Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang angka
kejadiannya memiliki kecenderungan meningkat pada setiap tahunnya.
Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer
(IARC) diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker
dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia dengan 43,3% merupakan
persentase kasus kanker payudara. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab
kematian 8,2 juta orang.1

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di


Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. DI
Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker, yaitu 4,1%.
Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker, Jawa Tengah merupakan provinsi
dengan estimasi penderita kanker sebanyak 61.230 orang. Kanker tertinggi yang
terjadi pada perempuan di Indonesia adalah kanker payudara dan kanker serviks.
Berdasarkan estimasi Globocan, IARC tahun 2012, insidens kanker pada
perempuan di Indonesia 134 per 100.000 penduduk dengan insidens tertinggi pada
perempuan adalah kanker payudara sebesar 40 per 100.000 dan angka kematian di
Indonesia untuk kanker payudara adalah 16,6 kematian per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, kasus rawat
inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%).1

Penyebab timbulnya kanker payudara belum diketahui secara pasti, namun


bersifat multifaktorial atau banyak faktor. Beberapa hal yang dapat menjadi
penyebab kanker payudara, yaitu adanya kelemahan genetik pada sel tubuh
sehingga mempermudah timbulnya sel kanker, iritasi dan inflamasi kronis yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker, radiasi sinar matahari dan sinar-x,
senyawa kimia, seperti aflatoxin B1, asbestos, nikel, arsen, arang, tarr, asap rokok,
kontrasepsi oral, dan sebagainya, serta makanan yang bersifat karsinogenik,

1
misalnya makanan kaya karbohidrat yang diolah dengan digoreng, ikan asin, dan
sebagainya.2
Terdapat beberapa faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan
insiden kanker payudara antara lain faktor reproduksi misalnya riwayat menarche
dini (kurang dari 12 tahun) atau menopause lambat (lebih dari 55 tahun),
penggunaan hormon estrogen, penyakit fibrokistik, obesitas, riwayat radiasi,
riwayat keluarga dan genetik, umur, dan faktor lingkungan. Risiko utama kanker
payudara berhubungan dengan bertambahnya umur. Secara anatomi dan
fungsional, payudara akan mengalami atrofi seiring dengan bertambahnya umur.
Kurang dari 25 % kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga
diperkirakan awal terjadinya tumor sudah terjadi sebelum gejala klinis muncul.
Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun.
Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat terserang kanker payudara, namun
risikonya lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40 tahun. Kanker payudara
juga erat kaitannya dengan faktor genetik yaitu adanya mutasi pada beberapa gen
yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara. Gen yang dimaksud
adalah gen yang bersifat onkogen dan pensupresi tumor. Gen pensupresi tumor
yang berperan penting adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2. Apabila terdapat gen
BRCA1 probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60 % pada umur 50
tahun dan 85 % pada umur 70 tahun.1
Kanker payudara memberikan gejala berupa benjolan, perubahan kulit pada
payudara, serta kelainan pada puting. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi pada kanker payudara harus
didahului dengan diagnosa yang lengkap dan akurat, termasuk penetapan stadium.
Terapi yang diberikan berupa pembedahan, kemoterapi, terapi hormonal, terapi
target, radioterapi, atau kombinasinya. Radioterapi merupakan salah satu modalitas
penting dalam tatalaksana kanker payudara. Radioterapi dalam tatalaksana kanker
payudara dapat diberikan sebagai terapi kuratif adjuvan dan paliatif. 3

2
1.2. Tujuan
Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang
pengertian, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, penegakan diagnosis, pengobatan,
dan radioterapi yang digunakan pada pasien degan karsinoma mammae.

1.3. Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
kedokteran untuk belajar menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan, dan
mengetahui prognosis penderita karsinoma mammae.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Payudara


1. Deskripsi anatomis
Payudara memiliki bentuk kerucut dan berjumlah satu di setiap sisi, di
dalam lapisan subkutan dinding toraks, anterior terhadap m.pectoralis mayor.
Payudara membentang keatas setinggi tulang rusuk kedua, inferior sejauh tingkat
tulang rusuk keenam atau ketujuh, lateral sejauh garis axillary anterior (kadang-
kadang sejauh garis aksila tengah) dan secara medial mereka mencapai batas
lateral sternum. Posterior, mereka melakukan kontak dengan fasia dari otot
pectoralis mayor, serratus anterior dan obliquus externus dan bagian paling kranial
dari otot rectus abdominis.4

Basisnya melingkar dan berukuran sekitar 10 hingga 12 cm, tetapi


volumenya sangat bervariasi. Berat payudara dari yang tidak menyusui berkisar
150-225g, sementara payudara menyusui mungkin melebihi 500g berat. Payudara
wanita nulipara memiliki bentuk hemispherical, sementara yang multipara
perempuan lebih luas dan pendulum. Dengan penuaan, payudara volume menurun
dan payudara menjadi kurang kencang, datar dan pendulum.5

4
Secara anatmois, payudara dibagi menjadi tiga bagian: kelenjar itu sendiri
(glandula mammaria), papila mamaria (papilla mammariae) dan areola (areola
mammae). Kelenjar susu dibentuk oleh lima belas hingga dua puluh lobus (lobi
mammariae glandulae) yang disusun secara radial dan dibatasi oleh septa jaringan
konjungtiva dan jaringan adiposa di lapisan subkutan. Parenkim lebih banyak di
bagian atas kelenjar, terutama di kuadran superolateral. Jaringan mamaria sering
melampaui batas garis jelas dari payudara, memproyeksikan ke arah aksila sebagai
prosesus aksilaris (kadang-kadang disebut ekor Spence).28 Saluran utama dari
setiap lobus, duktus lactiferous (ductus lactiferi), terbuka secara terpisah ke papilla
payudara. Pada gilirannya, lobus dibentuk oleh unit fungsional yang lebih kecil,
lobulus (lobuli), dari saluran mana menyatu menuju duktus utama lobus.6

Lapisan subkutan (tela subcutanea) mengelilingi kelenjar, kecuali di


wilayah papila.3 Pada lapisan subkutan, fasikulus jaringan ikat terlihat menembus
lobus dan lobulus, terutama di bagian atas kelenjar, yang melintasi payudara
anteroposterior, memanjang dari dermis ke bagian dari lapisan subkutan di sebelah
fasia otot utama pektoralis. Fasikula ini dikenal sebagai ligament suspensori (atau
Cooper’s)28 suspensoria mammaria ligamen). Neoplasma payudara dapat
mempengaruhi mereka dan menyebabkan retraksi lokal dari kulit atasnya.4

Meskipun tidak secara resmi diakui oleh terminologi anatomi saat ini,
ruang yang terletak di antara bagian dalam lapisan subkutan dan fasia otot otot
pectoralis mayor dikenal sebagai bursa retromammary, bursa serosa submameral
atau juga bursa Chassaignac. Ini mudah diidentifikasi selama mastektomi. Ruang
ini berkontribusi dalam mobilitas payudara pada dinding toraks.4

Papilla mamae mewakili puncak kerucut dan berisi pembukaan untuk


semua duktus laktiferus dari lobus. Dekat dengan puncak papila, masing-masing
saluran menyajikan dilatasi sakral seperti distal yang dikenal sebagai sinus lakterus
(sinus lactiferi) (Gbr.7).4,7 Perlu ditekankan bahwa, meskipun istilah puting
biasanya digunakan dalam praktek klinis, itu merekomendasikan bahwa ekspresi
papilla mammae harus digunakan dalam terminologi anatomi.4,8

5
Areola adalah daerah berbentuk piringan yang sedikit terangkat dengan
ukuran variabel di sekitar papilla. Awalnya, ia memiliki rona kemerahan, tetapi
menjadi berpigmen ireversibel (coklat kastanye) dari bulan kedua kehamilan. Pada
permukaannya, ia menunjukkan peningkatan granular dan titik yang dikenal

sebagai tuberkulum areolar (tuberkula areolares) atau tuberkel ontgomery.7 Ini


sesuai dengan representasi anatomi kelenjar dengan struktur histologis antara
antara sudoriparous dan kelenjar susu, kelenjar areolar (glandulae areolares).9

2. Vaskularisasi payudara
vaskularisasi mammae berasal dari cabang-cabang mamaria medial dan
lateral (mamaria rami mammarii dan laterales)(Gbr. 8).5 Cabang mamarii mediales
berasal dari penetrasi cabang arteri interna thoracica (cabang dari subklavia arteri),
yang muncul dari ruang interkostal kedua, ketiga dan keempat.7 Di masa lalu, arteri
ini diberi nama arteri mamaria internal,6 tetapi nama ini seharusnya tidak lagi
digunakan. Cabang mamaria lateral memiliki asal mula, yaitu: 1) arteri thoracica
superior (cabang dari bagian pertama dari a.axillaris); 2) arteri thoracica lateral
(cabang dari bagian kedua dari arteri axillaris); 3) cabang pectorales dari a.
thoracoacromialis (cabang dari bagian kedua dari arteri axillaris); 4) menembus
cabang dari arteri posterior posterior arteri kedua, ketiga dan keempat. Cabang
mammarii laterales sebagian besar berasal dari arteri thoracica lateral (sebelumnya
disebut arteri mamaria eksternal).7,10,11

6
Drainase vena dari kelenjar susu dilakukan oleh vena yang umumnya
menyertai arteri. Secara medial, vena mengalir ke v. thoracica interna (atribut dari
brachiocephalica vena), dan lateral ke pembuluh darah axillaris. Drainase juga
dilakukan oleh vena interkostalis posterior. Aliran dari ruang interkostal kedua dan
ketiga mengalir ke vena suprema interostalis, yang di sisi kanan adalah menuju
lengkungan vena azygos dan di sisi kiri, vena brakiosefalika kiri. Aliran dari ruang
keempat mengalir ke vena azygos (di sisi kanan) dan vena hemiazygos (di sisi
kiri).3 Vena-vena mamaria superfisial (kutaneus) disajikan dengan anastomosis dan
mudah terlihat selama kehamilan, yaitu jaringan vaskular Haller.4 Di sekitar papila
mammae, vena membentuk pleksus vena anastomotik berbentuk lingkaran, yang
dikenal sebagai lingkaran vena, istilah yang tidak diterapkan dalam terminologi
anatomi.4,8

3. Drainase limfatik
Empat kompleks plexus limfatik di payudara dapat dijelaskan: satu terletak
di dermis (pleksus kulit), satu di daerah subkutan superfisial (pleksus subkutan),
satu di fasia otot pektoralis mayor (pleksus fascial) dan yang terakhir di kelenjar
susu, melibatkan lobus dan duktus (pleksus glandular). Yang terakhir ini
berkomunikasi melalui pembuluh limfatik yang menyertai duktus lactiferous
dengan daerah pleksus subkutan yang terletak tepat di bawah areola yang dikenal
sebagai pleksus subareolar (atau Sappey’s pleksus). Pleksus fasia membentuk

7
komunikasi dengan pleksus subkutan melalui pembuluh limfatik sepanjang
fasikula fibrosa stroma.7

Drainase limfatik yang dalam dan superfisial (kulit) dilakukan oleh


pembuluh limfatik eferen lateral dan medial, ke kelenjar getah bening masing-
masing di aksila dan sepanjang pembuluh interna thoracicae. Pembuluh eferen
medial dari satu payudara dapat beranastomosis dengan payudara kontralateral,
sehingga membentuk anastomosis limfatik sekunder (komunikasi intermammary).
Hal ini menjelaskan keterlibatan metastatik kelenjar getah bening nodus
kontralateral kadang-kadang dalam kaitannya dengan neoplasma di payudara
lainnya.2 Pembuluh getah bening eferen lateral awalnya mengarah ke kelenjar
getah bening pectorales yang terletak di sepanjang pembuluh interna thoracicae,
dekat dengan margin bawah otot pektoralis mayor dan minor, dan kadang-kadang
langsung ke kelenjar getah bening di sepanjang pembuluh subscapulares
(subscapulares lymph node). Pembuluh limfa kadang-kadang menyertai pembuluh
posterior intercostales dan mengarah ke kelenjar getah bening antar kelenjar, yang
terletak dekat dengan kepala tulang rusuk, dari mana drainase ke duktus
thoracicus.6

Pleksus limfatik fasia tidak memiliki partisipasi yang signifikan dalam


drainase payudara, tetapi berfungsi sebagai rute alternatif jika terjadi obstruksi
pada rute renalis. Limfe pleksus fasia mengalir ke pembuluh eferen yang
menembus otot pektoralis mayor dan minor dan, dari sana, mengalir ke nodus
apikales dari aksila.5 Pada rute drainase transpektoral ini, juga dikenal sebagai rute
Groszman,4 kelompok menengah kelenjar getah bening digambarkan (antara satu
dan empat total), disusun sepanjang pembuluh torakoakromial dan terletak di
antara otot pektoralis mayor dan minor. Kelenjar getah bening ini dikenal sebagai
kelenjar getah bening interpectorales «atau kelenjar getah bening Rotter dan jarang
terlihat selama pembedahan atau pada spesimen anatomis.8

8
Meskipun ada keyakinan bahwa kelenjar getah bening di sepanjang
pembuluh thoracicae interna menerima getah bening dari kuadran medial,
penelitian telah menunjukkan bahwa kedua kelenjar getah bening aksila dan
kelenjar getah bening interna thoracicae menerima getah bening dari semua
kuadran mammae, berkat jaringan limfatik yang tersebar luas. Namun demikian,
ada dominasi yang jelas dari drainase ke aksila, dan rute ini sesuai dengan lebih
dari tiga perempat dari drainase limfatik mammae. Bagian paling kranial dari
payudara mungkin memiliki drainase limfatik langsung menuju kelenjar getah
bening apikales dari aksila.5

Limpahan getah bening dari payudara kadang-kadang mengalir melalui


pembuluh limfatik yang menyertai cabang-cabang kutaneus lateral dari pembuluh-
pembuluh interostales dan mengalir ke vertostale posterior kelenjar-kelenjar getah
bening, yang terletak dekat dengan kepala-kepala tulang rusuk. Dari sana, getah
bening berlanjut ke duktus thoracicus. Pembuluh limfatik dari payudara juga
kadang-kadang mengalir ke hati dan pleksus subdiaphragmatik, dengan
menggunakan pembuluh limfatik perut (rute paramammary Gerota).4

4. Innervasi payudara
Sensitivitas payudara diambil oleh cabang-cabang dari medial, lateral dan
cabang mamarii superior dari saraf (Gbr. 9). Cabang-cabang medial sesuai dengan
cabang kutan anterior saraf intercostales dari ruang kedua sampai keenam. Cabang
lateral berhubungan dengan cabang yang berkomunikasi dan divisi anterior cabang
kutan lateral dari saraf yang sama. Satu-satunya pengecualian adalah cabang kulit
lateral dari saraf interkostalis kedua, bernama saraf interostobrachialis, yang
berjalan ke pangkal aksila dan sisi medial superior lengan. Cabang-cabang superior
menuju ke yang paling atas wilayah payudara dan sesuai dengan saraf
supraklavikula medial, intermedii dan laterales (cabang dari plexus cervicalis).
Papilla mammae banyak dipasok oleh ujung saraf bebas dan bercabang.5,6,12

Serabut simpatis mencapai payudara dengan menggunakan saraf yang


disebutkan di atas untuk kontrol vasomotor, tetapi tidak untuk aktivitas sekresi,
yang dikendalikan oleh mekanisme hormonal. Tidak ada serat parasimpatis di
payudara.9

2.2 Karsinoma Mammae


2.2.1 Definisi
Kanker payudara mengacu pada kanker yang berasal dari jaringan payudara,
paling sering dari lapisan dalam duktus mammae atau lobulus yang memasok
saluran dengan susu. Kanker payudara adalah penyebab paling umum kanker pada

9
wanita dan penyebab paling umum kedua kematian akibat kanker pada wanita di
AS.13
Di seluruh dunia, kanker payudara terdiri dari 10,4% dari semua insiden
kanker di kalangan wanita, menjadikannya jenis kanker non-kulit kedua yang
paling umum (setelah kanker paru-paru) dan penyebab paling umum kelima
kematian akibat kanker. Pada tahun 2004, kanker payudara menyebabkan 519.000
kematian di seluruh dunia (7% kematian akibat kanker; hampir 1% dari semua
kematian). Kanker payudara adalah sekitar 100 kali lebih umum pada wanita
dibandingkan pada pria, meskipun pria cenderung memiliki hasil yang lebih buruk
karena keterlambatan dalam diagnosis.13

Sel-sel kanker sangat mirip dengan sel-sel organisme dari mana mereka
berasal dan memiliki DNA dan RNA yang serupa (tetapi tidak identik). Ini adalah
alasan mengapa mereka tidak sering dideteksi oleh sistem imun, khususnya pada
immunocompromised.13

Sel-sel kanker terbentuk dari sel-sel normal karena modifikasi / mutasi


DNA dan / atau RNA. Modifikasi / mutasi ini dapat terjadi secara spontan, atau
mereka dapat diinduksi oleh faktor-faktor lain seperti; radiasi nuklir, radiasi
elektromagnetik (gelombang mikro, sinar-X, sinar-sinar Gamma, sinar ultraviolet,
dll.), virus, bakteri dan jamur, parasit (karena peradangan jaringan / iritasi, panas,
bahan kimia di udara, air dan makanan, mekanik cedera sel-sel, radikal bebas,
evolusi dan penuaan DNA dan RNA, dll. Semua hal tersebut dapat menghasilkan
mutasi yang dapat memulai kanker.14

Kanker berkembang jika sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan


baik dan / atau jumlah sel yang dihasilkan terlalu besar untuk sistem kekebalan
tubuh untuk menghilangkan.15 Tingkat mutasi DNA dan RNA bisa terlalu tinggi
dalam beberapa kondisi seperti; lingkungan yang tidak sehat (karena radiasi, bahan
kimia, dll.),16 diet yang buruk (lingkungan sel yang tidak sehat),17 orang dengan
kecenderungan genetik terhadap mutasi dan orang dengan usia lanjut (di atas
80).18,19

2.2.2 Klasifikasi
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalanan menuju keganasan. Hiperplasisia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel
epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yng pola kromatin dan bentuk inti-intinya
saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi
tanda awl kecenderungan keganasan. Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia
atipik, yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang

10
tindih dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker
payudara.20

Setelah hiprplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in


situ, baik karsinoma duktal maupun lobular. Tahap selanjutnya sel-sel tumor
menembus membran basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif, dapat
menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis.20

Karsinoma Insitu
a. Karsinoma Intraduktus Insitu
Karsinoma intraduktus in situ merupakan tipe karsinoma payudara
non invasif yang paling umum terjadi. Karsinoma intraduktus merupakan
karsinoma yang mengenai duktus disertai infiltrasi jaringan stroma
sekitar.Sebagian besar karsinoma intraduktal terdeteksi dengan
ditemukannya kalsifikasi pada mammografi. Selain itu, juga dapat terlihat
fibrosis periduktus yang mengelilingi karsinoma intraduktus walaupun
jarang terjadi. Terkadang, karsinoma intraduktus juga menyebabkan
keluarnya discharge dari papilla mammae. Karsinoma intraduktus terdiri
dari populasi sel klonal ganas yang terbatas pada membran basalis duktus
dan lobulus. Sel-sel mioepitelial tetap ada, walaupun dapat berkurang
jumlahnya. Karsinoma intraduktus dapat menyebar melalui duktus dan
lobulus dan menyebabkan lesi yang ekstensif dan melibatkan seluruh
bagian mammae.21
b. Karsinoma Lobular Insitu
Karsinoma lobular in situ terjadi pada 1-6 % karsinoma mammae dan
tidak menyebabkan kalsifikasi maupun reaksi stroma sehingga tidak terlihat
gambaran perubahan densitas pada mammografi. Oleh karena itu, karsinoma
lobular in situ biasanya terdeteksi melalui pemeriksaan biopsi.21

Karsinoma Invasif15
Karsinoma invasif hampir selalu menimbukan massa yang dapat diraba
yang terjadi akibat metastasis dari kelenjar getah bening aksila pada 50 %

11
pasien. Keganasan yang lebih besar dapat terfiksasi pada dinding dada atau
menyebabkan retraksi kulit mammae. Jika keganasan terjadi pada bagian
sentral dari mammae, dapat menyebabkan terjadinya retraksi puting
mammae. Saluran limfatik juga dapat terlibat sehingga dapat menghambat
drainase dari kulit dan menyebabkan limfedema dan penebalan dari kulit.
Pada kasus tersebut, penarikan kulit oleh ligamentum cooper menyebabkan
tampilan kulit seperti kulit jeruk. Pada wanita yang lebih tua yang menjalani
mammografi, karsinoma invasif sering terlihat sebagai massa radiodense.
Kurang dari 20 % pasien mengalami metastasis ke kelenjar getah bening.21
Karsinoma inflamasi merupakan istilah untuk tumor yang disertai
dengan mammae yang eritem dan bengkak yang disebabkan karena invasi
ekstensif dan obstruksi limfatik kulit oleh sel tumor. Keganasan yang
mendasari biasanya difus infiltratif dan tidak membentuk massa yang dapat
diraba.21
Terkadang keganasan mammae terdeteksi setelah bermetastasis pada
kelenjar getah bening aksila maupun metastasis di tempat lain sebelum
terdeteksi pada payudara itu sendiri. Jenis karsinoma invasif, yaitu :14
a. Karsinoma Duktus Invasif
Karsinoma duktus invasif merupakan 70-80 % karsinoma invasive
b. Karsinoma Lobular Invasif
Biasanya bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba dan perubahan
densitas pada mamografi dengan batas ireguler. Namun, pada ¼ kasus,
tumor menginfiltrasi jaringan secara difus sehingga sulit terdeteksi
dengan palpasi dan hanya menyebabkan sedikit perubahan pada
pemeriksaan mammografi.
c. Karsinoma Medularis
Merupakan karsinoma yang paling sering terjadi pada wanita berusia
sekitar 60 tahun dan bermanifestasi sebagai massa berbatas tegas.
Karsinoma ini dapat menyerupai lesi jinak secara klinis dan radiologis,
dan dapat juga bermanifestasi sebagai massa yang tumbuh dengan cepat.
d. Karsinoma Mucinous (Colloid)

12
Karsinoma mucinous terjadi pada wanita dengan usia rata-rata 71 tahun
dan biasanya tumbuh dengan lambat selama bertahun-tahun.
e. Karsinoma Tubular
Biasanya terdeteksi sebagai gambaran densitas mammografi yang kecil
dan ireguler pada wanita berusia 40an.
f. Karsinoma Invasif Papiler
Jarang terjadi, hanya sekitar 1 % dari seluruh karsinoma invasif
g. Karsinoma Metaplastik
Terdiri dari beberapa tipe karsinoma mammae yang jarang (<1 % kasus)
seperti karsinoma yang mempoduksi matrix, karsinoma sel skuamosa,
dan karsinoma dengan komponen sel spindle yang menonjol.

2.2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on
Cancer (IARC) diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru
kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia dengan 43,3%
merupakan persentase kasus kanker payudara. Pada tahun 2012, kanker menjadi
penyebab kematian 8,2 juta orang. Angka penderita kanker diperkirakan akan
meningkat setiap tahunnya. Kanker payudara adalah kanker paling umum kedua di
dunia dan merupakan kanker yang paling sering di antara perempuan dengan
perkiraan 1,6 juta kasus kanker baru yang didiagnosis pada tahun 2012 (25% dari
semua kanker). Kasus kanker payudara lebih banyak terjadi di daerah kurang
berkembang dibandingkan dengan derah yang lebih maju. Tingkat incidence rate
(IR) bervariasi hampir empat kali lipat di seluruh wilayah dunia, mulai dari 27
kasus per 100.000 di Afrika Tengah dan asia Timur sampai 92 kasus per 100.000
di Amerika Utara. Kanker payudara menempati urutan sebagai penyebab kelima
kematian akibat kanker secara keseluruhan (522.000 kematian).1

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di


Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. DI
Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker, yaitu 4,1%.

13
Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker, Jawa Tengah merupakan provinsi
dengan estimasi penderita kanker sebanyak 61.230 orang. Kanker tertinggi yang
terjadi pada perempuan di Indonesia adalah kanker payudara dan kanker serviks.
Berdasarkan estimasi Globocan, IARC tahun 2012, insidens kanker pada
perempuan di Indonesia 134 per 100.000 penduduk dengan insidens tertinggi pada
perempuan adalah kanker payudara sebesar 40 per 100.000. Estimasi Globovan
angka kematian di Indonesi untuk kanker payudara adalah 16,6 kematian per
100.000 penduduk. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit 9SIRS) tahun
2010, kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%).1

2.2.4 Stadium
Stadium kanker dinilai berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang
direkomendasikan oleh IUCC (International Union Against Cancer dari World
Helath Organization) / AJCC (American Joint Committee On Cancer yang
disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons).22

Tabel 2.1. Klasifikasi TNM Kanker Payudara Berdasarkan American Joint


Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 201722
Klasifikasi Definisi
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak didapatkan
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma In Situ
Tis (DCIS) Duktal Karsinoma In Situ
Tis (LCIS) Lobular Karsinoma In Situ
Tis (Paget) Paget’s disease tanpa adanya tumor
T1 Ukuran tumor < 2 cm
T1 mic Mikroinvasif > 0,1 cm
T1a Tumor > 0,1 - < 0,5 cm
T1b Tumor > 0,5 - < 1cm
T1c Tumor > 1 - < 2 cm

14
T2 Tumor > 2 - < 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya
perlekatan pada dinding thoraks atau kulit
T4a Melekat pada dinding dada, tidak termasuk M.
Pectoralis Major
T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada
Kulit
T4c Gabungan antara T4a dan T4b
T4d Inflamasi karsinoma
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx Kelenjar limfe regional tidak didapatkan
N0 Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe
N1 Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, bersifat
Mobile
pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm < 2 mm
pN1a 1-3 KGB aksila
KGB mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel
pN1b node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis
T1-3 KGB aksila dan KGB mamaria interna denganmetastasis
mikro melalui sentinel node biopsy tetapi tidakterlihat secara
pN1c klinis
N2 Metastasis pada kelenjar limfe aksila ipsilateral, tidak
dapat digerakkan (fixed)
Metastatis pada KGB aksila ipsilateral yang
terfiksir satu sama lain (matted) atau terfiksir
N2a pada struktur lain
pN2a 4-9 KGB aksila
Metastasis hanya pada KGB mamaria interna yang terdekteksi
N2b secara klinis*

15
pN2b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis tanpa KGB aksila
N3 Metastasis pada kelenjar limfe infraklavikular, atau
mengenai kelenjar mammae interna, atau kelenjar
limfe supraklavikular
N3a Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral
pN3a > 10 KGB aksila atau infraklavikula
Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB
N3b aksila
KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB
aksila atau >3 KGB aksila dan mamaria interna dengan
metastasis mikro melalui sentinel node biopsy namun
pN3b tidak terlihat secara klinis
pN3c KGB supraklavikula
Metastasis (M)
Mx Metastasis jauh tidak didapatkan
M0 Tidak ada bukti adanya metastasis
M1 Didapatkan metastasis yang telah mencapai organ

Tabel 2.2. Stadium Kanker Payudara Berdasarkan American Joint


Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 201722
Stadium Ukuran Tumor Metastasis Kelenjar Metastasis Jauh
Limfe
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T0 N1mic M0
T1 N1mic M0
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0

16
T2 N2 M0
T3 N1,N2 M0
IIIB T4 N apapun M0
IIIC T apapun N3 M0
IV T apapun N apapun M1

TNM : Tumor Nodus Metastasis

2.2.5 Etiologi dan Faktor Risiko


Banyak faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi di antaranya usia, riwayat
keluarga, menarche dini, dan menopause terlambat. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi di antaranya obesitas pasca menopause, penggunaan kombinasi
hormon estrogen dan progestin, konsumsi alcohol, dan menyusui. Hormon
dianggap untuk mempengaruhi risiko kanker payudara dengan meningkatkan
proliferasi sel, sehingga meningkatkan kemungkinan kerusakan DNA, serta
mempromosikan pertumbuhan kanker. Meskipun risiko kanker payudara
terakumulasi sepanjang kehidupan seorang wanita, penelitian menunjukkan bahwa
waktu antara menarche dan kehamilan pertama mungkin sangat penting.23
Tabel 2.3. Faktor yang Meningkatkan Relative Risk Kanker
Payudara pada Wanita23

Relative Factor
Risk
> 4.0  Usia lanjut (65 tahun atau lebih)
 Atypical hyperplasia of breast (berdasarkan biopsi)
 Mutasi genetik tertentu ( BRCA1, BRCA2, TP53, ATM,
CDH1); RR 4-8
 Ductal atau lobular carcinoma in situ (DCIS/LCIS); RR 8-10
 Riwayat keluarga mederita kanker payudara dini (usia <50
tahun)
 Riwayat pribadi menderita kanker payudara dini (usia<40

17
tahun)
2.1-4.0  Tingginya tingkat esterogen atau testosteron endogen
(postmenopausal)
 High-dose radiation to chest
 Payudara yang memiliki kepadatan tinggi (>50%,
dibandingkan dengan 11-25% berdasarkan mammografi)
 Riwayat keluarga menderita kanker payudara
1.1-2.0  Konsumsi alkohol
 Paparan Diethylstilbestrol dalam rahim
 Menarche dini (usia <12 tahun)
 Height (>5 feet 3 inches)
 Kehamilan cukup bulan usia > 30 tahun
 Menopause lambat (usia >55)
 Payudara yang memiliki kepadatan tinggi (26-50%,
dibandingkan dengan 11-25% berdasarkan mammografi)
 Non-atypical ductal hyperplasia or fibroadenoma
 Tidak pernah memberi ASI pada anak
 Nullipara
 Obesitas (post-menopausal)
 Riwayat pribadi menderita kanker payudara (usia > 40 tahun)
 Riwayat pribadi menderita kanker endometrium, ovarium,
atau kolon
 Penggunaan jangka panjang hormone replacement therapy
(HRT) yang mengandung estrogen dan progestin
 Penggunaan alat kontrasepsi oral
Relative Risk Factor
> 4.0  Usia lanjut (65 tahun atau lebih)
 Atypical hyperplasia of breast (berdasarkan biopsi)
 Mutasi genetik tertentu ( BRCA1, BRCA2, TP53, ATM,
CDH1); RR 4-8

18
 Ductal atau lobular carcinoma in situ (DCIS/LCIS); RR 8-10
 Riwayat keluarga mederita kanker ovarium dini (usia <50
tahun)
 Paparan radiasi pengion sebelum usia 30 tahun (RR 22-40)
 Riwayat pribadi menderita kanker payudara dini (usia<40
tahun)
2.1-4.0  Tingginya tingkat esterogen atau testosteron endogen
(postmenopausal)
 Kehamilan cukup bulan diatas usia 35 tahun
 Payudara yang memiliki kepadatan tinggi (>50%,
dibandingkan dengan 11-25% berdasarkan mammografi)
 Penyakit payudara proliferatif (eg, atypical ductal hyperplasia)
 Mutasi genetik tertentu (eg, CHEK2, PTEN)
1.1-2.0  Konsumsi alkohol
 Kehamilan cukup bulan di usia 30-35 tahun
 Paparan Diethylstilbestrol dalam rahim
 Menarche dini (usia <12 tahun)
 Height (>5 feet 3 inches) [5]
 Riwayat pribadi menderita kanker (usia >40)
 Payudara yang memiliki kepadatan tinggi (25-50%,
dibandingkan dengan 11-25% berdasarkan mammografi)
 Benign breast conditions:Non-atypical ductal hyperplasia,
fibroadenoma, sclerosing adenosis, microglandular adenosis,
papillomatosis, radial scar
 Tidak memberi ASI pada anak
 Nullipara
 Menopause lambat (usia >55)
 Type II diabetes mellitus
 Obesitas (post-menopausal)
 Riwayat pribadi Kanker ovarium, rahim atau kolon

19
 Penggunaan jangka panjang hormone replacement therapy
(HRT) yang mengandung estrogen dan progestin
 Penggunaan alat kontrasepsi oral
 Penyalahgunaan rokok
 Pola hidup dengan aktivitas fisik minimal
 Kepadatan mineral tulang tinggi
< 1.0  Ras Asia, Hispanik, Kepulauan Pasifik
 Ibu menyusui
 Usia kehamilan pertama <20 tahun
 Penggunaan Tamoxifen
 Riwayat kanker serviks
 Riwayat oophorektomi
 Pola hidup aktif
 Kepadatan mineral tulang rendah

2.2.6 Diagnosis
Anamnesis24
Keluhan Utama
1. Benjolan di payudara
2. Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
3. Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
4. Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
5. Perubahan warna kulit
6. Benjolan ketiak dan edema lengan
Keluhan Tambahan
1. Nyeri tulang (vertebra, femur)
2. Sesak dan lain sebagainya
Keluhan di tempat lain :
Metastasis paling sering ke paru, hepar, tulang, dan otak
 Otak : Nyeri kepala mual-muntah, epilepsi, ataksia paresis dan parestesia
 Pleura : efusi, sesak napas

20
 Paru : batuk
 Hepar : kadang asimptomatis, tetapi dapat ditemukan massa dan ikterus
obstruksi
 Tulang : nyeri, patah tulang

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan
sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis
(tanda vital dan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh) untuk mencari
kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis sekunder.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan
regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secar sistematis, inspeksi dan palpasi.
Inspeks dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan
posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi
pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk
mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke
kelenjar getah bening.24

Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang (supine),


lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. Kedua
payudara dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular
ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan
lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra
dan supraklavikula.24

21
Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa :
Status generalis (Karnofsky Performance Score)
Status lokalis :
- Payudara kanan atau kiri atau bilateral
- Massa tumor :
 Lokasi
 Ukuran
 Konsistensi
 Bentuk dan batas tumor
 Terfiksasi atau tidak ke kulit, m. pectoral atau dinding dada
 Perubahan kulit
- Kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit
- Peau de orange, ulserasi
 Perubahan puting susu/nipple
- Tertarik
- Erosi
- Krusta
- Discharge
- Status kelenjar getah bening
 Kgb aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi,

22
 Terfiksir terhadap sesama atau jaringan sekitar
 Kgb infraklavikula: idem
 Kgb supraklavikula: idem
- Pemeriksaan pada daerah metastasis
 Lokasi : tulang, hati, paru, otak
 Bentuk
 Keluhan

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium24
Dianjurkan:
 Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan
perkiraan metastasis
 Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk follow up
2. Pemeriksaan Pencitraan
 Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi. Mamogram adalah gambar hasil mamografi.
Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan
dua posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat
(kraniokaudal dan mediolateralobligue). Mamografi dapat bertujuan
skrining kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up /
kontrol dalam pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia
diatas 35 tahun, namun karena payudara orang Indonesia lebih padat
maka hasil terbaik mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40
tahun. Pemeriksaan Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10
dihitung dari hari pertama masa menstruasi; pada masa ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan
akan memberi hasil yang optimal.24
Beberapa indikasi pemeriksaan skrining mamografi:25

23
 Mencari tanda keganasan yang tersembunyi pada pasien wanita
asimptomatis berusia 50 tahun atau lebih,
 Mencari tanda keganasan pada pasien wanita asimtomatis berusia 35
tahun atau lebih yang memiliki resiko tinggi terkena karsinoma
mammae yaitu:
o Pasien dengan keluarga derajat pertama terdiagnosa karsinoma
mammae premenopause
o Pasien dengan faktor resiko histologis yang ditemukan saat
prosedur pembedahan seperti hiperplasia ductus atipikal.
Indikasi pemeriksaan diagnostic mamografi:25
 Terdapatnya benjolan pada mammae atau tanda dan gejala
keganasan seperti kulit mammae berkerut, retraksi puting, dan
keluarnya discharge dari mammae
 Hasil pemeriksaan skrining mamografi yang abnormal
 Pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk keganasan mammae
 Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan
 Adanya metastasis tanpa diketahui asal tumor primer

Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi


digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of
Radiology.25
Tanda primer berupa:
1. Densitas yang meninggi pada tumor
2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses
infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet
sign).
3. Gambaran translusen disekitar tumor
4. Gambaran stelata.
5. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder :

24
1. Retraksi kulit atau penebalan kuli
2. Bertambahnya vaskularisasi
3. Perubahan posisi putting
4. Kelenjar getah bening aksila (+)
5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.
 USG Payudara
Indikasi untuk dilakukan USG payudara salah satunya adalah
ditemukan benjolan yang teraba dari pemeriksaan fisik. USG dapat
mendeteksi kanker payudara yang tidak terdeteksi dengan mamografi,
terutama pada jaringan payudara dengan densitas tinggi. Salah satu
kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik.26
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:24
o Permukaan tidak rata
o Taller than wider
o Tepi hiperekoik
o Echo interna heterogen
o Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam
tumor membentuk sudut 90 derajat.
Tanda tumor ganas secara USG:26
 Lesi dengan batas tak tegas dan tak teratur
 Struktur, echo internal lemah dan heterogen
 Batas echo anterior lesi kuat, posterior lesi lemah sampai tak ada
(posterior acoustic shadow)
 Adanya perbedaan besar tumor secara klinis dan secara USG.
Tanda tumor jinak :26
 Lesi dengan batas tegas, licin dan teratur
 Struktur echo internal biasa :
a. Tak ada (sonolusen), misal kista.
b. Lemah sampai menengah tetapi homogen, misal fibroadenoma

25
 Batas echo anterior lesi dan posterior lesi bervariasi dari kuat atau
menengah
 Lateral acoustic shadow dari lesi dapat bilateral atau unilateral
(Tedpole sign)
3. MRI
MRI terutama berperan untuk mendeteksi kanker payudara pada orang
yang lebih muda (kurang dari 40 tahun). Pemeriksaan MRI dengan kontras
menunjukkan sensitivitas tinggi (sebesar 90%) dalam mendeteksi kanker
payudara, dengan spesifisitas 72%. MRI memiliki kelebihan karena selain
tidak menggunakan radiasi pengion, juga baik dalam menentukan ukuran dan
penyebaran kanker payudara. American Cancer Society merekomendasikan
MRI sebagai pemeriksaan pelengkap, bukan sebagai pengganti pemeriksaan
mamografi dalam mendeteksi kanker payudara.27
Penggunaan MRI ini terutama disarankan untuk wanita yang berisiko
tinggi menderita kanker payudara karena walaupun MRI dengan kontras
memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan mamografi, MRI
juga memiliki tingkat positif palsu yang lebih tinggi kemungkinan mendeteksi
sesuatu yang pada kenyataannya bukan kanker). Selain itu, MRI belum tersedia
secara luas di fasilitas kesehatan, serta biayanya lebih besar.27
Kriteria ketepatan (ACR Appropriateness Criteria):
American College of Radiology mengeluarkan kriteria ketepatan
pemilihan modalitas pemeriksaan radiologi dalam mendeteksi kanker payudara
sebagai berikut:27
1. Wanita dengan risiko tinggi:
 Wanita dengan mutasi gen BRCA dan yang memiliki riwayat keturunan
mutasi gen BRCA.
 Wanita dengan riwayat terkena radiasi di bagian dada pada usia 10-30
tahun
 Wanita dengan risiko terkena kanker payudara sebesar ≥ 20% selama
hidupnya.

26
Pada wanita dengan risiko tinggi terkena kanker payudara, pemeriksaan
MRI payudara memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan mamografi dan
gabungan kedua pemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas paling tinggi. Pada
populasi wanita berisiko tinggi, sensitivitas kombinasi mamografi dan MRI
lebih tinggi (92,7%) dibandingkan dengan kombinasi mamografi dan USG
(52%).27
2. Wanita dengan risiko sedang:
 Wanita dengan riwayat terkena kanker payudara, neoplasia lobuler,
hyperplasia ductal atipikal, atau risiko terkena kanker payudara sebesar 15-
20% selama hidupnya.
3. Wanita dengan risiko rata-rata:
Wanita dengan risiko terkena kanker payudara < 15% selama hidupnya,
payudara tidak padat.27

Rekomendasi:27
1. Untuk wanita dengan risiko tinggi, dilakukan pemeriksaan skrining mamografi
dan MRI dengan kontras setiap tahun. USG dapat digunakan untuk pasien
dengan kontraindikasi prosedur MRI.
2. Untuk wanita dengan risiko sedang, diindikasikan pemeriksaan skrining
mamografi setiap tahun. Penggunaan MRI dengan kontras dapat dilakukan
pada pasien tertentu dengan riwayat menderita kanker payudara atau menderita
neoplasia lobuler.
3. Untuk wanita dengan risiko rata-rata, diindikasikan untuk dilakukan
pemeriksaan skrining mamografi setiap tahun.

4. Biopsi
Suatu tes bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker tapi
hanya biopsi yang bisa memberikan diagnosis secara pasti. Sampel yang
diambil dari biopsi, dianalisa oleh ahli patologi.25,26
a. Image Guided Biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang
mencurigkan tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan

27
 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan jarum kecil
untuk mengambil sampel jaringan).
 Stereotactic Core Biopsy (menggunakan X-ray untuk menentukan
jaringan yang akan diambil) atau
 Vacuum-Assisted Biopsy (menggunakan jarum yang tebal untuk
mengambil beberapa macam jaringan inti yang luas).
Dalam melakukan prosedur ini, jarum biopsy untuk menuju area yang
dimaksud, dibantu oleh mammografi USG atau MRI. Metal klip kecil
dapat diletakkan pada bagian dari payudara yang akan dilakukan
biopsy. Dalam kasus ini apabila jaringan itu membuktikan adanya
kanker, maka segera diadakan operasi tambahan. Keuntungan teknik
ini adalah bahwa pasien hanya butuh sekali operasi untuk
menentukkan pengobatan dan menentukkan stadium.
b. Core Biopsy dapat menentukkan jaringan FNAB dapat menentukkan
sel dari suatu masa yang berada dan ini semua kemudian dapat
dianalisa untuk menentukkan adanya sel kanker.
c. Surgical Biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil sejumlah
besar jaringan. Biopsy ini biasa incisional (mengambil sebagain dari
benjolan) atau excisional (mengambil seluruh benjolan)
Pada guideline tindakan biopsi mengatakan bahwa sekitar 90% dari
biopsi sebaiknya dengan teknik needle biopsy, karena marupakan prosedur
paling tidak invasif. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar
70% dari biopsi payudara yang dilakukan merupakan surgical biopsy yaitu
biopsi insisi dan eksisi, karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi.25
5. Tes HER2 neu (C-erb2)
Adanya protein HER2 yang berlebihan. Rata-rata pada 25% penderita
kanker. Dengan mengetahui status HER2 (positif atau negatif), maka
dapat ditentukan apakah pasien akan diterapi denganmenggunakan obat
yang disebut trastuzumab (HERCEPTIN) atau tidak.26
6. Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progestron (PR) test

28
Apabila diketahui positif mengandung receptor ini [ER (+) dan PR (+)],
kanker ini berkembangnya karena hormon-hormon tersebut. Biasanya
diadakan terapi hormon.26

2.2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian
pengobatan meliputi pembedahaan, kemoterapi, terapi radiasi, dan yang
terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta
menghilangkan gejala-gejalanya.28
 Pembedahaan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk
pengobatan kanker payudara. Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut:
- Terapi atas masalah lokal dan regional : Mastektomi, breast conserving
surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi lokal/regional.
- Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal :ovariektomi,
adrenalektomi, dsb.
- Terapi terhadap tumor residif dan metastase.
- Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas terapi
lokal/regional, dapat dilakukan pada saat bersamaan (immediate) atau
setelah beberapa waktu (delay).
 Radioterapi
Merupakan salah satu terapi dengan menggunakan sinar pengion
berenergi tinggi yang dapat menghancurkan sel kanker. Pengaruh radiasi
pada jaringan tubuh ditentukan oleh radiosensitivitas jaringan yang
bersangkutan, yang pada umumnya kanker lebih sensitif terhadap radiasi
dibandingkan dengan jaringan normal.28
Sinar yang dipakai ntuk radioterapi adalah sinar Alfa yang meupakan
partikel dari inti atom, sinar beta atau sinar elektron, dan sinar gama yang
merupakan sinar elektromagnetik (foton). Terapi radiasi dapat dibedakan
dalam 2 cara utama, yaitu:28

29
a. Radiasi Eksterna (teletherapy)
Sumber sinar berupa sinar x atau radioisotop yang ditempatkan di luar
tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi.
b. Radiasi Interna (Brachytherapy)
Sumber radiasi diletakkan di dalam tumor atau berdekatan dengan
tumor di dalam rongga tubuh. Radiasi internal dibagi menjadi:
1) Intersitial
Radioisotop yang berupa jarum lalu ditusukkan ke dalam tumor
2) Intracavitair
Radiasi intracavitair dapat dilakukan dengan:
- After loading
Radioisotop dapat dimasukkan kedalam rongga tubuh yang
terdapat tumor seperti vagina, uterus, rektum, dan lain – lain
tanpa membahayakan tenaga medis yang memasang radioisotop
tersebut
- Instalasi
Radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubugh seperti pleura
atau peritoneum
c. Intravena
Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 yang
disuntikkan ke intravena akan diserap oleh tiroid untuk mengobati
kanker tiroid.23
Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat diberikan sebagai terapi
kuratif ajuvan dan paliatif.
a) Radioterapi Kuratif Ajuvan
1. Radioterapi pasca BCS (radioterapi seluruh payudara)24
 Indikasi/tujuan :
Radioterapi seluruh payudara pada pasca BCS diberikan pada semua
kasus kanker payudara (ESMO Level 1, grade A). Hal ini disebabkan
radioterapi pada BCS meningkatkan kontrol lokal dan mengurangi angka
kematian karena kanker payudara dan memiliki kesintasan yang sama

30
dengan pasien kanker payudara stadium dini yang ditatalaksana dengan
MRM.
Radioterapi seluruh payudara dapat diabaikan pada pasien
kanker payudara pasca BCS berusia > 70 tahun dengan syarat: (ESMO
Level 2, grade B, NCCN kategori 1).
- Reseptor estrogen +
- Klinis N0
- T1 yang mendapat terapi hormonal
 Dosis radiasi :
Dosis radioterapi seluruh payudara adalah:
1. 25 fraksi x 2 Gy diikuti booster tumor bed 5-8 fraksi x 2 Gy
(regimen konvensional). [booster tumor bed (ESMO Level 1, grade
A)]
2. 16 fraksi x 2.65 Gy (tanpa booster) (regimen hipofraksinasi
Wheelan)
3. 15 fraksi x 2.68 Gy (booster 5 fraksi x 2 Gy) (regimen
hipofraksinasi START B). (ESMO Level 1, grade B).
Dosis radioterapi pada daerah supraklavikula (bila ada indikasi) adalah 25
fraksi x 2 Gy. Radioterapi pada kanker payudara diberikan 1 fraksi per hari,
5 hari per minggu.
2. Radioterapi pasca mastektomi (radioterapi dinding dada)24
 Indikasi/tujuan :
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan pada
1. Tumor T3-4 (ESMO Level 2, grade B).
2. KGB aksilla yang diangkat >/=4 yang mengandung sel tumor dari
sediaan diseksi aksilla yang adekuat (ESMO Level 2, grade B).
3. Batas sayatan positif atau dekat dengan tumor.
4. KGB aksilla yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari
sediaan diseksi aksilla yang adekuat dengan faktor resiko
kekambuhan, antara lain derajat tinggi (diferensiasi jelek) atau
invasi limfo vaskuler. Radioterapi dinding dada pada pasca MRM

31
diberikan karena dapat menurunkan kekambuhan dan kematian
karena kanker payudara (level 2 evidence)
 Dosis radiasi :
Dosis radioterapi seluruh payudara adalah
1. 25 fraksi x 2 Gy tanpa booster
2. Booster skar operasi 5-8 fraksi x 2 Gy (regimen konvensional)diberikan
pada batas sayatan positif atau dekat.
Dosis radioterapi pada daerah supraklavikula (bila ada indikasi) adalah
25 fraksi x 2 Gy.Radioterapi pada kanker payudara diberikan 1 fraksi
per hari, 5 hari per minggu.
b) Radioterapi paliatif24
Radioterapi paliatif diberikan pada kanker payudara yang
- Bermetastases ke tulang dan menimbulkan rasa nyeri
- Metastases otak
- Kanker payudara inoperable yang disertai ulkus berdarah dan berbau
- Kanker payudara inoperable setelah kemoterapi dosis penuh
Tujuan paliatif diberikan untuk meredakan gejala sehingga
meningkatkan kualitas hidup pasien. Radioterapi pada tatalaksana metastases
tulang merupakan salah satu modalitas terapi selain imobilisasi dengan korset
atau tindakan bedah, bisfosfonat, terapi hormonal, terapi target donosumumab,
terapi radionuklir dan kemoterapi.
 Indikasi/Tujuan :
Radioterapi pada metastases tulang dapat diberikan atas indikasi:
1) Nyeri.
2) Ancaman fraktur kompresi yang sudah distabilisasi.
3) Menghambat kekambuhan pasca operasi reseksi.
 Dosis :
Dosis yang diberikan pada radioterapi paliatif adalah
- 1 fraksi x 8 Gy
- 5 fraksi x 4 Gy
- 10 fraksi x 3 Gy

32
- 15 fraksi x 2.5 Gy
3. Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka
horman dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau
pada stadium akhir.29
4. Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut
penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi dapat
digunakan secara tunggal atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya
Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang
ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.29
5. Terapi Imunologi
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini,
trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2
dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat menjadi pilihan terapi. Pasien
sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan
trastuzumab.29
6. Farmakoterapi
Pasien kanker yang mengalami anoreksia memerlukan terapi multimodal:
a. Progestin
Menurut studi meta-analisis MA bermanfaat dalam meningkatkan selera
makan dan meningkatkan BB pada kanker kaheksia, namun tidak
memberikan efek dalam peningkatan massa otot dan kualitas hidup
pasien.Dosis optimal penggunaan MA adalah sebesar 480–800
mg/hari.Penggunaan dimulai dengan dosis kecil, dan ditingkatkan bertahap
apabila selama dua minggu tidak memberikan efek optimal.23
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan zat oreksigenik yang paling banyak digunakan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada

33
pasien kaheksia dapat meningkatkan selera makan dan kualitas hidup
pasien.23
c. Siproheptadin Siproheptadin merupakan antagonis reseptor 5-HT, yang
dapat memperbaiki selera makan dan meningkatkan berat badan pasien
dengan tumor karsinoid.Efek samping yang sering timbul adalah
mengantuk dan pusing.Umumnya digunakan pada pasien anak dengan
kaheksia kanker, dan tidak direkomendasikan pada pasien dewasa.23

34
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Ny. K
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk RSDK :
No. CM : C656863

3.2 Anamnesis
Anamnesis secara autoanamnesis pada tanggal 3 Agustus 2018

 Keluhan Utama : Benjolan di payudara sebelah kiri


 Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 tahun SMRS pasien mengeluhkan adanya benjolan di payudara
sebelah kiri. benjolan sebesar kelereng, teraba keras, tidak dapat
digerakkan, tidak nyeri, dan warna kulit sama dengan sekitar. Benjolan di
payudara kiri dirasakan semakin lama semakin bertambah menjadi 3 buah
dengan ukuran masing-masing benjolan sebesar kelereng dan muncul 1
benjolan di ketiak kanan sebesar kelereng. Benjolan teraba keras, tidak
dapat digerakkan, dan makin lama terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Keluhan keluar darah atau nanah dari payudara (+), demam (+), puting
tertarik ke dalam (+), nyeri kepala (+), nyeri tulang (+), sesak (+).
Pasien kemudian memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum Islam
“Harapan Anda” Tegal dan didiagnosis kanker payudara. Pasien
kemudian dirujuk ke RSUP dr. Kariadi untuk penanganan lebih lanjut.

35
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keganasan sebelumnya (-)
 Riwayat menstruasi pertama pada usia 15 tahun
 Riwayat menikah usia 17 tahun, melahirkan (+) 2 kali,
menyusui (+) ASI keluar lancar, keguguran (-)
 Riwayat penggunaan KB (+) jenis KB suntik tiap 3 bulan
 Riwayat operasi (+) pengangkatan payudara kiri tahun 2017 di RSUP
dr. Kariadi
 Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-)
 Riwayat alergi (-)

 Riwayat Penyakit keluarga


 Riwayat keluarga dengan tumor pada payudara (-)
 Riwayat keganasan lainnya pada keluarga (-)

 Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama
suami yang bekerja sebagai nelayan dan 2 orang anak yang belum
mandiri. Biaya pengobatan pasien dengan JKN Non PBI. Kesan
sosial ekonomi cukup.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2018

Keadaan Umum : Baik, composmentis (E4V6M5)


Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi napas : 20x/menit
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,7 oC
Berat badan : 45 kg

36
Tinggi badan : 152 cm
Status Internus
Kesadaran : composmentis (E4V6M5)
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebral anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
diplopia (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+), penurunan tajam penglihatan (-/-)
Telinga : simetris, discharge (-/-), kurang pendengaran (-/-)
Hidung : obstruksi (-), epistaksis (-), discharge (-)
Tenggorokan : hiperemis (-)
Leher : simetris, trachea di tengah, pembesaran nnll (-/-)
Dada : Tampak bekas operasi di regio mamae sinistra (+)

Jantung : I : iktus cordis tak tampak


Pa : iktus cordis SIC V, 2 cm medial LMCS
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Paru : I : simetris statis-dinamis
Pa : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen : I : datar
Pa : nyeri tekan (-), supel
Pe : timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)
Au : Bising usus (+) N

Status lokalis
Regio mammae sinistra
Inspeksi : Terdapat bekas operasi Modified Radical Mastectomy (MRM)
pada regio mammae sinistra, warna sama dengan sekitar.

37
Palpasi : Bekas operasi terkadang nyeri. Tidak terdapat massa di dinding
dada sinistra maupun dextra, perabaan dan warna kulit sama dengan sekitar.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Pemeriksaan Histopatologi (10 Januari 2017 RS Umum Islam
“Harapan Anda” Tegal)

 Diagnosis klinis : Tumor payudara sinistra


 Makroskopis :
- Sediaan dari mamae sinistra ukuran 1.5 x 0,5 x 0.5 cm,
warna coklat, konsistensi kenyal.
 Mikroskopis :
- Menunjukkan kelompok sel – sel bentuk bulat oval agak
pleimorfik dengan inti berkromatin kasar, nukleoli
prominen disertai mitosis yang sebagian besar berstruktur
kelenjar, tampak menginfiltrasi ke stroma.
 Kesimpulan:
Carcinoma ductus invasif berdifferensiasi baik (Grade I)

3.4.2 Pemeriksaan Radiologi


a. X-Foto Thorax PA ERECT (ASIMETRIS) LATERAL
(23 Juli 2018 RSUP Dr. Kariadi)

38
Gambar 7. X- Foto Thorax PA ERECT (ASIMETRIS) LATERAL

39
Klinis : Ca Mammae
COR :
 Bentuk dan letak jantung normal
 Retrocardiac dan retrosternal space tak menyempit
PULMO :
 Corakan vaskuler tampak normal
 Tak tampak bercak maupun nodul pada kedua lapangan paru

Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior


Sudut kostofrenikus kanan kiri lancip
Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi pada os costae, scapulae dan
claviculae kanan kiri yang tervisualisasi
KESAN :
 Cor tak membesar
 Pulmo tak tampak infiltrat maupun nodul

b. USG Abdomen (23 Juli 2018 RSUP Dr. Kariadi)

40
41
Gambar 8. USG Abdomen

42
Klinis : Ca Mammae
USG Abdomen
- Hepar:
ukuran tak membesar, parenkim homogeny, ekogenesitas parenkim
normal, tak tampak nodul, v. porta tak melebar, v. hepatika tak melebar
- Duktus biliaris:
intra dan ekstrahepatal tak melebar
- Vesika felea:
ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak
sludge
- Pancreas:
parenkim homogeny, tak tampak massa maupun kalsifikasi
- Ginjal kanan :
bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak tampak
penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tak melebar, ureter proksimal
tak melebar
- Ginjal kiri :
bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak tampak
penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tak melebar, ureter proksimal
tak melebar
- Lien:
tak membesar, tak tampak massa, v. lienalis tak melebar
- Aorta:
- tak tampak nodul paraaorta
- Vesika urinaria:
dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak
massa
- Uterus :
ukuran tak membesar, endometrial line tak menebal, tak tampak massa
- Tak tampak cairan bebas intraabdomen
- Tak tampak cairan supradiafragma kanan kiri

43
KESAN :
 Tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun limfadenopati paraaorta
 Tak tampak kelainan pada sonografi organ – organ intraabdomen diatas

3.4.3 Laboratorium Hematologi (15 Juli 2018 RSUP Dr. Kariadi)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI


RUJUKAN
Hematologi Paket
Hemoglobin 12.1 g/dl 12.00 – 15.00
Hematokrit 35.8 % 35 – 47
Eritrosit 4.24 10^6/µL 4.4 – 5.9
MCH 28.5 pg 27.00 – 32.00
MCV 84.4 fL 76 – 96
MCHC 33.8 g/dL 29.00 – 36.00
Leukosit 6.5 10^3/µL 3.6 – 11
Trombosit 239 10^3/µL 150 – 400
RDW 16.5 % 11.60 – 14.80
MPV 10 fL 4.00 – 11.00
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 98 mg/dL 80 - 160
SGOT 20 U/L 15 - 34
SGPT 31 U/L 15 - 60
Alkali phosphatase 72 U/L 50 - 136
Bilirubin Total 0.38 mg/dL 0.34 – 1.2
Bilirubin direk 0.08 mg/dL 0.0 – 0.2
Ureum 12 mg/dL 15 - 39
Kreatinin 0.70 mg/dL 0.60 – 1.30

Elektrolit

44
Natrium 132 mmol/L 136 - 145
Kalium 3.3 mmol/L 3.3 – 5.1
Clorida 100 mmol/L 98 - 107

3.3 Diagnosis
Karsinoma mammae sinistra post MRM et kemoterapi 9x.
3.4 Terapi
3.4.1 Radiasi
Pasien mendapatkan program untuk terapi radiasi.
CT Simulator : 02 Agustus 2018
Pesawat : LINAC
Terapi radiasi pertama akan dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2018.
Terapi radiasi dilakukan setiap hari, 5 kali dalam seminggu, dengan dosis
setiap kalinya adalah 2 Gy. Kontrol kondisi pasien dilakukan setiap seminggu
untuk memantau keadaan dan perkembangan pasien.

3.5 Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien tentang tahapan terapi yang akan dilakukan.
 Menjelaskan kepada pasien prosedur pelaksanaan terapi radiasi.
 Menjelaskan kepada pasien efek samping yang mungkin terjadi dari
terapi radiasi.
 Edukasi dan motivasi pasien untuk melanjutkan terapi dengan teratur.

45
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pasien Ny. K berusia 26 tahun datang dengan keluhan hendak


melanjutkan terapi. ± 3 tahun yang lalu pasien mengeluhkan adanya benjolan di
payudara kiri sebesar kelereng, teraba keras, tidak dapat digerakkan, awalnya tidak
nyeri dan semakin lama semakin nyeri, semakin lama semakin bertambah menjadi
3 buah dengan ukuran masing-masing benjolan sebesar kelereng dan muncul 1
benjolan di ketiak kanan sebesar kelereng. Benjolan teraba keras, tidak dapa
digerakkan dan makin lama semakin nyeri seperti ditusuk-tusuk. Keluhan keluar
darah dan nanah dari payudara (+), demam (+), puting tertarik ke dalam (+), nyeri
positif (+), nyeri kepala (+), sesak (+). Pasien memeriksakan diri ke Rumah Sakit
Islam “Harapan Anda”, Tegal dan dilakukan pemeriksaan histopatologi tumor.
Hasil pemeriksaan histopatologi pada tanggal 10 Januari 2017 Rumah Sakit
Islam “Harapan Anda”, Tegal mendukung penegakan diagnosis adanya keganasan
pada payudara kiri. Gambaran mikroskopis menunjukkan kelompok sel-sel bentuk
bulat oval agak pleimorfik dengan inti berkromatin kasar, nukleoli prominen
disertai mitosis yang sebagian besar berstruktur kelenjar, tampak menginfiltrasi ke
stroma. Dari pemeriksaan histopatologi, Ny. K didiagnosis karsinoma ductus
invasive berdifferensiasi baik Grade I. Pasien kemudian menjalani operasi
Modified Radical Mastectomy (MRM) dan kemoterapi 9x di tahun yang sama.
± 1 bulan SMRS pasien melanjutkan terapi di RSDK dan dilakukan
pemriksaan USG abdomen dan X foto thorax. Pada pemeriksaan USG abdomen
tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun limfadenopati paraaorta dan tak tampak
kelainan pada sonografi organ-organ intraabdomen. Pada pemeriksaan X foto
thorax didapatkan hasil cor tak membesar dan pulmo tak tampak infiltrat maupun
nodul.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tanggal 2 Agustus 2018 di RSUP dr.
Kariadi Semarang, didapatkan bekas operasi MRM dalam keadaan baik dan tidak
ditemukan massa di dinding dada sinistra maupun dextra. Bekas operasi perabaan

46
dan warna kulitnya sama dengan sekitar. Pasien merasakan nyeri seperti tertusuk-
tusuk pada bekas operasi apabila melakukan aktivitas berat.
Pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 15 Juli 2018 di RSUP dr.
Kariadi dilakukan untuk menilai kelayakan pasien menjalani terapi radiasi. Hasil
pemeriksaan hematologis klinis didapatkan Hb: 12.1 gr/dL, leukosit: 6.5/mm3, dan
trombosit: 239/mm3. Pasien dinyatakan memenuhi syarat hematologi untuk
menjalani terapi radiasi.
Pasien mendapatkan program untuk menjalani eksternal radiasi mulai
tanggal 9 Juli 2018 dengan pesawat LINAC. Terapi radiasi dilakukan setiap hari
(Senin-Jumat) sebanyak 30 kali dengan dosis radiasi setiap kalinya adalah 2 Gy.
Pemantauan kondisi pasien dilakukan setiap minggu setelah dilakukan 5 kali
terapi. Hal-hal yang diperhatikan dalam pemantauan antara lain adanya
pemantauan penyebaran dan perkembangan tumor, munculnya efek samping dari
radiasi, dan pemeriksaan hematologis klinis.

47
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus seorang wanita usia 26 tahun dengan carsinoma


ductus invasif berdifferensiasi baik grade I mammae sinistra post MRM et
kemoterapi 9x. Pasien mendapatkan terapi berupa eksternal radiasi dengan
menggunakan pesawat LINAC. Terapi pertama dilaksanakan setiap hari, 5 kali
dalam seminggu (Senin-Jumat) mulai dari tanggal 9 Agustus 2018 hingga total 30
kali radiasi. Dosis terapi radiasi setiap kalinya adalah 2 Gy. Pemantauan pada
pasien ini dilakukan setiap minggu untuk mendeteksi ada atau tidaknya penyebaran
dan perkembangan tumor, efek samping dari radiasi, dan kondisi hematologis
klinis terutama hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
Karsinoma mammae merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan
payudara. Kanker dapat tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan
lemak, maupun jaringan ikat pada payudara. Diagnosa karsinoma mammae
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang. Kebanyakan pasien didiagnosa dengan kasus karsinoma
mammae yang sudah stadium lanjut.
Pada kasus karsinoma mammae penting dilakukan deteksi dini dengan
imaging. Tes skrining (seperti mammogram tahunan) yang diberikan secara rutin
kepada orang-orang yang tampak sehat dan tidak diduga menderita kanker
payudara. Setelah karsinoma mammae terdeteksi dini dengan mammogram,
dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis.
CT-Scan ataupun MRI merupakan pemeriksaan yang dibutuhkan dalam
menentukan stadium dan tindakan karena dapat memberikan gambaran ukuran,
bentuk, dan posisi serta mengetahui pembesaran limfonodi. Pada karsinoma
mammae perlu dinilai mengenai perluasan massa, destruksi tulang, pembesaran
kelenjar getah bening regio axiller, serta tanda-tanda adanya metastasis.
Radioterapi memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma
mammae. Radioterapi dapat dilakukan dengan atau tanpa kemoterapi. Radiasi

48
ditujukan pada kanker primer. Respons dinilai dari pengecilan kanker primer di
payudara.
Oleh karena itu, penting bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan
diagnosis karsinoma mammae sedini mungkin dengan mengenali gejala-gejala dan
tanda-tanda dari stadium dini karsinoma mammae, sehingga pasien mendapatkan
terapi lebih dini dan menghasilkan prognosis yang lebih baik.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Infodatin Kanker Payudara. Jakarta Selatan: Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
2. Dewi, Gusti, Hendrati. Analisis Risiko Kanker Payudara Berdasar Riwayat Pemakaian
Kontrasepsi Hormonal dan Usia Menarche. Surabaya: FKM Unair
3. Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC.
4. Netter, F. H. The Ciba collection of medical illustrations. A compilation of painting s
on the normal and pathologic anatomy of the repoductive system. 10th ed. New Jersey:
Ciba-Geigy Corporation; 1996.
5. Romrell, L. J. & Bland, K. I. Anatomy of the breast, axilla, chest wall, and related
metastatic sites. In: Bland KI, Copeland EM, editors. The breast comprehensive
management of benign and malignant disease. 2nd ed. Philadelphia, WB Saunders
Company, 1998.
6. Lockhart, R. D.; Hamilton, G. F. & Fyfe, F. W. Anatomy of the human body.London,
Faber and Faber Limited, 1959.
7. Williams, P. L.; Warwick, R.; Dyson, M. & Bannister, L. H. Gray’s anatomy. 37 th ed.
London, Churchill Livingstone,1989.
8. SBA (Sociedade Brasileira de Anatomia). Terminologia Anatômica. Terminologia
Anatômica Internacional.1ª edição. São Paulo, Manole, 2001.
9. Fawcett, D. W. A textbook of Histology.New York, Chapman & Hall, 1994.
10. Hollinshead, W. H. & Rosse, C. Anatomia.4aed. Rio de Janeiro, Interlivros, 1991.
11. MACÉA, J. R. & FREGNANI, J. H. T. G. Anatomía de la pared torácica, axila y ama.
Int. J. Morphol., 24(4):691-704, 2006
12. Drake, R. L.; Vogl, W. & Mitchell, A. W. Gray ́s Anatomia clínica para studantes. Rio
de Janeiro, Elsevier, 2005.
13. Cancer-Its various types along with causes, symptoms, treatments and stages, in: cancer
info guide. 2009. [15 Mar. 2010]. http://www.cancer-info-guide.com/
14. Mieszkowski M. R. Cancer – A biophysicist's point of view. In: Digital Recordings.
2006. Sep 04, [15 Mar 2010]. http://www.digital-recordings.com/publ/cancer.html
15. Immune system. In: Kids Health. 2010. [16 Mar. 2010].
http://kidshealth.org/parent/general/body_basics/immune.html#
16. Helmberg A. 2010. [17 Mar. 2010]. http://helmberg.at/carcinogenesis.htm

50
17. Diet and Physical Activity: What's the Cancer Connection? In: Prevention & Early
Detection.2009.Oct09,[17Mar.2010].http://www.cancer.org/docroot/PED/content/PED
_3_1x_Link_Between_Lifestyle_and_CancerMarch03.asp .
18. Margot New SEER Report Documents High Risk of Second Cancers in Cancer
Survivors. Oncology Times. 2007;29(5):8.
19. Ershler W.B. The Influence of Advanced Age on Cancer Occurrence and Growth. In:
Balducci L., Extermann M, editors. Biological Basis of Geriatric Oncology. Vol. 124.
Springer US: 2005. pp. 75–87.
20. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
21. G, Arthur, et all. 2006. Breast Cancer Treatment Guidelines for Patients. West Sussex:
National Comprehensive Cancer Network.
22. Sumber pustaka : Blackwell, W. 2017. TNM Classification of Malignant Tumours.
Oxford. Union for International Cancer Control.
23. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures 2015-2016. Atlanta:
American Cancer Society, Inc. 2015.
24. Panigoro S, Hernowo BS, Purwanto H, Handojo, Haryono SJ, Arif W, et al. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Payudara. Kementeri Kesehat Republik Indones Kom
Penanggulangan Kanker Nasional. 2015;1, 12–4, 24–6, 45.
25. Makes, D. Mamografi Payudara. Dalam S. Rasad, & I. Ekayuda (Penyunt.), Radiologi
Diagnostik (2 ed., hal. 511-516). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.
26. Shah R. Pathogenesis, prevention, diagnosis and treatment of breast cancer. World J
Clin Oncol [Internet]. 2014;5(3):283. Available from: http://www.wjgnet.com/2218-
4333/full/v5/i3/283.htm
27. Ramadhania DA. Pemeriksaan Radiologi untuk Deteksi Kanker Payudara. Cermin
Dunia Kedokt. 2017;44(3):226–9).
28. Cardoso F, Costa A, Senkus E, Aapro M, André F, Barrios CH, et al. 3rd ESO-ESMO
International Consensus Guidelines for Advanced Breast Cancer (ABC 3). Ann Oncol.
2017;28(1):16–33.
29. Reeves GK, Beral V, Green J, Gathani T, Bull D; Million Women Study Collaborators.
Hormonal therapy for menopause and breast-cancer risk by histological type: a cohort
study and meta-analysis. Lancet Oncol. Nov 2006. 7(11):910-8.

51

Anda mungkin juga menyukai