Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Keluarga

Dosen Pengampu:

Puji Purwaningsing, S. Kep., M. Kep.

Kelompok : 7

1. Ni Wayan Lastini (010114A079)

2. Ni Wayan Novi Andari (010114A081)

3. Nina Ardiyanti (010114A083)

4. Ovi Laksitasari (010114A091)

5. Ratna Dwi Pamungkas (010114A097)

6. Ulfi Rizky E. (010114A123)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak anak lain yang
seusianya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah anak berkebutuhan
khusus (ABK) di Indonesia mencapai angka 1,6 juta anak. Salah satu upaya yang
dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk
memberikan akses pendidikan kepada mereka adalah dengan membangun unit
sekolah baru, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), dan mendorong tumbuhnya
Sekolah Inklusi di daerah-daerah.

Dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia, baru 18 persen yang
sudah mendapatkan layanan pendidikan inklusi. Sekitar 115 ribu anak
berkebutuhan khusus bersekolah di SLB, sedangkan ABK yang bersekolah di
sekolah reguler pelaksana Sekolah Inklusi berjumlah sekitar 299 ribu.

Orang tua yang memiliki anak berperan mendidik, mengasuh dan


membesarkan anaknya. Peran tersebut menjadi berbeda ketika dihadapkan pada
kondisi anak yang memiliki fungsi terbatas dan ketergantungannya yang akan
berlangsung seumur hidup. Orang tua dihadapkan pada tantangan permasalahan
kompleks yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mental dan
keberfungsian keluarga secara keseluruhan. Orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus mengalami stress lebih banyak daripada orang tua yang
memiliki anak dengan perkembangan normal dan mengalami stress pengasuhan
yang lebih besar. Hal ini didalamnya meliputi kecemasan, perasaan gelisah,
ketegangan dan tertekan (Hastings, 2002).
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian anak berkebutuhan khusus?

2. Apa saja faktor penyebab anak berkebutuhan khusus?

3. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus?

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi anak berkebutuhan khusus?

5. Bagaimana asuhan keperawatan anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian anak berkebutuhan khusus.

2. Untuk mengetahui faktor penyebab anak berkebutuhan khusus.

3. Untuk mengetahui klasifikasi anak berkebutuhan khusus.

4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi anak berkeutuhan khusus

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak berkebutuhan khusus.


BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak anak lain yang
seusianya.

Kehadiran anak berkebutuhan khusus memberikan efek yang besar bagi


seluruh keluarga baik orang tua, saudaranya maupun anggota keluarga yang
lainnya. Hal tersebut merupakan pengalaman yang luar biasa yang dialami
bersama, yang kemudian dapat berdampak pada seluruh aspek fungsi keluarga.
Ada dua sisi dampak kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam sistem keluarga.
Sisi positif, hal tersebut akan memperluar wawasan, meningkatkan kepekaan
terhadap kekuatan batin, meningkatkan kebersamaan keluarga dan
emndoronghubungan dengan komunitas. Sisi negatifnya, hal tersebut akan
memakan waktu dan keuangan keluarga, memeberikan tuntutan fisik dan emosi,
serta memeberikan kompleksitas pengadaan kebutuhan yang berhubungan degan
membesarkan anak berkebutuhan khusus. Akibat yang ditimbulkan tergantung
pada kondisi dan keparahannya, seperti kondisi fisik, emosi, dan finansial yang
diperlukan, serta ketersediaan sumber daya dalam keluarga (Riechman, 2008).

Orang tua yang memiliki anak berperan mendidik, mengasuh dan


membesarkan anaknya. Peran tersebut menjadi berbeda ketika dihadapkan pada
kondisi anak yang memiliki fungsi terbatas dan ketergantungannya yang akan
berlangsung seumur hidup. Orang tua dihadapkan pada tantangan permasalahan
kompleks yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mental dan
keberfungsian keluarga secara keseluruhan. Orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus mengalami stress lebih banyak daripada orang tua yang
memiliki anak dengan perkembangan normal dan mengalami stress pengasuhan
yang lebih besar. Hal ini didalamnya meliputi kecemasan, perasaan gelisah,
ketegangan dan tertekan.

B. Faktor Fakto Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus

Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu


kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum
kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir (Dinie Ratri
Desiningrum, 2016).

1. Pre-Natal

Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses


kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor
genetik dan keturunan, atau faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang
mengalami pendarahan bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh
sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin
dan akibta janin yang kekurangan gizi. Berikut adalah hal-hal sebelum
kelahiran bayi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi:

a. Infeksi Kehamilan.

Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis yang


berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal
rubella/morbili/campak Jerman dan virus retrolanta Fibroplasia-
RLF.

b. Gangguan Genetika.

Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan kromosom,


transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia) atau
faktor keturunan.
c. Usia Ibu Hamil (high risk group).

Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan kelainan pada bayi


adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua,
yaitu di atas 40 tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ
seksual dan kandungan yang pada dasarnya sudah matang dan siap
untuk memiliki janin namun secara psikologis belum siap terutama
dari sisi perkembangan emosional sehingga mudah stres dan depresi.
Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan perkembangan jaman
dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup yang tidak sehat,
bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat dan mudah
terinfeksi penyakit.

d. Keracunan Saat Hamil.

Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan janin yang
kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat besi /timbal misalnya
dari hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau dan tuna instant
secara berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-obatan kontrasepsi
ketika wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seperti
percobaan abortus yang gagal, sangat memungkinkan bayi lahir
cacat.

e. Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis).

Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang tertular oleh
pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat bakteri dari
lingkungan (sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus
mendapatkan perawatan khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang
mengidap TBC, maka dapat mengganggu metabolisme tubuh ibu dan
janin sehingga bayi bisa tumbuh tidak sempurna.
f. Infeksi karena penyakit kotor

Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit kelamin/sipilis yang


bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi
penyakit sipilis ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi lemah dan
mudah terkena penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi
janin dan ibu.

g. Toxoplasmosis (berasal dari virus binatang seperti bulu kucing),


trachoma dan tumor.

Penyakit penyakit tersebut tergolong penyakit yang kronis namun


perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai obat
imunitas, seperti pada ibu yang sudah diketahui tubuhnya
mengandung virus toxoplasma, maka sebelum kehamilan dapat
diimunisasi agar virus tersebut tidak membahayakan janin kelak.

h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon


bayi.

Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika
berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit
virus yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga
pertumbuhan otak janin terganggu.

i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu.

Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat


melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu
depresi yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma
akibat benturan pada kandungan saat kehamilan.
j. Penggunaan sinar X

Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent, atau


terkena sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada
bayi karena merusak sel kromosom janin.

2. Peri-Natal

Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses
kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya
kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak
spontan, lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu
mengidap Sipilis. Berikut adalah hal hal yang dapat mengakibatkan
kecacatan bayi saat kelahiran:

a. Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia)

Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan


atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi
karena cairan ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat
kotor yang membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih
cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan.
Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat badan ketika
kelahiran. Bayi lahir di usia matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika
memang sudah sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak
yang belum tumbuh sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada
bayi ketika lahir. Bayi yang ketika lahir tidak langsung dapat
menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban, cairan
kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan, atau
akibat proses kelahiran yang tidak sempurna sehingga kepala bayi
terlalu lama dalam kandungan sementara tubuhnya sudah keluar dan
bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan bayi
kekurangan oksigen.
b. Kelahiran dengan alat bantu

Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat menyebabkan


kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan vacum,
tang verlossing.

c. Pendarahan

Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan
keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin
membesar, maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada
plasenta yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika
bayi dipaksa lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga
bisa terjadi karena ibu terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista).

d. Kelahiran sungsang

Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih dahulu.
Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan
yang keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa
bantuan alat apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat
karena kepala yang lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa
berakibat kematian bayi dan ibu. Ketika posisi bayi sungsang,
biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi caesar agar
terhindar dari resiko kecacatan dan kematian bayi.

e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik)

Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik,
dapat menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini
dapatdihindari dengan melakukan operasi caesar saat melahirkan.

3. Pasca-natal

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia


perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi
karena kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi.
Berikut adalah hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di
masa bayi:

a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis),


diabetes melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip),
radang telinga (otitis media), malaria tropicana. Penyakit-penyakit
tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa disembuhkan
dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada bayi maka
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama
kehidupan (golden age).

b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang


sempurna sangat dibutuhkan bayi setelah kelahiran. Gizi tersebut
dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama, dan makanan penunjang
dengan gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi
atau malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan terhambat dan bayi
dapat mengalami kecacatan mental.

c. Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat


mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ
utama kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka dapat
merusak pula sistem/fungsi tubuh lainnya.

d. Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan
dan minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah
maka dapat meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari
makanan yang kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat
psikoaktif. Racun yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke
otak dan menyebabkan kecacatan pada bayi.
C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act


Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004:
secara umum, klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah : (Dinie Ratri
Desiningrum, 2016).

1. Anak dengan Gangguan Fisik:

a. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi


(blind/low vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti orang awas.

b. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya


pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
secara verbal.

c. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang


menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).

2. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:

a. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri


dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

b. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak


yang mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau
kelancaran bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk
bahasa,isi bahasa,atau fungsi bahasa.

c. Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku


yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala
utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian

3. Anak dengan Gangguan Intelektual

a. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan


keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-
rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial.

b. Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).

c. Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata


mengalami kesulitan dalam tugas tugas akademik khusus, terutama
dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau
matematika. Untuk penangannya yaitu:

1) Terapi Perilaku

Terapi perilaku yang sering digunakan adalah modifikasi perilaku.


Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika
dia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku
positif tertentu. Sebaliknya, anak jugaakan mendapatkan peringatan
jika ia memperlihatkan perilaku negatif. Dengan adanya
penghargaan dan peringatan langsung ini anak dapat mengontrol
perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun di
rumah.

2) Psikoterapi Suportif

Psikoterapi Suportif dapat diberikan kepada anak dan keluarganya.


Tujuannya adalah memberi pengertian dan pemahaman mengenai
kesulitan yang ada, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang
konsisten dalam usaha memerangi kesulitan ini.

3) Pendekatan Psikososial lainnya pemberian psiko edukasi ke guru


dan pemberian pelatihan keterampilan sosial bagi anak.

d. Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task
commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.

e. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh


adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan
gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Intervensi
untuk anak autis di rumah yaitu:

1) Terapi Okupasi

Terapi (therapy) yang berarti penyembuhan, tidak hanya membahas


masalah pengobatan jasmaniah, tetapi penyesuaian diri dan fungsi
berpikir. Okupasi (occupation) artinya kesibukan atau pekerjaan.
Terapi okupasi berarti usaha penyembuhan melalui kesibukan atau
pekerjaan tertentu. Menurut Kusnanto (2002) “terapi okupasi adalah
usaha penyembuhan terhadap anak yang mengalami kelainan
mental dan fisik dengan jalan memberikan keaktifan kerja,keaktifan
itu mengurangi penderitaan yang alami”. Materi latihan dipilih dan
ditentukan dengan memperhatikan karakteristik atau ciri khas anak
autis. Nama dan bahan latihan bisa sama, tetapi kedalaman dan
keluasan latihan antara anak autis satu dengan lainnya berbeda. Cara
atau pendekatan latihan perlu memperhatikan karakteristik anak.
Pendekatan ini bergantung pada tujuan latihan, mau memupuk
kemampuan sosialisasi atau komunikasi anak. Latihan sebaiknya
diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, tetapi sering dan segera
hentikan jika anak tampak bosan. Tempat yang digunakan, materi
latihan, dan alat yang dibutuhkan disesuaikan dengan keadaan
anak.Terapi okupasi tidak hanya sebatas aktivitas fisik, tetapi
mencakup pengembangan intelektual,sosial, emosi dan kreativitas.

Tujuan Terapi Okupasi yaitu Terapi okupasi dapat digunakan untuk


mengalihkan perhatian agar tidak terjadi neurosis (kegagalan
individu memecahkan masalah atau tuntutan di masyarakat yang
membuatnya terganggu dalam pemeliharaan maupun penyesuaian
diri). Maksud memelihara mental adalahterapi okupasi digunakan
untuk memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan,
intelektual, motivasi dan semangat anak. Pemulihan yang dilakukan
dengan membuat persendian, otot, dan kondisi tubuh dapat
berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi kebutuhan
hidup. Memberi anak peluang persiapan menghadapi tugas
pekerjaan atau profesi yang sesuai dengan kondisinya. Anak autis
termasuk dalam kategori anak luar biasa, yaitu anak dengan
gangguan sosial dan emosi. Secara fisik anak autis tidak berbeda
dengan anak normal. Jika anak autis memiliki intelegensi normal,
diharapkan anak dapat mencapai suatu pekerjaan tertentu. Hanya
perlu penekanan pada latihan pemulihan fungsi tubuh, penyesuaian
atau prevokasional. Sebaliknya jika anak autis memiliki intelegensi
di bawah normal, kemungkinan anak kurang atau tidak dapat
memiliki vokasional tingkat terampil.

Ragam latihan terapi okupasi, seperti:

a) Latihan mereaksi; latihan memanggil nama terapis.

b) Latihan kebiasaan gerak; latihan kebiasaan berjalan digaris


lurus.

c) Latihan motorik kasar; berjalan bebas tanpa bantuan

d) Latihan keseimbangan; berjalan perlahan di papan titian

2) Terapi Perilaku (Applied Behavioral Analysis - ABA)

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak


autistik dalam artinperilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku
yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Terapi perilaku yang
dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang
diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California
Los Angeles (UCLA) (1996). Dalam terapi perilaku, fokus
penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap
kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada
hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak
berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama
sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia
sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan
kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi
kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap
instruksi yang diberikan. Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi
ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang
diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence).
Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa
instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui
gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian
memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan
olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut
diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh
Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan)
yang menyenangkan. Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk
meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan.
Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila
dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

3) Terapi Bermain

Menurut Hurlock (2004), bermain adalah setiap kegiatan yang


dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Bagi anak, bermain dapat mencapai
perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik anak juga dapatdilihat saat bermain, anak
secara tidak sadar menemukan sikap tubuh yang baik, melatih
kekuatan, keseimbangan dan melatih motoriknya. Ruang lingkup
terapi bermain anak autis dirumuskan berdasarkan karakteristik
anak, tujuan maupun sasaran, yaitu:

a) Bermain yang berkaitan dengan latihan sensorik motorik; latihan


pengembangan fungsi mata, telinga, dan latihan otot, seperti
dokter-dokteran, plastisin.

b) Bermain untuk mengembangkan imajinasi, kreasi, ekspresi,


memupuk kekuatan otot, melatih memecahkan masalah, dan
menimbulkan rasa percaya diri, seperti latihan memasang-
bongkar puzzle, mewarnai gambar.

c) Ragam latihan terapi bermain lainnya, yaitu Sensorik-motorik:


berjalan pada tali, menendang bola, melempar bola, membuat
menara dari balok, mendorong bola. Bermain Simbol:
permainan mendaki, naik turun tangga, melukis jari.
Pengembangan komunikasi dan sosialisasi: bermain di bak pasir.

4) Terapi Sensori Integrasi

Terapi sensori integrasi merupakan teori yang dikembangkan


DR.Ayres dan rekan-rekannya (1995) melalui berbagai penelitian
terhadap sejumlah anak di Amerika dan Kanada. Teori ini
menjelaskan proses biologis pada otak untuk mengolah serta
menggunakan berbagai informasi dengan baik dan sesuai situasi.
Input sensori bermacam-macam, bisa dirasa dengan rabaan,
didengar, dilihat dan dicium. Jika sensoriknya tidak bekerja dengan
baik maka anak kurang atau tidak mampu menerima input sensoris
dengan baik, sehingga akan timbul gangguan ASD. Terapi ini
diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam terapi diusahakan
anak memberi reaksi yang baik terhadap perangsangan. Saat terapi,
anak diharapkan berperan aktif agar muncul perubahan positif.
Biasanya terapis akan mengarahkan kegiatan yang dapat
memberikan tantangan secara bertahap. Teori sensori integrasi
hanya sebagian dari pendekatan terapi okupasi. Jadi, anak tetap
memerlukan terapi lain untuk mendukung terapi ini. Biasanya,
kebutuhan tersebut dievaluasi oleh terapis okupasi. Jika terapi
sensori integrasi berhasil anak dapat memroses berbagai informasi
sensoris yang kompleks dengan lebih baik. Ini memberi pengaruh
bagi kemampuan anak melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu,
gejala autistik yang selama ini melabelnya akan menjadi tipis atau
kurang khas. Setelah anak mampu mengamati dan memahami
lingkungannya, minatnya bersosialisasi pun akan timbul. Banyak
anak menunjukkan perkembangan kemampuan berbahasa setelah
menjalani terapi ini, sedangkan anak lain menunjukkan perbaikan
dalam prestasi sekolah.

5) Terapi Senam Otak

Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana dan menyenangkan


yang digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang
berfungsi meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri
dan rasa kebersamaan (Dennison, 2006). Rangkaian kegiatan ini
sesuai untuk semua orang. Berguna dalam mempersiapkan
seseorang menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Dapat
menambah atau meningkatkan ketrampilan khusus dalam hal
berpikir dan koordinasi, memudahkan kegiatan belajar. Senam otak
merupakan inti dari educational-kinesiology, yang merupakan ilmu
tentang gerakan tubuh manusia. Edukasional kinestetik adalah
metode yang dikembangkan oleh Paul Dennisonagar individu dapat
mengembangkan potensi melalui gerakan tubuh dan sentuhan-
sentuhan (Brain Gym International, 2008). Hasil penelitian
Desiningrum (2012) menyebutkan bahwa Senam otak dapat
dijadikan salah satu alternatif terapi bagi anak Autism Spectrum
Disorder (ASD) dengan low category dengan tanpa gangguan
hiperaktivitas. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitiannya terhadap
anak-anak autis di SLB Negeri Semarang yang menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan skor pada pre-test dan post-test yang meningkat
cukup signifikan. Dalam penelitian tersebut ditemukan model terapi
senam otak yang sesuai untuk anak autis sebagai salah satu upaya
meningkatkan kemampuan kognitif pada anak dengan autis yaitu
hanya 12 gerakan dari total 23 gerakan senam otak menurut
Dennison (2006).

f. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus


yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.

D. Faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak berkebutuhan khusus

Penelitian tema Pengasuhan Positif dibawah bimbingan Prof. Noor Rachman


Hadjam, SU., Psikolog yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pengasuhan positif dalam berbagai setting keluarga, didapatkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mengasuh anak disabilitas
atau berkebutuhan khusus adalah

1. Penerimaan orang tua terhadap kondisi anak.

Ibu yang menunjukkan penerimaan terhadap anaknya akan memberikan


pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan anak yang lebih baik. Mereka juga
tidak lagi merasa canggung membawa anak-anaknya ke lingkungan luar
rumah. Penerimaan orangtua dalam berbagai penelitian dikaitkan dengan
istilah penyesuaian atau proses adaptasi. Barnett, Clements, Kaplan-Estrin,
dan Fialka (2003), lebih memilih menggunakan istilah adaptasi karena
lebih diasumsikan sebagai proses yang akan terus berlangsung.
Penerimaan orangtua merupakan proses yang tidak memiliki tahap akhir
yang absolut. Orangtua secara emosional harus mengalami, menerima, dan
mengekspresikan kekecewaan, kesedihan, kedukaan, kemarahan, serta
perasaan bersalah, yang menyertai ketika mendapatkan berita mengenai
kondisi disabilitas anak (Barnett, dkk, 2003).

Orangtua harus melepaskan impian dan berduka akan harapan terhadap


gambaran anak yang mereka inginkan, untuk mendapatkan penerimaan
yang lebih baik. Orangtua secara terus menerus juga harus beradaptasi
dengan perubahan keadaan dan kebutuhan anak, dengan stress sebagai
konsekuensi yang selalu menyertai (Daire, Munyon, Calson, Kimemia, &
Mitchan, 2011).

2. co-parenting

Istilah co-parenting muncul pertama kali pada awal abad ke 21 di Italia


oleh komunitas orangtua yang memutuskan untuk tidak lagi hidup
bersama, Associations of Separated Parents. Definisi co parenting sendiri
digambarkan menjadi sebuah usaha bersama yang dilakukan oleh kedua
orangtua, walaupun dalam kondisi terpisah (baik karena alasan bercerai
atau tidak lagi hidup bersama) untuk saling berkomitmen mengasuh dan
membesarkan anak – anak mereka.

3. Dukungan sosial

Dukungan sosial orang tua adalah bantuan yang diberikan oleh orang tua
kepada anak yang terdiri dari informasi baik verbal maupun non verbal
yang mencakup satu atau lebih aspek informasi, instrumental, emosional,
dan penghargaan yang diterima oleh anak, yang membuat anak merasa
dicintai, diperhatikan, dihargai dan menjadi bagian dari keluarga. Untuk
mendapatkan dukungan sosial yang maksimal diperlukan penerimaan
keluarga terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut. Penerimaan
biasanya terlihat oleh orang-orang yang mengambil kepemilikan baik
untuk diri mereka sendiri dan tindakan mereka. Mereka mulai melakukan
beberapa hal, mencatat hasil dan kemudian merubah tindakan mereka
dalam menanggapi. Mereka akan muncul semakin bahagia dan lebih puas
saat mereka menemukan jalan mereka ke depan.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
SUB
NO VARIABEL KETERANGAN
VARIABEL
1. Status Identitas a. Berapa jumlah anggota keluarga?
Demografi keluarga b. Siapa saja yang ada dalam anggota
keluarga keluarga?
Komposisi a. Keluarga terdiri dari siapa saja?
keluarga b. Apakah ada anggota keluarga lain,
selain keluarga inti?
Status sosial a. Berapa kira-kira penghasilan
ekonomi perbulan?
b. Kira-kira pengeluaran biaya
perbulan berapa, misal listrik, air,
belanja bulanan, uang saku anak?
Pendidikan Apakah memiliki anak yang
bersekolah, jika ada berapa kira-kira
spp perbulan, Anak bersekolah
dimana?
Pekerjaan a. Siapa saja anggota keluarga yang
berkerja?
b. Apakah masing-masing pekerjaan
anggota keluarga yang bekerja?
Suku Bangsa a. Apa suku yg dianut keluarga?
b. Apakah suku anggota keluarga
sama?
c. Apa kebangsaan yang dianut
anggota keluarga?
d. Apakah anggota keluarga memiliki
kebangsaan yang sama?
Agama a. Apa agama yang dianut?
b. Apakah setiap anggota keluarga
menganut agama yang sama?
c. Bagaimana pola beribadah pada
anggota keluarga terutama anak
berkebutuhan khusus?
d. Bagaimana orang tua memfasilitasi
anak berkebutuhan khusus untuk
beribadah?
2. Lingkungan Iklim Bagaimana iklim di sekitar lingkungan
rumah anda?
Demografi letak a. Bagaimana letak rumah anda,
rumah, apakah dekat dengan gunung atau
pantai dll?
b. Bagaimana kondisi rumah secara
umum?
c. Kira-kira berapa luas rumah yg di
tempati?
d. Berapa banyak kamar dalam satu
rumah?
e. Kira-kira berapa jarak antara satu
rumah dengan rumah yang
lainnya?
f. Berapa jarak rumah dengan
pelayanan kesehatan?
g. Apakah ventilasi rumah sudah
memadai?
h. Bagaimana kondisi pembuangan di
rumah, misal limbah sampah,
jamban, air limbah dll?
i. Bagaimana letak rumah stuktur
sosial dan politik?
j. Apakah rumah milik sendiri apa
menyewa?
k. Apakah struktur rumah layak di
tempati?
Lingkungam a. Apakah di rumah memiliki tangga
fisik di dalam lantai 2?
rumah b. Apakah di rumah memiliki kolam
renang atau kolam ikan?
c. Bagaimana tata letak kompor di
dapur, apakah terjangkau oleh anak
berkebutuhan khusus?
d. Bagaimana tata letak benda-benda
berbahaya, misal pisau, gunting,
potongan kuku, dll?
e. Apakah anak berkebutuhan khusus
mudah menjangkau barang barang
yang diinginkan, misal mainan?
Kemampuan a. Sehari makan berapa kali di dalam
keluarga keluarga?
mencukupi b. Apakah setiap minggu bisa
kebutuhan menghidangkan lauk pauk misal
makan ikan atau daging?.
c. Bagaimana cara orang tua atau
keluarga untuk memenuhi nutrisi
anak berkebutuhan khusus?
d. Bagaimana keluarga mengajarkan
anak berkebutuhan khusus
memenuhi kebutuhan nutrisinya
misal mengajari cara makan dan
cuci tangan sebelum makan?
Pola diet a. Apakah anggota keluarga memiliki
keluarga pola diet pada makanan tertentu?
b. Apakah dalam keluarga ada yang
memiliki alergi terhadap makanan?
c. Apakah anak berkebutuhan khusus
memiliki pola diet khusus?
Lingkungan a. Apakah di dalam keluarga ada
internal dan anggota keluarga lain yang
eksternal berkebutuhan khusus, atau apakah
keluarga yang ada riwayat keturunan dari anggota
mempengaruhi keluarga yang sama seperti anak
status kesehatan berkebutuhan Khusus, misal kakek
keluarga autis di turunkan ke cucunya?
b. Bagaimana riwayat ketika hamil?
c. Apakah pernah terjadi infeksi
kehamilan, pernah terbentur,
pernah tejatuh?
d. Bagaimana pemenuhan gizi saat
hamil?
e. Apakah ada penyakit menahun saat
ibu hamil?
f. Berapa usia ibu ketika hamil?
g. Bagaimana riwayat saat
melahirkan,?
h. Apakah anak lahir dengan sesar
atau normal?
i. Berapa BB panjang anak ketika
lahir?
j. Apakah anak sudah mendapatkan
imunisasi lengkap?
k. Apakah gizi anak terpenuhi dengan
baik saat masih bayi?.
l. Apakah pernah terjadi kecelakaan
atau trauma dalam anggota
keluarga?
m. Apakah anggota keluarga pernah
keracunan?
3. Lingkungan Hubungan Bagaimana hubungan emosional antara
psikologi dan emosional antar anggota keluarga dengan anak
spiritual anggota keluarga berkebutuhan khusus?
keluarga dengan anak
berkebutuhan
khusus

Respek antar a. Bagaimana orang tua memenuhi


anggota keluarga kebutuhan psikologi anak
yang memiliki berkebutuhan khusus, misal jika
anak anak bercerita apakah orang tua
berkebutuhan mendengarkan dengan baik?
khusus b. Jika anak ingin bermain atau
belajar apakah orang tua
memfasilitasi dan menemani anak?
Kepuasan hidup Apakah orang tua sudah menerima
dalam keluarga sepenuhnya anak yang berkebutuhan
yang memiliki khusus?
anak
berkebutuhan
khusus
Keluarga yang Apakah anak yang berkebutuhan
memiliki anak khusus sudah mencapai beberapa
dengan tujuan hidupnya atau keinginannya?
berkebutuhan
khusus mencapai
tujuan hidup dan
kesehatan
keluarga
Kesehatan Bagaimana kesehatan keluarga secara
keluarga secara umum?
umum
4. Peran dan Proses a. Bagaimana sosialisasi anak
struktur sosialisasi berkebutuhan khusus dengan
keluarga keluarga yang lingukungan sekitar misal, dengan
memiliki anak teman sebaya, tetangga,?
berkebutuhan b. Bagaimana keluarga memfasilitasi
khusus di agar anak berkebutuhan khusus
masyarakat bersosialisasi dengan baik?
5. Fungsi Keluarga a. Dalam tahap perkembangan bayi
keluarga memenuhi apakah orang tua sudah memenuhi
kebutuhan kebutuhan bayi dengan baik, misal
anggota keluarga kebutuhan nutrisi, bermain,
sesuai tahap psikologi, dll?
perkembangan b. Dalam tahap perkembangan balita
anggota keluarga apakah orang tua sudah memenuhi
terutama anak kebutuhan bayi dengan baik, misal
dengan kebutuhan nutrisi, bermain,
berkebutuhan psikologi, dll?
khusus c. Dalam tahap perkembangan
sekolah apakah orang tua sudah
memenuhi kebutuhan bayi dengan
baik, misal kebutuhan nutrisi,
bermain, psikologi, dll?
6. Nilai dan Keluarga saling Bagaimana keluarga saling
kepercayaan mempengaruhi mempengaruhi untuk mencapai tujuan
untuk mencapai keluarga?
tujuan keluarga?
Mendidik anak a. Bagaimana keluarga mendidik
berkebutuhan anak dengan berkebutuhan
khusus khusus?
b. Bagimana nilai yang ditanamkan
dalam mendidik anak
berkebutuhan khusus?
Pola a. Bagaimana komunikasi antar
komunikasi anggota keluarga sesuai perannya,
misal komunikasi anak dengan
ibu?
b. Bagaimana cara keluarga
berkomunikasi dengan anak
berkebutuhan khusus misal dengan
bahasa tubuh?
c. Apakah semua anggota keluarga
lain memahami komunikasi anak
berkebutuhan khusus?
d. Bagaimana pola komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan
lingkungan masyarakat?
7. Pola Pemecahan a. Bagaimana cara keluarga
pemecahan masalah menyelesaikan suatu masalah, ?
masalah dan b. Bagaimana cara keluarga
pengambilan menyikapi suatu masalah misalnya
keputusan masalah pada perawatan anak
dengan berkebutuhan khusus, ?
c. Bagaimana cara keluarga
menyikapi suatu masalah misalnya
masalah pada perawatan anak
berlebutuham khusus?
8. Perilaku Keluarga Bagaimana keluarga menyikapi adanya
kesehatan menyikapi riwayat penyakit keluarga terutama
keluarga adanya riwayat riwayat anak dengan berkebutuhan
penyakit khusus,?
keluarga
Status Kesehatan a. Bagaimana status kesehatan
Keluarga keluarga yang memiliki anak
dengan berkebutuhan khusus saat
ini?
b. Apakah ada yang memiliki
penyakit kronis atau penyakit yang
sama dalam satu keluarga?
c. Apakah anggota keluarga semua
sehat saat ini?
Keluarga Bagaimana keluarga menyikapi
menyikapi kesehatan makanan keluarga terutama
kesehatan dengan anak yang berkebutuhan
makanan khusus,?
Memanfaatkan a. Bagaimana keluarga yang memiliki
fasilitas anak dengan berkebutuhan khusus
kesehatan memanfaatkan fasilitas kesehatan?
b. Apakah keluarga sering membawa
anak berkebutuhan khusus ke
pelayanan kesehatan terdekat?
c. Apakah anak berkebutuhan khusus
sering melakukan pemeriksaan
rutin?
d. Apakah anak rutin melakukan
terapi?

Pengkajian keluarga menurut friedman sebagai berikut:


1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga
b. Alamat
c. Komposisi keluarga
Komposisi keluarga menyatakan anggota keluarga yang diidentifikasi
sebagai bagian dari keluarga mereka. Friedman dalam bukunya
mengatakan bahwa komposisi tidak hanya terdiri dari penghuni rumah,
tetapi juaga keluarga besar lainnya atau keluarga fiktif yang menjadi
bagian dari keluarga tersebut tetapi tidak tinggal dalam rumah tangga yang
sama. Pada komposisi keluarga, pencatatan dimulai dari anggota keluarga
yang sudah dewasa kemudian diikuti anak sesuai dengan urutan usia dari
yang tertua, bila terdapat orang lain yang menjadi bagian dari keluarga
tersebut dimasukan dalam bagian akhir dari komposisi keluarga. Berikut
format komposisi keluarga menurut Friedman :
No Nama Jenis Hubungan Tempat Pekerjaan Pendidikan
Keluarga Kelamin tanggal
lahir
1 Bapak
Ibu
2
Anak ke-
3
1
Anak ke-
4 2
Dst

Strategi lain untuk mengetahui keluarga adalah genogram keluarga atau


pohon keluarga. Genogram merupakan sebuah diagram yang
menggambarkan konstelasi keluarga atau pohon keluarga dan merupakan
pengkajian informatif untuk mengetahui keluarga dan riwayat serta sumber
sumber keluarga. Diagram ini hubungan vertikal (lintas generasi) dan
horisontal (dalam generasi yang sama) dan dapat membantu kita berfikir
secara sistematis tentang suatu peristiwa dalam keluarga dilihat dari
hubungan keluarga dengan pola penyakit, sehingga dapat menciptakan
hipotesis tentatif tentang apa yang sedanf terjadi dalam keluarga.
Genogram keluarga memuat informasi tentang tiga generasi (keluarga inti
dan keluarga asal masing masing/orang tua keluarga inti). Genogram juga
dapat menentukan tipe dari keluarga.
d. Tipe keluarga
Tipe keluarga didasari oleh anggota keluarga yang berada dalam satu
rumah. Tipe keluarga dapat dilihat dari komposisi dan genogram dalam
keluarga
e. Latar Belakang Budaya Keluarga
Latar belakang kultur keluarga merupakan hal yang penting untuk
memahami perilaku sistem nilai dan fungsi keluarga, karena budaya
mempengaruhi dan membatasi tindakan-tindakan individual maupun
keluarga. Perbedaan budaya menjadikan akar miskinnya komunikasi antar
individu dalam keluarga. Dalam konseling keluarga kbudayaan merupakan
hal yang sangat penting. Pengkajian terhadap kultur / kebudayaan keluarga
meliputi :
1) Identitas suku bangsa
2) Jaringan sosial keluarga (kelopok etnis yang sama)
3) Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang secara
etnis bersifat homogen)
4) Kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi dan pendidikan
5) Bahasa yang digunakan sehari-hari
6) Kebiasaan diit dan berpakaian
7) Dekorasi rumah tangga (tanda-tanda pengaruh budaya)
8) Porsi komunitas yang lazim bagi keluarga-komplek teritorial keluarga
(Apakah porsi tersebut semata-mata ada dalam komunitas etnis)\
9) Penggunaan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan praktisi.
Bagaimana keluarga terlibat dalam praktik pelayanan kesehatan
tradisional atau memiliki kepercayaan tradisional yang berhubungan
dengan kesehatan.
10) Negara asal dan berapa lama keluarga tinggal di suatu wilayah.
f. Identifikasi Religius
Pengkajian meliputi perbedaan keyakinan dalam keluarga, seberapa aktif
keluarga dalam melakukan ibadah keagamaan, kepercayaan dan nilai-nilai
agama yang menjadi fokus dalam kehidupan keluarga.
g. Status Kelas Sosial (Berdasarkan Pekerjaan, Pendidikan dan Pendapatan)
Kelas sosial keluarga merupakan pembentuk utama dari gaya hidup
keluarga. Perbedaan kelas sosial dipengaruhi oleh gaya hidup keluarga,
karakteristik struktural dan fungsional, asosiasi dengan lingkungan
eksternal rumah. Dengan mengidentifikasi kelas sosial keluarga, perawat
dapat mengantisipasi sumber-sumber dalam keluarga dan sejumlah
stresornya secara baik. Bahkan fungsi dan struktur keluarga dapat lebih
dipahami dengan melihat latar belakang kelas sosial keluarga. Hal-hal
yang perlu dikaji dalam status sosial ekonomi dan mobilitas keluarga
adalah :
1) Status kelas Sosial
Status kelas sosial keluarga ditentukan berdasarkan tingkat
pendapatan keluarga dan sumber pendapatan keluarga, pekerjaan dan
pendidikan keluarga. Friedman membagi kelas sosial menjadi enam
bagian yaitu kelas atas-atas, kelas atas bawah, kelas menegah atas,
kelas menengah bawah, kelas pekerja dan kelas bawah.
2) Status Ekonomi
Status ekonomi ditentukan oleh jumlah penghasilan yang diperoleh
keluarga. Perlu juga diketahui siapa yang menjadi pencari nafkah
dalam keluarga, dana tambahan ataupun bantuan yang diterima oleh
keluarga, bagaimana keluaraga mengaturnya secara finansial. Selain
itu juga perawat perlu mengetahui sejauhmana pendapatan tersebut
memadai serta sumber-sumber apa yang dimiliki oleh keluarga
terutama yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan seperti
asuransi kesehatan dan lain-lain.
3) Mobilitas Kelas Sosial
Menggambarkan perubahan yang terjadi sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan kelas sosial, serta bagaimana keluarga
menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut.
h. Aktifitas rekreasi keluarga
Kegiatan-kegiatan rekreasi keluarga yang dilakukan pada waktu luang.
Menggali perasaan anggota keluarga tentang aktifitas rekreasi pada waktu
luang.Bentuk rekreasi tidak harus mengunjungi tempat wisata, tetapi
bagaimana keluarga memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan
bersama (nonton TV, mendengarkan radio, berkebun bersama keluarga ,
bersepeda bersama keluarga dll).
2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Yang perlu dikaji pada tahap perkembangan adalah :
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
b. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan tentang tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
c. Riwayat keluarga Inti
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini, yang meliputi riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,
perhatian terhadap pencegahan penyakit (imunisasi), sumber pelayanan
kesehatan yang bisa digunakan serta riwayat perkembangan dan kejadian-
kejadian atau pengalaman penting yang berhubungan dengan kesehatan
(perceraian, kematian, kehilangan)
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat asal kedua orang tua (riwayat kesehatan,
seperti apa keluarga asalnya, hubungan masa silam dengan kedua orang
tua).
3. Lingkungan Keluarga
Meliputi seluruh alam kehidupan keluarga mulai dari pertimbangan bidang-
bidang yang paling kecil seperti aspek dalam rumah sampai komunitas yang
lebih luas dimana keluarga tersebut berada. Pengkajian lingkungan meliputi :
a. Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan :
1) Tipe tempat tinggal (rumah sendiri, apartemen, sewa kamar)
2) Gambaran kondisi rumah (baik interior maupun eksterior rumah)
Interior rumah meliputi: jumlah ruangan, tipe kamar/pemanfaatan
ruangan (ruang tamu, kamar tidur, ruang keluarga), jumlah jendela,
keadaan ventilasi dan penerangan (sinar matahari), macam perabot
rumah tangga dan penataannya, jenis lantai, kontruksi bangunan,
keamanan lingkungan rumah, kebersihan dan sanitasi rumah, jenis
septic tank, jarak sumber air minum dengan septic tank, sumber air
minum yang digunakan, keadaan dapur (kebersihan, sanitasi,
keamanan). Perlu dikaji pula perasaan subyektif keluarga terhadap
rumah, identifikasi teritorial keluarga, pengaturan privaci dan
kepuasan keluarga terhadap pengaturan rumah. Lingkungan luar
rumah meliputi keamanan (bahaya-bahaya yang mengancam) dan
pembuangan sampah.
2. Karakteristik Lingkungan dan Komunitas Tempat Tinggal yang Lebih Luas.
Menjelaskan tentang :
a. Karakteristik fisik dari lingkungan, yang meliputi : tipe
lingkungan/komunitas (desa, sub kota, kota), tipe tempat tinggal (hunian,
industri, hunian dan industri, agraris), kebiasaan , aturan / kesepakatan,
budaya yang mempengaruhi kesehatan, lingkungan umum (fisik, sosial,
ekonomi).
b. Karakteristik demografis dari lingkungan dan komunitas, meliputi kelas
sosial rata-rata komunitas, perubahan demografis yang sedang berlangsung
c. Pelayanan kesehatan yang ada di sekitar lingkungan serta fasilitas-fasilitas
umum lainnya seperti pasar, apotik dan lain-lain
d. Bagimana fasilitas-fasilitas mudah diakses atau dijangkau oleh keluarga
e. Tersediannya transportasi umum yang dapat digunakan oleh keluarga
dalam mengakses fasilitas yang ada.
f. Insiden kejahatan disekitar lingkungan.
3. Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas keluarga ditentukan oleh: kebiasaan keluarga berpindah tempat,
berapa lama keluarga tinggal di daerah tersebut, riwayat mobilitas geografis
keluarga tersebut (transportasi yang digunakan keluarga, kebiasaan anggota
keluarga pergi dari rumah: bekerja, sekolah).
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan tentang waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga melakukan interak
dengan masyarakat. Perlu juga dikaji bagaimana keluarga memandang
kelompok masyarakatnya.
5. Sistem pendukung keluarga
Siapa yang menolong keluarga pada saat keluarga membutuhkan bantuan,
dukungan konseling aktifitas-aktifitas keluarga. Yang termasuk pada sistem
pendukung keluarga adalah Informal (jumlah anggota keluarga yang sehat,
hubungan keluarga dan komunitas, bagaimana keluarga memecahkan masalah,
fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan) dan formal yaitu
hubungan keluarga dengan pihak yang membantu yang berasal dari lembaga
perawatan kesehatan atau lembaga lain yang terkait (ada tidaknya fasilitas
pendukung pada masyarakat terutama yang berhubungan dengan kesehatan).

6. Struktur Keluarga
Struktur keluarga yang dapat dikaji menurut Friedman adalah :
a. Pola dan komunikasi keluarga
b. Menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga, sistem
komunikasi yang digunakan, efektif tidaknya (keberhasilan ) komunikasi
dalam keluarga.
c. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan keluarga mmengendalikan dan mempengaruhi orang
lain/anggota keluarga untuk merubah perilaku. Sistem kekuatan yang
digunakan dalam mengambil keputusan, yang berperan mengambil
keputusan, bagaimana pentingnya keluarga terhadap putusan tersebut.
d. Struktur Peran
Mengkaji struktur peran dalam keluarga meliputi :
1) Struktur peran formal
a) Posisi dan peran formal yang telah terpenuhi dan gambaran
keluarga dalam melaksanakan peran tersebut.
b) Bagaimana peran tersebut dapat diterima dan konsisten dengan
harapan keluarga, apakah terjadi konflik peran dalam keluarga.
c) Bagaimana keluarga melakukan setiap peran secara kompeten
d) Bagaimana fleksibilitas peran saat dibutuhkan
2) Struktur peran informal
a) Peran-peran informal dan peran-peran yang tidak jelas yang ada
dalam keluarga, serta siapa yang memainkan peran tersebut dan
berapa kali peran tersebut sering dilakukan secara konsisten
b) Identifikasi tujuan dari melakukan peran indormal, ada tidaknya
peran disfungsional serta bagaimana dampaknya terhap anggota
keluarga
3) Analisa Model Peran
a) Siapa yang menjadi model yang dapat mempengaruhi anggota
keluarga dalam kehidupan awalnya, memberikan perasaan dan
nilai-nilai tentang perkembangan, peran-peran dan teknik
komunikasi.
b) Siapa yang secara spesifik bertindak sebagai model peran bagi
pasangan dan sebagai orang tua
4) Variabel-variabel yang mempengaruhi struktur peran
a) Pengaruh-pengaruh kelas sosial : bagaimana latar belakang kelas
sosial mempengaruhi struktur peran formal dan informal dalam
keluarga.
b) Pengaruh budaya terhadap struktur peran
c) Pengaruh tahap perkembangan keluarga terhadap struktur peran.
d) Bagaimana masalah kesehatan mempengaruhi struktur peran.
5) Nilai-Nilai Keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji pada struktur nilai keluarga menurut
Friedman adalah:
a) Pemakaian nilai-nilai yang dominan dalam keluarga
b) Kesesuaian nilai keluarga dengan masyarakat sekitarnya
c) Kesesuaian antara nilai keluarga dan nilai subsistem keluarga
d) Identifikasi sejauhman keluarga menganggap penting nilai-nilai
keluarga serta kesadaran dalam menganut sistem nilai.
e) Identifikasi konflik nilai yang menonjol dalam keluarga
f) Pengaruh kelas sosial, latar belakang budaya dan tahap
perkembangan keluarga terhadap nilai keluarga
g) Bagaimana nilai keluarga mempengaruhi status kesehatan
keluarga.
7. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga yang perlu dikaji menurut Friedman meliputi :
a. Fungsi Afektif
Pengkajian fungsi afektif menurut Friedman meliputi :
1) Pola kebutuhan keluarga
a) Sejauh mana keluarga mengetahui kebutuhan anggota keluarganya,
serta bagaimana orang tua mampu menggambarkan kebutuhan dari
anggota keluarganya.
b) Sejauhmana keluarga mengahargai kebutuhan atau keinginan
masing-masing anggota keluarga
2) Saling memperhatikan dan keakraban dalam keluarga
a) Sejauhmana keluarga memberi perhatian pada anggota keluarga
satu sama lain serta bagaimana mereka saling mendukung
b) Sejauhmana keluarga mempunyai perasaan akrab dan intim satu
sama lain, serta bentuk kasih sayang yang ditunjukkan keluarga.
3) Keterpisahan dan Keterikatan dalam keluarga
Sejauhmana keluarga menanggapi isu-isu tentang perpisahan dan
keterikatakan serta sejauhmana keluarga memelihara keutuhan rumah
tangga sehingga terbina keterikatan dalam keluarga
b. Fungsi sosialisasi
Pengkajian fungsi sosialisasi meliputi :
1) Praktik dalam membesarkan anak meliputi : kontrol perilaku sesuai
dengan usia, memberi dan menerima cinta serta otonomi dan
ketergantungan dalam keluarga
2) Penerima tanggung jawab dalam membesarkan anak
3) Bagaimana anak dihargai dalam keluarga
4) Keyakinan budaya yang mempengaruhi pola membesarkan anak
5) Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan anak
6) Identifikasi apakah keluarga beresiko tinggimendapat masalah dalam
membesarkan anak
7) Sejauhmana lingkungan rumah cocok dengan perkembangan anak.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Pengkajian fungsi perawatan kesehatan meliputi :
1) Sejauh mana keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya.
2) Keyakinan, nilai-nilai dan perilaku terhadap pelayanan kesehatan
3) Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat sakit.
4) Tingkat pengetahuan keluarga tentang gejala atau perubahan penting
yang berhubungan ddengan masalah kesehatan yang dihadapi.
5) Sumber-sumber informasi kesehatan yang didapat
a) Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan.
b) Kemampuan keluarga melakukan perawatan terhadap anggota
keluarga yang sakit
c) Kemampuan keluarga memodifikasi dan
memelihara lingkungan
d) Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
kesehatan
8. Koping Keluarga
Pengkajian koping keluarga meliputi :
a. Stressor-stressor jangka panjang dan jangka pendek yang dialami oleh
keluarga, serta lamanya dan kekuatan strssor yang dialami oleh keluarga.
b. Tindakan obyektif dan realistis keluarga terhadap stressor yang dihadapi.
c. Sejauhmana keluarga bereaksi terhadap stressor, strategi koping apa yang
digunakan untuk menghadapi tipe-tipe masalah, serta strategi koping
internal dan eksternal yang digunakan oleh keluarga.
d. Strategi adaptasi disfungsional yang digunakan oleh keluarga.
Identifikasi bentuk yang digunakan secara ekstensif : kekerasan,
perlakukan kejam terhadap anak, mengkambinghitamkan, ancaman,
mengabaikan anak, mitos keluarga yang merusak, pseudomutualitas,
triangling dan otoritarisme.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konfusi kronik berhubungan dengan cedera otak (misal gangguan
serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor). Domain 5
persepsi/kognisi, kelas 4 kognisi, kode 00129.

2. Deficit perawatan diri: mandi berhubungan dengan gangguan fungsi


kognitif, gangguan muskuluskeletal. Domain 4 aktifitas/ istirahat kelas 5
perawatan diri, kode 00108
3. Ganguuan citra tubuh berhunbungan dengan perubahan fungsi tubuh
(anomaly, penyakit). Domain 6 persepsi diri, kelas 3 citra tubuh, kode
00118

4. Konflik peran berhubungan dengan perawatan anak berkebutuhan khusus


di rumah. Domain 7 hubungan peran, kelas 3 performa peran, kode
00064.

5. Kesiapan meningkatan prores keluarga. Domain 7 hubungan peran, kelas


2 hubungan keluarga, kode 00159.

6. Resiko jatuh. Domain 11 keamanan/ perlindungan, kelas 2 cedera fisik,


kode 00155.

7. Resiko cidera berhubungan hambatan fisik (misal desain struktur,


pengaturan komunikasi, pembangunan peralatan). Domain 11
keamanan/perlindungan, kelas 2 cedera fisik, kode 00035.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak anak lain yang
seusianya. Faktor -faktor penyebab anak berkebutuhan khusus: Pre-Natal (infeksi
kehamilan,gangguan genetika, usia ibu hamil (high risk group), keracunan saat
hamil, penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis), infeksi karena penyakit
kotor, toxoplasmosis, faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen
pada calon bayi, pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu,penggunaan sinar
X), peri-natal(proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal
noxia), kelahiran dengan alat bantu, pendarahan, kelahiran sungsang, tulang ibu
yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik)), pasca-natal (penyakit infeksi
bakteri, kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi), kecelakaan, keracunan. Klasifikasi
anak berkebutuhan khusus: anak dengan gangguan fisik, anak dengan gangguan
emosi dan perilaku, anak dengan gangguan intelektual. Faktor yang
mempengaruhi pengasuhan anak berkebutuhan khusus: penerimaan orang tua
terhadap kondisi anak, co-parenting, dukungan sosial, pengasuhan yang
seimbang.

B. Saran

Diharapkan bagi anggota kesehatan terutama keperawatan agar dapat


memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan sebaik-baiknya pada segala
bidang salah satunya pada anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek,Gloria M.,dkk. 2015. Nursing Interventions Cassification,NIC. Edisi VI.


Ahli bahasa: Intansari Nurjannah,dkk. Jakarta: Elsevier

Desiningrum, Dinkes Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus

Friedman, Marylin M. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Edisi 3.


Jakarta: EGC

Herdman,T. Heather, S.Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Inc. Diagnosis


keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.Edisi 10. Ahli Bahasa
Budi Ana Keliat, dkk. Jakarta:EGC

Marcdante, dkk. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Elsevier

Mooheread,Sue.dkk. 2015. Nursing Outcomes Cassification,NOC. Edisi V . Ahli


bahasa: Intansari Nurjannah,dkk. Jakarta: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai