Anda di halaman 1dari 9

Pengolahan Kamaboko

Meidela Niken Trirahmawati1, Nurul Fadhillah2, Prameswari Clarissa3, Sopa 
Zahra4, Vadilah Fitria5
Prodi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan 
Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia1,2,3,4,5

sopazahra@student.upi.edu

Abstrak.  Kamaboko ialah produk hasil olahan daging udang dan ikan berbentuk gel yang
bersifat kenyal dan elastik. Produk olahan ini berasal dari Jepang. Kurang lebih 25% hasil
tangkapan ikan diolah menjadi kamaboko. Dalam praktikum kali ini dilakukan proses
pembuatan kamaboko dengan tujuan untuk mengetahui kualitas daging ikan patin dan udang
sebelum diolah menjadi kamaboko dan mengetahui tahapan-tahapan penting dalam proses
pengolahannya sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. Pengolahan sifat fisik pada
sampel dilakukan uji organoleptik ditinjau dari berbagai aspek sehingga dapat diketahuilah
kualitas sampel tersebut. Pada uji eber, hasil menunjukkan bahwa daging ikan dan udang telah
mengalami pembusukan awal. Sedangkan, pada uji H2S, pada salah satu kelompok terdapat
hasil yang menunjukkan bahwa daging ikan dan udang mengalami pembusukan karena
warnanya setelah diuji berubah menjadi coklat. Setelah dilakukan berbagai macam pengujian
maka daging ikan dan udang diolah menjadi kamaboko dengan berbagai komposisi tambahan
dan setelah selesai diolah, maka dilakukanlah pengujian terhadap sensori produk. Hasil
menunjukan bahwa kamaboko memiliki aroma yang bau amis, rasa gurih khas ikan serta
tekstur yang halus dan kenyal.

1.  Pendahuluan
Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi. Kualitas produk hasil perikanan identik
dengan kesegaran. Upaya terbaik untuk mempertahankan mutu ikan adalah dengan cara menjaga ikan
agar tetap hidup, namun dalam jangka waktu lama hal tersebut sulit dilakukan tanpa pemberian pakan
serta suplai udara dalam jumlah besar (FAO, 1995 dalam Munandar et al. 2009). Alternatif lain yang
dapat dilakukan antara lain dengan menurunkan suhu lingkungan ikan sehingga diperoleh suhu tubuh
ikan yang lebih rendah, mengupayakan agar ikan tidak mengalami tekanan atau stres sebelum mati
atau dengan mematikan ikan secepat mungkin setelah ikan ditangkap. Upaya-upaya tersebut dapat
memperpanjang masa rigor mortis ikan (Sufianto, 2004).
Ikan patin merupakan ikan air tawar yang sedang populer di masyarakat dan tersedia dalam jumlah
yang melimpah. Harga ikan patin relatif murah dan mudah dijumpai di pasar tradisional maupun di
swalayan dalam kondisi yang masih segar. Produksi ikan patin nasional tahun 2011 mencapai 229.267
ton dan tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 347.000 ton (Direktorat Jendral Perikanan, 2013).
Kamaboko atau fish cake merupakan produk khas Jepang yang dibuat dari gel protein ikan yang
homogen. Produk ini telah dikenal oleh masyarakat Jepang sejak 1500 tahun yang lalu (Suzuki 1981).
Secara teknis, kamaboko terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama dengan penambahan
bahan-bahan, seperti pati, gula, garam dan sodium glutamat. Proses selanjutnya adalah pemasakan
dengan cara pengukusan, pemanggangan, perebusan maupun penggorengan (Suzuki 1981). Sejalan
dengan perkembangan teknologi, saat ini kamaboko dibuat dari surimi sebagai bahan utamanya (Mao
et al. 2006).
Tujuan dari pengolahan kamaboko adalah agar mahasiswa mengetahui prosedur pembuatan
kamaboko dan tahapan penting yang memerlukan pengendalian untuk memperoleh produk
berkualitas.

2.  Metode
Praktikum pengolahan kamaboko dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 April 2018 di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian (TPHP). Adapun alat yang digunakan selama
proses praktikum diantaranya pisau, talenan, baskom, kompor,grinder,sendok dan pengukus. Bahan-
bahan yang diperlukan untuk membuat kamaboko adalah ikan patin sebanyak 200gram, udang
100gram, tepung tapiokan 30-35%, 2,5% garam, 1% gula, 1% MSG dan air es untuk merendam ikan
patin dan udang, setelah itu dibutuhkan juga pewarna makanan untuk memberi warna pada proses
akhir. Ada parameter yang diukur, diantaranya pengamatan subjektif terhadap warna, aroma, tekstur
dan rasa pada masing-masing kelompok. Prinsip pembuatan pada kamaboko adalah berdasarkan
proses pengikatan bahan dengan pati dan terjadi proses gelatinisasi sehingga produk bersifat kenyal.
Berikut tersaji diagram alir pengolahan kamaboko pada Gambar. 1. Dan diagram alir pengujian
kualitas pada ikan dan udang tersaji dalam Gambar.2.
2.1 Diagram alir

Ikan Patin
Penimbangan

Udang

Filleting

Penimbangan

Air Es Perendaman (5’)

Pencucian

Chopping/grinding
30­35% tepung tapioka

1% gula dan MSG Pencampuran Adonan (gel)


kamaboko
2,5% garam
Pewarnaan 
Pencetakkan

Daun pisang Pembungkusan

Pengukusan (20­30’)

Pengamatan

Gambar 1. Pengolahan kamaboko

Uji Eber
Pengisian tabung reaksi dengan reagen
eber (3­5 ml)

Pengirisan daging ikan patin dan udang
sebesar kacang tanah, kemudian ujung
kawat ditusukkan ke dalam irisan daging
tersebut. Ujung kawat lainnya ditusukkan
ke penyumbat gabus

Pemasukkan irisan daging ke dalam
tabung reaksi, gabus disumbatkan pada
mulut tabung

Diamati, apakah terjadi pembentukkan
gas dalam tabung. Jika terbentuk gas
putih, menunjukkan adanya gas NH3 di
dalamnya.
Uji H2S
Pengirisan daging ikan patin dan udang
sebesar kacang tanah, lalu diletakkan
dalam cawan petri

Penutupan dengan kertas saring dan
diteteskan Pb­asetat

Penutupan cawan petri (sedikit terbuka).
Diamati perubahan warna pada kertas
saring. Jika terbentuk warna coklat, maka
menunjukkan adanya gas H2S

Gambar.2. Uji kualitas ikan dan udang

3.  Hasil dan Pembahasan
4. Uji Kualitas Ikan
Ikan merupakan sumber protein, vitamin, lemak, dan mineral yang sangat baik dan prospektif bagi
masyarakat. Jika dibandingkan dengan produk lainnya, ikan memiliki keunggulan yaitu memiliki
kelengkapan komposisi asam amino yang sangat tinggi dan sangat mudah untuk dicerna.
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan mudah sekali membusuk.
Hal tersebut dikarenakan daging ikan memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme pada ikan dapat memicu hal-hal yang
tidak diinginkan dan sangat merugikan untuk masyarakat yang akan mengkonsumsi. Kualitas daging
ikan yang kurang baik jika terkonsumsi oleh masyarakat dapat mengakibatkan terganggunya
kesehatan. Oleh karena itu, untuk mengetahui kualitas daging ikan yang baik harus melakukan tahap
pemeriksaan fisik maupun kimiawi seperti uji organoleptik, uji eber, dan uji H2S.

Tabel 1. Uji Organoleptik Ikan Patin


Keadaan
Kel Warna Kulit Tekstur Sisik Insang Aroma
Mata
Abu Merah
Halus Kenyal Merah Amis
1 kehitaman kehitaman -
(++) (++) (++) (++)
(++) (++)
Abu
Kemerahan Halus Kenyal Merah Amis
2 kehitaman -
(++) (++) (++) (++) (++)
(++)
Abu Merah
Halus Kenyal Merah Amis
3 kehitaman kehitaman -
(++) (++) (++) (++)
(++) (+)
4 Abu Merah Halus Kenyal - Merah Amis
kehitaman kehitaman (++) (++) (++) (+)
(++) (+)
Abu
Kemerahan Halus Kenyal Merah Amis
5 kehitaman -
(++) (++) (++) (+++) (++)
(++)
Abu
Kemerahan Halus Kenyal Merah Amis
6 kehitaman -
(++) (+++) (+++) (+++) (+++)
(++)
Abu
Kemerahan Halus Kenyal Merah Amis
7 kehitaman -
(++) (+++) (+++) (++) (+)
(++)
Abu
Kemerahan Halus Kenyal Merah Amis
8 kehitaman -
(+) (++) (++) (++) (++)
(++)

Tabel 2. Uji Organoleptik Udang


Keadaan
Kel Warna Kulit Tekstur Sisik Aroma
Mata
Putih
Hitam bulat Kasar Kenyal Amis
1 keabuan -
(+++) (+) (++) (+)
(++)
Putih
Hitam bulat Kasar Kenyal Amis
2 keabuan -
(+++) (+) (++) (+)
(++)
Putih
Hitam bulat Licin Kenyal Amis
3 keabuan -
(++) (++) (++) (+)
(++)
Putih
Hitam bulat Licin Kenyal Amis
4 keabuan -
(++) (++) (++) (+)
(++)
Putih
Hitam bulat Licin Keras Amis
5 keabuan -
(++) (++) (+++) (++)
(++)
Putih
Hitam bulat Licin Kenyal Amis
6 keabuan -
(++) (++) (+) (+++)
(++)
Putih
Hitam bulat Kasar Kenyal Amis
7 keabuan -
(+++) (+) (+++) (+++)
(++)
Putih
Hitam bulat Kasar Kenyal Amis
8 keabuan -
(++) (+) (++) (+)
(++)

Pengamatan sifat fisik pada ikan dan udang dilakukan dengan uji organoleptik. Ikan yang sudah
terlihat tidak segar akan memiliki keadaan mata yang cekung, kulit berlendir, tidak kenyal, aroma
sudah bau, dan insang sudah mencoklat. Sedangkan pada udang yang tidak segar akan beraroma
busuk, kulit/cangkang menghasilkan lendir yang berlebih, dan kulit berwarna gelap atau kehitaman.
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik ikan patin, semua sampel masih menunjukkan
keadaan yang baik. Di mana dilihat dari kadaan mata yang masih jernih dan tidak cekung, kulit masih
halus dan tidak berlendir, tekstur masih keras dan kenyal, beraroma amis ikan segar, dan insang masih
berwarna merah. Sedangkan pada sampel udang, semua sampel mengindikasikan warna yang sedikit
keabuan, lalu mata hitam dan bulat, kulit sedikit licin (sedikit berlendir), tekstur kenyal, dan aroma
amis khas udang. Hal diatas menunjukkan keadaan daging udang yang sudah terlihat kurang segar,
dilihat dari warna yang sudah keabuan dan kulit yang sedikit licin.

Uji Eber
Pengujian sederhana yang dapat dilakukan untuk mengetahui awal pembusukan daging salah satunya
adalah dengan uji Eber. Sepotong kecil daging ikan dan udang ditusukkan pada kawat pada sumbat
tabung, sedemikian rupa sehingga daging tersebut tergantung di atas permukaan reagen. Reagen Eber
sebanyak 5 ml dituangkan ke dalam tabung dan ditutup dengan sumbat tabung. Penentuan awal
pembusukan dilihat dari timbulnya bentukan gas atau asap yang keluar dari daging (Prawesthirini dkk,
2009).
Gas NH3 yang keluar dari potongan daging akan berikatan dengan HCl dari reagens Eber dan akan
membentuk embun NH4Cl. Hasil positif (+) dinyatakan dengan terbentuknya kabut NH4Cl, yang
berarti terjadi awal pembusukan. Sedangkan hasil negatif (-) dinyatakan dengan tidak terbentuknya
kabut NH4Cl (Prawesthrini dkk, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, terbentuk gas atau asap yang keluar dari daging ikan patin
dan daging udang. Hal tersebut menunjukkan seluruh daging ikan patin dan daging udang telah
mengalami awal pembusukan.

Uji H2S
Uji H2S pada adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging
tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan Pb-asetat menjadi Pb
sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb-
asetat tersebut. Hanya kelemahan uji ini, bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak
dapat dijadikan ukuran.
Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga
aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang
membentuk asam sulfida dan amonia (Lawrie,1995).
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, seluruh sampel ikan patin (kecuali pada sampel ikan patin
kelompok 1) dan udang tidak terdeteksi adanya gas H2S dikarenakan tidak adanya bintik-bintik coklat
yang terdapat pada kertas saring. Sedangkan pada sampel ikan patin kelompok 1 terdapat noda coklat
yang mengindikasikan adanya bakteri penghasil H2S pada ikan patin. Sampel ikan patin yang
digunakan kelompok 1 telah menunjukan gejala awal pembusukkan dikarenakan adanya gas H2S yang
terbentuk di dalam daging ikan. Berikut data hasil pengujian eber dan H2S pada ikan dan udang

Tabel 3. Uji eber dan uji H2S setiap kelompok


Kel Sampel Uji Eber Uji H2S
Ikan Patin + +
1
Udang + -
Ikan Patin + -
2
Udang + -
Ikan Patin + -
3
Udang + -
Ikan Patin + -
4
Udang + -
Ikan Patin + -
5
Udang + -
Ikan Patin + -
6
Udang + -
Ikan Patin + -
7
Udang + -
8 Ikan Patin + -
Udang + -

3.2 Uji Sensori Kamaboko
Hasil dari pengujian menunjukan bahwa warna  yang terbentuk pada setiap kelompoknya berbeda­
beda.   Rasanya   gurih   khas   ikan   dan   beraroma   amis.   Tekstur   yang   dihasilkan   pada   pengolahan
kamaboko rata­rata halus dan kenyal.

Tabel 4. Perbedaan hasil pengamatan sensori

Sampel Daging Ayam
Kelompok Warna  Rasa Aroma Tekstur Kekenyalan
Orange muda, Gurih khas Halus (++) Kenyal (++)
1 Amis (++)
putih ikan (++)
Pink, ungu, putih Gurih khas Halus (++) Kenyal (++)
2 Amis (++)
ikan (++)
Pink kekuningan Gurih khas Halus (++) Kenyal (++)
3 Amis (++)
ikan (++)
Merah,ungu,kunin Gurih khas Halus (+) Kenyal (+++)
4 Amis (++)
g ikan (++)
Pink kekuningan Gurih khas Halus (++) Kenyal (+++)
5 Amis (++)
ikan (++)
Pink kekuningan Gurih khas Halus (++) Kenyal (++)
6 Amis (++)
ikan (++)
Putih,Pink,Ungu Gurih khas Halus (++) Kenyal (++)
7 Amis (++)
ikan (++)
Pink, Putih, Gurih khas Halus (++) Kenyal (++)
8 Amis (++)
kekuningan ikan (++)
Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan berbentuk gel, yang bersifat kenyal dan elastis.
Kamaboko merupakan makanan tradisional Jepang yang disukai hingga saat ini. Bahan baku yang
digunakan pada pengolahan kamaboko ialah daging ikan dan udang. Daging ikan yang digunakan 2
berbanding 1 daging udang. Hampir semua jenis ikan dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi kekuatan
gel atau kekenyalan dan elastisnya bervariasi menurut jenisnya. Ikan yang digunakan harus
mempunyai kandungan protein yang sesuai untuk pembentukan gel kamaboko dan harus mempunyai
tingkat kesegaran yang tinggi (Suzuki, 1981).
Winarno (1997) menyatakan bahwa rupa lebih baik melibatkan indera penglihatan dan merupakan
salah satu indikator untuk menentukan apakah bahan pangan diterima atau tidak oleh konsumen,
karena makanan yang berkualitas (rasanya enak, bergizi dan teksturnya baik) belum disukai konsumen
apabila rupa bahan pangan tersebut memiliki rupa yang kurang menarik dilihat oleh konsumen untuk
menilai.

Warna
Warna yang dihasilkan dari setiap kelompok berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena pada saat
penambahan warna tidak ditentukan sehingga setiap kelompok dengan bebas memilih warna apa saja
untuk dicampurkan dalam adonan kamaboko. Warna merupakan hal yang paling utama terlihat oleh
alat indera.

Rasa
Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan yang
merupakan salah satu faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap konsumen pada suatu produk
makanan. Rasa berperan penting dalam menentukan keputusan akhir para konsumen untuk menerima
atau menolah suatu makanan. Meskipun hasil penelitian terhadap parameter lain lebih baik, namun
jika rasa produk memberikan nilai tidak enak maka produk tersebut akan ditolak oleh konsumen
(Fellow, 2000). Berdasarkan pengamatan, semua kelompok menghasilkan rasa yang gurih khas ikan.
Karena pada saat penambahan antara ikan dan udang itu 2:1.

Aroma
Berdasarkan pengamatan aroma yang dihasilkan yaitu berbau amis. Bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan kamaboko ialah daging ikan patin dan udang, sehingga bau amis ikan dan udang
tidak hilang. Aroma/bau merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak suatu makanan.
Dalam banyak hal, aroma memiliki daya tarik tersendiri untuk menentukan rasa enak dari produk
makanan itu sendiri. Dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena cepat dapat
memberikan penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produksinya disukai atau tidak disukai oleh
konsumen.

Tekstur dan kekenyalan


Tekstur dan kekenyalan yang dihasilkan pada pengolahan kamaboko ialah bersifat halus dan kenyal.
Hal ini disebabkan karena kualitas daging ikan dan udang pada saat pengolahannya berada pada
kondisi segar. Banyak hal yang mempu mempengaruhi tekstur pada bahan pangan antara lain: rasio
kandungan protein, lemak, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air dan aktivitas air. Tekstur
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan.
Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang
dapat dirasakan (Purnomo, (1995).

5.  KESIMPULAN
1. Kualitas daging ikan dan udang dalam kondisi baik karena hasil yang diperoleh pada
pengolahan kamaboko menunjukkan hasil yang kenyal dan halus pada teksturnya.
2. Saat pengujian H2S dan uji eber menunjukan bahwa daging ikan patin tersebut mengalami
pembusukan awal dilihat dari perubahan warna dalam pengujian yang berubah menjadi warna
coklat. Aroma yang dihasilkan yaitu berbau amis dan rasanya sesuai dengan kamaboko pada
umumnya.

References
Munandar, A, Nurjanah dan M. Nurimala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
pada Penyimpanan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan. Jurnal
Teknogi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, XII (2): 88
Sufianto, B. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Segar selama
Penyimpanan pada Suhu Ruang. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein. Processing Technology. London: Applied Sci. Publ.
Mao W, Mika F, Noboru F. 2006. Gel strength of kamaboko gels produced by microwave heating. Food
Science and Technology Research 12(4):241-246.
Lawrie. (1995). Ilmu Daging. Penerjemah Parakkasi. UI Press, Jakarta.
Prawesthirini, S., H.P. Siswanto, A.T.S. Estoepangestie, M.H. Effendi, N.Harijani, G.C.de Vries,
Budiarto, E.K. Sabdoningrum. (2009). Analisa Kualitas Susu, Daging dan Telur. Cetakan
kelima. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Park JW. 2005. Surimi and Surimi Seafood. Second Edition. Food Science and Technology. Taylor & 
Francis Group. New York
Okada M, Miyauchi D, and Kudo G. 1973. Kamaboko: The Gint Among Japanese Processed Fishery 
Products. Marine Fisheries Review, 35 (12): 1­6.
Fellow, J. P. 2000. Food processing technology principle and practice. Second edition. Cambridge.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama
Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Sciance Publishers Ltd. 
Tokyo. Japan
Purnomo, H. 1995. Aktivitas air dan peranannya dalam pengawetan pangan. Universitas Indonesia 
(UI­PRESS). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai