PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang persisten,
partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. World Health Organization
(WHO) menyebutkan terdapat beberapa faktor risiko terjadinya PPOK antara lain
merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan, debu kerja dan bahan
kimia, dan seringnya saluran napas bawah terinfeksi selama masa kanak-kanak.
Asap tembakau merupakan penyebab utama terjadinya PPOK termasuk juga pada
melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelima sebagai
penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2030 akan
terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang-berat. Lebih dari 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua
Terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Di Indonesia angka ini dapat
PPOK adalah perokok atau bekas perokok. Data di RSPAD Gatot Soebroto
1
dan asma bronkhial dengan angka kejadian 238 kasus atau sekitar 19% dari
yang dirawat inap karena PPOK eksaserbasi akut mempunyai prognosis yang
jelek (3).
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. M
• Umur : 70 tahun
• Jenis Kelamin : Laki – laki
• Alamat : Jln. Seloka Indah Mandi Kapau K. Intan
ANAMNESIS
Dilakukan secara autonanmnesis.
Keluhan Utama : sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 tahun SMRS. Sesak yang dirasakan
memberat sejak 3 hari terakhir, sesak terus menerus dan mengganggu aktifitas.
Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan waktu, dan tidak membaik dengan
istirahat. Saat sesak terdapat bunyi ngik-ngik. Biasanya pasien hanya tidur dengan
satu bantal, apabila beraktifitas pasien mengeluh tidak cepat lelah, tidak pernah
terbangun malam hari karena sesak, tidak pernah ada riwayat kaki bengkak.
± 7 hari SMRS, pasien mengeluh batuk, berdahak dan dahak berwarna
putih, semakin hari dahak dirasakan semakin banyak dan kental. Demam (+)
dirasakan dalam 1 minggu terakhir, demam hilang timbul, demam muncul tidak
menentu apakah pagi, sore atau malam. Penurunan berat badan (-) keringat malam
(-) penurunan nafsu makan (+) dan mual (+). BAB dan BAK dalam batas normal.
Dalam satu tahun terakhir pasien ketika batuk dan sesak hanya berobat ke mantri
dan dikasih obat minum dan suntikan tetapi menurut pasien keluhan berkurang
tetapi kembali kambuh. Pasien mengaku lupa merk obat yang biasa di konsumsi
untuk mengurangi keluhan.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama : Diakui, namun tidak seberat
saat ini
Riwayat penyakit darah tinggi :-
Riwayat Asma :-
Riwayat penyakit kencing manis :-
Riwayat penyakit jantung :-
Riwayat keganasan atau tumor :-
Riwayat batuk lama : Diakui, sudah selesai
pengobatan 6 bulan 3 tahun yang lalu
Riwayat operasi :-
Riwayat alergi :-
Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum obat-obatan rutin :-
Riwayatmerokok : diakui, pasien perokok aktif
sejak usia muda tetapi sudah berhenti sejak 10 tahun yang lalu, bila
merokok dapat menghabiskan sampai 1 bungkus dalam sehari,
Kebiasaan minum alkohol :-
PEMERIKSAAN
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesan status gizi kurang
4
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6
Tanda Vital : T : 110/80 mmHg
N : 100x/mnt
RR : 30x/mnt
S : 37,6o C
SpO2: 92%
Kulit : Turgor kulit baik
Kepala : Normocephal, rambut beruban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
5
P = Dinding perut supel, turgor kulit baik
Hepar Lien tidak teraba membesar, nyerit tekan
(-)
P = Timpani seluruh lapang abdomen
A = Bising usus (+) N
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (-), capillary refill
<2detik, akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan
kedua ekstremitas bawah
ASSESMENT :
PPOK Eksaserbasi Akut
Bekas TB Paru
PLANNING
Lab darah
Rontgen thorax
TERAPI
Terapi Non Farmakologis
Bedrest
Posisi tidur setengah duduk
Terapi Farmakologis
O2 3L
infus NS 10 tpm
Nebul Ventolin : pulmicort/ 8 jam
Drip aminofilin ½ amp/ 12 jam
Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Inj. Antrain 1 amp/ 12 jam
po lactrin 2x1
curcuma 2x1
Monitoring
6
Keadaan umum
Vital sign
Keluhan pasien
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 7 Februari 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hematologi
7
HbsAg Non reaktif Non reaktif
2. Rontgen Thorax
FOLLOW UP
8
P : retraksi (+) Rh
(+) wheezing +/+
9
Thorax
C : S1 > S2 regular
P : SDV +/+
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi individu tersebut.Insidensi pada pria lebih banyak
daripada wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan
semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (5).
Faktor Risiko
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya (6).
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK
11
bergantung pada “dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok.
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami
gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif
tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas, dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini
memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian
yang tinggi terhadap kejadian PPOK.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena
dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih
kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok
wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di
negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang
berasal dari asap saat mereka memasak.
7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi
8. Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang
berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak
penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki
prioritas utama.
9. Asma
12
10. Usia
11. Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
12. Faktor Genetik
13. Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu penyebab
terjadinya PPOK, meskipun penelitian Framingham pada populasi umum
menyebutkan bahwa faktor genetik memberi kontribusi yang rendah dalam
penurunan fungsi paru.
Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,
parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru
dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel
radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien
B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan
inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting
yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan
jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.
Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya
siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan
menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.
Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa
terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang
13
pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan
infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah
lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding
pembuluh darah bertambah tebal.
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran
napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak.
Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (<2mm)
menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena
metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan
hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas
disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (4).
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan: (4)
Gambaran klinis
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest
14
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin: (4)
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
15
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
b. Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit.
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
16
Gambar 2. Peredaan paru normal dan hiperinflasi pada foto thoraks.
17
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia.
Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi PPOK
Klasifikasi Gejala Spirometri
Penyakit
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP > 80%
bila exercise prediksi
- Tidak ada gejala waktu istirahat VEP/KVP < 75%
tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (misal : berjalan cepat, naik
18
tangga)
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP 30 - 80%
tetapi mulai terasa pada latihan / prediksi
kerja ringan (misal : berpakaian) VEP/KVP <
- Gejala ringan pada istirahat 75%
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : (5)
1. Edukasi
2. Obat-obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
a. Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan edukasi
yang harus diberikan adalah :
Pengetahuan dasar tentang PPOK
Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
Cara pencegahan perburukan penyakit
Menghindari pencetus (merokok)
Penyesuaian aktifitas
19
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.Edukasi berdasarkan derajat penyakit:
Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
Penggunaan oksigen di rumah
b. Obat-obatan
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran
nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator adalah :
golongan antikolinergik, golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik
dan beta-2 dan golongan xantin.
2. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini berfungsi
20
untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan metilpradnisolon
atau prednison.
3. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan
untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua
diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat,
sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
4. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
5. Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian jangka panjang.
6. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
c. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam
sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya
(6,7,8).
d. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau
tanpa intubasi.
21
e. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan terjadinya
hipermetabolisme.
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini dapat
dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu tim
Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.
Prinsip Penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
2. Terapi oksigen adekuat
Tujuan terapi oksigen adalah untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa. Sebaiknya dipertahankan PaO2> 60
mmHg atau Sat O2> 90%, evaluasi ketat hiperkapnoe. Bila terapi oksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigen adekuat, harus gunakan ventilasi
mekanik, bila tidak berhasil gunakan intubasi.
3. Pemberian obat-obatan yang adekuat
Antibiotik
Bronkodilator
Kortikosteroid
4. Tidak terlalu diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan intravena. Pemerian lebih dari 2 minggu tidak
22
memberikan hasil yang lebih baik, tetapi banyak menimbulkan efek
samping.
5. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.
6. Ventilasi mekanik
7. Kondisi lain yang berkaitan
Monitor balans cairan elektrolit
Pengeluaran sputum
Gagal jantung aritmia.
Evaluasi ketat progresivitas penyakit
23
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus PPOK eksaserbasi akut dan bekas TB.
Seorang laki-laki usia 70 tahun yang masuk Rumah Sakit pada tanggal 7 Februari
2018. Dari anamnesa ditemukan gejala berupa sesak nafas yang memberat sejak 3
hari terakhir, sesak nafas tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas ,batuk berdahak
warna putih, mual, nafsu makan menurun, dan demam. Pasien juga ada riwayat
merokok tapi berhenti 10 tahun yang lalu dan ada riwayat pengobatan TBC 3
tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tanda
yang ditemukan seperti barel chest, ronki dan wheezing pada paru. Dari hasil
rontgen thorak ditemukan sela iga melebar, hiperlusen, jantung pendulum dan
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Global initiative for obstructive lung disease. Global strategy for the diagnosis,
management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease updated 2013.
25