PENDAHULUAN
2.2. Epidemiologi
2.4. Patogenesis
2.5. Diagnosa
Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip
dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di lingkungan kerja.
Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi
riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena
penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama. Anamnesis
mengenai riwayat pekerjaan yang akurat dan rinci sangat diperlukan. Berbagai
faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungan perlu diketahui secara
rinci. Karena menunjang penegakan diagnosa penyakit paru yang mungkin
diakibatkan oleh pekerjaan/ lingkungan pekerjaan.5
Diagnosis pneumokoniosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan gejala
klinis. Ada tiga kriteria mayor yang dapat membantu untuk diagnosis
pneumokoniosis. Pertama, pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang
dicurigai dapat menyebabkan pneumokoniosis dan disertai dengan periode laten
yang mendukung. Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai
kadar debu di lingkungan kerja, lama pajanan dan penggunaan alat pelindung diri
serta kadang diperlukan pemeriksaan kadar debu di lingkungan kerja. Gejala
seringkali timbul sebelum kelainan radiologis seperti batuk produktif yang
menetap dan atau sesak napas saat aktivitas yang mungkin timbul 10-20 tahun
setelah pajanan. Kedua, gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan
radiologi dapat membantu menentukan jenis pneumokoniosis. Gejala dan tanda
gangguan respirasi serta abnormalitas faal paru sering ditemukan pada
pneumokoniosis tetapi tidak spesifik untuk mendiagnosis pneumokoniosis.
Ketiga, tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain yang menyerupai
pneumokoniosis. Pneumokoniosis kemungkinan mirip dengan penyakit interstisial
paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary fibrosis (IPF) atau interstitial
lung disease (ILD) yang berhubungan dengan penyakit kolagen vaskular.4
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu dalam
diagnosis pneumokoniosis yaitu pemeriksaan radiologi, pemeriksaan faal paru dan
analisis debu penyebab.
1. Pemeriksaan Radiologi
Foto Toraks
Pada pneumokoniosis digunakan klasifikasi standar menurut International Labour
Organization (ILO) untuk interpretasi gambaran radiologi kelainan parenkim difus
yang terjadi. Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan epidemiologik penyakit
paru akibat kerja dan mungkin untuk membantu interpretasi klinis. Perselubungan
pada pneumokoniosis dibagi dua golongan yaitu opasitas halus dan kasar.
Klasifikasi standar ILO tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Opasitas Halus (Small Opacities)
Perselubungan ini digolongkan menurut bentuk, ukuran, banyak dan luasnya.
Menurut bentuk dibedakan atas perselubungan halus bentuk lingkar dan bentuk
ireguler. Perselubungan lingkar dibagi berdasarkan diameternya, yaitu: p =
diameter sampai 1,5 mm, q = diameter antara 1,5-3 mm dan r = diameter antara
3-10 mm. Bentuk ireguler dibagi berdasarkan lebarnya, yaitu: s = lebar sampai 1,5
mm, t = lebar antara 1,5-3 mm dan u = lebar antara 3-10 mm6.
Untuk pelaporan bentuk dan ukuran kelainan digunakan dua huruf. Huruf
pertama menunjukkan kelainan yang lebih dominan, contoh p/s. ini berarti
perselubungan lingkar ukuran p lebih banyak, tetapi juga ada perselubungan
ireguler ukuran s tetapi jumlahnya sedikit. Kerapatan (profusion) kelainan
didasarkan pada konsentrasi atau jumlah perselubungan halus persatuan area.
Dibagi atas 4 kategori6, yaitu:
Kategori 0= Tidak ada perselubungan atau kerapatan kurang dari 1.
Kategori 1 = Ada perselubungan tetapi sedikit.
Kategori 2= Perselubungan banyak, tetapi corakan paru masih tampak.
Kategori 3= Perselubungan sangat banyak sehingga corakan paru sebagian
atau seluruhnya menjadi kabur.
Foto toraks pada pneumokoniosis mempunyai 12 kategori, yaitu:
0/-, 0/0, 0/1, 1/0, 1/1, 1/2, 2/1, 2/2, 2/3, 3/2, 3/3, 3/+.
Angka pertama menunjukkan kerapatan yang lebih dominan daripada
angka dibelakangnya. Kerapatan adalah petunjuk penting .untuk menentukan
beratnya penyakit. Luasnya distribusi perselubungan didasarkan atas area yang
terkena. Lapangan paru dibagi atas 6 area, masing-masing belahan paru
mempunyai 3 area yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah6.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cahya utami, Dian. Pneumokiniosis. Jakarta. Fakultas kedokteran
universitas islam Jakarta.
2. Yulaekah, S. 2007. PAPARAN DEBU TERHIRUP DAN GANGGUAN
FUNGSI PARU PADA PEKERJA INDUSTRI BATU KAPUR.
Universitas Diponegoro. Semarang.
3. Pencegahan pneumoconiosis. http://repository.usu.ac.id. Universitas
sumatera utara.
4. Susanto, DA. 2011. Pneumoconiosis. Journal Indonesia Medical
Association. 61(12): 503-510.
5. Akbar, Reza. Pneumoconiosis. Jakarta. Fakultas kedokteran universitas
Indonesia.
6. International Labour Organization. Guidelines for the use of the ILO
international classification of radiographs of pneumoconiosis. Geneva;
international labour office, 2002.
7. Rinawati, Putri. Coal Workers Pneumoconiosis. Vol.4 nomor 1 Jakarta;
2015.