“sehingga usaha perikanan dapat kembali normal,” ucap Yussuf.
Lebih jauh, HNSI mengharap adanya sosialisasi dan komunikasi dari Pemerintah kepada para
Nelayan berkaitan dengan larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan serta larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik.
“Kiranya dalam penerapan kebijakan diatas dapat disusun juklak dan juknis yang melibatkan
para pemangku kepentingan serta diberikan waktu untuk perioda transisi bagi para nelayan di
daerah untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru dari Pemerintah,” papar Yussuf.
Menerima kunjungan HNSI dikantornya, menko maritim, Indroyono Soesilo, menyambut baik
masukan HNSI. Dalam tanggapannya terkait usulan HNSI, Indroyono menjelaskan berbagai
kebijakan baru Pemerintah berkaitan dengan nelayan, diantaranya upaya pengalihan subsidi
BBM nelayan kepada kegiatan produktif seperti penyediaan alat tangkap, cold storage, dan
mesin kapal nelayan.
Menko maritim berjanji, akan mendorong dibangunnya lebih banyak perumahan nelayan serta
permodalan nelayan.
“Dalam waktu dekat Menko Kemaritiman juga akan memfasilitasi pertemuan HNSI dengan pihak
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna mendapatkan gambaran tentang jasa jasa keuangan bank
dan non-bank yang dapat dimanfaatkan oleh para nelayan,” pungkas menko.
Hal itu disampaikan oleh Menko Kemaritiman, Dwisuryo Indroyono Soesilo. “Wilayah perbatasan
dan pulau terluar harus baik kondisi ekonominya,” ujar Indroyono, saat ditemui Jurnal Maritim di
kediamannya, Jakarta, Selasa (3/2).
Program yang akan dijalankan antara lain, pertama, penyediaan listrik di 50 wilayah perbatasan
dan pulau terluar pada 2015. “Saat Perayaan HUT RI tahun ini, semua daerah perbatasan dan
pulau terluar harus ada (sudah tersambung jaringan, red) listrik,” ujarnya.
Kedua, pembangunan 9 bandara di daerah perbatasan yang dimulai pada 2015. Antara lain di
Sebatik, Rote, Nunukan, Miangas, Saumlaki, Enarotali, Tanah Merah, Oksibil, dan Okaba.
Ketiga, memperkuat dan menambah frekuensi pelayaran perintis di daerah terpencil dan pulau-
pulau terluar.
Pada 2014 lalu, pelayaran perintis memiliki anggaran sebesar Rp540 miliar. Sedangkan untuk
tahun ini, ditambah menjadi hampir Rp1 triliun. “Makin banyak kapal berlayar, makin banyak
pesawat terbang ke wilayah-wilayah yang sudah ada bandaranya. Kita dorong ke sana. Yang
ingin kita garap adalah, warga pulau-pulau terluar merasa bagian NKRI,” terang Indroyono.
Jakarta, JMOL – Salah satu fokus agenda kerja Kementerian Koordinator Kemaritiman adalah
pembangunan kedaulatan maritim. Fokus tersebut mencakup penguatan hukum dan perjanjian
maritim, keamanan dan pertahanan maritim. Termasuk delimitasi zona maritim dan navigasi,
serta keselamatan maritim.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo. “Saat ini,
penetapan wilayah maritim Indonesia bersinggungan langsung dengan sepuluh negara tetangga,
yakni Malaysia, Singapura, India, Thailand, Papua Nugini, Australia, Vietnam, dan Filipina, Timor
Leste, dan Palau,” paparnya, Selasa (3/2).
Dari kesepuluh negara tersebut, dikatakan Indroyono, sejumlah batas maritim sudah disepakati
dengan Malaysia, Singapura, India, Thailand, Papua Nugini, Australia, Vietnam, dan Filipina
untuk batas segmen maritim. Kini masih dalam perundingan dengan Malaysia, Vietnam, Palau,
Filipina dan Singapura. Adapun yang belum dirundingkan, di antaranya dengan Timor-Leste,
India, dan Thailand.
“Untuk laut teritorial yang baru selesai perjanjian batas lautnya sebesar 44 persen, Zona
Ekonomi Eksklusif baru 55 persen, dan landas kontinen baru 70 persen,” ungkap Indroyono,
disela-sela Pers Gathering di kediamannya, Jakarta, Selasa (3/2.
Kepada Jurnal Maritim, Indroyono menjelaskan, penyelesaian batas maritim tersebut akan
diprioritaskan penyelesaiannya dalam lima tahun ke depan. Untuk itu, kapal-kapal survei yang
dimiliki Indonesia saat ini bakal dioptimalkan pergerakannya, untuk menghimpun data
oceanografi dan hidrografi. “Agar menlu kita bisa bernegosiasi dengan sepuluh negara tetangga
kita,” tegas Indroyono.[]
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Christiawan Nasir memaparkan bahwa
Presiden Jokowi meminta agar Prayuth memberikan perhatian khusus kepada illegal fishing dan
nasib pelaut Indonesia yang bekerja di Thailand.
"Tentang pemancingan ilegal, kedua pemimpin negara sepakat untuk membentuk gugus tugas
untuk menangani masalah ini. Begitu gugus tugas sudah dibentuk, kita akan berusaha
menghentikan IUU fishing (pemancingan yang ilegal, tidak terdaftar dan tidak teregulasi)," kata
Tata, sapaan akrab Arrmanatha.
Sebelumnya, nelayan di Thailand diketahui telah beberapa kali tertangkap melakukan aksi
penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. Pemerintah Indonesia akhirnya bertindak tegas
pada Februari lalu dengan membakar salah satu kapal nelayan yang tertangkap.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut,
mengungkapkan bahwa Thailand menyadari bahwa sejumlah nelayannya terlibat dalam
pemancingan ilegal di perairan Indonesia, dan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini.
"Ya mereka akan menyelesaikan persoalan illegal fishing dan menghukum perusahaan-
perusahaan mereka yang tidak benar," kata Susi memberikan penjelasan soal pembahasan
pertemuan bilateral yang tertutup bagi media tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Susi juga memaparkan bahwa Thailand berkomimen untuk
memasang vessel monitoring system di 7.000 kapal guna memantau pergerakan kapalnya.
Rencana ini sebelumnya sudah dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Indroyono Soesilo.
Meskipun demikian, Susi mengakui bahwa hingga saat ini belum ada perjanjian kerja sama atau
MOU untuk memberikan langkah konkret terhadap rencana tersebut.
"Belum ada tapi mereka memang mengakui mau membereskan persoalan itu dan mengakui
kalau ada banyak hal yang tidak betul," kata Susi.
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan menggelar sejumlah pertemuan bilateral
dengan para pemimpin negara yang menghadiri perhelatan peringatan 60 tahun KAA, antara lain
dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani.
Konferensi Asia Afrika pertama kali diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka,
Bandung. Pertemuan ini diadakan dengan tujuan mempromosikan kerja sama ekonomi dan
kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni
Soviet, dan negara imperialis lainnya.
Rangkaian acara peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika tahun ini dihelat pada 19-24 April.
Pertemuan tingkat pejabat tinggi diselenggarakan di Jakarta pada 19-23 April. Pada 24 April
seluruh perwakilan negara akan bertolak ke Bandung untuk melakukan prosesi napak tilas
KAA.(stu)