Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ANALISIS MASALAH KAWASAN KONSERVASI

KARIMUNJAWA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokonservasi mengenai masalah kawasan
konservasi di Indonesia
Disusun oleh:
Anastasia Sylvianka Dwi Jayanti
24020116140107

UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Nasional Karimunjawa adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Kabupaten
Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki ekosistem asli. Taman nasional ini dikelola dengan
sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Lingkungan di Karimunjawa terbagi atas lima tipe ekosistem yaitu hutan hujan tropis
dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang.
Dengan segala potensi yang ada di dalamnya, wilayah tersebut telah dijadikan penyangga
kehidupan bagi 8.842 penduduk yang selama ini berinteraksi dengan ekosistem di sekelilingnya.
Interaksi penduduk dengan ekosistem ini dinamis, namun juga memiliki nilai kerawanan. Dinamis
karena wilayah ini merupakan pertemuan antara ekosistem daratan dan lautan sehingga membentuk
hubungan yang sangat kompleks. Rawan karena aktivitas manusia membutuhkan ruang dan sumber
daya yang mempengaruhi kualitas lingkungan di sekelilingnya.
Pemanfaatan kawasan perairan cenderung mengikuti azas akses terbuka dimana semua
orang berhak memanfaatkan sumberdaya dimanapun dan kapanpun secara maksimal. Kondisi ini
akan diperburuk lagi dengan pertambahan jumlah penduduk, tuntutan kualitas kehidupan
masyarakat, tujuan komersial, teknologi pemanfaatan sumber daya yang semakin canggih. Pola
pemanfaatan ini akan membawa dampak kerusakan sumberdaya alam.
Untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan perlu dilakukan penataan kawasan
sesuai dengan kondisi sumberdaya alam, pola pemanfaatan dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan (carrying capacity). Upaya penataan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perencanaan tata ruang untuk keseluruhan wilayah. Pengelolaan lingkungan wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil harus dirancang secara rasional dan bertanggungjawab sesuai dengan
kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan kawasan pesisir bagi
pembangunan yang berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja masalah yang terjadi di kawasan konservasi Karimunjawa?
2. Bagaimana cara penanggulangan permasalahan yang terjadi di area konservasi karimunjawa?
BAB II
PEMBAHASAN

Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ciri khas tertentu, baik di daratan maupun perairan. Taman nasional
memiliki fungsi perlindungan, sistem penyangga kehidupan, pelestarian
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Sebagai kawasan perlindungan alam, taman nasional memiliki ekosistem asli
yang dikelola dengan sistem zonasi serta mempunyai fungsi sebagai tempat penelitian,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Selain itu taman nasional
juga mempunyai tujuan untuk menjaga keanekaragaman sumberdaya alam hayati
maupun keberadaan sumberdaya non-hayati dan menunjang peningkatan kesejahteraan
rakyat. Tujuan lainnya adalah sebagai sarana pelestarian lingkungan hidup untuk saat
ini dan masa mendatang.
Definisi-definisi tersebut diatas merupakan konsep ideal dari sebuah kawasan
perlindungan alam atau taman nasional yang menggambarkan sebuah keseimbangan
antara kelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan komitmen
semua pihak untuk menanggulangi permasalah-permasalahan mendasar yang bersifat
umum maupun spesifik.
Secara umum, permasalahan mendasar yang dihadapi Taman Nasional
Karimunjawa adalah degradasi sumberdaya alam, kelembagaan, masyarakat dan pola
pemanfaatan sumberdaya alam.
2.1 Degradasi Sumberdaya Alam
Fungsi utama kawasan taman nasional adalah sebagai daerah perlindungan
sumberdaya alam hayati dan non hayati. Permasalahan perlindungan dan
pengelolaan sumberdaya alam di Taman Nasional Karimunjawa adalah kerusakan
lingkungan (Gambar 1) yang diakibatkan oleh eksploitasi yang tak terkendali serta
adanya pencemaran dari darat. (Pemkab Jepara, 2001).
Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik masyarakat yang sebagian
besar adalah nelayan tangkap. Kondisi ini mengakibatkan tingginya ketergantungan
masyarakat terhadap sumberdaya hayati laut. Hal paling utama yang dirasakan
masyarakat saat ini adalah adanya penurunan hasil tangkapan. Penurunan hasil
tangkap diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu
pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi
dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida.

© WCS - 2003

Gambar 1. Keruskan ekosistem terumbu karang berupa tumpukan patahan karang


di Kep. Karimunjawa
Hasil survei sumberdaya perikanan karang yang telah dilakukan menunjukan
sebaran biomassa ikan karang yang cenderung seragam. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kondisi sumberdaya ikan di seluruh Kep. Karimunjawa mendapatkan tekanan
yang sama oleh aktifitas perikanan. Tekanan yang terus menerus dalam jangka waktu
yang lama terhadap sumberdaya perikanan akan mengakibatkan penurunan hasil
tangkapan dan ukuran ikan.
Tidak adanya lokasi yang tertutup dari aktifitas penangkapan dan berfungsi
sebagai lokasi pemulihan, mengakibatkan sulitnya pemulihan stok ikan. Untuk itu
diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk membangun regulasi perikanan yang
memungkinkan adanya pemulihan kondisi sumberdaya perikanan di Kep.
Karimunjawa. Hal lain yang menyulitkan dalam penentuan kebijakan pengelolaan
sumberdaya adalah kurangnya data-data yang akurat mengenai potensi dan
pemanfaatan sumberdaya kelautan di Kep. Karimunjawa (Pemkab Jepara, 2001).
2.2 Kelembagaan
Kepulauan Karimunjawa tidak hanya dapat dipandang sebagai sebuah
kawasan perlindungan alam akan tetapi juga memiliki fungsi sebagai kawasan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai tempat tinggal dan sumber mata
pencaharian. Kepulauan Karimunjawa juga merupakan wilayah umum yang
memungkinkan berbagai pihak untuk melaksanakan kepentingan-kepentingannya,
sehingga mereka akan saling mempengaruhi kegiatan pengelolaan kawasan.
Balai Taman Nasional merupakan otoritas manajemen yang mengelola fungsi
taman nasional sebagai kawasan perlindungan alam. Adanya kondisi tersebut diatas
menuntut sebuah pengelolaan yang melibatkan berbagai pihak untuk dapat saling
mempengaruhi secara positif. Permasalahan yang dirasakan dalam pengelolaan
Taman Nasional Karimunjawa selama ini adalah terbatasnya koordinasi dan
kerjasama antar pihak dalam hal pengelolaan. Hal lain adalah tidak adanya kesamaan
visi, misi dan program-program yang terpadu diantara pihak-pihak terkait seperti
Balai Taman Nasional, Badan Perencanaan Daerah, Pemerintah Daerah, masyarakat
dan pihak-pihak lainnya dalam pengelolaan wilayah Kep. Karimunjawa.
Sistem pengawasan kawasan juga merupakan faktor penting dalam menjamin
efektifitas pengelolaan kawasan perlindungan alam. Kurangnya apresiasi dan
keikutsertaan masyarakat juga menyebabkan semakin sulitnya proses-proses
pengawasan dilakukan. Beberapa permasalahan dalam hal pengamanan kawasan di
Taman Nasional Karimunjawa adalah sistem pengamanan yang belum strategis dan
partisipatif, kurangnya sumberdaya dan sarana, sulitnya birokrasi yang menghambat
proses penyelesaian kasus pelanggaran serta tidak adanya kesamaan pemahaman
antara balai dan masyarakat.
Kurangnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan baik di tingkat pengambil
kebijakan maupun di tingkat masyarakat mengenai zonasi yang akan diterapkan
berimplikasi terhadap ketidakpatuhan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
Untuk itu sosialisasi secara terus menerus harus dilakukan bukan hanya untuk
sosialisasi zonasi, tetapi untuk semua kegiatan yang akan dilaksanakan agar semua
pihak mampunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan informasi. Proses ini
diharapkan mengurangi dan mengeliminasi tumpang tindih kegiatan serta tujuan dan
sasaran kegiatan dapat dicapai dengan optimal.
Kegiatan penelitian yang selama ini dilakukan di Karimunjawa bukan tidak
bermanfaat namun hasil penelitian yang dilakukan minimal memberikan
rekomendasi terhadap proses pengelolaan selanjutnya. Penelitian yang akan
dilakukan di Karimunjawa diprioritaskan pada penelitian yang dibutuhkan dan
dikoordinasikan dengan Balai Taman Nasional. Hal ini dimaksudkan untuk
menghasilkan keterpaduan penelitian antar pihak sehingga kebutuhan data dan
informasi yang faktual dapat terpenuhi.
2.3 Masyarakat
Penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap pola pengelolaan sangat
menentukan efektifitas dari pengelolaan tersebut. Tidak efektifnya pengelolaan
kawasan perlindungan alam di Karimunjawa terutama disebabkan oleh kurangnya
apresiasi dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan.
Penyebab kurangnya peran aktif masyarakat adalah (1) Kurangnya sosialisasi
program-program pengelolaan di Taman Nasional Karimunjawa kepada masyarakat,
(2) kurangnya upaya membangun kepedulian masyarakat dalam hal perlindungan
kelestarian alam, (3) tidak terbangunnya komunikasi dua arah antara balai taman
nasional dengan masyarakat sehingga terbentuk pola pikir “konservasi berarti
pelarangan”.
Salah satu bentuk implementasi sistem pengelolaan taman nasional adalah
pembentukan zonasi. Penerapan sistem zonasi tersebut akan memberikan
konsekuensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang
pasti dirasakan masyarakat adalah adanya perubahan pola pemanfaatan yang biasa
mereka lakukan. Penerapan zona inti di suatu lokasi akan mengalihkan sebagian
nelayan untuk melakukan aktifitas penangkapan di lokasi lain. Secara ekonomi, hal
tersebut akan memberikan dampak pada pendapatan nelayan.
Salah satu cara menyikapi keadaan tersebut adalah adanya pengembangan
alternatif usaha ekonomi yang berkelanjutan sebagai mata pencaharian subtitusi.
Kendala yang dirasakan dalam mengembangkan alternatif usaha tersebut adalah :
(1) terbatasnya akses terhadap modal usaha dan jenis usaha, (2) keterampilan dalam
memanfaatkan sumberdaya lain yang tersedia, (3) motivasi dalam mencari usaha
alternatif, (4) kurangnya pendampingan teknis berupa pelatihan-pelatihan, (5)
pengolahan pasca usaha, (5) pemasaran hasil usaha. Masalah tersebut tidak hanya
merupakan tanggung jawab Balai Taman Nasional sebagai pengelola kawasan
lindung, tetapi juga merupakan tanggung jawab instansi-instansi terkait, akademisi
dan lembaga-lembaga lain.

2.4 Pola Pemanfaatan Sumberdaya Alam Laut


1. Pemanfaatan Perikanan
Keberadaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari terjaganya
kondisi ekosistem laut dan pola pemanfaatan perikanan. Usaha pemulihan
sumberdaya perikanan di Kep. Karimunjawa akan sulit dilakukan jika proses-
proses pengrusakan ekosistem laut dan penggunaan alat tangkap yang merusak
tidak dapat dicegah (Gambar 2). Selain itu pola pemanfaatan lahan di daratan
akan berpengaruh terhadap ekosistem di laut seperti ekosistem mangrove,
padang lamun dan terumbu karang. Pola pemanfaatan ekosistem perlu
pengawasan dan pengaturan ulang sehingga eksistensi taman nasional sebagai
pelindung kelestarian sumberdaya yang berkelanjutan tetap terjaga.
2. Pemanfaatan Pariwisata
Proses pengembangan di sektor wisata bahari di Kep. Karimunjawa
harus memenuhi beberapa syarat yaitu konservasi, pendidikan, penelitian,
partisipasi masyarakat, ekonomi dan rekreasi. Secara langsung ataupun tidak
langsung kegiatan pariwisata akan berdampak terhadap kondisi lingkungan dan
sosial ekonomi dan budaya.

© WCS - 2003

Gambar 2. Salah satu bentuk penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem
terumbu karang di Kep. Karimunjawa.
Dampak kegiatan pariwisata terhadap lingkungan antara lain penurunan kualitas
perairan, meningkatnya kebutuhan lahan, meningkatnya sampah dan polusi. Selain itu
dampak terhadap sosial ekonomi dan budaya antara lain bertambahnya lapangan
pekerjaan yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, masuknya
budaya luar, serta kecemburuan sosial antara pelaku wisata dan masyarakat.
Melihat kompleksitas permasalahan di Karimunjawa, diperlukan suatu
pendekatan yang menyeluruh dengan visi bersama dan satu proses koordinasi yang
terencana, agar mekanisme kerjasama dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Diperlukan komitmen kelembagaan yang kuat dalam melakukan pengelolaan
Karimunjawa. Alternatif solusi dibawah ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
menyusun strategi pengelolaan dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ada di
Karimunjawa.
1. Membangun Forum Stakeholders Karimunjawa
Forum Stakeholders Karimunjawa dapat menjadi media komunikasi untuk
berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan Karimunjawa. Balai Taman
Nasional diharapkan berperan sebagai inisiator forum, masyarakat berperan sebagai
pengguna sumberdaya alam dan MUSPIKA berperan sebagai rekanan BTN
dalam melaksanakan penegakan hukum di Karimunjawa. Forum ini berfungsi mencari
solusi bagi permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam di
Karimunjawa, termasuk mencari alternative livelihood bagi masyarakat Karimunjawa,
apabila sistem pengelolaan yang baru diimplementasikan. Forum yang beranggotakan
semua pemangku kepentingan di Karimunjawa bertugas mengidentifikasi peran-peran
spesifik dari masing-masing pihak, membangun kesepakatan bersama dan koordinasi.
Keberadaan forum ini diharapkan mampu mengakomodasi seluruh kepentingan untuk
menghindari tumpang tindih pelaksanaan program kerja.
Peran spesifik melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah, Balai Taman
Nasional, perguruan tinggi, lembaga penelitian, sektor swasta, lembaga swadaya
masyarakat dan masyarakat. Melalui peran spesifik ini, masing-masing pemangku
kepentingan diharapkan dapat saling mengisi sehingga pola pengelolaan yang akan
diterapkan dapat dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Salah satu keuntungan dari
mekanisme ini adalah adanya penanganan yang efektif dan efisien dari masing-masing
pihak yang menguasai bidangnya sehingga tiap permasalahan dapat diselesaikan
dengan baik.
Salah satu wujud kerjasama telah dilakukan melalui proses zonasi yang
melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, taman nasional, perguruan tinggi, sektor
swasta dan pihak independen. Wujud kerjasama ini diharapkan bisa ditindaklanjuti
ketahap implementasi zonasi. Efektivitas dari zonasi yang baru tergantung pada
dukungan, keterlibatan dan kepatuhan dari semua pihak untuk menjalankan kebijakan
yang telah disepakati.
Balai Taman Nasional sebagai badan pengelola memiliki peran untuk
mengkoordinasikan semua kegiatan yang akan dilakukan di area konservasi. Kejelasan
program dari setiap pihak diharapkan mampu menghasilkan rencana strategis untuk
pengelolaan bersama taman nasional. Implementasi setiap kegiatan yang akan
dilakukan tetap mengacu pada rencana strategis. Pada tahap selanjutnya semua pihak
bisa secara bersama-sama melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan
sehingga diperoleh sebuah pembelajaran yang baik dan dapat memberikan rekomendasi
untuk perbaikan pengelolaan selanjutnya.
2. Mengembangkan Mekanisme Konsultasi Publik
Balai Taman Nasional perlu melakukan sosialisasi program pengelolaan yang
akan dilakukan sehingga dapat membuka ruang partisipasi aktif bagi masyarakat.
Proses sosialisasi tentang zonasi yang gencar akan meningkatkan kesukarelaan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Komunikasi yang satu arah dari pihak BTNKJ ke
masyarakat telah mengarahkan pemikiran bahwa konservasi identik dengan larangan.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan TNKJ
adalah tanggung jawab untuk mengelola HPWP (Hak Pengelolaan Wilayah Perikanan),
yaitu hak untuk menghalangi orang lain untuk ikut serta dalam wilayah tertentu yang
telah dijadikan obyek hak, hak untuk menetapkan jenis dan jumlah penggunaan
sumberdaya alam dalam wilayah tersebut, hak untuk mengambil derma (pungutan) dari
pemakai sumberdaya alam, pajak atau sewa dari penjualan hak-hak tersebut (Nikijuluw,
2002).
Studi sosial dapat juga dipakai sebagai salah satu bentuk partisipasi publik,
karena masyarakat secara langsung diminta pendapat mengenai zonasi. WCS pada
tahun 2003 telah melakukan survei sosial ekonomi tentang zonasi di Kep.
Karimunjawa. Hasil dari survey tersebut menunjukan bahwa masyarakat mempunyai
usulan lokasi- lokasi yang dapat dijadikan zona inti. Walau tidak seluruh usulan
terakomodasi, hasil survey tersebut menjadi acuan bagi Balai Taman Nasional dalam
penetapan zona yang dapat diterima masyarakat.
Selain partisipasi aktif masyarakat, dibutuhkan juga partisipasi semua pihak
yang berkepentingan untuk membuat sistem pengelolaan yang akan diterapkan di
Taman Nasional Karimunjawa. Partisipasi ini dilakukan melalui mekanisme konsultasi
publik sehingga semua pihak dapat memahami dan menjalankan pengelolaan
Karimunjawa secara efektif dan efisien.
Melalui mekanisme konsultasi publik, peluang untuk melakukan kompromi
dalam menjalankan sistem pengelolaan bersama akan semakin besar. Sebagai
contoh,masyarakat akan sepakat mendukung keberadaan zona inti selama penegakan
hukum dilakukan dengan benar dan adanya pelarangan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan seperti Muroami, Jaring Ambai, Jaring Pocong, Jaring Kursin, Potas dan
alat bantu Kompressor.
3. Pengaturan Ulang Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Kunci keberhasilan penerapan manajemen dalam rangka pemanfaatan sumber
daya perikanan yang berkesinambungan terletak pada dukungan dari masyarakat
sebagai pelaku utama. Tanpa dukungan dari masyarakat, proses-proses pengelolaan
sumberdaya perikanan di Karimunjawa tidak akan memberikan perubahan yang berarti.
Kegagalan pengelolaan akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat nelayan.
Kerugian terbesar bagi masyarakat adalah berkurangnya stok ikan yg mengarah kepada
hilangannya rantai ekonomi sumberdaya perikanan yang selama ini menjadi sumber
mata pencaharian utama (Marnane et al., 2004).
Penurunan stok ikan di Karimunjawa diindikasikan oleh penurunan hasil
tangkap, dilihat dari kuantitas maupun kualitas ikan yang tertangkap. Hal ini
disebabkan oleh rusaknya ekosistem terumbu karang, penangkapan berlebih dan
penggunaan alat tangkap yang merusak. Untuk itu wilayah yang mengalami tekanan
pemanfaatan perikanan yang relatif tinggi membutuhkan waktu untuk pulih secara
alami.
Untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan
dibutuhkan keseriusan dan konsistensi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam
penerapan kebijakan. Keseriusan dan konsistensi pemerintah ini diwujudkan dengan
regulasi bidang perikanan yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya perikanan dan
kebutuhan masyarakat setempat. Namun pada kenyataannya regulasi bidang perikanan
yang diterbitkan dan menjadi acuan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di
Karimunjawa selama ini kurang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang ada
dan juga tidak sesuai dengan tipologi perairan kepulauan Karimunjawa.
4. Penegakan Hukum
Tidak efektifnya pelaksanaan pengamanan kawasan sangat tergantung kepada
keseriusan pihak berwajib dalam menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku. Salah
satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya kejelasan mekanisme dan prosedur
hukum yang bisa menjadi pedoman pihak yang berwajib dalam menindak setiap
pelanggaran yang terjadi.
Selain itu masalah yang sering terjadi adalah kebocoran informasi tentang
jadwal patroli. Hal ini harus diantisipasi dengan membentuk tim khusus yang
mempunyai wewenang untuk menentukan kapan dan dimana patroli akan dilaksanakan
sehingga dapat mencapai target yang diinginkan. Sebagai contoh, tim khusus tersebut
dapat berupa kelompok yang diprakarsai oleh BTN dan beberapa wakil masyarakat
Karimunjawa dengan nama Pamswakarsa, yang dibentuk untuk melakukan
pengawasan terhadap kemungkinan adanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam
ilegal di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Inisiatif bersama ini
merupakan suatu tindakan positif yang dapat memecahkan masalah penegakan hukum
dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi. Kegiatan seperti ini perlu dikembangkan
dan diperbaiki lagi di masa yang akan datang, dengan harapan partisipasi masyarakat
didasarkan pada kesadaran dan tanggungjawab bersama untuk melakukan pengelolaan
sumberdaya alam Karimunjawa.
Kendala yang timbul dalam pelaksanaan patroli rutin adalah kurangnya
dukungan finansial untuk membiaya operasional patroli. Oleh karena itu, partisipasi
aktif dari seluruh lapisan masyarakat sangat dibutuhkan, antara lain dengan cara ikut
serta mengawasi dan menindak setiap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
5. Program Monitoring Kondisi Ekosistem dan Sumberdaya Alam
Kondisi ekosistem dan sumberdaya alam suatu daerah selalu mengalami
perubahan, baik secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Karimunjawa yang
terletak pada daerah khatulistiwa cenderung tidak mengalami perubahan yang drastis
secara alami. Perubahan akibat pengaruh manusia merupakan ancaman terbesar karena
seringkali melampaui daya dukung alami ekosistem tersebut.
Dalam suatu sistem pengelolaan, badan pelaksana perlu mengetahui perubahan
kondisi potensi sumberdaya dan seberapa besar potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan semua pihak dan tetap berada dalam batas-batas pemanfaatan yang
sustainable. Kurangnya data yang akurat mengenai kondisi ekosistem dan sumberdaya
alam Karimunjawa dapat ditanggulangi dengan program monitoring yang terpadu dan
berkesinambungan.
Monitoring yang kontinyu dapat menghasilkan suatu set data yang menjelaskan
dengan baik adanya perubahan-perubahan yang terjadi di ekosistem, juga dapat
mengidentifikasi dan mencegah meluasnya degradasi kondisi ekosistem. Hasil dari
kegiatan ini sangat penting dalam rancangan suatu perencanaan mengenai pemanfaatan
dan pengelolaan selanjutnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kawasan
Taman Nasional Laut Karimunjawa harus dilaksanakan secara terpadu berbasis
masyarakat. Sedangkan pengembangan kepulauan Karimunjawa harus memperhatikan
fungsi utama kawasan sebagai daerah konservasi.
Jenis kegiatan yang dapat dikembangkan didalam kawasan tersebut haruslah dipilih
kegiatan yang produktif dengan menggunakan teknologi tepat guna yang mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kelestarian sumberdaya tersebut. Alternatif kegiatan tersebut adalah
pengembangan ekowisata, perikanan tangkap dan budidaya, tetapi harus diperhatikan
keterkaitan antara komponen permintaan dan sediaan untuk kegiatan tersebut.
3.2 Saran

1. Masyarakat setempat dilibatkan sepenuhnya dalam kegiatan pengelolaan dan


pengembangan kawasan tersebut, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai
pada tahap pengawasan dan evaluasi kegiatan.
2. Ada kerjasama dan koordinasi antara pihak pemerintah daerah, pengelola kawasan,
masyarakat dan sektor terkait dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab yang
jelas.
3. Agar pengelolaan dan pengembangan kawasan dapat berjalan efisien dan efektif, perlu
diterapkan program pendidikan cinta lingkungan ke semua tingkatan masyarakat dengan
menggunakan media yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Pemkab Jepara. 2001. Zonasi Kawasan Konservasi Karimunjawa. Pemkab : Jepara


Nikijuluw, Victor P H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pustaka Cidesindo:
Jakarta
Marnane, M., Campbell, S.J., Pardede, S.,Wibowo, J., Mukminin, A., Cinner, J. McClanahan,
T. 2004. Evaluation of artisanal fisheries gear on species capture and selectivity of
tropical reef fish in Indonesia (submitted to Ocean Ecology and Management February
2004).

Anda mungkin juga menyukai