Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dapat

dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang persisten,

progresif, dan berhubungan dengan respons inflamasi paru kronis terhadap

partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. World Health Organization

(WHO) menyebutkan terdapat beberapa faktor risiko terjadinya PPOK antara lain

merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan, debu kerja dan bahan

kimia, dan seringnya saluran napas bawah terinfeksi selama masa kanak-kanak.

Asap tembakau merupakan penyebab utama terjadinya PPOK termasuk juga pada

bekas perokok atau perokok pasif (1, 2).

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama

kesakitan dan kematian di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)

melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelima sebagai

penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2030 akan

menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO,

terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang-berat. Lebih dari 3 juta

meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua

kematian secara global (3).

Terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Di Indonesia angka ini dapat

meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok sebab 90% penderita

PPOK adalah perokok atau bekas perokok. Data di RSPAD Gatot Soebroto

menunjukkan bahwa PPOK merupakan kasus terbanyak ketiga setelah TB paru

1
dan asma bronkhial dengan angka kejadian 238 kasus atau sekitar 19% dari

keseluruhan kasus yang terjadi pada tahun 2012 (3).

Angka mortalitas yang tinggi pada PPOK eksaserbasi akut merupakan

masalah yang sedang dihadapi di berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Kebanyakan pasien PPOK mempunyai prognosis yang buruk karena menurunnya

fungsi fisiologis tubuh. Groenewegen dkk. (2003) menjelaskan bahwa pasien

yang dirawat inap karena PPOK eksaserbasi akut mempunyai prognosis yang

jelek (3).

2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. M
• Umur : 70 tahun
• Jenis Kelamin : Laki – laki
• Alamat : Jln. Seloka Indah Mandi Kapau K. Intan

• Pekerjaan : Pensiunan (Guru)


• Agama : Islam
• Status : Menikah
• Tanggal Masuk : 7 Februari 2018

ANAMNESIS
Dilakukan secara autonanmnesis.
Keluhan Utama : sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 tahun SMRS. Sesak yang dirasakan
memberat sejak 3 hari terakhir, sesak terus menerus dan mengganggu aktifitas.
Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan waktu, dan tidak membaik dengan
istirahat. Saat sesak terdapat bunyi ngik-ngik. Biasanya pasien hanya tidur dengan
satu bantal, apabila beraktifitas pasien mengeluh tidak cepat lelah, tidak pernah
terbangun malam hari karena sesak, tidak pernah ada riwayat kaki bengkak.
± 7 hari SMRS, pasien mengeluh batuk, berdahak dan dahak berwarna
putih, semakin hari dahak dirasakan semakin banyak dan kental. Demam (+)
dirasakan dalam 1 minggu terakhir, demam hilang timbul, demam muncul tidak
menentu apakah pagi, sore atau malam. Penurunan berat badan (-) keringat malam
(-) penurunan nafsu makan (+) dan mual (+). BAB dan BAK dalam batas normal.
Dalam satu tahun terakhir pasien ketika batuk dan sesak hanya berobat ke mantri
dan dikasih obat minum dan suntikan tetapi menurut pasien keluhan berkurang
tetapi kembali kambuh. Pasien mengaku lupa merk obat yang biasa di konsumsi
untuk mengurangi keluhan.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
 Keluhan yang sama : Diakui, namun tidak seberat
saat ini
 Riwayat penyakit darah tinggi :-
 Riwayat Asma :-
 Riwayat penyakit kencing manis :-
 Riwayat penyakit jantung :-
 Riwayat keganasan atau tumor :-
 Riwayat batuk lama : Diakui, sudah selesai
pengobatan 6 bulan 3 tahun yang lalu
 Riwayat operasi :-
 Riwayat alergi :-

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluhan serupa, Hipertensi (-) DM (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang pensiunan guru. Pasien tinggal di rumah bersama istri. Biaya
kesehatan ditanggung sendiri oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan
 Riwayat minum obat-obatan rutin :-
 Riwayatmerokok : diakui, pasien perokok aktif
sejak usia muda tetapi sudah berhenti sejak 10 tahun yang lalu, bila
merokok dapat menghabiskan sampai 1 bungkus dalam sehari,
 Kebiasaan minum alkohol :-

PEMERIKSAAN
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesan status gizi kurang

4
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6
Tanda Vital : T : 110/80 mmHg
N : 100x/mnt
RR : 30x/mnt
S : 37,6o C
SpO2: 92%
Kulit : Turgor kulit baik
Kepala : Normocephal, rambut beruban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.

Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera


ikterik -/-, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya
+/+, reflek kornea +/+
Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen -/-
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
Mulut : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang, deviasi (-)
Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada peningkatan JVP, kaku kuduk (-)
Dada : Pulmo : I = Barel chest, dinding dada simetris, retraksi (+)
P = Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding
dada simetris
P = Sonor di kedua lapang paru
A= Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (+/+)
Cor : I= Tidak tampak ictus cordis
P = Iktus cordis tidak teraba
P = Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A= BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-
Abdomen : I = Supel

5
P = Dinding perut supel, turgor kulit baik
Hepar Lien tidak teraba membesar, nyerit tekan
(-)
P = Timpani seluruh lapang abdomen
A = Bising usus (+) N
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (-), capillary refill
<2detik, akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan
kedua ekstremitas bawah

ASSESMENT :
 PPOK Eksaserbasi Akut
 Bekas TB Paru

PLANNING
 Lab darah
 Rontgen thorax

TERAPI
 Terapi Non Farmakologis
 Bedrest
 Posisi tidur setengah duduk
 Terapi Farmakologis
 O2 3L
 infus NS 10 tpm
 Nebul Ventolin : pulmicort/ 8 jam
 Drip aminofilin ½ amp/ 12 jam
 Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
 Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
 Inj. Antrain 1 amp/ 12 jam
 po lactrin 2x1
 curcuma 2x1
 Monitoring

6
 Keadaan umum
 Vital sign
 Keluhan pasien

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 7 Februari 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 11,1 11.5-14.5 g/dl

Lekosit 12.9 5.0-11 Ribu

Eritrosit 3.89 4.0-5.4 Juta

Hematokrit 29.5 37-45 %

Trombosit 524 150-400 Ribu

MCV 75.8 77-91 Mikro m3

MCH 28.5 24-30 Pg

MCHC 37.6 32-36 g/dl

RDW 15,5 10-16 %

MPV 7.1 7-11 Mikro m3

Limfosit 2 1.5-6.5 10^3/mikroL

Monosit 1.1 0-0.8 10^3/mikroL

Albumin 3,1 3.4-5.4 g/dl


SGOT 23 0-35 U/L
SGPT 31 0-35 U/L
Ureum 28 10 - 50
Creatinin 1.0 0.62 – 1.1

7
HbsAg Non reaktif Non reaktif

2. Rontgen Thorax

FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Assesment Planning


8/2/18 sesak (+) TD :100/71 mmHg - PPOK - Terapi lanjut
batuk (+) N : 82 x/menit eksaserbasia - Vip albumin sach
ma/mi (<) S : 36,3  C kut 1x1
RR : 28 x/menit - Bekas TB - Cek sputum BTA
ku/kes = tampak - Gram
sakit sedang/cm
Thorax
C : S1 > S2 regular

8
P : retraksi (+) Rh
(+) wheezing +/+

9/2/18 sesak (+) TD 120/90 mmHg, - PPOK - Terapi lanjut


batuk (<) N : 79 x/menit, S : eksaserbasia -
ma/mi (+) 36  C, RR : kut
22x/menit - Bekas TB
ku/kes
:tampaksaki
tsedang/cm
Thorax
C : S1 > S2 regular
P : SDV +/+, Rh
(+) wheezing +/+ 
10/2/18 Sesak (+)  TD 130/90 mmHg, - PPOK - Terapi lanjut
Batuk (<) N : 80 x/menit, S : eksaserbasia - Spiriva 1-0-0
Ma/mi (+) 36  C, RR : 22 kut
x/menit - Bekas TB
ku/kes :tampak
sakit sedang/cm
Thorax
C : S1 > S2 regular
P : SDV +/+, rh 
wheezing 
11/2/18 Sesak (+)  TD 130/80 mmHg, - PPOK - Boleh pulang
N : 80 x/menit, S : eksaserbasia
36  C, RR : 22 kut
x/menit - Bekas TB
ku/kes :tampak
sakit sedang/cm

9
Thorax
C : S1 > S2 regular
P : SDV +/+

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik


Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh
proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat
diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya (4).

Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi individu tersebut.Insidensi pada pria lebih banyak
daripada wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan
semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (5).

Faktor Risiko
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya (6).
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK

11
bergantung pada “dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok.
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami
gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif
tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas, dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini
memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian
yang tinggi terhadap kejadian PPOK.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena
dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih
kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok
wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di
negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang
berasal dari asap saat mereka memasak.
7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi
8. Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang
berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak
penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki
prioritas utama.
9. Asma

12
10. Usia
11. Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
12. Faktor Genetik
13. Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu penyebab
terjadinya PPOK, meskipun penelitian Framingham pada populasi umum
menyebutkan bahwa faktor genetik memberi kontribusi yang rendah dalam
penurunan fungsi paru.

Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,
parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru
dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel
radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien
B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan
inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting
yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan
jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.
Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya
siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan
menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.
Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa
terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang

13
pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan
infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah
lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding
pembuluh darah bertambah tebal.
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran
napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak.
Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (<2mm)
menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena
metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan
hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas
disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (4).

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan: (4)
Gambaran klinis
a. Anamnesis:
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest

14
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan rutin: (4)
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

15
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
b. Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit.
c. Radiologi
 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
 Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

16
Gambar 2. Peredaan paru normal dan hiperinflasi pada foto thoraks.

 Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %


b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

17
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia.

Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi PPOK
Klasifikasi Gejala Spirometri
Penyakit
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP > 80%
bila exercise prediksi
- Tidak ada gejala waktu istirahat VEP/KVP < 75%
tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (misal : berjalan cepat, naik

18
tangga)
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP 30 - 80%
tetapi mulai terasa pada latihan / prediksi
kerja ringan (misal : berpakaian) VEP/KVP <
- Gejala ringan pada istirahat 75%

Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30%


- Gejala berat pada saat istirahat prediksi
- Tanda-tanda korpulmonal VEP1/KVP <
75%

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : (5)
1. Edukasi
2. Obat-obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi

a. Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan edukasi
yang harus diberikan adalah :
 Pengetahuan dasar tentang PPOK
 Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
 Cara pencegahan perburukan penyakit
 Menghindari pencetus (merokok)
 Penyesuaian aktifitas

19
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.Edukasi berdasarkan derajat penyakit:
Ringan
 Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
 Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
 Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
 Menggunakan obat dengan tepat
 Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
 Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
 Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
 Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
 Penggunaan oksigen di rumah

b. Obat-obatan
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran
nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator adalah :
golongan antikolinergik, golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik
dan beta-2 dan golongan xantin.
2. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini berfungsi

20
untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan metilpradnisolon
atau prednison.
3. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan
untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua
diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat,
sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
4. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
5. Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian jangka panjang.
6. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.

c. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam
sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya
(6,7,8).

d. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau
tanpa intubasi.

21
e. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan terjadinya
hipermetabolisme.

f. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini dapat
dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu tim
Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.
Prinsip Penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
2. Terapi oksigen adekuat
Tujuan terapi oksigen adalah untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa. Sebaiknya dipertahankan PaO2> 60
mmHg atau Sat O2> 90%, evaluasi ketat hiperkapnoe. Bila terapi oksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigen adekuat, harus gunakan ventilasi
mekanik, bila tidak berhasil gunakan intubasi.
3. Pemberian obat-obatan yang adekuat
 Antibiotik
 Bronkodilator
 Kortikosteroid
4. Tidak terlalu diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan intravena. Pemerian lebih dari 2 minggu tidak

22
memberikan hasil yang lebih baik, tetapi banyak menimbulkan efek
samping.
5. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.
6. Ventilasi mekanik
7. Kondisi lain yang berkaitan
 Monitor balans cairan elektrolit
 Pengeluaran sputum
 Gagal jantung aritmia.
 Evaluasi ketat progresivitas penyakit

23
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus PPOK eksaserbasi akut dan bekas TB.

Seorang laki-laki usia 70 tahun yang masuk Rumah Sakit pada tanggal 7 Februari

2018. Dari anamnesa ditemukan gejala berupa sesak nafas yang memberat sejak 3

hari terakhir, sesak nafas tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas ,batuk berdahak

warna putih, mual, nafsu makan menurun, dan demam. Pasien juga ada riwayat

merokok tapi berhenti 10 tahun yang lalu dan ada riwayat pengobatan TBC 3

tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tanda

yang ditemukan seperti barel chest, ronki dan wheezing pada paru. Dari hasil

laboratorium menunjukkan leukositosis dan hipoalbumin. Pada pemeriksaan

rontgen thorak ditemukan sela iga melebar, hiperlusen, jantung pendulum dan

diagfragma mendatar. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang dilakukan, maka pasien tersebut didiagnosis PPOK eksaserbasi

akut dengan bekas TB.

Selama perawatan penderita mendapatkan terapi oksigen, obat-obatan

berupa Nebulizer, drip aminofilin, Injeksi Ceftriaxone, injeksi Ranitidin, injeksi

antrain, spiriva, lactrin, dan curcuma. Pasien kemudian diperbolehkan pulang

pada tanggal februari 2018.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Global initiative for obstructive lung disease. Global strategy for the diagnosis,
management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease updated 2013.

2. World Health Organization. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). 2013.


3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2010. Global
Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Copyright 2006 MCR Vision, Inc
4. Ahmad, Rasyid. Etiopatogenesis Penyakit Paru Ostruktif Kronik dalam
Work-Shop Pulmonology. 2002. Palembang: Subbagian Pulmonologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
5. Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan
6. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011.
InhaledCorticosteroids in PatientsWithStable Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. Journal of American Medical Association, p. 2408-
2416.
7. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI, p. 984-5.
8. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI; 2006

25

Anda mungkin juga menyukai