Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN UJIAN KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

“TINEA KORPORIS”

Pembimbing :
dr. Amelia Budi Rahardjo, Sp.KK

Disusun Oleh :
Jessika Nugraheni 1610221104

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ’’VETERAN’’ JAKARTA
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2018
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI UJIAN KASUS


ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

“TINEA CORPORIS ET KRURIS”

Disusun Oleh :
Jessika Nugraheni 1610221104

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto, Juni 2018

Pembimbing,

dr. Amelia Budi Rahardjo, Sp.KK

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat -Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul “Tinea Korporis”
ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Amelia Budi Rajardjo, Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari
FK UPN dan FK Unsoed atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Juni 2018

Jessika Nugraheni

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
LAPORAN KASUS ........................................................................................ 2
A. Identitas Pasien ............................................................................................ 2
B. Anamnesis ................................................................................................... 2
C. Status Generalis ........................................................................................... 3
D. Status Dermatologi ...................................................................................... 4
E. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 4
F. Resume ......................................................................................................... 4
G. Diagnosis Kerja ........................................................................................... 5
H. Diagnosis Banding ...................................................................................... 5
I. Pemeriksaan Anjuran .................................................................................... 5
J. Penatalaksanaan ............................................................................................ 5
K. Prognosis ..................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
Tinea Korporis.................................................................................................. 7
A. Definisi ........................................................................................................ 7
B. Epidemiologi ............................................................................................... 7
C. Etiologi ........................................................................................................ 7
D.Patogenesis.................................................................................................... 8
E. Gejala Klinis ................................................................................................ 9
F. Diagnosis ...................................................................................................... 9
G. Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 9
H. Diagnosis Banding ...................................................................................... 11
I. Penatalaksanaan ............................................................................................ 12
J. Prognosis ...................................................................................................... 14
K. Komplikasi .................................................................................................. 14
PEMBAHASAN ............................................................................................. 28
A. Penegakan Diagnosis................................................................................... 28
B. Penatalaksanaan ........................................................................................... 28

iv
KESIMPULAN ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31

v
I. PENDAHULUAN

Penyakit kulit yang menyerang manusia paling banyak disebabkan oleh


jamur. Penyakit jamur kulit yang sering menyerang manusia merupakan tipe
infeksi superfisial dan kutan seperti ptiriasis versikolor, dermatofitosis dan
kandidiosis kulit (Djuanda, 2013). Dermatofitosis adalah golongan penyakit
jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermotofita yakni Trichophyton
spp, Microsporum spp dan Epidermophyton spp. Dermatofita adalah golongan
jamur yang mempunyai enzim keratinase yang dapat melisiskan keratin kulit.
Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk yakni
epidermis (tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut (tinea
kapitis), kuku (tinea unguinum). Dermatofitosis terjadi karena terjadi inokulasi
jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan
maserasi atau ada trauma sebelumnya (Djuanda, 2013).
Ciri khas pada infeksi jamur adanya rasa gatal yang lebih hebat bila
berkeringat, serta gambaran lesi kulit dengan central healing yaitu bagian
tengah tampak kurang aktif, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan yang
padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya,
obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan obat steroid. Higiene
juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.
Tinea Korporis merupakan salah satu penyakit kulit golongan
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit yang tidak berambut (glabrous
skin), misalnya pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Gejala subyektifnya
yaitu gatal terutama jika berkeringat. Tinea korporis adalah infeksi dermatofita
superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada
glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan, lengan,
tungkai dan gluteal (Budimulja, 2008).

1
II. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Purwosari, Baturaden
Tanggal Periksa : 7 Juni 2018
No. CM : 00-28-50-19

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal-gatal di ketiak kiri
Keluhan Penyerta :Bercak kemerahan dan bentol di ketiak kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mulai merasakan gatal sejak 2 minggu yang lalu di daerah ketiak.
Awalnya terasa gatal pada sekitar ketiak muncul bercak merah dengan pinggir
yang lebih merah dan semakin hari melebar. Keluhan juga disertai bentol-
bentol kecil pada daerah tersebut. Bentol tidak disertai keluar cairan. Gatal
bersifat terus menerus dan memberat terutama saat berkeringat. Pasien tidak
memeriksakan diri ke dokter sebelumnya, Pasien mengaku jika gatal,
menggunakan bedak gatal yang dibeli di apotek namun keluhan hanya
menghilang sementara. Riwayat demam dan lemas disangkal. Keluhan nyeri
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal

2
Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Anak pasien mengalami keluhan serupa
Riwayat penyakit kulit lain pada keluarga disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal
Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat alergi obat atau makanan disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal bersama suami dan anak-anaknya. Pasien menjalankan
aktivitasnya pada dari pagi hari, pasien sering tidak mengganti pakaian saat
berkeringat dan menggunakan handuk dengan anaknya secara bergantian.
Pasien mengaku mandi 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.

C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan gizi : Obesitas, BB: 82 kg, TB: 157 cm
Vital Sign : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 C
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata

3
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang, tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema tidak ada

D. STATUS DERMATOLOGIS
Regio : Axillaris sinistra
Efloresensi : Makula eritematosa berbatas tegas, polimorfik dengan skuama
halus di atasnya dengan papul eritem dan tepi aktif disertai central healing.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

F. RESUME
Pasien seorang ibu rumah tangga berusia 43 tahun datang ke Poliklinik
Kulit dan KelaminRS Margonodengan keluhan utama gatal sejak 2 minggu
yang lalu di daerah ketiak kiri. Awalnya terasa gatal pada sekitar ketiak

4
muncul bercak merah dengan pinggir yang lebih merah dan semakin hari
melebar. Keluhan juga disertai bentol-bentol kecil pada daerah tersebut.
Bentol tidak disertai keluar cairan. Gatal bersifat terus menerus dan memberat
terutama saat berkeringat. Pasien tidak memeriksakan diri ke dokter
sebelumnya, Pasien mengaku jika gatal, menggunakan bedak gatal yang dibeli
di apotek namun keluhan hanya menghilang sementara.
Pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status dermatologis, didapatkan makula eritematosa
berbatas tegas polimorfik dengan tepi aktif dan central healing serta
skuamadi regio Axilaris sinistra

G. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Korporis

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis seboroik
Terdapat skuama berminyak dan kekuningan
2. Psoriasis inversa
Skuama lebih tebal dan berlapis-lapis seperti mika
3. Kandidosis cutis intertriginosa
Lesi relatif lebih basah, berbatas tegas disertai lesi satelit
4. Hidradenitis Supurativa
Terdapat nodul dengan tanda radang akut disertai gejala konstitusi

I. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%
2. Pemeriksaan lampu Wood
3. Kultur media seboroud agar
J. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi
a. Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang
berlebihan

5
b. Menggunakan baju dari bahan yang menyerap keringat (misal:
katun), dan menghindari mengenaan baju dari bahan yang tidak
menyerap keringat (misal: karet, nylon)
c. Tidak bertukar handuk dan dengan orang lain
d. Menjemur handuk dan pakaian di luar, tidak di dalam rumah agar
tidak lembab
e. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang
gatal karena akan memperparah luka dan menimbulkan tempat
infeksi baru.
2. Farmakologis
a. Antimikotik sitemik: Ketokonazole 200 mg1x1 tab selama 3 minggu
b. Antihistamin: Cetirizine 10 mg 1x1 tab malam hari
c. Antimikotik topikal: Mikonazol krim 2% dioles 2x sehari (pagi dan
malam)

K. PROGNOSIS
1. Quo Ad vitam : Ad bonam
2. Quo Ad fungsionam : Ad bonam
3. Quo Ad sanationam : Dubia ad bonam
4. Quo Ad cosmeticam : Dubia ad bonam

6
III. TINJAUAN PUSTAKA

Tinea Korporis
A. DEFINISI
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut
(glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha (El-Gohary
et al, 2014). Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat
lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan
salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea
korporis (Djuanda, 2013).

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan
menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi
kulit tersering. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang
semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif
sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi)
dan sering terjadi eksaserbasi (Sharquie et al, 2013).
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di
Amerika Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum,
Universitas Sumatera Utara Trycophyton mentagrophytes, Microsporum canis
dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah
Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes
dan Tricophyton violaceum (El-Gohary et al, 2014).

C. ETIOLOGI
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat
lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan

7
salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea
korporis (Verma dan Heffernan, 2012).

D. PATOGENESIS
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama
perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan
untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi
oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea
bersifat fungistatik.Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah
terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum
pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga
dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga
menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu
penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita
juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru
muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis (James, et
al., 2015).
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi
dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita. Pada pasien
yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan
inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan
sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian
keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel
langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe.
Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi
untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan
barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh
(James, et al., 2015).

8
E. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi
yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan
akhirnya memberi gambaran yang polisiklik,arsinardan sirsinar. Pada bagian
pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul
atau vesikel, sedangkan pada bagiantengah lesi relatif lebih tenang. Tinea
korporis yang menahun, tanda-tanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya
hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja (Verma dan Heffernan,2012).

Gambar 2.1 Tinea Korporis


Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Tinea korporis biasanya terjadi
setelah kontak dengan individu atau dengan binatang piaraan yang terinfeksi,
tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah yang
terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya
pakaian, perabot dan sebagainya (Menaldi, 2015).

F. DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium yaitu mikroskopis langsung dan kultur (Verma dan
Heffernan,2012).

9
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan
pemeriksaan laboratorium antara lain:
1. Pemeriksaan mikroskopis,
2. Kultur,
3. Pemeriksaan lampu wood,
4. Biopsi dan histopatologi,
5. Pemeriksaan serologi,
6. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat
langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%.
Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah
mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa
(benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora
berupa bola kecil sebesar 1-3µ(Hay dan Moore, 2016).

Gambar 2.2 Pemeriksaan Mikroskopis


Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25-

30⁰C),kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan

jamur. Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan
bentuk spora. Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang
menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini
tidakdapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi
oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat
dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang memberikan
fluoresensi yaitu M.canis, M. audouini, M.ferrugineum dan T.schoenleinii.

10
(Hay dan Moore, 2016).
H. DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa diagnosis banding tinea korporis, antara lain :
1. Morbus Hansen (Siregar, 2004; Djuanda, 2013)
a. Merupakan penyakit kronik , dan penyebabnya adalah Mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat.
b. Saraf perifer sebagai afnitas pertama, lalu kulit, dan mukosa traktus
repiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat.
c. Cardinal sign :
1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
2) Kelainan kulit : bercak hipopigmentasi atau erimatous
3) Mati rasa dapat berupa kurang rasa (hipoestesi) atau tidak merasakan
sama sekali (anestesi)
4) Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf
5) Gangguan fungsi saraf berupa sensoris (anestesi), motorik
(parase/paralisis), otonom (kulit kering).
d. Basil Tahan Asam (BTA) positif
e. Klasifikasi morbus hansen menurut WHO
Tanda Utama Pausi Basiler Multibasiler

Bercak Kusta 1-5 >5

Penebalan saraf 1 saraf > 1saraf


disertai gangguan
funsi saraf

Sediaan Apusan BTA Negatif BTA Positif

Gambar 2.3 Morbus Hansen

11
2. Dermatitis Numularis (Siregar, 2004; Djuanda, 2013)
a. Peradangan kulit yang bersifat kronis, ditandai dengan lesi berbentuk
mata uang (koin) atau agak lonjong , berbatas tegas dengan efloresensi
berupa papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga basah.
b. Pasien mengeluh sangat gatal.
c. Pada tepi plak muncul lesi papulovesikel kecil kemudian berkonfluens
dengan plak tersebut sehingga lesi meluas. Diameter plak biasanya
berukuran 1-3 cm.
d. Penyembuhan dimulai dari tengah.
e. Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan skuama
dan likenifikasi
f. Jumlah lesi dapat hanya satu atau multipel, lokalisasi biasanya punggung
kaki, punggung tangan, bagian ekstensor ekstremitas, bokong dan bahu.
g. Gambaran histopatologinya, epidermis : berupa hiperkeratosis, akantosis,
edema interselular dan pada dermis terjadi pelebaran ujung pembuluh
darah dan sebukan sel-sel radang limfosit, monosit.

Gambar 2.4 Dermatitis Numularis


I. TATALAKSANA
Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa.
a. Non Medikamentosa
Menurut Budimulja (2008), dikatakan bahwa penatalaksanaan non
medikamentosa adalah sebagai berikut:

12
1) Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena
infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk
mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya.
2) Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara
bergantian dengan orang yang terinfeksi.
3) Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas
untuk mencegah penyebaran jamur tersebut.
4) Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
5) Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat
menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan
sintetis yang dapat menghambat sirkulasi udara.
6) Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan
bersihkan debu-debu yang menempel pada sepatu.
7) Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi
jamur. Gunakan sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet.
b. Medikamentosa
Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan
pengobatan sistemik. Pada tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup
diberikan obat topikal. Lama pengobatan bervariasi antara 1-4 minggu
bergantung jenis obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal
diperlukan pada lesi yang luas atau kronik rekurens. Anti jamur topikal
yang dapat diberikan yaitu derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan
tolnaftat. Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang
disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu dilakukan dengan kompres
basah secara terbuka. Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal
berat, kombinasi antijamur dengan kortikosteroid jangka pendek akan
mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien (Verma
dan Heffernan, 2012).
1) Pengobatan topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat
topikal dipengaruhi oleh mekanisme kerja, viskositas, hidrofobisitas dan

13
asiditas formulasi obat tersebut. Selain obat-obat klasik, obat-obat
derivate imidazole dan alilamin dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang termasuk golongan
imidaol kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4
minggu atau sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga
untuk meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan
klinis dan mikologis dengan maksud mengurangi kekambuhan (Verma
dan Heffernan, 2012).
2) Pengobatan sistemik
Menurut Verma dan Heffernan (2012), pengobatan sistemik yang
dapat diberikan pada tinea korporis adalah:
a) Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis
untuk anak-anak 15-20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-
1000 mg/hari.
b) Ketokonazol
Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis yang
resisten terhadap griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya
adalah 200 mg/hari selama 3 minggu.
c) Obat-obat yang relatif baru seperti itrakonazol serta terbinafin
dikatakan cukup memuaskan untuk pengobatan tinea korporis.

J. PROGNOSIS
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik
dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal
atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik (Djuanda, 2013).
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila
pengobatan tidak berhasil menghilangkan organisme secara menyeluruh,
seperti misalnya pada pasien yang menghentikan penggunaan obat topikal
terlalu cepat ataupun jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur
yang diberikan (Djuanda, 2013).

14
IV. PEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis
Pasien seorang ibu rumah tangga berusia 43 tahun datang ke Poliklinik Kulit
dan KelaminRS Margonodengan keluhan utama gatal sejak 2 minggu yang lalu di
daerah ketiak kiri. Awalnya terasa gatal pada sekitar ketiak muncul bercak merah
dengan pinggir yang lebih merah dan semakin hari melebar. Keluhan juga disertai
bentol-bentol kecil pada daerah tersebut. Bentol tidak disertai keluar cairan. Gatal
bersifat terus menerus dan memberat terutama saat berkeringat. Pasien tidak
memeriksakan diri ke dokter sebelumnya, Pasien mengaku jika gatal,
menggunakan bedak gatal yang dibeli di apotek namun keluhan hanya
menghilang sementara.
Pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status dermatologis, didapatkan makula eritematosa berbatas tegas
polimorfik dengan tepi aktif dan central healing serta skuama di regio Axilaris
sinistra.

B. Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
a. Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang
berlebihan
b. Menggunakan baju dari bahan yang menyerap keringat (misal:
katun), dan menghindari mengenaan baju dari bahan yang tidak
menyerap keringat (misal: karet, nylon)
c. Tidak bertukar handuk dan dengan orang lain
d. Menjemur handuk dan pakaian di luar, tidak di dalam rumah agar
tidak lembab
e. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang
gatal karena akan memperparah luka dan menimbulkan tempat
infeksi baru.
2. Farmakologis

15
a. Antimikotik sitemik: Ketoconazole 200 mg1x1 tab selama 3
minggu
b. Antihistamin: Cetirizine 10 mg 1x1 tab malam hari
c. Antimikotik topikal: Mikonazole krim 2% dioles 2x sehari (pagi
dan malam)

16
V. KESIMPULAN

1. Pasien seorang perempuan berusia 43 tahun dengan profesi ibu rumah tangga.
2. Pasien datang dengan keluhan utama gatal di ketiak kiri sejak 2 bulan yang
lalu. Keluhan memberat apabila berkeringat.
3. UKK yang ditemukan pada pasien berupa makula eritematosa berbatas tegas
polimorfik dengan tepi aktif dan central healing serta skuama di regio Axilaris
sinistra
4. Terapi medikamentosa pada pasien pemberian antihistamin dan antijamur
sistemik serta antijamur topikal.
5. Edukasi yang diberikan pada pasien yaitu edukasi mengenai penyakitnya dan
pentingnya menjaga hygiene dan sanitasi.
6. Prognosis tinea korporis umumnya baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Budimulja, U. 2008. Penyakit Jamur. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


Jakarta.

Djuanda, A. 2013.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 6.Jakarta : Fakultas


Kedokteran FK UI

Duarsa, Wirya. 2010. Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.

El-Gohary M. Van Zuuren EJ, Fedorowics Z, Burgess H, Doney L. 2014. Topical


Antifungal Treatment for Tinea Cruris anda Tinea Corporis. Cochrane
Databse System Review.

Hay R.J., Moore M.K. 2016. Mycology Rook’s Textbook of Dermatology. 9th ed.
New York: Blackwell Publishing Company.

James, William D, Berger, Timothy G., Elston, Dirk M., Odom, Richard B. 2015.
Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 12th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier

Sharquie KE. Noaimi AA, Al-Hashimy SA, Al-Tereihi IG. 2013. Treatment of
Tinea Corporis by Topical 10% Zinc Sulfate Solution. The Iraqi Post
Graduate Medical Journal. 12(2):247-250.

Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC

Verma, S., Heffernan, M.P., 2012. Superfisial Fungal Infection: Dermatophytosis,


Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam: Wolff, K. (eds).
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol. II. Ed. 8. United
States: McgrawHill.

18

Anda mungkin juga menyukai