Etprof Kel 3
Etprof Kel 3
Tugas/makalah ke : 1
Nama Kelompok :
1. Try Ardilla Virgiani (2283160001)
2. Nadiyah Khoirunisa (2283160026)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pendapat Seputar Teori Pengetahuan”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Serang, 1 Oktober 2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian........................................................................................................................3
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Dinamika pendidikan atau perubahan yang terjadi pada pendidikan, tidak
terlepas dari sejarah pendidikan yang telah berlangsung begitu lama, karena setiap
zaman memiliki perbedaan masing-masing dimana akan menimbulakan sebuah
dinamika. Menelaah sejarah pendidikan sebenarnya tidak lain adalah mengkaji
sejarah manusia dalam rentang waktu masa lalu. Pendidikan pada hakikatnya
adalah untuk membangun peradaban bangsa melalui membangun manusia
seutuhnya. Pendidikan merupakan hak setiap orang untuk meningkatkan harkat
dan martabatnya dalam kehidupan sehari - hari. Dalam penyelenggaraan
pendidikan, banyak faktor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari internal
maupun eksternal sebuah sistem pendidikan.
Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang
dienyam oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari
maju atau tidaknya pendidikan suatu bangsa. Begitu pula dengan Indonesia yang
memiliki sejarah perkembangan pendidikan dari masa klasik hingga masa
sekarang yang terus selalu berkembang. Sesuai dengan perkembangan zaman,
pendidikan juga selalu berkembang secara dinamis. Namun, tidak ada bangsa
yang berkembang secara dinamis tanpa adanya proses, pergerakan, dan
perkembangan pendidikannya.
Indonesia dalam perjalanan sejarahnya juga bergerak dengan proses,
pergerakan, dan perkembangan pendidikannya. Yang kita ketahui sendiri bahwa
tokoh-tokoh pemimpin bangsa Indonesia juga merupakan lulusan lembaga
pendidikan. Apabila kita lihat perkembangan Indonesia, pendidikan merupakan
salah satu faktor penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pendidikan
adalah kebutuhan mendasar suatu bangsa, begitu pula bangsa Indonesia, untuk
mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta meningkatkan harkat dan
martabat bangsa. Pada masa penjajahan, tanpa disadari oleh pihak penjajah sistem
1
pendidikan yang diberikan dapat menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Pemuda-
pemuda pribumi yang mendapatkan pendidikan dari penjajah justru berbalik
menyusun kekuatan untuk memerdekakan bangsanya. Dan setelah merdeka,
sistem pendidikan penjajah ada yang ditinggalkan dan ada yang masih
dipertahankan.
Pendidikan nasional Indonesia dewasa ini terpaut dengan praktik-praktik
pendidikan pada masa lalu, dan sekaligus mengarah ke masa depan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Terdapat berbagai
pengetahuan dan nilai sejarah dalam praktik pendidikan bangsa kita di masa lalu,
yang dapat kita ambil hikmahnya demi pembangunan pendidikan di masa
sekarang dan di masa depan, karena hal tersebut sangat penting mempelajari
dinamika dan sejarah pendidikan Indonesia.
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pendidikan nasional era kemerdekaan?
2. Bagaimana sistem pendidikan era reformasi pendidikan nasional?
3. Bagaimana arah baru kebijakan pendidikan?
c. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami sistem pendidikan nasional era kemerdekaan.
2. Untuk menjelaskan sistem pendidikan era reformasi pendidikan nasional.
3. Untuk memahami arah baru kebijakan pendidikan nasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pendidikan Nasional Era Kemerdekaan
1. Pendidikan Periode 1945 – 1950
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945,
perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja, tetapi
juga dalam bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan
merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut
penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita suatu bangsa yang
merdeka dan negara yang merdeka. Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-
cita bangsa Indonesia yang medeka itulah, bidang pendidikan mengalami
perubahan, terutama dalam landasan utamanya, tujuan pendidikan, sistem
persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia
(Syafaruddin, 2008).
Pada masa peralihan antara tahun 1945-1950, bangsa Indonesia mengalami
kesusahan di berbagai bidang, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, politik, dan
pendidikan. Namun, tekad bangsa Indonesia sudah bulat dengan adanya
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 untuk menata kehidupan bersama,
berbangsa, mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, lepas dari penindasan.
Salah satu sasaran dan caranya adalah dengan memajukan dunia pendidikan
untuk mencerdaskan rakyat Indonesia (Syafaruddin, 2008).
Pada masa awal-awal kemerdekaan Indonesia, situasi politik belum stabil
hingga menyebabkan terjadinya perubahan pada kelembagaan pendidikan
Indonesia. Pada awal kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia (RI) telah
membentuk kementerian yang mengurus dunia pendidikan disebut sebagai
“Kementerian Pengajaran.” Pada waktu itu juga nama kementerian diubah
menjadi “Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan” atau yang
disingkat menjadi Kementerian PP dan K (Syafaruddin, 2008).
3
Gagasan dan pemikiran Ki Hadjar tentang pendidikan dan kebudayaan
sampai sekarang masih selalu dikaji dan dianggap relevan diimplementasikan
dalam sistem pendidikan nasional. Salah satunya adalah prinsip Tut Wuri
Handayani yang menjadi semboyan resmi dari implementasi sistem pendidikan
nasional (Suryono, 2000).
Dengan demikian hal utama yang harus diingat adalah: pendidikan sekadar
sebagai tuntunan di dalam hidup dan tumbuh kembangnya anak-anak kita. Hal itu
artinya kehidupan anak-anak tersebut berada di luar kemampuan dan kehendak
kita kaum pendidik, anak-anak harus dilihat sebagai manusia yang memiliki
kehendak dan fitrahnya sendiri, hingga biarkanlah mereka untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan fitrah kehidupannya sendiri (Suryono, 2000).
Menurut Edi Subkhan pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar adalah
pendidikan yang nir-paksaan. Ia menyatakan bahwa istilah opvoeding atau
pedagogiek sebenarnya tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa kita secara
tepat. Istilah yang hampir mendekati adalah momong, among dan ngemong. Di
Taman Siswa kemudian dikenal dengan sistem Among sebagai dasar
pendidikannya. Caranya tidak dengan memaksa, seorang guru baru diharuskan
mengintervensi kehidupan si anak ketika memang si anak tersebut salah. Dalam
sistem Among inilah familiar metode Ing Ngarsa Sung Tuladha (bila berada di
depan harus dapat memberi contoh), Ing Madya Mangun Karsa (bila di tengah-
tengah harus dapat memberi gagasan yang mendorong kemajuan), dan Tut Wuri
Handayani (ketika di belakang harus dapat memberikan dukungan atau
dorongan).
Tata sekolah sesudah Indonesia kemerdekaan yang berdasarkan satu jenis
sekolah untuk tiap tingkatan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan,
sedangkan rencana pelajaran pun pada umumnya sama dan bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk seluruh sekolah Pada tahun 1945-
1950 juga menghasilkan kurikulum nasional, yaitu pendidikan rendah,
pendidikan guru, pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan teknik, dan
pendidikan tinggi (Koesoemahatmadja, 1979).
4
Berkaitan dengan keperluan bangunan sekolah, tindakan utama adalah
mengatasi bangunan rusak atau hancur lebur akibat revolusi fisik atau bangunan
tersebut dipakai oleh pemerintah. Di samping dilakukannya usaha-usaha
pemerintah dalam mengatasi kekurangan bangunan sekolah tersebut, juga tidak
ketinggalan partisipasi masyarakat yang bergotong royong membangun bangunan
sekolah dengan peralatannya dan yang kemudian disumbangkan kepada
pemerintah (Koesoemahatmadja, 1979).
Pendidikan zaman kemerdekaan ini, dalam kondisi sulit tersebut
hebatnnya mampu menghasilkan produk hukum tentang pendidikan, yaitu
Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950. Itulah produk hukum
pendidikan nasional pertama, terlepas kemudian kita memandang bahwa produk
hukum tersebut kurang terang memberikan definisi tentang konsep dan sistem
pendidikan nasional Selain itu di masa ini guru juga menunjukkan darma
baktinya bagi pendidikan nasional (Koesoemahatmadja, 1979).
Menurut Made, pada masa awal kemerdekaan ini bisa juga di sebut
sebagai masa di mulainya pembangunan di Indonesia, pada masa ini dalam buku
Landasan Pendidikan di jelaskan bahwa”Kebijakan Pendidikan yang di gunakan
adalah Penerapan Link And Match”
Kurikulum pasca kemerdekaan saat itu diberi nama Leer Plan dalam
bahasa Belanda artinya Rentjana Peladjaran, lebih terkenal ketimbang kurikulum
1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Sehingga hanya meneruskan yang
pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Peladjaran 1947 dikatakan sebagai
pengganti sitem pendidikan kolonial Belanda. Karena saat itu bangsa Indonesia
masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan dan bertujuan untuk
pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi. Sasaran utama pendidikan bagi anak-anak
yaitu pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani (Muhdi, 2007).
5
Jenjang pendidikan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu
jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap
diteruskan, sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa
Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku
pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa
Belanda ke dalam bahsa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang
(Muhdi, 2007).
2. Jenjang Pendidikan pada Periode tahun 1945-1950
Dalam UU No 4/1950 Bab II, pasal, tujuan pendidikan nasional Indonesia
adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air. Adapun jenjang pendidikan waktu itu adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan Rendah
Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang
disebut dengan Sekolah Rakyat (SR). Lama pendidikan Sekolah Rakyat
adalah tiga tahun. Maksud pendirian SR ini adalah selain meningkatkan taraf
pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat
yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum SR
diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 november 1946 NO
1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah
pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahawa dari 38 jam pelajaran
seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah
dan 17 jam berhitung untuk kelas IV< V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775
buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia.
6
Dibagian A diberikan juga sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih
banayak diberikan pelajaran bahasa dan praktek administrasi. Sementara itu
dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan Ilmu Pasti.
c. Sekolah Menengah Tinggi (SMT)
Kementerian PPK hnaya mengurus langsung SMT yang ada di pulau
Jawa terutama yang berada di kota-kota sperti: Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Pulau Jawa
berada di bawah pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya
perhubungan dengn pusat. SMT merupakan pendidikan tiga tahun setelah
SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan ke perguruan tinggi.
Rencana pelajaran pada waktu belum jelas, dan yang diberikan adalah
rencana pelajaran dalam garis besar saja. Pada waktu itu msaih harus
menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil. Rencana
pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan nasional,
(2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya setingkat
dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan
oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah
tahun 1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
d. Pedidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan pada waktu itu adalah Pendidikan ekonomi dan
pendidikan kewanitaan:
1) Pendidikan ekonomi
Pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah
dagang yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat.
Sekolah dagang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan sekolah
dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.
2) Pendidikan Kewanitaan
Sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian
Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP)
yang lama pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
7
e. Pendidikan Tinggi
Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi
pendidikan tinggi semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat.
Lembaga pendidikan ini berkembang pesat tetapikarena adanya
pelaksanaannya di lakukan perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali di
sela dengan perjuangan garis depan.
Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada,
beberapa sekolah tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan)
Klaten, Solo dan Yogyakarta. Perkembangan pendidikan tinggi sesudah
proklamasi kendati mengalami berbagai tantangan, tetapi tidak juga dapa
dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan merupakan
salah satu kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal
kemerdekaan di Jakarta pada waktu merupakan daerah pendudukan
Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku
zaman Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi
Hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga
pendidikan tinggi terakhir in di tutup oleh belanda sehingga secara resmi
sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan tinggi waktu itu terpecah
menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan tingkat tinggi
pendudukan Belanda.
Kita bisa menyimpulkan bahwa usaha-usaha nyata yang pernah
dilakukan pemerintah berkaitan dengan pendidikan antara tahun 1945-1950
adalah seputar bangunan sekolah, guru, kurikulum, sistem kerja, serta
biaya.Secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk
dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju. Pada
masa peralihan antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia merasakan berbagai
kesulitan baik di bidang sosial ekonomi, politik maupun kebudayaan, termasuk
pendidikan. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja
yang dapat menikmati sekolah, sehingga sisanya 90% penduduk Indonesia masih
buta huruf.
8
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca
kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang
bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi
rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi
pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada
prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas
sosial.
Tujuan pendidikan pada waktu itu dirumuskan untuk mendidik warga
negara yang sejati. Pendidikan ditekankan pada penanaman semangat
patriotisme, karena pada saat itu negara dan bangsa Indonesia sedang mengalami
perjuangan fisik dan sewaktu-waktu pemerintah kolonial Belanda masih mencoba
untuk menjajah kembali negara Indonesia. Selanjutnya pendidikan sudah mulai
ditujukan kepada pembentukan manusia yang diinginkan oleh konsep Manipol
Usdek.
9
pendidikan yang tidak tidak tepat. Dalam konsep IKIP guru adalah instrument
pendidikan, bukan tokoh yang bisa mentransfer kebudayaan kepada anak
didiknya. Lingkaran setan inilah yang sulit diputus.
Menurut Hasbullah (2006) Sistem Pendidikan Era Reformasi diantaranya adalah :
1. Sistem Politik Kebijakan
Sistem politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh
(termasuk negoisasi) untuk memecahkan konflik-konflik dan isu-isu pendidikan.
Aspek politik dari reformasi pendidikan amat kompleks. Keberhasilan dalam
mengendalikan aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan
dan setiap kebijakan saling melengkapi serta menuju sasaran utama yaitu
meningkatkan kemajuan pendidikan.
Dimensi politik ini tidak sekedar hak-hak politik warga sekolah/institusi
pendidikan, khususnya tenaga pengajar/guru/dosen dan kepala sekolah/rektor,
tetapi mempunyai pengertian yang luas, yakni penekanan pada kebebasan atau
otonomi sekolah, khususnya dalam kaitannya dengan masya-rakat sekitar.
Dengan otonomi tersebut maka keberadaan sekolah/lembaga pendidikan merupa-
kan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan tidak terlalu
menggantungkan pada birokrasi di atas.
2. Sistem Teknis Operasional
Sistem teknis berkaitan dengan profesionalisme dan tingkat pengetahuan
pendidik, atau dengan kata lain aspek teknis dipusatkan pada kemauan dan
kemampuan guru/dosen untuk melaksanakan reformasi pada dimensi kelas atau
melaksanakan proses belajar-mengajar sebagaimana dituntut oleh reformasi.
Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada
umumnya adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan
paedogogik. Orientasi kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsep-
konsep pokok dan menekankan pada cara bagaimana peserta didik menguasai
konsep dan hubungan untuk dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat.
Disamping perlu penyempurnaan kurikulum, pendidik harus memahami dan
memiliki motiva-si untuk mempergunakan pendekatan dan cara belajar yang lebih
natural /alami dan menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim kerja yang
10
melibatkan pendidik dan para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang baik
sehingga berdampak positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan
kemampuan dan pengetahuannya.
3. Sistem Kontekstual
Pendidikan tidak berproses da-lam suasana vakum dan tertutup, namun
terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan aspek-aspek lain diluar pendidikan.
Aspek-aspek lain tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi
pendidikan. Aspek-aspek tersebut antara lain : kepedulian ma-syarakat terhadap
pendidikan, perkembangan media masa, dan sistem politik pemerintah.
Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan juga oleh dukung-an
masyarakat, warga masyarakat, khususnya orang tua siswa perlu dilibatkan untuk
berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara aktif. Maka untuk itu, orang tua
siswa dan tokoh-tokoh masyarakat perlu diajak memahami visi dan misi institusi
pendidikan tersebut sehingga mereka dapat mengambil peran dalam
melaksanakan misi tersebut sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya.
11
tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa
menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang
diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
2. Fungsi Kebijakan
12
Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan dipandang sebagai: (1) pedoman
untuk bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3) bantuan bagi pengambil
keputusan (Pongtuluran, 1995:7).
13
pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
14
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya
yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan
kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para
administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi
yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal
pembuat kebijakan pendidikan.
e. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang
sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa
diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif.
f. Memiliki sistematika
Perkataan otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang
berarti sendiri, dan nomos yang berarti hukum atau aturan (Abdurrahman, 1987 :
9). Dalam konteks etimologis ini, beberapa penulis memberikan pengertian
tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai zelfwetgeving atau “pengundangan
sendiri” (Danuredjo, 1977), “perundangan sendiri” (Koesoemahatmadja, 1979 :
9), “mengatur atau memerintah sendiri” (Riant Nugroho, 2000 : 46).
Koesoemahatmadja (1979), lebih lanjut mengemukakan bahwa menurut
perkembangan sejarahnya di Indonesia, otonomi selain mengandung arti
“perundangan”, juga mengandung pengertian “pemerintahan” (bestuur).
15
Dari beberapa konsep dan batasan di atas, otonomi daerah jelas menunjuk
pada kemandirian daerah, dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa atau mengupayakan seminimal
mungkin adanya campur tangan atau intervensi pihak lain atau pemerintah pusat
dan pemerintah di atasnya. Dengan adanya otonomi tersebut, daerah bebas untuk
berimprovisasi, mengekspresikan dan mengapresiasikan kemampuan dan potensi
yang dimiliki, mempunyai kebebasan berpikir dan bertindak, sehingga bisa
berkarya sesuai dengan kebebasan yang dimilikinya.
16
kewenangan dinas pendidikan kabupaten/kota, dengan dalih “ikut-ikutan”
pemerintah pusat mengendalikan mutu pendidikan di daerah. Padahal, ditinjau
dari hakikat pengajaran dan sejalan dengan desentralisasi pendidikan, evaluasi
merupakan bagian dari tugas pengajaran seorang guru, sehingga kewenangan itu
jangan “direbut” oleh birokrasi pendidikan. Kenyataan itu menunjukkan bahwa
impelementasi MBS pada tataran mikro yang masih setengah hati diserahkan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian kita dapat disimpulkan bahwa Dinamika Pendidikan dimana
pendidikan merupakan suatu konsep ketidak tetapan dari ketidaktahuan menjadi
tahu. Pada hakekatnya Dinamika Pendidikan diartikan sebagai suatu proses yang
berjalan yang secara kontinu dimana dalam menghadapi era yang begitu cepatnya
perkembangan yang sudah tentu akan membawa perubahan, namun disisi lain
dinamika pendidikan juga sering merujuk pada ketidakmampuan seseorang dalam
menerima pengaruh erah globalisasi ini.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengakui masih banyak kekurangan
dari segi penulisan, penyusunan kalimat dan terutama dari segi isi yang perlu
ditambahkan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada para pembaca makalah
ini agar memberikan kritik dan saran yang berdifat membangun agar kedepannya
penulis agar menjadi lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Made Pirdata,LANDASAN PENDIDIKAN, Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia,PT RINEKA CIPTA,Hal 137
Saleh, Syarif. 1963. Otonomi dan Daerah Otonom. Jakarta : Penerbit Endang