Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Analisa proksimat adalah suatu metode analisa kimia untuk
mengidenifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan serat
pada suatu zatmakanan dari bahan pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat
sebagai penilaian kualitas bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang
seharusnya terkandung di dalamnya, mengevaluasi hasil formula ransum yang
telah dibuat. Zat sumber energi dapat digolongkan misalnya dari sumber
karbohidrat yang mempunyai kandungan kimia karbon, hydrogen dan oksigen.
Sedangkan protein terdiri dari asam amino dan berisi ± 16 % nitrogen.
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan nutrien
secara rinci. Analisis makronutrien analasis proksimat meliputi kadar abu, air
total, lemak total, protein total, dan karbohidrat total.
Protein adalah senyawa organik komplek berbobot molekul besar yang
terdiri dari asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hyidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang
kala sulfur serta fosfor.
Protein berperan penting dalam pembentukan struktur, fungsi, regulasi sel-
sel makhluk hidup dan virus. Protein juga bekerja sebagai neurotransmiter dan
pembawa oksigen dalam darah (hemoglobin) dan protein berguna sebagain
sumber energi tubuh.
Kelebihan analisis proksimat adalah dapat mengetahui kandungan zat
pakan walaupun secara garis besar dan hasilnya dapat digunakan untuk menyusun
formula ransum sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan sedangkan
kekurangannya adalah hasil analisis lemak dan serat kasar kurang tepat karena
dalam analisis lemak, vitamin larut lemak dan zat-zat pewarnannya ikut terhitung
sebagai lemak, sedangkan dalam analisis serat kasar, mineral volatil tidak
menguap sehingga ikut terhitung sebagai serat kasar.
Karbohidrat dalam pakan mempunyai dua fraksi utama yaitu serat kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen. Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi
karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan selama
30 menit. Analisa serat kasar ini tidak diperoleh fraksi selulosa dan lignin
sehingga fraksi-fraksi tersebut perlu diketahui secara khusus untuk hijauan
makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk mengetahui fraksi selulosa
dan lignin perlu dilakukan analisa lain yang lebih khusus yaitu metode analis Van
Soest . Peter J. Van Soest dari USDA Beltville National Research, sekitar tahun
1965 mengembangkan prosedur pengujian yang memisahkan serat kasar menjadi
dua bagian, yakni Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber
(ADF), selanjutnya ADF diuraikan lagi menjadi Acid Detergent Lignin (ADL)

1.2.Rumusan masalah
1. Apa pengertian dan fungsi van soest ?
2. Bagaimana cara menganalisis kualitatif kadar protein ?
3. Bagaimana cara menganalisis kuantitatif kadar protein ?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi van soest
2. Untuk mengetahui cara menganalisis kualitatif kadar protein
3. Untuk mengetahui cara menganalisis kuantitatif kadar protein
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Protein


Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh.,
karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan
ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Sebagai zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan
baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk
membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh
darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotic koloid yang dapat menarik
cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein yang dapat
bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam
tubuh. Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak
sebagai bahan membrane sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya
kolagen dan elastin, serta membentuk protwin yang inert seperti rambut dan kuku.
Di samping itu protein yang bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai plasma
(albumin), membentuk antibody, membentuk komplek dengan molekul lain, serta
dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak. Kekurangan protein dalam
waktu lama dapat menggaggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunnkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit.
2.2 Fungsi van soest
Van Soest digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam
pakan dan fraksi-fraksinya ke dalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan
atas keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen).
Kemampuan ternak ruminansia mencerna serat kasar, maka dari analisis
proksimat dikembangkan oleh van soest untuk mengetahui komponen apa yang
ada pada serat. Sistem analisis van soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel
dan dinding sel. Neutral detergent fiber (ndf) mewakili kandungan dinding sel
yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa, dan protein yang berikatan dengan
dinding sel. Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai neutral
detergent soluble (nds) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula, asam
organik, non protein nitrogen, pektin, protein terlarut, dan bahan terlarut dalam air
lainnya
2.3 Pengujian Kadar Protein
Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara
kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopskins-Cole, reaksi Millon,
reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri atas metode
Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spetrofotometri visible
(Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
1. Analisa Kualitatif
a. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan
protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi
kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena
yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang
mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
b. Reaksi Hopskins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan
pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari
asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan
pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga
membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi
cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
c. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan
endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya
reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan
gugus hidroksifenil yang berwarna.
d. Reaksi Nitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amonia akan menghasilkan warna
merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang
mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
e. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi
arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
f. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang
mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji
ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah
violet.
2. Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif ini digolongkan menjadi 2, yaitu : metode konvensional
yaitu metode Kjeldahl (destruksi, destilasi, dan titrasi) dan titrasi formol.
Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern yaitu metode Lowry,
spektrofotometri visible (biuret), dan spektrofotometri UV. Digunakan untuk
protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama
Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan
nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai.
Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan
kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun
dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran
yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk
penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar
protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar
protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g
nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun
angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
a) Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator
berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan
K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam
sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator
yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium
dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik
didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah
atau sebaliknya.
b) Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia
yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4
% dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia
lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin
dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator misalnya BCG + MR atau PP.
c) Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida
yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan
tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini
tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

2. Metode Titrasi Formol


Larutan protein dinetralkan dengan NaOH dan ditambahkan formalin akan
membentuk dimetihilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus
aminonya sudah terikat dan tidak mempengaruhi reaksi antara asam dan basa
(NaOH) sehingga titik akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang
digunakan adalah PP, titik akhir ditandai dengan perubahan warna menjadi merah
muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : merupakan larutan asam fosfotungstat-asam
fosfomolibdat dengan perbandingan (1:1)
Pembuatan reagen Lowry B : campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml
NaOH 0,1 N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1%
dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar :
a. Pembuatan kurva baku :
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat
seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan
selama 10 menit. Lalu tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan
selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm terhadap
blanko.
b. Penyiapan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan
dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari
jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam
larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifius 11.000 rpm selama
10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya
dilarutkan kembali dengan asam asetat pH 5 misal sampai 10 ml. Ambil volume
tertentu dan lakukan penetapam selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari
penambahan reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri visible (Biuret)
Prosedur :
a) Pembuatan reagen biuret
Larutkan 150 mg Tembaga (II) Sulfat (CuSO4.5H2O) dan kalium natrium tartrat
(KnaC4H4O6.4H2O) dalam 50 ml aquadest dalam labu takar 100 ml. Tambahkan
30 ml NaOH 10% sambil dikocok-kocok. Selanjutnya ditambah aquadest ad tanda
batas.
b) Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA)
Ditimbang 500mg bovin serum albumin dilarutkan dengan aquadest 10,0 ml
sehingga kadar larutan induk 5 % (Li).
c) Penetapan Kadar
· Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen biuret dan aquadest misal dengan
komposisi sebagai berikut : setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada panjang
gelombang 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 πl reagen biuret dan 200
πl aquadest.
· Persiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin,
endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya
tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan
amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan
sentrifius 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang
merupakan proteinnya dilarutkan kembali dengan asam asetat pH 5 misal sampai
10 ml. Ambil sejumlah πl larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambah
reagen biuret. Setelah 10 menit, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550
nm terhadap blanko yang berisi reagen biuret dapar asetat pH 5.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya triptofan, tirosin, dan
fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan memiliki absorpsi
maksimum pada panjang gelombang 280 nm, sedangkan tirosin pada 278 nm.
Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih
pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan sebagai estimasi konsentrasi
protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan
adanya asam nukleat pada pengukuran 260 nm. Rasio absorpsi 280/260
menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
adapun kesimpulan yang dapat kita tarik yaitu sebagai berikut:
Analisa proksimat adalah suatu metode analisa kimia untuk mengidenifikasi
kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan serat pada suatu
zatmakanan dari bahan pangan.
Van Soest digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan
dan fraksi-fraksinya ke dalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas
keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen).

3.2 Saran

Dengan tersusunnya makalah ini penulis menyarankan agar pembaca pada


umumnya serta mahasiswa-mahasiswi dapat mengetahui dan memahami tentang
Analisis proksimat dan analisis van soest. akhirnya penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima setiap
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang dapat memperbaiki dan
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyono. 2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga.

Susi . 2001. Analisis dengan Bahan Kimia . Jakarta : Erlangga

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama
Tugas Makalah

“NUTRISI TERNAK DASAR”


Analisis proksimat dan analisis van soest

Oleh :

MISRAWATI
L1A115147

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

Anda mungkin juga menyukai