Anda di halaman 1dari 67

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5
Nawa Cita, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Program ini
didukung oleh sektoral lainnya yaitu program Indonesia pintar, program Indonesia
kerja, dan program Indonesia sejahtera. Program Indonesia sehat selanjutnya
menjadi program utama pembangunan kesehatan yang kemudian direncanakan
pencapaiannya melalui rencana strategis kementrian kesehatan tahun 2015 – 2019,
yang ditetapkan melalui keputusan menteri kesehatan R.I. Nomor HK.
02.02/Menkes/52/2015. Latar belakang 1 Sasaran dari Program Indonesia Sehat
adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran
pokok RPJMN 2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu
dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan
universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN
kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta
(6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan. Program Indonesia Sehat
dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan
paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan
preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi
sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of
care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN

1
dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali
mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga
sehat.(Kemenkes RI, 2017).

Sasaran dari program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan


dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan financial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN 2015 –
2019, yaitu : 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, 2.
Meningkatnya pengendalian penyakit, 3. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan
dan kesehatan dasar dan rujukan terutama didaerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan, 4. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui
kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, 5. Terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta 6. Meningkatnya responsifits
kesehatan.(Kemenkes RI, 2017).

Program Indonesia sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama,


yaitu : 1. Penerapan paradigma sehat 2. Penguatan pelayanan kesehatan, dan 3.
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat
dilakukan dengan stategi pengutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan
upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan
pelayanan kesehatan dilakukan dengan srategi peningkatan akses pelayanan
kesehatan, optimalisasi system rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan
pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sedangkan
pelaksanaan JKN dilakukan dengan srategi perluasan sasaran dan manfaat
(benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditunjukkan kepada
tercapainya keluarga – keluarga sehat.(Kemenkes RI,2017).
Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Rejo mencakup sembilan desa yaitu,
Desa Medan Estate, Desa Sampali, Desa Saentis, Desa Cinta Rakyat, Desa
Tanjung Rejo, Desa Tanjung Selamat, Desa Percut, Desa Cinta Damai, Desa
Pematang Lalang. Dikarenakan data yang dientry secara online masih 7.5% maka
diambil data secara manual pada tahun 2016.

2
Berdasarkan PERMENKES nomor 39 tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga Sehat
ada dua belas indikator yaitu:
1. Program KB
2. Ibu hamil bersalin di faskes
3. Imunisasi lengkap
4. ASI ekslusif
5. Pemantauan tumbuh kembang balita
6. TB paru berobat standar
7. Hipertensi berobat teratur
8. Gangguan jiwa berobat di faskes
9. Tidak ada yang merokok
10. Sekeluraga menjadi anggota JKN
11. Air bersih
12. Jamban keluarga

Berdasarkan data online aplikasi keluarga sehat, data tahun 2018 belum
dapat dijadikan acuan evaluasi pelaksanaan dua belas indikator keluarga sehat di
puskesmas tanjung rejo karena data yang telah di entry hanya sebanyak 2.294
Kepala Keluarga ( 7.5%) pertanggal 27 Juni 2018 dari jumlah 29.620 Kepala
Keluarga (92,5%) hal ini dikarenakan kurangnya fasilitas internet yang memadai
sehingga sulit untuk mengakses aplikasi keluarga sehat itu sendiri.

Data mengenai pendataan keluarga sehat di sepuluh desa tersebut pada tahun
2016, masih ada beberapa indikator yang belum tercapai keberhasilannya,
diantaranya adalah : Bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan, penderita
hipertensi berobat secara teratur, Penderita gangguan jiwa mendapatkan
pengobatan dan tidak ditelantarkan, tidak ada anggota keluarga yang merokok,
Keluarga mempunyai akses sarana air bersih, Keluarga mempunyai akses atau
menggunakan jamban sehat (Puskesmas Tanjung Rejo, 2016).

Tabel 1.1 Presentase indeks keluarga sehat berdasarkan Nama desa, Jumlah
kepala keluarga yang dipantau dan IKS Tingkat Desa di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Rejo 2016.
No Nama Desa Persentase indeks keluarga sehat

3
Jumlah KK yang IKS tingkatdesa
di pantau (%)
1 Medan Estate 1708 42,7
2 Sampali 3600 47,2
3 Saentis 2231 50,1
4 Tanjung rejo 2671 108
5 Tanjung selamat 425 30,7
6 Cinta Rakyat 1424 41,3

7 Cinta Damai 620 49,8


8 Percut 3510 100,4
9 Pematang Lalang 200 50,3

Sumber: Data PIS PK, Puskesmas Tanjung Rejo 2016


Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa Desa Medan
Estate adalah desa yang cakupan program dua belas indikator keluarga sehatnya
rendah. Yaitu sebesar 42,7 % dengan kategori keluarga tidak sehat.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan topik dalam penelitian ini adalah “Gambaran Evaluasi Pelaksanaan Dua
Belas Indikator Keluarga Sehat di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang tahun 2016”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan data PISPK Puskesmas Tanjung rejo Tahun 2016 bahwasanya
Desa Medan Estate adalah desa yang jumlah kepala keluarganya (KK) terpantau
sebanyak 1708 KK dan cakupan pencapaian program keluarga sehat ke tiga paling
rendah, yaitu sebanyak 42,7% sehingga kami tertarik melakukan penelitian di
wilayah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
“Bagaimana Gambaran Evaluasi Pelaksanaan Dua Belas Indikator Keluarga Sehat
di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun
2016?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui sejauh mana gambaran evaluasi pelaksanaan dua
belas indikator keluarga sehat di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei
Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
1.3.2 Tujun Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :

4
1. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator keluarga
mengikuti program KB di di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei
Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
2. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator ibu
bersalin di fasilitas kesehatan di di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
3. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator bayi
mendapat imunisasi dasar lengkap di di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
4. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator bayi
diberi ASI eksklusif di di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei
Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
5. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator
pemantauan pertumbuhan balita di di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
6. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator penderita
TB paru yang berobat sesuai standar di di Desa Medan Estate
Kecamatan Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
7. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator penderita
hipertensi yang berobat teratur di di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
8. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator penderita
gangguan jiwa berat yang di obati di di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
9. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator tidak ada
anggota keluarga yang merokok di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
10. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator
sekeluarga sudah menjadi JKN di di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
11. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator
mempunyai sarana air bersih di Desa Medan Estate Kecamatan Percut
Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.

5
12. Untuk mengetahui gambaran evaluasi pelaksanaan indikator
menggunakan jamban keluarga di Desa Medan Estate Kecamatan
Percut Sei Tuan kabupaten Deli serdang tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Instasi Terkait :
a. Bagi Dunia Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
diharapkan sebagai bahan masukan, sumbangan pemikiran dan
sebagai bahan untuk memecahkan permasalahan bagi pemerintah,
instasi terkait, masyarakat, dan fasilitas kesehatan.
b. Bagi Puskesmas Tanjung Rejo
Khususnya pada tim kesehatan yang ada di Puskesmas Tanjung
Rejo Sumatera Utara dalam meningkatkan penyuluhan dan pembinaan
terhadap masyarakat luas, mengenai dua belas indikator keluarga
sehat.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
masyarakat di Desa Medan Estate untuk lebih termotivasi dan ikut
serta dalam pelaksanaan program Dua Belas Indikator Keluarga Sehat.
3. Bagi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
mahasiswa untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi
mahasiswa sebagian acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis
untuk tahap berikutnya diharapkan juga dapat memberikan manfaat
untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memberi pengalaman langsung dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang dimiliki tentang dua belas indikator keluarga sehat.
Selain itu bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan obyek penelitian serta informasi untuk melengkapi
referensi (kepustakaan) sehingga dapat menunjang pengetahuan.
1.5 Ruang Lingkup
1.5.1 Judul penelitian

6
Gambaran Pelaksanaan Dua Belas Indikator Keluarga Sehat di Desa
Medan Estate Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei
Tuan kabupaten Deli Serdang tahun 2016”.
1.5.2 Metode penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif dengan pendekatan
cross sectional
1.5.3 Waktu penelitian
Penelitan diakukan pada hari Senin tanggal 04 Juni – 12 Juni 2018.
1.5.4 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan
kabupaten Deli Serdang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAMBARAN UMUM DESA MEDAN ESTATE


Desa Medan Estate berada di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Desa Medan Estate 6,90 km.
Jarak desa dengan kota kecamatan berjarak 3 Km sedangkan jarak desa dengan
ibukota kabupaten 30 Km. Desa Medan Estate memiliki batas wilayah sebelah
utara berbatasan dengan Desa Sampali dan Desa Laut Dendang, sebelah timur
berbatasan dangan Desa Bandar Khalifah sedangkan sebelah barat dan selatan
berbatasan langsung dengan Pemerintahan Kota.
Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang ada
beberapa indikator yang presentasenya masih rendah, diantaranya adalah :1. Bayi
diberi ASI eksklusif selama 6 bulan, sebanyak 10,6%, 2. Tidak ada anggota
keluarga yang tidak merokok lebih banyak yaitu 65,5% 3.Penggunaan air bersih
39,0% ,4. Sekeluarga sudah menjadi anggota JKN sebanyak 47,7% dan tidak ada

7
perbedaan yang signifikan antara keluarga penderita hipertensi yang sudah atau
belum berobat secara teratur yaitu hanya sebanyak 50,1%.
2.2 KELUARGA SEHAT
2.2.1 Program Keluarga Sehat
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda
ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia.
Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia
Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera.
(Kemenkes RI, 2016).
Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu:
(Kemenkes RI, 2016).

1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak


2. Meningkatnya pengendalian penyakit
3. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan
4. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) Kesehatan,
5. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta
6. Meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar
utama, yaitu:1
1) Penerapan paradigma sehat
2) Penguatan pelayanan kesehatan, dan
3) Pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN).

Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengharus


utamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan
preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan

8
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi
sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum
of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan
dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu
dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga
sehat.(Kemenkes RI, 2016).

2.2.2 Tiga Hal Yang Diperlukan Program Keluarga Sehat


1. Instrumen yg digunakan di tingkat keluarga:1
 profil kesehatan keluarga (prokesga)
 paket informasi kesehatan keluarga (pinkesga)
2. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan
keluarga:
 Focus Group Discussion (FGD) melalui dasa wisma/PKK
 kesempatan konseling di UKBM (mis: posyandu)
 forum-forum yang sudah ada di masyarakat (rembug desa)
3. Keterlibatan tenaga/organisasi masyarakat sebagai mitra:
o kader kesehatan
o pengurus organisasi kemasyarakatan setempat(mis: pkk, karang
 taruna)
2.2.3 Pendekatan Keluarga Sehat
Cara kerja puskesmas yang tidak hanya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan
mengunjungi keluarga-keluarga diwilayah kerjanya (tidak hanya
mengandalkan UKBM yg ada) (Kemenkes RI, 2016)
 Pendekatan pelayanan yang mengintegrasikan UKP & UKM
 Secara berkesinambungan
 Dengan target keluarga
 Didasari data & informasi dari profil kesehatan keluarga
Dengan tujuan:
1. Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang
komprehensif
2. Mendukung pencapaian SPM kab/kota& SPM provinsi
3. Mendukung pelaksanaan JKN
4. Mendukung tercapainya Program Indonesia Sehat.(Kemenkes RI, 2016)

9
2.2.4 Prioritas Program Keluarga Sehat
 Kesehatan ibu:
 Menurunkan angka kematian ibu (AKI)
 Kesehatan anak:
 Menurunkan angka kematian bayi (AKB)
 Menurunkan prevalensi balita pendek (stunting)
 Pengendalian penyakit menular:
 Mempertahankan prevalensi HIV-AIDS <0,5
 Menurunkan prevalensi tuberkulosis
 Menurunkan prevalensi malaria
 Pengendalian penyakit tdk menular
 Menurunkan prevalensi hipertensi
 Mempertahankan prevalensi obesitas pada 15,4
 Menurunkan prevalensi diabetes
 Menurunkan prevalensi kanker
Diperkuat dengan penyehatan lingkungan (sanitasi dan air minum).
(Kemenkes RI, 2016)
2.2.5 Batasan dan Tingkat Keluarga Sehat
 Batasan operasional keluarga:

keluarga inti (suami, isteri dan anak) dalam 1 Rumah bisa


terdapat > 1 Keluarga

 Disepakati 3 tingkatan Keluarga Sehat yaitu:

• Keluarga sehat>80% indikator baik


• Keluarga pra-sehat50%-80% indikator baik
• Keluarga tidak sehat<50% indikator baik.(Kemenkes RI, 2016).

2.3 Dua Belas Indikator Keluarga Sehat


2.3.1 Keluarga Mengikuti Program Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Keluarga Berencana yaitu membatasi jumlah anak
dimana dalam satu keluarga hanya diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak
saja. Keluarga berencana yang diperbolehkan adalah suatu usaha pengaturan

10
atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas
kesepakatan suami istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan
keluarga, masyarakat, maupun negara. Dengan demikian KB disini
mempunyai arti yang sama dengan pengaturan keturunan.(Melani D, 2015).
Keluarga berencana merupakan program sosial dasar yang penting
artinya bagi suatu bangsa sesuai dengan Undang-undang NO.10 tahun 1992
menyebutkan bahwa keluarga berencana (KB) merupakan upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga, serta peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera. Hal ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan
ekonomi dan kesehatan Keluarga Berencana memberikan keuntungan
ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat. Dengan
demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam
meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak.
Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat
menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan
ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak
kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan
ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga
membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih
baik dengan merencanakan proses reproduksinya.(Melani D, 2015).
Kelebihan dari program KB disini antara lain sebagai berikut :
(Melani D, 2015).
a) Mengatur angka kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga serta
membantu pemerintah mengurangi resiko ledakan penduduk atau baby
boomer
b) Penggunaan kondom akan membantu mengurangi resiko penyebaran
penyakit menular melalui hubungan seks

11
c) Meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Sebab, anggaran keuangan
keluarga akhirnya bisa digunakan untuk membeli makanan yang lebih
berkualitas dan bergizi

d) Menjaga kesehatan ibu dengan cara pengaturan waktu kelahiran dan juga
menghindarkan kehamilan dalam waktu yang singkat.

e) Mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus


dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat
dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
menurunkan angka kematian maternal.

2.3.2 Ibu Bersalin di Fasilitas Kesehatan


Persalinan merupakan salah satu peristiwa penting dan senantiasa
diingat dalam kehidupan wanita. Persalinan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan tempat persalinan berlangsung.(Melani D, 2015).
Tempat bersalin termasuk salah satu faktor yang dapat memengaruhi
psikologis ibu bersalin. Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan
yang tidak tepat akan berdampak secara langsung pada kesehatan ibu.
Setidaknya ada dua pilihan tempat bersalin yaitu di rumah Ibu atau di unit
pelayanan kesehatan.(Kemenkes RI, 2016).
Persalinan difasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang
siap menolong sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Minimal di
fasilitas kesehatan seperti puskesmas yang mampu memberikan pelayanan
obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED). Dipahami belum seluruh
Puskesmas mampu untuk memberikan pelayanan dasar tersebut, minimal
pada saat ibu melahirkan di Puskesmas terdapat tenaga yang dapat segera
merujuk jika terjadi komplikasi.(Kemenkes RI,2016).
Pertolongan persalinan memenuhi kaidah 4 pilar safe motherhood,
yang salah satunya adalah persalinan bersih dan aman serta ditolong oleh
tenaga kesehatan yang terampil. Perlu diwaspadai adanya resiko infeksi
dikarenakan paparan lingkungan yang tidak bersih, alas persalinan yang

12
tidak bersih, serta alat dan tangan penolong yang tidak bersih karena
mobilisasi dari pusat pelayanan kesehatan ke rumah ibu. Pemilihan tempat
bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara
langsung pada kesehatan ibu. Sampai saat ini angka kematian ibu di
Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
(Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data Profil kesehatan Indonesia tahun 2011; cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan
sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 cenderung mengalami peningkatan.
Bahkan pada tahun 2011 cakupan pertolongan persalinan oleh petugas
kesehatan di Indonesia telah mencapai 88,38 %. Akan tetapi, meningkatnya
cakupan penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan di Indonesia belum
diimbangi dengan peningkatan jumlah persalinan di sarana pelayanan
kesehatan.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2010, persalinan ibu anak
terakhir dari kelahiran lima tahun terakhir menunjukkan bahwa 55.4 %
melahirkan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit (pemerintah dan
swasta), rumah bersalin, Puskesmas, Pustu, praktek dokter atau praktek
bidan. Terdapat 43,2% melahirkan di rumah/lainnya dan hanya 1,4 persen
yang melahirkan di polindes/poskesdes. Apabila dianalisis lebih lanjut,
diantara anak yang dilahirkan di rumah/lainnya, ternyata tenaga yang
menolong proses persalinan adalah dokter (2,1%), bidan (51,9%), paramedis
lain (1,4%), dukun (40,2%), serta keluarga (4,0%).(Kemenkes RI, 2016).

2.3.3 Bayi Mendapat Imunisani Dasar Lengkap


Pengembangan Program Imunisasi (PPI) merupakan program
pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional
Universal Child Immunization (UCI) pada akhir 1990. Tujuan program
imunisasi dalam komitmen internasional (ultimate goal) adalah eradikasi
polio (ERAPO), eliminasi tetanus neonatorum (ETN), serta reduksi campak,
yang akan dicapai pada tahun 2000. Sedangkan target UCI 80-80-80

13
merupakan tujuan antara (intermediate goal) berarti cakupan imunisasi
untuk BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis B, harus mencapai 80% baik
di tingkat nasional, propinsi, kabupaten bahkan di setiap desa.(Sakdiyah H,
2015).
Pada saat ini imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat, ini
terbukti dengan menurunnya angka kesakitan dan angka kematian bayi.
Angka kesakitan bayi menurun 10% dari angka sebelumnya, sedangkan
angka kematian bayi menurun 5% dari angka sebelumnya menjadi 1,7 juta
kematian setiap tahunnya di Indonesia.
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang.(Sakdiyah H, 2015).
Tujuan Pemberian Imunisasi
a. Untuk mencegah terjadinya infeksi tertentu
b. Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah
gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.
Adapun 7 (tujuh) macam penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi adalah sebagai berikut : (Sakdiyah H, 2015).
a. TBC
b. Polio myelitis (kelumpuhan)
c. Difteri
d. Pertusis
e. Tetanus
f. Hepatitis
g. Campak
Macam – macam imunisasi
1. BCG
a. Gunanya : memberikan kekebalan terhadap penyakit tuberkolosis
(TB). Kekebalan yang diperoleh anak tidak mutlak 100%, jadi
kemungkinan anak akan menderita penyakit TBC ringan, akan tetapi
terhindar dari TBC berat-ringan.
b. Tempat penyuntikan : pada lengan kanan atas.
c. Kontra indikasi :

14
a. Anak yang sakit kulit atau infeksi kulit ditempat penyuntikan.
b. Anak yang telah menderita penyakit TBC.
d. Efek samping
 Reaksi normal
a. Setelah 2-3 minggu pada tempat penyuntikan akan terjadi
pembengkakan kecil berwarna merah kemudian akan menjadi luka
dengan diameter 10 mm.
b. Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu agar tidak memberikan apapun
pada luka tersebut dan diberikan atau bila ditutup dengan menggunakan
kain kasa kering dan bersih.
c. Luka tersebut akan sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan parut
(scar) dengan diametr 5-7 mm.
 Reaksi berat
a. Kadang-kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat/abces
yang lebih luas.
b. Pembengkakan pada kelenjar limfe pada leher atau ketiak.4
2. DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)
a. Gunanya : Memberikan kekebalan terhadap penyakit dipteri, pertusis, tetanus.
b. Tempat penyuntikan : Di paha bagian luar.
c. Kontra indikasi :
1. diatas 38º C
2. Reaksi berlebihan setelah pemberian imunisasi DPT sebelumnya
seperti panas tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran dan syok.
3. Panas Efek samping :
 Reaksi lokal
a. Terjadi pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan
disertai demam ringan selama 1-2 hari.
b. Pada keadaan pertama (reaksi lokal) ibu tidak perlu panic sebab
panas akan sembuh dan itu berarti kekebalan sudah dimiliki oleh
bayi.
 Reaksi Umum
a. Demam tinggi, kejang dan syok berat.
b. Pada keadaan kedua (reaksi umum atau reaksi yang lebih berat)
sebaiknya ibu konsultasi pada bidan atau dokter.(Sakdiyah H,
2015).
3. Hepatitis B
a. Gunanya : Memberi kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis
b. Tempat penyuntikan : Di paha bagian luar

15
c. Kontra indikasi : Tidak ada
d. Efek samping : Pada umumnya tidak ada
4. Polio
a. Gunanya : Memberikan kekebalan terhadap penyakit polio nyelitis
b. Cara pemberian : Diteteskan langsung kedalam mulut 2 tetes
c. Kontra indikasi:
1. Anak menderita diare berat
2. Anak sakit panas
Efek samping :
1. Reaksi yang timbul bisaanya hampir tidak ada, kalaupun ada hanya
bercak-bercak ringan.
2. Efek samping hampir tidak ada, bila ada hanya berupa kelumpuhan
pada anggota gerak dan tertular kasus polio orang dewasa.
3. Kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi polio adalah 45-100%.

5. Campak
a. Gunakan : Memberi kekebalan terhadap penyakit campak.
b. Tempat penyuntikan : Pada lengan kiri atas
c. Kontra indikasi :
1. Panas lebih dari 38ºC
2. Anak yang sakit parah
3. Anak yang menderita TBC tanpa pengobatan
4. Anak yang defisiensi gizi dalam derjat berat
5. Riwayat kejang demam
d. Efek samping :
1. Panas lebih dari 38ºC
2. Kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12
3. Dapat terjadi radang otak dalam 30 hari setelah penyuntikan tetapi
kejadian ini jarang terjadi.(Sakdiyah H, 2015). Jadwal Pemberian
Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi.
TABEL 1.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar.(Sakdiyah H, 2015).

No Jenis Jadwal
1 BCG diberikan 1 kali (pada usia 1 bulan)
2 DPT diberikan 3 kali (pada usia 2,3,dan 4 bulan)
3 Polio diberikan 4 kali (pada usia 1,2,3, dan 4 bulan)
4 Campak diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan)
5 Hepatitis B diberikan 1 kali (pada usia 0-7 hari)

16
2.3.4 Bayi di Beri ASI Eksklusif selama 6 bulan
Menurut UUD No.36/2009 pasal 129 ayat (1) Pemerintah bertanggung
jawab menetapkan kebikan dalam rangka menjamin hak bayi untuk
mendapatkan Air Susu Ibu secara eksklusif. KEPMENKES
No.450/MENKES/SK/VI/2004 Tentang ASI eksklusif menetapkan ASI
eksklusif di Indonesia selama 6 ulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai
dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan pemberian makanan
tambahan yang sesuai.(Aprilia M, 2015).
World Healt Organization (WHO) merekomendasikan bahwa langkah
terbaik menjaga kesehatan bayi dan ibunya adalah pemberian ASI eksklusif
setidakmya sampai 6 bulan. ASI eksklusif bukan hanya semata didasarkan
pada pertimbangan bahwa ASI eksklusif adalah makanan terbaik bagi bayi,
akan tetapi juga menjadi bagian integral dari proses reproduksi yang
memiliki implikasi penting bagi kesehatan ibu yang menyusui. Dan
pemberian ASI selama 6 bulan justru mendorong pertumbuhan bayi yang
optimal. The World Allience for Breastfeeding Action (WABA)
memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila
diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI
Eksklusif sampai dengan 6 bulan, karena ASI selain mengandung gizi yang
cukup, lengkap, juga mengandung imun untuk kekebalan tubuh bayi.
(Aprilia M, 2015).
Dari data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 menunjukan bahwa sebanyak 27% bayi di Indonesia mendapatkan ASI
eksklusif sampai dengan umur 4-5 bulan. Sedangkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, angka pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur
0-6 bulan hanya mencapai angka 30,2%. Angka yang relative masih sedikit,
padahal dengan ASI dan menyusui baik ibu dan bayinya akan mendapatkan
banyak manfaat. Bahkan hal ini juga berimbas ke lingkungan, masyarakat,
bangsa, dan Negara.(Aprilia M, 2015).
Manfaat ASI Eksklusif

17
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan
minuman lain, ASI Eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan.
(Aprilia M, 2015).
1. Manfaat ASI bagi bayi adalah :
a. Merupakan makanan yang sempurna.
b. Mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi untuk
perkembangan dan pertumbuhan yang sempurna.
c. Mengandung zat kekebalan tubuh untuk mencegah bayi dari
berbagai penyakit infeksi (diare, batuk, pilek, radang tenggorokan
dan gangguan pernapasan).
d. Melindungi bayi dari alergi
e. Aman dan terjamin kebersihannya
f. Komposisi ASI berubah sesuai dengan pertumbuhan bayi
2. Manfaat ASI bagi ibu menyusui adalah sebagai berikut :
a. Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi
b. Mengurangi perdarahan setelah persalinan
c. Mempercepat pemulihan kesehatan ibu
d. Mengurangi resiko terkena kanker payudara
e. Menunda kehamilan berikutnya
f. ASI lebih murah dan hemat dibandingkan susu formula
g. ASI selalu tersedia setiap saat dalam keadaan segar
3. Manfaat ASI bagi keluarga adalah sebagai berikut :
a. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula,
misalnya merebus air dan pencucian peralatan
b. Mengurangi biaya dan waktu untuk pemeliharaan kesehatan iu.
c. Keuntungan Memberiakan ASI Eksklusif
4. keuntungan memberikan ASI secara Eksklusif kepada bayi, adalah :
a. Bayi lebih sehat, lincah, dan tidak cengeng
b. Bayi tidak sering sakit
c. Mengurangi biaya untuk pemeliharaan ibu dan bayi.(Aprilia M,
2015).
2.3.4.1 Masalah Yang Terjadi
Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang
dilakukan Puskesmas Tanjung Rejo, didapatkan bahwa pencapaian bayi
diberi ASI eksklusif selama enam bulan dari program dua belas indikator
keluarga sehat hanya sebesar 10,6%, hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan ibu menyusui, tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI

18
selama enam bulan kepada bayi. Selain itu juga karena sebagian besar
penduduk desa tersebut adalah buruh tani, maka ibu yang memiliki bayi
tersebut lebih memilih susu formula dibandingkan ASI dengan alasan susu
formula lebih mudah dibuat dan diberikan oleh siapa saja yang menjaga
bayinya di rumah. Disamping itu ada beberapa ibu menyusui yang
mengeluhkan air susunya tidak keluar, sehingga ibu tersebut mengganti ASI
dengan susu formula.(Puskesmas Tanjung Rejo, 2016).
2.3.5 Pertumbuhan Balita di Pantau Tiap Bulan
Bertambah berat badan merupakan tanda yang menunjukkan bahwa
seorang anak balita sehat dan tumbuh serta berkembang dengan baik. Setiap
anak seharusnya memiliki Kartu Menuju sehat (KMS) guna memantau
pertumbuhannya. Tiap kali penimbangan, berat badan anak harus ditandai
dengan mencantumkan titik pada KMS dan setiap titik dihubungkan
sehingga membentuk sebuah garis yang menunjukkan kondisi pertumbuhan
anak.(Kemenkes RI, 2016).
 Jika garis naik, maka pertumbuhan anak baik
 Garis yang datar atau turun merupakan tanda bahwa anak harus
mendapat perhatian lebih
Menimbang Balita setiap bulan di Posyandu
1. Untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat
2. Untuk mengetahui & mencegah gangguan pertumbuhan balita
3. Ibu mendapat penyuluhan gizi pertumbuhan balita

4. Merujuk balita ke Puskesmas, bila


 balita sakit demam/batuk/pilek/diare
 2 bulan berat badan tidak naik

 berat badan dibawah garis merah


Mengapa di Posyandu :
1. Memiliki peralatan lengkap
2. Mendapat vitamin A merah(hanya diberikan untuk Balita dan Ibu Nifas)
& kapsul B biru (hanya diberikan untuk bayi 6-11 bulan)
3. Imunisasi lengkap

19
4. Mendapatkan makanan tambahan bergizi
5. Ibu mendapat tablet tambah darah
6. Ibu mendapat pengetahuan.(Kemenkes RI, 2016).
2.3.5.1 Masalah yang terjadi
Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang
dilakukan Puskesmas Tanjung Rejo, didapatkan bahwa pencapaian
pertumbuhan balita dipantau tiap bulan dari program dua belas indikator
keluarga sehat hanya sebesar 85,1%, hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan ibu tentang pertumbuhan balita, karena ibu merasa bahwa jika
anaknya terlihat banyak makan, gemuk, dan lincah maka anak tersebut
dianggap sehat.(Puskesmas Tanjung Rejo 2016).
2.3.6 Penderita Tb Paru Berobat Sesuai Standar
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya
hingga kematian.(Kemenkes RI, 2016).
Tanda-tanda gejala Tuberkulosis
 Batuk berdahak selama 2 minggu / lebih
 Dahak bercampur darah

 Sesak nafas, Badan lemas, Malaise

 Nafsu makan menurun, Berat badan menurun

 Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, Demam meriang lebih


dari satu bulan.
Selama proses pengobatan diperlukan pemeriksaan dahak pada :
 Akhir tahap awal (intensif) pengobatan sesudah 2-3 bulan
 1 bulan sebelum masa pengobatan berakhir

 Akhir pengobatan
Apa yang terjadi jika berhenti minum obat TB sebelum waktunya?
 Penyakit TB tidak sembuh dan dapat terus menerus ke orang lain

20
 Kuman TB dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat sehingga
pengobatan berikutnya akan lebih lama dan lebih mahal karena jenis
obatnya berbeda
 Kuman TB yang kebal obat juga dapat ditularkan kepada orang lain
dengan status kebal obat (lebih bahaya)
Bagaimana cara mencegah penularan TB?
 Penderita TB harus menutup mulutnya sewaktu batuk dan bersin
 Tidak meludah di sembarang tempat.(Kemenkes RI, 2016)

2.3.7 Penderita Hipertensi Berobat Secara Teratur


Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang.(Kemenkes RI, 2016).
Efek Jangka Panjang Penderita Darah Tinggi :
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu
lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal),
jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.
(Kemenkes RI, 2016).
Faktor Resiko Hipertensi : (Kemenkes RI, 2016).
 Umur,
 Jenis kelamin,

 Riwayat keluarga,

 Genetik,

 Kebiasaan merokok,

 Konsumsi garam,

 Konsumsi lemak jenuh,

 Penggunaan jelantah,

21
 Kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol,

 Obesitas,

 Kurang aktifitas fisik,

 Stres,

 Penggunaan estrogen.
Tanda-tanda gejala Hipertensi :
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak).(Kemenkes RI, 2016).
Gejala yang dimaksud adalah :
 Sakit kepala,
 Perdarahan dari hidung (mimisan)

 Pusing,

 Mual dan Muntah,

 Wajah kemerahan dan kelelahan

2.3.7.1 Masalah yang terjadi


Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang
dilakukan Puskesmas Tanjung Rejo, didapatkan bahwa pencapaian penderita
hipertensi yang berobat secara teratur dari program dua belas indikator
keluarga sehat hanya sebesar 50,1%, hal ini dikarenakan jarak antara
puskesmas atau fasilitas kesehatan yang terlalu jauh dari tempat tinggal
warga, tingkat ekonomi warga yang rendah serta kurangnya pengetahuan
dan pemahaman warga tentang bahayanya penyakit hipertensi yang menjadi
salah satu kendala untuk warga memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas
atau fasilitas kesehatan yang lainnya.(Rekapitulasi Puskesmas Tanjung Rejo,
2016)

22
2.3.8 Gangguan Jiwa Berat Tidak di Telantarkan
Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban
kesehatan yang signifikan. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas)
sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih dari 14 juta
jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia. Sedangkan untuk
gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7 per
1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan
jiwa berat (psikosis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa
berat sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus.(Kemenkes RI, 2016).
Gangguan jiwa dan penyalahgunaan NAPZA juga berkaitan dengan
masalah perilaku yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan
laporan dari Mabes Polri pada tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh
diri sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang berarti ada sekitar 1.170 kasus
bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun. Prioritas untuk kesehatan jiwa
adalah mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat
(UKJBM) yang ujung tombaknya adalah Puskesmas dan bekerja bersama
masyarakat dalam mencegah meningkatnya gangguan jiwa masyarakat.
(Kemenkes RI, 2016).
2.3.9 Tidak Ada Keluarga Anggota yang Merokok
Merokok menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat, sebagian
orang memandang merokok lebih banyak merugikan daripada
menguntungkan. Rokok merupakan zat adiktif yang dapat membahayakan
kesehatan individu atau masyarakat yang mengkonsumsinya. Merokok
dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan dapat juga dijumpai di
berbagai tempat umum. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di
tempat umum, namun perokok tetap saja tidak menghiraukan larangan
tersebut.(Kemenkes RI, 2016).
Data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukkan, bila
dibandingkan dengan negara-negara lain yang melaksanakan GATS (16 low
dan middle income countries), Indonesia menduduki posisi pertama dengan

23
prevalensi perokok aktif tertinggi, yaitu 67,0 % pada laki-laki dan 2,7 %
pada wanita. Kebiasaan merokok telah menyebabkan 1 dari 10 kematian
orang dewasa di seluruh dunia dan telah mengakibatkan 5,4 juta kematian.
Fakta memperlihatkan, bahwa 1 kematian untuk setiap 6,5 detik fakta
tersebut tentu sangat mengejutkan. Tingginya angka kematian akibat
merokok mungkin akan semakin meningkat lagi dalam setiap tahunnya,
mengingat kebiasaan merokok kini telah merambah hingga ke kalangan
anak-anak dan remaja.(Kemenkes RI, 2016).
2.3.9.1 Masalah yang terjadi
Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang
dilakukan Puskesmas Tanjung Rejo, didapatkan bahwa pencapaian tidak ada
anggota keluarga yang merokok dari program dua belas indikator keluarga
sehat hanya sebesar 65%, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman warga tentang bahayanya merokok serta kebiasaan merokok
yang sulit untuk dihilangkan. (Rekapitulasi Puskesmas Tanjung Rejo, 2016).

2.3.10 Keluarga Memiliki atau Memakai Air Bersih


Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Penyediaan air
bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai
peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang
berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau
taraf/kualitas hidup masyarakat.(Nitonga dkk, 2013).
Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di indonesia
masih dihadapkan pada beberpa permasalahan yang cukup kompleks dan
sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang
masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air
bersih untuk masyarakat.(Nitonga dkk, 2013).

24
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih
yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya
memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.
(Nitonga dkk, 2013).
a. Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih
Sistem penyedian air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan
utama. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan kualitatif, persyaratan
kuantitatif dan persyaratan kontinuitas.
1. Persyaratan Kualitatif.
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku
air bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia,
persyaratan biologis dan persyaratan radiologis.(Nitonga dkk, 2013). Syarat-
syarat tersebut berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990
dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:
(Asih dan Eka, 2014).
a) Syarat-syarat fisik.
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau
kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang
diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.
b) Syarat-syaratKimia.
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah
yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : PH,
total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe),
mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F),
serta logam berat.
c) Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis.

25
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang
mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak
adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.
d) Syarat-syarat Radiologis.
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh
mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.
2. Persyaratan Kuantitatif (Debit).
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari
standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah
kebutuhan air bersih.(Nitonga dkk, 2013).

2.3.10.1 Masalah yang terjadi


Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang
dilakukan Puskesmas Tanjung Rejo, didapatkan bahwa pencapaian
penggunaan sarana air bersih dari program dua belas indikator keluarga
sehat hanya sebesar 39,0%, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman warga tentang manfaat air bersih dan dampak penyakit yang
dtimbulkan dari penggunaan air yang tidak bersih. (Rekapitulasi Puskesmas
Tanjung Rejo, 2016).
2.3.11 Keluarga Memiliki atau Memakai Jamban Sehat
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang
lazim disebut kakus atau WC. Pengertian lainnya tentang jamban adalah
pengumpulan kotoran manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan
bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan menganggu estetika.
Sementara menurut Kementrian Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas

26
pembuangan tinja yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
(Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan No. 852 Tahun 2008
tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban Sehat
adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan
mata rantai penularan penyakit.(Kemenkes RI, 2016).

Syarat Jamban Sehat


Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak
10-15 meter dari sumber air minum.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun tikus.
c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitar.
d. Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.
f. Cukup penerang
g. Lantai kedap air
h. Ventilasi cukup baik
i. Tersedia air dan alat pembersih.
Jenis jamban keluarga
Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan
yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki
kebutuhan air yang tercakupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus
dapat di bedakan atas beberapa macam : (Melani D, 2015).
1. Jamban cemplung
Adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah
tempat injakan atau di bawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah
mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak di mungkinkan
penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban
ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu lama karena tidak
terlalu dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya 1,5-3 meter.
2. Jamban empang (Overhung Latrine)

27
Adalah jamban yang di bangun di atas empang, sungai ataupun rawa.
Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang bisanya di
pakai untuk ikan, ayam.
3. Jamban kimia (chemical toilet)
Jamban model ini biasanya di bangun pada tempat-tempat rekreasi,
pada transportasi seperti kereta api, pesawat terbang dan lain-lain. Disini
tinja disenfaksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan
pembersihannya di pakai kertas tisue (toilet piper). Jamban kimia sifatnya
sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi.
4. Jamban leher angsa (angsa latrine)
Jamban leher angsa adalah jamban leher lubang closet berbentuk
lengkung, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga
dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban
model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan
lingkungan. (Kemenkes RI, 2016).

2.3.12 Sekeluarga Menjadi Anggota Jaminan Kesehatan Nasional


(JKN)
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintah yang
bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera.
( Asih dan Eka, 2014).
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan
bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan
tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada
UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut dengan mengeluarkan UU No
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk
memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam UU No 36

28
Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.(Asih dan Eka, 2014). Sesuai dengan UU No 40
Tahun 2004 tentang SJSN, maka Jaminan Kesehatan Nasional dikelola
dengan prinsip : (Asih dan Eka, 2014).
1. Gotong royong. Dengan kewajiban semua peserta membayar iuran maka
akan terjadi prinsip gotong royong dimana yang sehat membantu yang
sakit, yang kaya membantu yang miskin.
2. Nirlaba. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak diperbolehkan
mencari untung. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya harus dimanfaatkan untuk
kepentingan peserta.
3. Keterbukaan, kehati – hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip manajemen ini mendasari seluruh pengelolaan dana yang berasal
dari iuran peserta dan hasil pengembangan.
4. Portabilitas. Prinsip ini menjamin bahwa sekalipun peserta berpindah
tempat tinggal atau pekerjaan, selama masih di wilayah Negara Republik
Indonesia tetap dapat mempergunakan hak sebagai peserta JKN.
5. Kepesertaan bersifat wajib. Agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
6. Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana
titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik – baiknya demi
kepentingan peserta.
7. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar – besar kepentingan peserta.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam prinsip pelaksanaan program


JKN di atas, maka kepesertaan bersifat wajib. Peserta adalah setiap orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta JKN terdiri dari Peserta

29
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non Penerima Bantuan Iuran
(Non PBI).(Asih dan Eka, 2014).
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, diantaranya disebutkan bahwa:
(Asih dan Eka, 2014).
1. Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh Menteri
Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan lembaga
terkait.
2. Hasil pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu yang dilakukan
oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
statistik (BPS) diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri Sosial untuk
dijadikan data terpadu.
3. Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri Sosial dirinci menurut
provinsi dan kabupaten/kota dan menjadi dasar bagi penentuan jumlah
nasional PBI Jaminan Kesehatan.
4. Menteri Kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan
Kesehatan sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS
Kesehatan.

Untuk tahun 2014, peserta PBI JKN berjumlah 86,4 juta jiwa yang
datanya mengacu pada Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) yang dilaksanakan pada tahun 2011 oleh BPS
dan dikelola oleh Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K). (Asih dan Eka, 2014).
Namun demikian, mengingat sifat data kepesertaan yang dinamis,
dimana terjadi kematian, bayi baru lahir, pindah alamat, atau peserta adalah
PNS, maka Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 149
tahun 2013 yang memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk
mengusulkan peserta pengganti yang jumlahnya sama dengan jumlah
peserta yang diganti. Adapun peserta yang dapat diganti adalah mereka yang
sudah meninggal, merupakan PNS/TNI/POLRI, pensiunan

30
PNS/TNI/POLRI, tidak diketahui keberadaannya, atau peserta memiliki
jaminan kesehatan lainnya. Disamping itu, sifat dinamis kepesertaan ini juga
menyangkut perpindahan tingkat kesejahteraan peserta, sehingga banyak
peserta yang dulu terdaftar sebagai peserta Jamkesmas saat ini tidak lagi
masuk ke dalam BDT.(Asih dan Eka, 2014).
Peserta Non Penerima Bantuan Iuran (Non PBI)
Yang dimaksud dengan Peserta Non PBI dalam JKN adalah setiap
orang yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, yang
membayar iurannya secara sendiri ataupun kolektif ke BPJS Kesehatan.
Peserta Non PBI JKN terdiri dari : (Asih dan Eka, 2014).

1. Peserta penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu Setiap orang yang
bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah, antara lain
Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara,
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Swasta, dan
Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.
2. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu setiap
orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, antara lain pekerja
di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan lain sebagainya.
3. Bukan pekerja penerima dan anggota keluarganya, setiap orang yang
tidak bekerja tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan, antara
lain Investor, Pemberi kerja, Penerima pensiun, Veteran, Perintis
kemerdekaan, dan bukan pekerja lainnya yang memenuhi kriteria bukan
pekerja penerima upah.
2.3.12.1 Masalah yang terjadi
Dari data rekapitulasi pendataan keluarga sehat tingkat desa yang
dilakukan Puskesmas Tanjung Rejo, didapatkan bahwa pencapaian
sekeluarga menjadi angota JKN sebanyak 47,7%, hal ini disebabkan karena
masih ada beberapa warga yang tingkat ekonominya rendah sehingga warga
tersebut tidak mampu untuk membayar iuran JKN tiap bulannya, hal ini
menyebabkan keluarga tidak menjadi anggota JKN. (Rekapitulasi Tanjung
Rejo, 2016).

31
2.4 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini yang dijadikan kerangka teori tentang mekanisme


Evaluasi Pelaksanaan Dua Belas Indikator Keluarga Sehat adalah sebagai
berikut.
Rumusan Rencana Implementasi
Analisa Data Kegiatan Kegiatan
Masalah

Evaluasi Pelaksanaan 12 Indikator Keluarga


Sehat
Gambar 2.1 Kerangka Teori

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

12 Indikator Keluarga Sehat :

1. Keluarga mengikuti Program KB


2. Ibu bersalin difasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi lengkap
4. Pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan
5. Pemantauan pertumbuhan balita Tercapai
6. Penderita TB paru yang berobat Evaluasi Pelaksanaan
sesuai standar 12 Indikator
7. Penderita hipertensi yang berobat Keluarga Sehat
teratur Tidak Tercapai
8. Tidak ada anggota keluarga yang
merokok
9. Sekeluarga sudah menjadi anggota
3.3 Definisi
JKN Operasional
10. Mempunyai sarana air bersih
11. Menggunakan jamban keluarga
12. Penderita gangguan jiwa berat yang
diobati

Gambar 3.1 kerangka konsep


32
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan pada variabel yang diamati atau diteliti
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur, cara
ukur, hasil ukur dan skala yang akan dijelaskan pada tabel dibawah ini:
(Notoatmojo S, 2012).

3.3 Tabel Definisi Operasional

N Hasil
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
O Ukur
Hasil
Jika keluarga merupakan pendataan
pasangan usia subur, suami Keluarga
Keluarga atau istri atau keduanya Sehat 0=
1 mengikuti terdaftar secara resmi Puskesmas Tidak Nominal
program KB sebagai peserta/akseptor Tanjung Rejo 1 = Ya
KB dan /atau menggunakan tahun 2017
alat kontrasepsi. ( PROKESGA
)
Hasil
pendataan
Jika dikeluarga terdapat ibu
Keluarga
pasca bersalin (usia bayi 0-
Ibu bersalin Sehat 0=
12 bulan), persalinan ibu
2 di fasilitas Puskesmas Tidak Nominal
tersebut dilakukan di rumah
kesehatan Tanjung Rejo 1 = Ya
sakit atau puskesmas atau
tahun 2017
kelinik.
( PROKESGA
)
3 Bayi Jika dikeluarga terdapat Hasil 0= Nominal

33
pendataan
anak (usia 1-2 tahun), telah
Keluarga
mendapatkan imunisasi
mendapat Sehat
HB0, BCG, DPT-HB2, Tidak
imunisasi Puskesmas
DPT-HB3, 1 = Ya
dasar lengkap Tanjung Rejo
Polio1,Polio2,Polio3,Polio4
tahun 2017
dan campak.
( PROKESGA
Hasil
Jika dikeluarga terdapat pendataan
Pemberian
bayi usia >6-18 bulan, bayi Keluarga
ASI eksklusif 0=
tersebut selama 6 bulan Sehat
4 selama 6 Tidak Nominal
pertama (usia 0-6 bulan) Puskesmas
bulan 1 = Ya
hanya diberi air susu ibu Tanjung Rejo
(ASI) saja (Asi Eksklusif). tahun 2017
( PROKESGA
Hasil
pendataan
Jika dikeluarga terdapat
Pemantauan Keluarga
balita, terhadap balita 0=
pertumbuhan Sehat
5 tersebut bulan yang lalu Tidak Nominal
balita Puskesmas
ditimbang berat badanya 1 = Ya
Tanjung Rejo
untuk dicatat di posyandu.
tahun 2017
( PROKESGA
6 Penderita TB Jika dikeluarga terdapat Hasil 0= Nominal
paru yang anggota keluarga yang pendataan Tidak
berobat sesuai menderita batuk sudah 2 Keluarga 1 = Ya
standar (dua) minggu berturut-turut Sehat
belum sembuh atau Puskesmas
didiagnosis sebagai Tanjung Rejo
penderita tuberkulosis (TB) tahun 2017
paru, penderita tersebut ( PROKESGA
berobat sesuai dengan

34
petunjuk dokter/petugas
kesehatan
Hasil
Jika dikeluarga terdapat
pendataan
anggota keluarga yang
Penderita Keluarga
berdasarkan pengukuran 0=
hipertensi Sehat
7 adalah penderita tekanan Tidak Nominal
yang berobat Puskesmas
darah tinggi (hipertensi), ia 1 = Ya
teratur Tanjung Rejo
berobat sesuai petunjuk
tahun 2017
dokter/petugas kesehatan.
( PROKESGA
Jika tidak ada seorang pun
anggota keluarga yang
Hasil
sering atau kadang-kadang
pendataan
Tidak ada menghisap rokok atau
Keluarga
anggota produk lain dari tembakau. 0=
Sehat
8 keluarga yang Termasuk disini adalah jika Tidak Nominal
Puskesmas
merokok anggota keluarga tidak 1 = Ya
Tanjung Rejo
pernah atau sudah berhenti
tahun 2017
dari kebiasaan menghisap
( PROKESGA
rokok atau produk lain dari
tembakau.
Hasil
Jika seluruh anggota
pendataan
Sekeluarga keluarga memiliki kartu
Keluarga
sudah keanggotaan Badan 0=
Sehat
9 menjadi Penyelenggar Jaminan Tidak Nominal
Puskesmas
anggota JKN Sosial (BPJS) kesehatan 1 = Ya
Tanjung Rejo
dan/ atau kartu kepesertaan
tahun 2017
asuransi kesehatan lainya.
( PROKESGA
10 Mempunyai Jika keluarga memiliki Hasil 0= Nominal
sarana air akses air leding PDAM pendataan Tidak
bersih atau sumur pompa, atau Keluarga 1 = Ya

35
Sehat
sumur gali, atau mata air Puskesmas
terlindung untuk keperluan Tanjung Rejo
sehari-hari. tahun 2017
( PROKESGA
Hasil
pendataan
Jika keluarga memiliki atau
Keluarga
menggunakan sarana untuk
Menggunakan Sehat 0=
membuang air besar
11 jamban Puskesmas Tidak Nominal
(kakusa) berupa kloset atau
keluarga Tanjung Rejo 1 = Ya
leher angsa atau
tahun 2017
plengsengan.
( PROKESGA
)
Hasil
Jika di keluarga terdapat pendataan
Penderita
anggota keluarga yang Keluarga
gangguan 0=
menderita gangguan jiwa Sehat
12 jiwa berat Tidak Nominal
berat, penderita tersebut Puskesmas
yang diobati 1 = Ya
tidak ditelantarkan dan / Tanjung Rejo
atau dipasung. tahun 2017
( PROKESGA
Tabel 3.3 Definisi Operasional

36
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross-sectional untuk mengetahui Gambaran Evaluasi Pelaksanaan Dua Belas
Indikator Keluarga Sehat di Desa Medan Estate Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara.(Notoatmojo S, 2012).
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Medan Estate Kabupaten Deli Serdang
provinsi Sumatera Utara, yang dilaksanakan pada tanggal 04-12 Juni tahun 2018.
04 Juni 2018 Pre Survey
05 Juni 2018 Survey
09 Juni 2018 Pengumpulan data dan Penyuluhan
10 juni 2018 Pengolahan data dan Analisa Data
12Juni 2018 Pencetakan

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota keluarga yang
terdapat di Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara, yang memiliki 1708 Kepala Keluarga.

4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang
akan diambil. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
teknik Total sampling.Total sampling adalah Teknik pengambilan sampel ini

37
dilakukan dengan mengambil seluruh kasus atau responden yang ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.

4.4 Pengumpulan data


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengumpulan data, yaitu
data kuantitatif (Data Sekunder) adalah data yang diperoleh dari instansi terkait
yaitu dari Puskesmas Perawatan Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan\\
Kabupaten Deli Serdang.
4.5 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah
menggunakan program SPSS for windows. Kemudian diproses pengolahan data
menggunakan program computer ini terdiri dari beberapa langkah. (Notoatmojo S,
2012).
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data, kesinambungan data dan
keseragaman data, apakah sudah sesuai seperti yang diharapkan atau
tidak.
2. Scoring, penilaian data dengan memberikan skor pada pertanyaan yang
berkaitan.
3. Coding, yaitu menyederhanakan jawaban atau data yang dilakukan
dengan memberikan suatu simbol tertentu (biasanya dalam bentuk
angka) untuk setiap jawaban.
4. Tabulating, yaitu mengelompokkan data kedalam suatu tabel tertentu
menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.
5. Processing, jawaban dari responden yang telah diterjemahkan menjadi
bentuk angka, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar
dapat dianalisis.
6. Cleaning, pembersihan data merupakan kegiatan pemeriksaan kembali
data yang sudah di entry, apakah ada kesalahan atau tidak.
4.6 Analisa Data
Analisa Univariat
Analisa yang digunakan dengan menjelaskan secara deskriptif unutk
melihat distribusi frekuensi yang diajikan dalam bentuk tabel.

38
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum


5.1.1 Geografi
Lokasi
1. Puskesmas
PuskesmasTanjung Rejo merupakan salah satu puskesmas yang berada
di kecamatan Percut Sei Tuan.Puskesmas Tanjung Rejo terletak di
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan luas wilayah
yaitu 8.368,81 km.
Adapun batas-batas wilayah Puskesmas Tanjung Rejo adalah sebagai
berikut :
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang kuis dan Kabupaten
Simalungun
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Medan - Sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli
 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjung Rejo terbagi menjadi 9 desa.
1. Desa Medan Estate

Desa Medan Estate berada di Kecamatan Percut Sei Tuan


Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Desa
Medan Estate6,90 km. Jarak desa dengan kota kecamatan berjarak 3 Km
sedang kan jarak desa dengan ibukota kabupaten 30 Km. Desa Medan
Estate memiliki batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa
Sampali dan Desa Laut Dendang, sebelah timur berbatasan dangan Desa
Bandar Khalifah sedangkan sebelah barat dan selatan berbatasan langsung
dengan Pemerintahan Kota.

39
Luas Wilayah
1. Puskesmas
Berdasarkan data yang diperoleh Puskesmas Tanjung Rejo mencakup
desa dan dengan luas wilayahkerja 8.368,81 km.
Tabel 5.1 Luas Wilayah Puskesmas (Profil puskesmas Tanjung Rejo,2016)

PUSKESMAS
No LUAS WILAYAH
Tanjung Rejo DESA
( km3 )
1 Medan Estate 6.90 12
2 Sampali 23.93 25
3 Saentis 24.00 20
4 Tanjung rejo 19.00 13
5 Tanjung selamat 16.33 8
6 Cinta Rakyat 1.48 11
7 Cinta Damai 1176 5
8 Percut 10.63 18
9 Pematang Lalang 20.10 3

5.1.2 Demografi
Demografi
1. Puskesmas Tanjung Rejo
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Rejo kecamatan Percut Sei Tuan memiliki jumlah penduduk
125.613 jiwa,jumlah Kepala Keluarga 29.680 KK yang mencakup 9 desa
yaitu, desa Medan estate memiliki jumlah penduduk 18.172 jiwa, desa
Sampali memiliki jumlah penduduk 32.719 jiwa, desa Saentis memiliki
jumlah penduduk 19.137 jiwa, desa Cinta Rakyat memiliki jumlah
penduduk15.151 jiwa, desa Tanjung Rejo memiliki jumlah penduduk
11.014 jiwa, desa Tanjung Selamat memiliki jumlah penduduk6.169 jiwa,
desa Percut memiliki jumlah penduduk 15.812 jiwa, desa Cinta Damai
memiliki jumlah penduduk5.603 jiwa, desa Pematang Lalang memiliki
jumlah pendudukjiwa 1.836(Profil Puskesmas Tanjung Rejo, 2016).
2. Desa Medan Estate

40
Desa Medan Estate merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di
kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan luas wilayah
6900 Ha.Secara administratif desa Medan Estate terdiri dari 12 Dusun .
Adapun batas-batas desa Medan Estate adalah sebagai berikut :

a). Batas Wilayah Desa

Letak geografi Desa Medan Estate, terletak diantara :


a) Sebelah UTARA : Berbatasan dengan Desa Sampali
b) Sebelah TIMUR : Berbatasan dengan Desa Bandar Khalipah
c) Sebelah SELATAN : Berbatasan dengan PEMKO Medan
d) Sebelah BARAT : Berbatasan dengan PEMKO Medan

b). Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin


Kepala Keluarga : 4.167 KK
Jumlah Laki-Laki : 7.687 Jiwa
Jumlah Perempuan : 8.265 Jiwa
3. Keadaan sosial desa Medan Estate
a). Pendidikan
Banyakny amurid sekolah:

1. TK : 280 Orang

2. SD : 550 Orang

2. SD Negeri/Inpres : 730 Orang

3. SD Swasta : 471 Orang

2. SLTP Swasta : 196 Orang

b). Lembaga Pendidikan

1. Gedung PAUD : 3 buah

41
2. TK : 4buah

3. Gedung SD : 6 buah

4. Gedung SMP : 3 buah

5. Gedung SMA : 2 buah

c). Pemenuhan Air Bersih :

1 . Jumlah Sumur Galian : 1.280 Unit

5.2 Hasil Penelitian


5.2.1Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan indikator keluarga
mengikuti program KB
Tabel. 1.3Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan indikator keluarga
mengikuti program KB
Keluarga mengikuti
Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
program KB
Ya 878 67,5
Tidak 422 32,5
Total 1300 100.0
Total keluarga yang
408 -
tidakproduktif
Total KK 1708 100.0

Berdasarkan Tabel 5.2 dari total 1708 KK didapatkan 1300 keluarga


produktif dan 408 KK tidak produktif. Dari hasil keluarga yang masih
produktif ditemukan keluarga yang yang melakukan indikator mengikuti
program KB sebanyak 878 keluarga dengan presentase 67,5% dan keluarga
yang tidak mengikuti program KB sebanyak 422 keluarga dengan
presentase 32,5%, artinya sudah banyak masyarakat yang mengerti akan
pentingnya mengikuti program KB dalam perencanaan kehamilan guna
untuk membentuk kelurga yang sehat, bahagia, dan sejahtera.

42
5.2.2Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan Ibu bersalin difasilitas
kesehatan

Tabel. 1.4Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan Ibu bersalin difasilitas


kesehatan
Ibu bersalin difasilitas
Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
kesehatan
Ya 153 96,8
Tidak 5 3,2
Total 158 100.0
Total ibu yang tidak
1550 -
melakukan persalinan
Total KK 1708 100.0

Berdasarkan Tabel 1.4 dari total 1708 KK didapatkan 158kk yang


memiliki ibu yang akan melakukan persalinan, jumlah ibu yang sudah
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan sebanyak 153 keluarga dengan
presentase 96,8% dan ibu yang tidak melakukan persalinan difasilitas
kesehatan sebanyak5keluargadenganpresentase 3,2%.Artinya kesadaran ibu
untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan sangat baik.

5.2.3 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan bayi mendapat


imunisasi dasar lengkap
Tabel. 1.5 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan bayi mendapat
imunisasidasar lengkap.
Bayi mendapat Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
imunisasi dasar

43
lengkap
Ya 145 90,1
Tidak 16 9,9
Total 161 100.0
Total keluarga yang
tidakmemilikibayiumur 1547 -
1-2 tahun
Total KK 1708 100.0

Berdasarkan Tabel 1.5 dari total 1708 KK didapatkan 161 keluarga


yang memiliki bayi umur 1-2 tahun, diantaranya diadapatkan keluarga yang
memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi sebanyak 145 keluarga
dengan presentase 90,1% dan keluarga yang tidak mendapatkan imunisasi
lengkap sebanyak16 keluargadenganpersentasesebesar9,9%. Artinya
masihada bayi yang belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap, hal ini
cukup baik untukmeningkatkan kekebalan tubuh dan pertumbuhan anak.
Pemberian imunisasi dasar lengkap untuk menghindarkan anak dari
berbagai macam penyakit seperti diare, campak, hepatitis dll.

5.2.4 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan bayi diberi ASI


Eksklusif selama 0-6 bulan

Tabel. 1.6 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan bayi diberi ASI


Eksklusifselama 0-6 bulan.

Bayidiberi ASI Eksklusif Frekuensi


Presentase (%)
selama 0-6 bulan (keluarga)

44
Ya 25 10,6
Tidak 210 89,4
Total 235 100.0
Total keluarga yang
tidakmemilikibayidibawah 1473 -
1 tahun
Total KK 1708 100.0

Berdasarkan Tabel 1.6 dari total 1708 KK didapatkan 235 keluarga


yang memiliki bayi, dan hasil yang didapat adalah keluarga yang
memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulansebanyak 25 keluarga dengan
presentase 10,6% dan keluarga yang tidak memberikan ASI Eksklusif
selama 6 bulan sebanyak 210 keluarga dengan presentase 89,4%. Artinya
sangatsedikitjumlahibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya
selama 6 bulan, hal ini kurang pengetahuan ibu terhadap pentingnya ASI
Eksklusif dan kurang memahami bagaimana cara menjaga produksi ASI.
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dan pemberian ASI Eksklusif
dianjurkan selama 6 bulan tanpa makanan tambahan. Pemberian ASI yang
baik akan meningkatkan kekebalan pada balita sehingga tidak mudah
terserang penyakit.

5.2.5 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan pertumbuhan balita


dipantau tiap bulan
Tabel. 1.7 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan pertumbuhan
balita dipantau tiap bulan
Pertumbuhan balita
dipantau tiap bulan Frekuensi (keluarga) Presentase (%)

Ya 666 85,1
Tidak 117 14,9
Total 783 100.0

45
Total KK yang
925 -
tidakmemilikibalita
Total KK 1708 100.0

Berdasarkan Tabel 1.7 dari total 1708 KKdidapatkan783 keluarga


yang memiliki balita dan keluraga yang melakukan indikator memantau
pertumbuhan balita sebanyak 666 keluarga dengan presentase 85,1%, dan
keluarga yang tidak melakukan memantau pertumbuhan balita sebanyak 117
keluarga dengan presentase 14,9%. Artinya sudah banyak ibu dari balita
yang memantau pertumbuhan balita setiap bulannya untuk mengetahui
normal atau tidaknya tumbuh kembang anak.

5.2.6 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan penderita TB paru


yang berobat sesuai standar
Tabel. 1.8 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan penderita TB
paru yang berobat sesuai standar.
penderita TB paru
yang berobat sesua Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
istandar
Ya 4 80,0
Tidak 1 20,0
Total 5 100.0
Total KK yang
1730 -
bukanpenderita TB
Total KK 1708 100.0

46
Berdasarkan data tabel 5.7 keluarga yang melakukan pengobatan
sesuai standart untuk anggota keluarga yang menderita TB paru sebanyak 4
orang dengan presentase 80%, dan keluarga yang tidak melakukan
pengobatan sesuai standart sebanyak 1 keluarga dengan presentase 20%. Ini
artinya masih banyak keluarga yang tidak melakukan pengobatan sesuai
standart, hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman warga tentang
penyakit TB Paru.

5.2.7 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan penderita hipertensi


berobat secara teratur
Tabel. 1.8 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan penderita hipertensi berobat
secara teratur.
Penderita hipertensi
berobat secara
Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
teratur

Ya 221 50,1
Tidak 220 49,9
Total 441 100.0
Total KK yang
bukan penderita 1267 -
hipertensi
Total KK 1708 100.0

47
Berdasarkan data tabel 1.8 keluarga yang memiliki anggota keluarga
yang menderita hipertensi sebanyak 51 keluarga, sebanyak 14 keluarga
sudah mengobati anggota keluarga yang menderita hipertensi secara teratur
dengan presentase 28,15% dan sisanya sebanyak 37 keluarga tidak
mengobati penderita hipertensi secara teratur dengan presentase 71,85%. Ini
artinya sebagian besar warga tidak memiliki kesadaran untuk berobat secara
rutin sudah cukup baik. Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi
yang jika tidak diobati secara teratur dapat mengakibatkan kondisi lain
seperti penyakit stroke.

5.2.8 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan gangguan jiwa berat


tidak ditelantarkan

Tabel. 1.9 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan gangguan jiwa


berat tidak ditelantarkan.
Gangguan jiwa berat
tidak ditelantarkan Frekuensi (keluarga) Presentase (%)

Ya 1 100,00
Tidak 0 0
Total 1 100.00
Total KK yang tidak
memiliki anggota
1707 -
keluarga dengan
gangguan jiwa berat
Total KK 1708 100.0

48
Berdasarkan data tabel 1.9 keluarga yang mederita gangguan jiwa sebanyak
1 orang. Tidak ada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa
ditelantarkan atau dengan persentase sebesar 100,00% di medan estate.

5.2.9 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan tidak ada anggota


keluarga yang merokok
Tabel. 1.10 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan tidak ada anggota
keluarga yang merokok

Tidak ada anggota


keluarga yang
Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
merokok

Ya 1110 65,0
Tidak 598 35,0
Total 1708 100.0

Berdasarkn data tabel 1.10, setiapkeluarga masih memiliki yang satu


atau lebih anggota keluarganya yang merokok, yaitu sebanyak 1110
keluarga dengan presentase 65,0%, sedangkan keluarga yang tidak merokok
sebanyak 598 keluarga dengan presentase 35,0%. Ini artinya masih banyak
warga yang memiliki kebiasaan merokok, hal ini dikarenakan sebagian
besar warga masih kurang menyadari bahaya dari rokok, baik bagi perokok

49
aktif maupun perokok pasif. Di dalam rokok terdapat banyak zat-zat adiktif
yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti impotensi,
kanker paru, dan penyakit jantung.

5.2.10 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan keluarga memiliki


atau memakai air bersih
Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan keluarga memiliki atau
memakai air bersih dapat dilihat di tabel 1.11 berikut ini :
Tabel. 1.11 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan keluarga memiliki
atau memakai air bersih

Keluarga memiliki
atau memakai air
Frekuensi (keluarga) Presentase (%)
bersih

Ya 666 39,0
Tidak 1042 61,0
Total 1708 100.0

Berdasarkan data tabel 1.11 Desa medan estate untuk memiliki


sumber air bersih masih sangat minim .Peran air sangatlah penting bagi
kehidupan sehari-hari, air yang kotor atau tidak memenuhi standart air
bersih dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan berbagai macam
penyakit, contohnya penyakit diare yang dapat ditularkan melalui air yang
sudah terkena bakteri E.coli atau penyebab diare lainnya. Maka dari itu,

50
untuk mencegah terjadinya hal tersebut warga harus memiliki/menggunakan
sarana air bersih dalam kehidupan sehari-hari.

5.2.11 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan keluarga memiliki


atau memakai jamban sehat
Tabel. 1.12 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan keluarga memiliki atau
memakai jamban sehat
Keluargamemilikiataumemakaijambanseh Frekuensi
Presentas
at (keluarga
e (%)
)
Ya 883 51,7
Tidak 825 48,3
Total 1708 100.0

Berdasarkan data tabel 1.12 Jamban keluarga sehat adalah salah satu
fasilitas rumah yang penting, keluarga yang tidak memiliki fasilitas jamban
sehat akan memicu untuk buang air besar sembarangan, hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit, salah satu contohnya adalah
penyakit cacingan, dan diare yang masih tinggi angka kesakitan dan
kematian pada anak.

5.2.12 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan sekeluarga menjadi


anggota JKN atau ASKES

Tabel. 1.13 Distribusi frekuensi keluarga berdasarkan sekeluarga menjadi


anggota JKN atau ASKES

51
Sekeluargamenjadianggota
Frekuensi
JKN /ASKES Presentase (%)
(keluarga)

Ya 815 47,7
Tidak 893 52,3
Total 1708 100.0

Berdasarkan data tabel 1.13 keluarga yang sudah menjadi anggota


JKN/ASKES sebanyak 815 keluarga dengan presentase 47,7% dan sisanya adalah
keluarga yang tidak menjadi anggota JKN/ASKES sebanyak 893 keluarga dengan
presentase 52,3%. Artinya masih banyak keluarga yang belum mendaftarkan
dirinya menjadi anggota JKN/ASKES, hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi
warga yang masih rendah, sehingga warga tidak sanggup untuk membayar iuran
perbulannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Lumi (2014) yang menyatakan
bahwa ”Semakin tinggi pendapatan yang di terima seseorang maka akan
menimbulkan kecenderungan untuk memilih dan menggunakan pelayanan
kesehatan dengan kualitas dan fasilitas yang lebihbaik. Sedangkan hal itu berlaku
sebaliknya, jika seseorang mempunyai pendapatan yang kurang maka akan
memilih dan menggunakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan apa yang
mereka bias bayar dan penelitian Melinda Dkk 2016 tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan minat masyarakat dalam keikutsertaan BPJS mandiri di kab
Purworejo bahwa situasi ekonomi berhubungan dengan minat masyarakat dalam
keikutsertaan BPJS mandiri.
Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Deli Serdang bekerjasama
dengan lintas sektoral yang terdekat dengan masyarakat untuk memberikan
sosialisasi agar masyarakat yang kurang mampu memenuhi syarat-syarat PBI.

JKN adalah program pemerintah yang bertujuan memberikan jaminan


kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk
dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera

52
5.2.13 Distribusi Frekuensi Keluarga Berdasarkan Dua Belas Indikator
Keluarga

Gambar 5.1 Tabel Frekuensi Keluarga Berdasarkan Dua Belas


Indikator Keluarga Sehat

Persentase %
No Indikator Total
Ya Tidak
1 Asi Esklusif 10,6 89,4 100
2 Air Bersih 39,0 61,0 100
3 Sekeluarga Menjadi Anggota JKN 47,7 52,3 100
4 Hipertensi Berobat Teratur 50,1 49,9 100
5 Jamban Keluarga 51,7 48,3 100
6 Tidak ada yang Merokok 65,0 35,0 100
7 Progam KB 67,5 32,5 100
8 TB Paru Berobat Standard 80,0 20,0 100
9 Pemantauan Tumbuh Kembang Balita 85,1 14,9 100
10 Imunisasi Lengkap 90,1 9,9 100
11 Ibu Hamil Bersalin di Faskes 96,8 3,2 100
12 Gangguan Jiwa Berobat di Faskes 100,0 0,00 100

Berdasarkan tabel 5.1 tabel keluarga berdasarkan 12 indikator

keluarga sehat urutan pencapaian dari yang terendah adalah 1. Pemberian Asi
Ekslusif yaitu hanya sebanyak 10,6% sedangkan bayi yang tidak diberi asi eklusif
sebanyak 89,4 %, 2. Penggunaan air bersih hanya 39,0 % sedangkan keluarga
yang tidak menggunakan air bersih sebanyak 61,0%, 3. Sekeluarga menjadi
anggota JKN hanya sebanyak 47,7% sedangkan keluarga yang tidak menjadi
anggota JKN sebanyak 52,3%, 4. Hipertensi berobat teratur mencapai 50,1%

53
sedangkan yang tidak berobat secara teratur 49,9%. 5. Keluarga yang memiliki
jamban sebanyak 51,7% dan keluarga yang tidak memiliki jamban sebanyak
48,3%. 6. Tidak ada anggota keluarga yang merokok sebanyak 65% dan yang
tidak ada anggota keluarga yang tidak merokok hanya 35%. 7. Keluarga yang
mengikuti program KB sebanyak 67,5% dan yang tidak mengikuti 32,5%, 8. TB
paru berobat standar 80% yang tidak berobat standar 20%, 9. Pemantauan
tumbuh kembang Balita sebanyak 85,1% 10. Imunisasi Lengkap 90,1 dan tidak
mengikuti imunisasi lengkap 9,9% , 11. Ibu hamil bersalin di Faskes sebanyak
96,8% dan yang tidak bersalin di faskes sebanyak 3,2%, 12. Gangguan jiwa
berobat di faskes 100%

54
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 12 Indikator Keluarga Sehat


6.1.1 Keluarga Mengikuti Program KB
Keluarga yang melakukan indikator mengikuti program KB sebanyak
878 keluarga (67,5%), sisanya sebanyak 422 keluarga (32,5%) tidak
mengikuti program KB dan sebanyak 408 keluarga merupakan pasangan
yang sudah tidak produktif. Dari data tersebut banyak keluarga yang sudah
mengetahui, memahami dan menerapkan program KB dalam perencanaan
kehamilan guna membentuk keluarga sehat, sejahtera, dan bahagia.
Keluarga berencana merupakan program sosial dasar yang penting
artinya bagi suatu bangsa sesuai dengan Undang-undang NO 10 tahun 1992
menyebutkan bahwa keluarga berencana (KB) merupakan upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan
usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga, serta
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera. Hal ini berarti program tersebut dapat memberikan
keuntungan ekonomi dan kesehatan. Keluarga Berencana memberikan
keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam
meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak.
(Melani D, 2015).
Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat
menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan
ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan
jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi
keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat,
KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan

55
yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya.(Melani D,
2015).
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Fitri Wulandari
tahun 2015, yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan
maka semakin tinggi juga partisipasi pasangan untuk melakukan program
KB.(Fitri dan Wulandari, 2015).
6.1.2 Ibu Bersalin di Fasilitas Kesehatan
Ibu yang sudah melakukan persalinan di fasilitas kesehatan sebanyak
153 keluarga (96,8%), sisanya merupakan ibu yang tidak melakukan
persalinan sebanyak di Faskes sebanyak 5 keluarga (3,2%). Sebagian besar
masyarakat memilih bersalin di fasilitas kesehatan karena peralatan yang
menunjang dan bila ada kegawatan dalam persalinan bisa langsung di rujuk
ke Rumah Sakit dengan terlebih dahulu diberikan pelayanan awal. Tempat
bersalin termasuk salah satu faktor yang dapat memengaruhi psikologis ibu
bersalin. Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan yang tidak
tepat akan berdampak secara langsung pada kesehatan ibu. Setidaknya ada
dua pilihan tempat bersalin yaitu di rumah Ibu atau di unit pelayanan
kesehatan. (Kemenkes RI, 2016).
Persalinan difasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang
siap menolong sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Minimal di
fasilitas kesehatan seperti puskesmas yang mampu memberikan pelayanan
obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED). Dipahami belum seluruh
Puskesmas mampu untuk memberikan pelayanan dasar tersebut, minimal
pada saat ibu melahirkan di Puskesmas terdapat tenaga yang dapat segera
merujuk jika terjadi komplikasi.(Kemenkes RI, 2016).
Pertolongan persalinan memenuhi kaidah 4 pilar safe motherhood,
yang salah satunya adalah persalinan bersih dan aman serta ditolong oleh
tenaga kesehatan yang terampil. Perlu diwaspadai adanya resiko infeksi
dikarenakan paparan lingkungan yang tidak bersih, alas persalinan yang
tidak bersih, serta alat dan tangan penolong yang tidak bersih karena
mobilisasi dari pusat pelayanan kesehatan ke rumah ibu. Pemilihan tempat
bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara

56
langsung pada kesehatan ibu. Sampai saat ini angka kematian ibu di
Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
(Kemenkes RI, 2016).
Penelitian ini sejalan dengan hasil riset kesehatan dasar 2010,
persalinan ibu anak terakhir dari kelahiran lima tahun terakhir menunjukkan
bahwa 55.4 % melahirkan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit
(pemerintah dan swasta), rumah bersalin, Puskesmas, Pustu, praktek dokter
atau praktek bidan. Terdapat 43,2% melahirkan di rumah/lainnya dan hanya
1,4 persen yang melahirkan di polindes/poskesdes. Apabila dianalisis lebih
lanjut, diantara anak yang dilahirkan di rumah/lainnya, ternyata tenaga yang
menolong proses persalinan adalah dokter (2,1%), bidan (51,9%), paramedis
lain (1,4%), dukun (40,2%), serta keluarga (4,0%).(Kemenkes RI, 2016).
6.1.3 Bayi Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap
Keluarga yang memberikan imunisasi lengkap pada bayi sebanyak
145 keluarga (90,1%), dan sisanya merupakan keluarga yang tidak memiliki
bayi usia 1-2 tahun sebanyak 16 keluarga (9,9%). Banyak dari masyarakat
mengikuti program Imunisasi Dasar Lengkap karena sudah mengetahui dan
mengerti manfaat dari imunisasi, dan sebagian kecil dari masyarakat tidak
mengikuti imunisasi karena budaya di keluarga tidak mengizinkan
Pengembangan Program Imunisasi (PPI) merupakan program
pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional
Universal Child Immunization (UCI) pada akhir 1990. Pada saat ini
imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat, ini terbukti dengan
menurunnya angka kesakitan dan angka kematian bayi. Angka kesakitan
bayi menurun 10% dari angka sebelumnya, sedangkan angka kematian bayi
menurun 5% dari angka sebelumnya menjadi 1,7 juta kematian setiap
tahunnya di Indonesia.(Sakdiyah H, 2015).
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang.(Sakdiyah H, 2015).

57
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuliana Makamban tahun 2014 yang menyimpulkan bahwa kesadaran
ibu dalam memberikan imunisasi lengkap sudah cukup tinggi terutama
pada ibu yang memiliki tingkat pendidikannya tinggi.
6.1.4 Bayi di Beri ASI Eksklusif Selama 6 Bulan
Keluarga yang memberika ASI eksklusif selama 6 bulan sebanyak
25 keluarga (10,6%), sedangkan yang tidak memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan 210 keluarga (89,4%) dan sisanya adalah keluarga yang
tidak memiliki bayi dibawah 1 tahun sebanyak 1473 keluarga. Banyak
dari masyarakat Desa medan Estate tidak memberi ASI Ekslusif selama
6 bulan hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan ibu terhadap
pentingnya ASI Eksklusif dan kurang memahami bagaimana cara menjaga
produksi ASI, dan banyak dari ibu yang sedang menyusui bekerja di
pabrik yang jauh dari rumah sehingga tidak memungkinkan untuk
memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan.
World Healt Organization (WHO) merekomendasikan bahwa langkah
terbaik menjaga kesehatan bayi dan ibunya adalah pemberian ASI eksklusif
setidakmya sampai 6 bulan. ASI eksklusif bukan hanya semata didasarkan
pada pertimbangan bahwa ASI eksklusif adalah makanan terbaik bagi bayi,
akan tetapi juga menjadi bagian integral dari proses reproduksi yang
memiliki implikasi penting bagi kesehatan ibu yang menyusui. Dan
pemberian ASI selama 6 bulan justru mendorong pertumbuhan bayi yang
optimal.(Aprilia M, 2015).
Penelitian ini tidak sejalan dengan data Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukan bahwa sebanyak 27%
bayi di Indonesia mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan umur 4-5
bulan. Sedangkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka
pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 0-6 bulan hanya mencapai
angka 30,2%. Angka yang relative masih sedikit, padahal dengan ASI dan
menyusui baik ibu dan bayinya akan mendapatkan banyak manfaat. Bahkan

58
hal ini juga berimbas ke lingkungan, masyarakat, bangsa, dan Negara.
(Aprilia M, 2015).
6.1.5 Pertumbuhan Balita di Pantau Tiap Bulan
Keluarga yang melakukan pemantauan pertumbuhan balita tiap
bulanya sebanyak 666 keluarga (85,1%), sedangkan keluarga yang tidak
memantau pertumbuhan balita tiap bulanya sebanyak 117 keluarga
(14,9%) dan sisanya adalah keluarga yang tidak memiliki balita
sebanyak 925 keluarga. Banyak dari masyarakat Desa Medan Estate
memantau pertumbuhan balita tiap bulannya dengan alasan agar
pertumbuhan balitanya bisa diketahui dan bila ada pertumbuhan yang
kurang bisa langsung diperbaiki.
Bertambah berat badan merupakan tanda yang menunjukkan bahwa
seorang anak balita sehat dan tumbuh serta berkembang dengan baik. Setiap
anak seharusnya memiliki Kartu Menuju sehat (KMS) guna memantau
pertumbuhannya. Tiap kali penimbangan, berat badan anak harus ditandai
dengan mencantumkan titik pada KMS dan setiap titik dihubungkan
sehingga membentuk sebuah garis yang menunjukkan kondisi pertumbuhan
anak.(Kemenkes RI, 2016). Belum ada penelitian dan data pasti mengenai
pemantauan pertumbuhan anak atau balita.
6.1.6 Penderita TB Paru Berobat Sesuai Standar
Keluarga yang menderita penyakit TB paru di desa medan estate
sebanyak 5 orang, keluarga yang melakukan pengobatan sesuai standar
untuk penderita TB paru tersebut sebanyak 4 orang (80,0%), dan sisanya
tidak melakukan pengobatan pada penderita TB paru sesuai standar
sebanyak 1 orang (20,0%). Masyarakat desa Medan Estate cukup
memahami tentang penyakit TB Paru dan paham bahwa perlu
mengkomsumsi obat TB sampai tuntas.
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya

59
hingga kematian. TB paru merupakan masalah kesehatan baik dari sisi
angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun
diagnosis dan terapinya, maka dari itu pasien yang sudah terdiagnosa TB
sangat disarankan untuk berobat sesuai dengan standar pengobatan TB yang
sudah ditetapkan.(Kemenkes RI, 2016).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari
tahun 2014 yang menyimpulkan bahwa 54% pasien yang berobat sesuai
standar. Hal ini dikarenakan masih rendahnya pengetahuan tentang penyakit
TB paru serta rendahnya sosial ekonomi masyarakat sehingga menyebabkan
penderita TB paru tersebut tidak melakukan pengobatan sesuai standar.(Sari,
2014).
6.1.7 Penderita Hipertensi Berobat Secara Teratur
Keluarga yang memiliki anggota dengan penyakit hipertensi sebanyak
441 orang. Keluarga yang sudah mengobati anggota keluarga yang
menderita hipertensi secara teratur sebanyak 221 keluarga (50,1%),
sedangkan keluarga yang tidak mengobati anggota keluarga yang menderita
hipertensi secara teratur sebanyak 220 keluarga (49,9%). Hal ini
dikarenakan masyarakat hanya datang berobat saat gejala hipertensi tersebut
terasa.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Hipertensi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang
membutuhkanya.(Kemenkes RI, 2016).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mursal
tahun 2013 menyimpulkan bahwa kepatuhan minum obat pada pasien
hipertensi yang tidak diberikan konseling masih rendah hal ini disebabkan
kurangnya pemahaman terhadap informasi tentang penyakit hipertensi

60
sehingga menyebabkan masyarakat enggan berobat secara rutin.(Mursal,
2013).
6.1.8 Gangguan Jiwa Berat Tidak Diterlantarkan
Didalam desa medan estate tidak ada keluarga yang memiliki
gangguan jiwa yang diterlantarkan yaitu sebanyak 1 keluarga (100%).
Keluarga sangat penting bagi penderita skizofrenia, dimana salah
satu peran dan fungsi keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam memberikan
kasih sayang. Salah satu wujud dari fungsi tersebut adalah memberikan
dukungan pada anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Dukungan
keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap
penderita sakit. Fungsi dan peran keluarga adalah sebagai sistem pendukung
dalam memberikan bantuan, dan pertolongan bagi anggotanya dalam
perilaku minum obat, dan anggota keluarga akan siap memberikan
pertolongan dan bantuan ketika dibutuhkan (Friedman, 2010: 330).
Dukungan keluarga terbagi dalam empat dimensi yaitu dukungan
emosional, dukungan informatif, dukungan instrumental, serta dukungan
penghargaan
Hasil penelitian dari Hutapea (2006) (RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang) menunjukkan bahwa pengaruh paling besar terhadap peningkatan
kepatuhan minum obat adalah perhatian atas kemajuan pengobatan, disusul
dengan bantuan transportasi, dorongan berobat dan tidak menghindarnya
keluarga dari penderita. Berdasarkan teori Kurt Lewin yang diterapkan
dalam penelitian Smith dan Blumenthal (2012, hal. 77-78), menyatakan
bahwa dukungan sosial yang diberikan kepada individu akan memberikan
penguatan motivasi yang mendukung bagi individu tersebut mampu
meningkatkan perilaku kepatuhan minum obat. Smith dan Blumenthal juga
menyatakan bahwa kekuatan dari dukungan sosial mampu meminimalisir
jarak yang terdapat dari pendekatan medis secara langsung, dalam hal ini
tidak hanya dapat melibatkan interaksi antara dokter dengan pasien
langsung namun juga akan memperhatikan interaksi yang ada diluar dokter

61
dan pasien. Tempat terbaik bagi pasien skizofrenia adalah berada di
tengahtengah keluarganya, diantaranya orang-orang yang dicintainya.
Kebutuhan mereka adalah perhatian, pengertian, dukungan, cinta dan kasih
sayang. Perhatian dan kasih sayang tulus dari keluarga dan orang-orang
terdekatnya akan sangat membantu proses penyembuhan kondisi jiwanya
(Tarjum, 2004).
6.1.9 Tidak Ada Anggota Keluarga yang Merokok
Di dalam keluarga masih ada 1 atau lebih anggota keluarga yang
merokok sebanyak 1110 keluarga (65,0%) dan sisanya sebanyak 598
keluarga (35,0%) adalah keluarga yang anggota keluarganya tidak merokok,
hal ini dikarenakan sebagian besar warga masih kurang menyadari bahaya
dari rokok, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif.
Merokok menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat, sebagian
orang memandang merokok lebih banyak merugikan daripada
menguntungkan. Rokok merupakan zat adiktif yang dapat membahayakan
kesehatan individu atau masyarakat yang mengkonsumsinya. Merokok
dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan dapat juga dijumpai di
berbagai tempat umum. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di
tempat umum, namun perokok tetap saja tidak menghiraukan larangan
tersebut.1
Penelitian ini sejalan dengan Data dari Global Adult Tobacco Survey
(GATS) menunjukkan, bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang
melaksanakan GATS (16 low dan middle income countries), Indonesia
menduduki posisi pertama dengan prevalensi perokok aktif tertinggi, yaitu
67,0 % pada laki-laki dan 2,7 % pada wanita. Kebiasaan merokok telah
menyebabkan 1 dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia dan telah
mengakibatkan 5,4 juta kematian.(Kemenkes RI, 2016).
6.1.10 Keluarga Memiliki / Memakai Air Bersih
Dari data pendataan keluarga sehat di desa Medan Estate tahun
2016 di dapatkan bahwa hampir semua keluarga disana sudah memiliki/
memakai air bersih sebanyak 666 keluarga sudah memiliki sumber air bersih

62
yang memadai atau sebesar (39,0%). Namun masih ada sekitar keluarga
yang belum memiliki sumber air bersih yang memadai atau sekitar 1042
(61,0%). Hal ini dikarenakan sumber air bersih yang tidak memadai di Desa
Medan Estate.
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Penyediaan air
bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai
peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang
berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau
taraf/kualitas hidup masyarakat.(Nitonga, 2013).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widayanti Mustikowati tahun 2014 yang menyatakan bahwa masyarakat
sudah cukup baik dan kepemilikan sarana air bersih meningkat tinggi dalam
5 tahun terakhir.
6.1.11 Keluarga Memiliki/ Memakai Jamban Sehat
Dari data pendataan keluarga sehat di desa Medan estate tahun 2016
di dapatkan bahwa hampir semua keluarga disana sudah
memiliki/memakai jamban keluarga sebanyak 883 keluarga sudah
memiliki jamban keluarga atau sebesar (51,7%). Namun masih ada sekitar
825 keluarga yang belum memiliki jamban keluarga atau sekitar (49,3%).
Hal ini dikarenakan masyarakat sadar akan pentingnya jamban keluarga
untuk kesehatan dan mampuh untuk membuatnya.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang
lazim disebut kakus atau WC. Pengertian lainnya tentang jamban adalah
pengumpulan kotoran manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan
bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan menganggu estetika.
Sementara menurut Kementrian Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas
pembuangan tinja yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
(Kemenkes RI, 2016).

63
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ribka
Sembiring tahun 2016 yang menyimpulkan bahwa sudah cukup banyak
keluarga yang menggunakan jamban keluarga. (Ribka S, 2016).

6.1.12 Sekeluarga Sudah Menjadi Anggota JKN/ASKES


Keluarga yang sudah menjadi anggota JKN/ASKES sebanyak 815
keluarga (47,7%) dan sisanya sebanyak 893 keluarga (52,3%) yang tidak
menjadi anggota JKN/ASKES. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa
keluarga yang tinggkat ekonominya rendah sehingga keuarga tersebut tidak
mampu untuk membayar iuran JKN/ASKES tiap bulanya.
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintah yang
bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera.
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa
jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak
mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD
1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.(Asih
dan Eka, 2015 Kemenkes JKN, 2016).
Semakin tinggi pendapatan yang di terima seseorang maka akan
menimbulkan kecenderungan untuk memilih dan menggunakan pelayanan
kesehatan dengan kualitas dan fasilitas yang lebih baik sedangkan hal itu
berlaku sebaliknya, jika seseorang mempunyai pendapatan yang kurang
maka akan memilih dan menggunakan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan apa yang mereka bias bayar.(Lumi,2014)

64
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh maka dapat disimpulkan
yaitu :
1. Sebagian warga sudah memberikan ASI eksklusif terhadap bayinya
yaitu sebanyak 25 keluarga (10,6%) dan keluarga yang tidak
memberikan ASI eksklusif terhadap bayinya sebanyak 210 keluarga
(89,4%), hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan ibu terhadap
pentingnya ASI Eksklusif dan kurang memahami bagaimana cara
menjaga produksi ASI, dan banyak dari ibu yang sedang menyusui
bekerja di pabrik yang jauh dari rumah sehingga tidak memungkinkan
untuk memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan.
2. Keluarga yang masih merokok lebih banyak dibandingkan keluarga
yang tidak merokok yaitu 1110 keluarga (65,0%) yang merokok dan
598 keluarga (35,0%) yang tidak merokok, hal ini dikarenakan sebagian
besar warga masih kurang menyadari bahaya dari rokok, baik bagi
perokok aktif maupun perokok pasif.
3. Keluarga yang menggunakan sarana air bersih lebih sedikit
dibandingkan keluarga yang tidak menggunakan air bersih yaiu
sebanyak 666 keluarga (39,0%) menggunakan air bersih dan sebanyak
1042 keluarga (61,0%) masih belum menggunakan sarana air bersih,
hal ini laju kebutuhan akan sumber daya air dan potensi
ketersediaannya sangat kurang dan semakin menekan kemampuan alam
dalam menyediakan air. Sumberdaya air secara kuantitatif akan
semakin terbatas dan secara kualitatif akan semakin
menurun. Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang terbarui namun
demikian kadang ketersediaannya tidak selalu sesuai dengan waktu,
ruang, jumlah dan mutu yang dibutuhkan.
4. Keluarga yang terdaftar sebagai anggota JKN sebanyak 815 keluarga
(47,7%) dan sisanya 893 keluarga (52,3%) yang tidak terdaftar sebagai

65
anggota JKN, hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi warga yang
masih rendah, sehingga warga tidak sanggup untuk membayar iuran
perbulannya dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat
JKN.
5. Perbedaan hasil yang tidak begitu bearti pada keluarga yang sudah
mengobati anggota keluarga yang menderita hipertensi secara teratur
yaitu sebanyak 221 keluarga (50,1%), sedangkan keluarga yang tidak
mengobati anggota keluarga yang menderita hipertensi secara teratur
sebanyak 220 keluarga (49,9%). Hal ini dikarenakan banyak dari
penderita hipertensi di Desa Wonosari hanya datang berobat saat gejala
hipertensi tersebut terasa, dan mengikuti kegiatan PROLANIS.

7.2 SARAN
7.2.1 Bagi Puskesmas Tanjung Rejo
1. Kepada kepala puskesmas Tanjung Rejo, agar mengkoordinasikan
kegiatan promosi berhenti merokok secara internal dipuskesmas,
maupun eksternal kepada lintas sektor agar mendapat dukungan
yang maksimal. Kepada petugas PKM, agar meningkatkan
frekuensi edukasi kepada masyrakat dengan model testimoni dan
contoh fakta kasus dampak rokok bagi kesehatan.
2. Diharapkan penanggung jawab KIA puskes dan petugas PKM
meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya pemberian dan
manfaat ASI Eksklusif serta dapat memberikan dorongan kepada
ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif selama enam
bulan dengan cara lebih sederhana dan lebih variatif.
3. Diharapkan penanggung jawab KESLING puskesmas dan
petugas PKM meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya
penggunaan air bersih dan manfaat air bersih serta dapat
melaksanakan pemerataan PDAM pada masyarakat..
4. Untuk petugas PKM diharapkan dapat memberikan sosialisasi
dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol.

66
5. Untuk petugas PKM diharapkan dapat memberikan sosialisasi
edukasi kepada masyarakat terkait program JKN dan memberikan
pelayanan yang baik kepada peserta JKN. Adanya pelayanan yang
lebih baik akan memberikan kepuasan terhadap pelayanan JKN
sehingga diharapkan dapat meningkatkan cakupan kepesertaaan
JKN.
6. Diharapkan untuk segera mengentri data keluarga sehat terbaru
terbaru baik untuk tahun 2017 maupun tahun 2018.
7.2.2 Bagi Masyarakat Setempat
1. Diharapakan masyarakat yang merokok bisa mengikuti setiap
kegiatan penyuluhan tentang bahaya rokok dan keluarga yang
tidak merokok memberikan motivasi bagi perokok untuk
berhenti merokok
2. Diharapkan kepada ibu yang sedang menyusui, agar
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dan bila tidak bisa
memberikan ASI dengan cara menyusui bisa dengan cara peras
ASI.
3. Diharapkan kepada masyarakat yang menderita hipertensi agar
mengecek atau berobat secara teratur di fasilitas kesehatan atau
ke peraktek dokter dan keluarga dapat memberikan dorongan
dan semangat kepada penderita.
4. Diharapkan kepada keluarga yang tidak mampuh membayar
iuran JKN agar berkoordinasi dengan kecamatan atau dinas
sosial untuk pendataan agar di masukkan ke jamkesda yang
berintegrasi dengan program JKN dengan terlebih dahulu
melengkapi berkas JKN (KTP/KK).

67

Anda mungkin juga menyukai