Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO D

BLOK 28

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2


Tutor : dr. Debby Handayati
Abi Rafdi 04011281320013
Ayulaisitawati 04011181320009
Dea Firstianty Hendarman 04011181320081
Diana Astria 04011281320039
K. Muhammad Tasrif 04011381320037
Moganashini Ravi 04011381320083
M. Auzan Ridho. P 04011381320075
Nabilla Faradilla A 04011181320085
Nyayu Aisyah 04011181320099
Regina Paranggian L.Toruan 04011281320009
Rian Doli Najogi Sihombong 04011381320071
Sherly Wahyuni 04011181320091
Syahnas Ya Rahma 04011381320073

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa
aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario D
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Kegawatdaruratan. Terima
kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Debby Handayati yang telah membimbing
dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan
saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi
penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 5 Oktober 2016


Penyusun

Kelompok Tutorial II

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR…........................................................................................... ii

DAFTAR ISI…………............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

I.1. Latar Belakang................................................................................... 1

I.2. Maksud dan Tujuan............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2

I. Skenario D................……….............................................................. 2

II. Klarifikasi Istilah............................................................................... 4

III. Identifikasi Masalah........................................................................... 6

IV. Analisis Masalah................................................................................ 8

V. Kerangka Konsep...............................................................................

VI. Learning Issue ...................................................................................

BAB III PENUTUP...................................................................................................

I. KESIMPULAN.........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Blok Kegawatdaruratan adalah blok ke-28 semester VII dari Kurikulum


Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus
sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada
waktu yang akan datang.

I.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari


sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. Skenario D

Ny. N umur 30 tahun, seorang janda dengan 3 orang anak, bekerja sebagai
asisten rumah tangga tiga hari yang lalu, malam hari, hujan deras, tiba tiba
mengeluh sesak dan nafas berbunyi. Ny. N menggunakan obat inhaler pelega
sesak nafas yang selama ini dipakainya dan makan obat salbutamol, keluhan sesak
sedikit berkurang. Ny. N juga mengeluhkan batuk dan susah mengeluarkan dahak,
merasa batuknya berkurang bila dahaknya keluar. Sejak 1 hari ini keluhan sesak
nafas makin berat sampai harus duduk, sesak disertai suara mengi dan tidak ada
perbaikan dengan obat yang dipakainya, lalu diantar oleh tetangganya ke unit
gawat darurat RSMH.
Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang timbul hamper
setiap hari dan terbangun malam hari karena sesaknya rata-rata 2 kali dalam
seminggu. Ny. N hanya memakai inhaler pelega sesak setiap hari tetapi tidak
memakai obat inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini mengganggu aktifitas
sehari-hari Ny. N.
Enam bulan yang lalu, Ny. N mengalami serangan asma dan dibawa ke UGD,
dinebulisasi 2 kali, sesak berkurang lalu pulang dan mendapatkan obat oral
bronkodilator. Tiga hari kemudia berobat ke poliklinik, dilakukan spirometri (
tanggal 10 april 2016) dan mendapat obat inhaler pelega dan pencegah serangan.
Pada saat control ke poliklinik tanggal 21 meil 2016, tidak ada keluhan sesak,
skor tes control asma Ny. N adalah 24 dan dilakukan spirometri saat itu.
Riwayat sesak seperti ini mulai dialami Ny. N sejak usia 15. Selain cuaca
dingin, Ny. N juga akan mengalami sesak bila terhirup debu, tercium bau yang
menyengat atau bila kelelahan. Ayah Ny. N juga menderita penyakit yang sama
sedangkan bibinya sering gatal-gatal bila makan udang atau ikan laut. Kakanya
sering bersin-bersin, hidung mengeluarkan secret encer bila terhirup debu atau
tercium bau yang menyengat.

2
Pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan umum tampak sakit berat, sesak bila berbicara, hanya dapat berbicara
beberapa kata, sensorium gelisah, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 102
kali/menit, frekuensi nafas 30 kali / menit, suhu 37.1C, saturasi oksigen 90 %.

Keadaan spesifik :
Kepala : konjuctiva pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) cm H2O
Thoraks : Paru : inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesicular normal,
ekspirasi memanjang, wheezing diluruh lapangan paru.
Pemeriksaan laboratorium : Hb : 12.5 gr%, WBC : 8.000/mm3, hitung jenis :
0/5/6/70/18/1; LED : 20 mm/jam.

Pemeriksaan spirometry tanggal 10 April 2016

Pemeriksaan Prediksi Hasil %


VEP1 2.505 1,68 67
KVP 3,121 2,81 95
VEP1/KVP 78 60 69

Pemeriksaan spirometry tanggal 21 Mei 2016

Pemeriksaan Prediksi Hasil %


VEP1 2.505 2,204 88
KVP 3,121 2,90 96
VEP1/KVP 78 82 91

3
II. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Definisi

1 Wheezing Suara pernafasan yang frekuensinya tinggi dan


nyaring yang terdengan di akhir ekspirasi
2 Sesak Atau dispnea, adalah perasaan sulit bernafas ditandai
dengan nafas yang pendek dan penggunaan otot bantu
pernafasan
3 Obat inhaler Obat hirup untuk asma yang termasuk golongan
pereda dengan kemasan yang umumnya berwarna
biru
4 Salbutamol Obat bronkodilator yang dapat melebarkkan saluran
udara pada paru-paru. Bekerja dengan melemaskan
otot-otot saluran pernafasan yang menyempit
sehingga udara dapat mengalir lebih lancer kedalam
paru-paru
5 Dahak Mukus yang keluar saat batuk dari pernafasan atas
6 Suara mengi Suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui
saluran pernafasan yang menyempit
7 obat oral bronkodilator Agen yang menyebabkan dilatasi dari bronki
8 Nebulisasi Pengobatan dengan menggunakan aerosol
9 Spirometri Tes fungsi paru yang sering digunakan untuk skrining
penyakit paru
10 Asma Jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada
saluran pernafasan yang ditandai dengan peradangan
dan penyempitan saluran nafas yang menimbulkan
sesak atau sulit bernafas
11 Skor test control Tes yang digunakan untuk mengetahui apakah
asthma penderita asma tersebut memiliki asma yang
terkontrol atau tidak dengan skor maksimal 25

4
12 Saturasi oksigen Presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen
dalam arteri
13 VEP1 (Volume ekspirasi paksa detik pertama) jumlah udara
yang dapat diekspirasi maksimal secara paksa pada
detik pertama
14 KVP Kapasitas vital paksa yang merupakan jumlah udara
yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah
inspirasi maksimal

5
III. Identifikasi Masalah

No. Masalah Konsen


1 Ny. N umur 30 tahun, seorang janda dengan 3 orang anak,
bekerja sebagai asisten rumah tangga, sejak 1 hari ini Keluhan
mengalami sesak nafas makin berat sampai harus duduk, sesak utama
disertai suara mengi dan tidak ada perbaikan dengan obat yang
dipakainya, lalu diantar oleh tetangganya ke unit gawat darurat
RSMH.
2 Ny. N juga mengeluhkan batuk dan susah mengeluarkan dahak, Keluhan
merasa batuknya berkurang bila dahaknya keluar. tambahan
3 Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang
timbul hamper setiap hari dan terbangun malam hari karena Riwayat
sesaknya rata-rata 2 kali dalam seminggu. Ny. N hanya perjalanan
memakai inhaler pelega sesak setiap hari tetapi tidak memakai penyakit
obat inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini mengganggu
aktifitas sehari-hari Ny. N.
4 Tiga hari yang lalu, malam hari, hujan deras, tiba tiba mengeluh Riwayat
sesak dan nafas berbunyi. Ny. N menggunakan obat inhaler perjalanan
pelega sesak nafas yang selama ini dipakainya dan makan obat penyakit
salbutamol, keluhan sesak sedikit berkurang.
5 Enam bulan yang lalu, Ny. N mengalami serangan asma dan
dibawa ke UGD, dinebulisasi 2 kali, sesak berkurang lalu
pulang dan mendapatkan obat oral bronkodilator. Tiga hari Riwayat
kemudia berobat ke poliklinik, dilakukan spirometri( tanggal penyakit
10 april 2016) dan mendapat obat inhaler pelega dan dahulu
pencegah serangan. Pada saat control ke poliklinik tanggal
21 meil 2016, tidak ada keluhan sesak, skor tes control asma
Ny. N adalah 24 dan dilakukan spirometri saat itu.
6 Riwayat sesak seperti ini mulai dialami Ny. N sejak usia 15. Riwayat

6
Selain cuaca dingin, Ny. N juga akan mengalami sesak bila penyakit
terhirup debu, tercium bau yang menyengat atau bila kelelahan. dahulu
7 Ayah Ny. N juga menderita penyakit yang sama sedangkan
bibinya sering gatal-gatal bila makan udang atau ikan laut. Riwayat
Kakanya sering bersin-bersin, hidung mengeluarkan secret keluarga
encer bila terhirup debu atau tercium bau yang menyengat.
8 Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum tampak sakit berat, sesak bila berbicara, hanya Pemeriksaan
dapat berbicara beberapa kata, sensorium gelisah, tekanan darah fisik
120/80 mmHg, denyut nadi 102 kali/menit, frekuensi nafas 30
kali / menit, suhu 37.1C, saturasi oksigen 90 %.
9 Keadaan spesifik :
Kepala : konjuctiva pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) cm H2O Keadaan
Thoraks : Paru : inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: spesifik
vesicular normal, ekspirasi memanjang, wheezing diluruh
lapangan paru.
10 Pemeriksaan laboratorium : Hb : 12.5 gr%, WBC : 8.000/mm3, Pemeriksaan
hitung jenis : 0/5/6/70/18/1; LED : 20 mm/jam. laboratorium
11 Pemeriksaan spirometry tanggal 10 April 2016
Pemeriksaan Prediksi Hasil %
VEP1 2.505 1,68 67
KVP 3,121 2,81 95
VEP1/KVP 78 60 69 Pemeriksaan
spirometri
Pemeriksaan spirometry tanggal 21 Mei 2016
Pemeriksaan Prediksi Hasil %
VEP1 2.505 2,204 88
KVP 3,121 2,90 96
VEP1/KVP 78 82 91

7
IV. Analisis Masalah

1 Ny. N umur 30 tahun, seorang janda dengan 3 orang anak, bekerja


sebagai asisten rumah tangga, sejak 1 hari ini mengalami sesak nafas
makin berat sampai harus duduk, sesak disertai suara mengi dan
tidak ada perbaikan dengan obat yang dipakainya, lalu diantar oleh
tetangganya ke unit gawat darurat RSMH.

a. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan pada kasus ?

Untuk usia dan jenis kelamin, tidak ada hubungan khusus dengan
penyakit yang diderita oleh Ny. N. Pada usia 30 tahun tidak ada
perbedaan signifikan antara kejadian asma pada wanita maupun laki
laki. Pekerjaan Ny. N sebagai asisten rumah tangga menyebabkan Ny.
N terpapar kepada debu, serta kemungkinan kondisi tempat tinggal
yang tidak sesuai (terlalu dingin) menjadi risiko terhadap serangan
asma pada kasus.

b. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme dari :


a. Sesak nafas semakin berat sampai harus duduk ?

Hal ini menunjukkan Ny. N sudah menderita serangan asma


derajat berat. Penderita asma derajat berat akan selalu merasa
sesak meskipun dalam keadaan istirahat dan duduk.

b. Sesak disertai suara mengi ?

Mengi adalah suara yang dihasilkan ketika udara mengalir


melalui saluran napas yang menyempit. Mengi dapat terjadi saat
inspirasi, ekspirasi, maupun selama seluruh proses bernapas. Asma

8
adalah salah satu dari beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
mengi.
Mengi pada asma mencerminkan sedang terjadinya
inflamasi di paru-paru dan penyempitan saluran udara atau
bronkokonstriksi. Suara mengi dihasilkan oleh turbulensi udara
yang melewati saluran udara yang menyempit. Kehadiran mengi
pada asma menunjukkan bahwa asma dalam keadaan aktif dan oleh
karena itu dibutuhkan pengobatan yang lebih intensif dan efektif.

c. Mengapa tidak ada perbaikan dari obat yang dipakai ?

Keluhan sesak nafas semakin berat, sesak disertai suara mengi tidak ada
perbaikan setelah menggunakan inhaler dikarenakan telah terjadi
progresivitas dari asma yang diderita. Pada asma kronik, bronkus kecil
menunjukkan perluasan epitel membrana basalis dan hilangnya sebagaian
sel-sel mukosa. Lumen terisi mukus dan debris sel, dan submukosa
dipadati oleh banyak sekali sel radang termasuk eosinofil. Akibat
kerusakan epitel oleh karena inflamasi dapat juga meningkatkan penetrasi
alergen dan mediator inflamasi, iritasi ujung-ujung saraf otonom sehingga
semakin cepat perburukan dan tidak mengalami perbaikan.

2. Ny. N juga mengeluhkan batuk dan susah mengeluarkan dahak,


merasa batuknya berkurang bila dahaknya keluar.

a. Apakah penyebab dan mekanisme dari batuk dan susah mengeluarkan


dahak sama merasa batuknya berkurang ?

Batuk dan susah mengeluarkan dahak merupakan gejala yang umum


ditemukan pada penderita asma. Batuk disebabkan oleh konstriksi dari
saluran nafas kecil, yang menyebabkan respon tubuh adalah
memberikan usaha ekspirasi lebih besar dengan tujuan melebarkan

9
saluran napas. Dahak sendiri muncul dari respon inflamasi asma,
dimana akibat mediator inflamasi maka ada peningkatan sekret di
saluran pernapasan. Sekret ini sulit dikeluarkan kemungkinan karena
jalur napasnya sendiri tertutup, baik karena konstriksi maupun edema.

b. Apakah hubungan antara batuk dan sesak pada kasus ?

Asthma bronkhiale adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya


hiper reaktivitas saluran napas terutama trakhea dan bronkhus terhadap
suatu rangsangan. Tanda dan gejalanya adalah adanya inflamasi kronik
saluran napas yang disebabkan oleh adanya peningkatan respon yang
berlebihan atau hiperresponsive dari jalan napas terhadap allergen
,yang sering berhubungan dengan adanya obstruksi jalan napas yang
luas dan sering kali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.
Obstruksi tersebut terjadi karena adanya spasme otot-otot bronchus,
adanya inflamasi kelenjar mukosa, serta adanya produksi mucus yang
berlebihan. Batuk pada penderita asma bronkhiale sangat bervariasi,
yang dapat dilihat dari frekuensi atau seringnya batuk. Frekuensi
seringnya batuk pada penderita asthma bronkhiale dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut:

1).Hiperskeresi bronchus yang menghasilkan mucus yang berlebihan.


2).Penumpukan mucus atau seputum karena menurunnya fungsi silia.
3).Ventilasi yang rendah karena obstruksi jalan napas.
4).Daya tahan tubuh yang menurun.

10
3. Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang timbul
hampir setiap hari dan terbangun malam hari karena sesaknya rata-rata 2
kali dalam seminggu. Ny. N hanya memakai inhaler pelega sesak setiap hari
tetapi tidak memakai obat inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini
mengganggu aktifitas sehari-hari Ny. N.

a. Mengapa Ny. N terbangun karena sesak pada malam hari ? diana,


rian

b. Apakah makna klinis dari sesak terjadi hampir setiap hari dan
terbangun 2 kali dalam seminggu pada malam hari ?

Asma persisten sedang

Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi menggangu aktifitas atau tidur,


gejala asma malam hari terjadi > 1 kali dalam 1 minggu, menggunakan
inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >
60% dan < 80%.

c. Apa saja jenis-jenis obat inhaler ?

Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit


asma, yaitu:
 Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan untuk meringankan
gejala asma dengan cepat saat serangan sedang berlangsung.
Biasanya inhaler ini berisi obat-obatan yang disebut short-acting
beta2-agonist atau beta2-agonist yang memiliki reaksi cepat
(misalnya terbutaline dan salbutamol). Obat ini mampu
melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang
menyempit. Dengan begitu, saluran pernapasan dapat terbuka lebih
lebar dan membuat pengidap asma dapat bernapas kembali dengan
lebih mudah. Obat-obatan yang terkandung di dalam inhaler pereda

11
jarang menimbulkan efek samping dan aman digunakan selama
tidak berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering digunakan lagi
jika asma sudah terkendali dengan baik. Bagi pengidap asma yang
harus menggunakan obat ini sebanyak lebih dari tiga kali dalam
seminggu, maka keseluruhan penanganan perlu ditinjau ulang.
 Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah terjadinya serangan
asma, inhaler pencegah juga dapat mengurangi jumlah peradangan
dan sensitivitas yang terjadi di dalam saluran napas. Biasanya
Anda harus menggunakan inhaler pencegah tiap hari untuk
sementara waktu sebelum merasakan manfaatnya secara utuh.
Anda juga mungkin akan membutuhkan inhaler pereda untuk
meredakan gejala saat serangan asma terjadi. Namun jika Anda
terus-menerus membutuhkan inhaler pereda tersebut, maka
penanganan Anda harus ditinjau ulang secara keseluruhan.
Umumnya pengobatan pencegah disarankan jika Anda mengalami
serangan asma lebih dari dua kali dalam seminggu, harus
menggunakan inhaler pereda lebih dari dua kali dalam seminggu,
atau terbangun pada malam hari sekali atau lebih dalam seminggu
akibat serangan asma. Inhaler pencegah biasanya mengandung
obat-obatan steroid seperti budesonide, beclometasone,
mometasone, dan fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja
obat ini.

Jika asma tidak kunjung mereda oleh pengobatan di atas,


dokter bisa meningkatkan dosis inhaler pencegah. Jika langkah ini
tidak juga dapat mengendalikan gejala asma, biasanya dokter akan
memberikan tambahan obat yang disebut long-acting reliever atau
obat pereda asma reaksi lambat (long-acting bronchodilator/long-
acting beta2-agonist atau LABA). Khasiatnya sama dengan obat
pereda reaksi cepat, hanya saja kinerjanya butuh waktu yang lebih

12
lama dan efeknya bisa bertahan hingga 12 jam. Contoh inhaler
pereda reaksi lambat adalah salmeterol dan formoterol.
Dikarenakan LABA juga tidak meredakan peradangan
pada saluran napas penderita asma, obat ini dapat memperparah
asma sembari menyembunyikan gejalanya. Hal ini meningkatkan
kemungkinan serangan asma parah yang mungkin membahayakan
jiwa penderita. Oleh karena itu selalu gunakan inhaler kombinasi
atau inhaler yang dikombinasikan dengan steroid inhalasi dan
bronkodilator jangka panjang dalam satu perangkat.

d. Apakah indikasi penggunaan obat inhaler ?

Indikasi penggunaan obat inhaler pelega napas seperti salbutamol


atau albuterol adalah pada penderita asma dan PPOK (bronkitis
kronik dan emfisema). Obat ini dapat meredakan gejala asma
ringan, sedang atau berat dan digunakan untuk pencegahan
serangan asma.

e. Apakah farmakologi dari obat inhaler ?

 Antialergika: zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mastcells,


sehingga tidak pecah dan mengakibatkan terlepasnya histamine dan
mediator peradang lainnya yang terkenal adalah kromoglikat dan
nedocromil, tetapi juga antihstaminnika (ketotipen, oksatomida)
dan β2-adrenergika (lemah) memiliki daya kerja ini. Obat ini
sangat berguna untuk prefensi serangan asma dan rhinitis alergis
(hay fever). Penggunaan kromoglikat sangat efektif sebagai obat
pencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergi serta
conjunctivitis alergi dan alergi akibat makanan. Untuk profilaksis
yang layak, obat ini perlu diberikan minimal 4 kali sehari yang
efeknya baru menjadi nyata sesudah 2-4 minggu. Pada serangan

13
akut kromolin tidak efektif karena tidak memblok reseptor
histamine. Resorpsi didalam usus tidak terjadi, dari suatu dosis
inhalasi (serbuk halus) senyawa ini hanya 5-10% mencapai bronchi
dan diserap, yang segera diekskresikan lewat kemih dan empedu
secara utuh. Efek samping dari obat ini berupa rangsangan local
pada selaput lender tenggorokan dan tracea, dengan gejala batuk-
batuk, kadang-kadang kejang, dan serangan asma sewaktu-waktu.
Untuk mencegah hal ini dapat digunakan inhalasi salbutamol
terlebih dahulu. Rangsangan mukosa dapat terjadi pada
penggunaan nasal (Rynacrom, Lomusol) dan pada mata. Wanita
hamil dapat menggunakan kromoglikat. Dosis inhalasi minimal 4
dd 1 puff (20 mg) sebagai serbuk halus dengan menggunakan alat
khusus (spinhaler) atau sebagai larutan (aerosol). Nasal 4 dd 10 mg
serbuk dan untuk mata 4-6 dd 1-2 tetes dari larutan 2%.
 Bronkodilator
Pelepasan kejang dan bronchodilasi dapat dicapai dengan
dengan merangsang adrenergic dengan adrenergika atau melalui
penghambatan sistim kolinergis dengan antikolinergika, juga
dengan teofilin.
a. agonis β adrenerrgik atau (β-mimetika)
salbutamol,terbutalin, klenbuterol, salmeterol, fenoterol, formoterol
dan prokaterol.
Contoh :
o Kerja singkat (1-3 jam): epinefrin, isoproterenol, isoetarin
o Kerja sedang (3-6 jam): salbutamol, bitolterol, fenoterol,
metaproterenol. pributerol, terbutalin.
o Kerja lama (lebih dari 12 jam): formoterol, salmeterol,
bambuterol.
Zat zat ini bekerja selktif tehadap reseptor β adrenergic
(bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor β1
(stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor

14
sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap
jantung. Seperti efedrin,isoprenalin, dan orsiprenalin.pengecualian
ada adrenalin (reseptor-α dan – β) dan yang sangat efektif pada
keadaan kemelut.
Mekanisme kerjannya adalah melaui stimulasi reseptor β2
yang banyak terdapat di trachea (batang tenggorok dan bronchi
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi
menjadi cyclic-adenosine-monophosphape (cAMP) dengan
pembebasan enersi yang digunakan proses-proses dalam
sel.Meningkatnya kadar (cAMP) didalam sel menghasilkan
beberapa efek melalui enzim fosfokinase.
Farmakodinamika : Zat zat ini bekerja selektif terhadap
reseptor beta-2 adrenergik (bronchospasmolysis) dan praktis tidak
terhadap reseptor beta-1 (stimulasi jantung).
Indikasi : Untuk mencegah dan untuk mengatasi
bronkospasme.
Farmakokinetik : diadsorbsi minimal dari saluran cerna,tidak
melintasi blood-brain barier ,dimetabolisme secara ekstensif dalam
hepar menjadi metabolit in aktif,dieksresi secara cepat melaui urin
dan feses.
Efek samping :
1. Kerja pendek: mulut kering,tremors,tachycardia,paradoxial
bronchospasm
2. Kerja lama: bronchospasm, tachycardia
Penggunaanya semula sebagai monoterapi kontinu,yang ternyata
berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi
paru karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan
kepekaan bagi allergen. Pada pasien alergis.oleh karena itu sejak
beberapa tahun sejak beberapa tahun hanya untuk melawan
serangan dan sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan zat

15
anti radang yaitu kortikosteroid inhalasi. Salbutamol dan butalin
dapat di gunakan oleh wanita hamil,begitu pula penoterol dan
hekso-prenalin settelah minggu ke 16.salbutamol, terbutalin dan
salmeterol mencapaiair susu ibu.dari obat lainnya belum terdapat
data untuk menilai keamanannya tetapi cukup pada binatang
percobaan salmeterol ternyata merugikan janin.

f. Apakah dampak dari menggunakan inhaler pelega sesak nafas tiap


hari dan tidak untuk mencegah serangan setiap hari ?

Inhaler pelega sesak nafas pada umumnya adalah golongan


bronkodilator short-acting. Penggunaan berulang golongan B2-agonist
akan menyebabkan toleransi reseptor terhadap efek bronkoprotektif
dan bronkodilator dari obat. Akibatnya akan terjadi bronkokonstriksi
yang lebih parah pada episode sesak berikutnya. Pada serangan asma
berat, hal ini akan menyebabkan berkurangnya respon terhadap terapi.

4. Tiga hari yang lalu, malam hari, hujan deras, tiba tiba mengeluh
sesak dan nafas berbunyi. Ny. N menggunakan obat inhaler pelega sesak
nafas yang selama ini dipakainya dan makan obat salbutamol, keluhan sesak
sedikit berkurang.

a. Apakah hubungan sesak dengan cuaca ?

Kondisi cuaca seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat


menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma
menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya
konsentrasi partikel alergenik . Dimana partikel tersebut dapat terbawa
oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu
memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang
berlebihan (Ramaiah, 2006).

16
b. Bagaimana farmakologi salbutamol ?

Salbutamol merupakan salah saru obat yang diindikasikan untuk


meringankan gejala asma yang sering timbul secara tiba-tiba. Obat ini
sering disebut sebagai bronkodilator karena dapat melebarkan saluran
udara pada paru-paru. Obat ini berkeja dengan cara melemaskan otot-
otot disekitar saluran pernapasan yang menyempit sehingga udara
dapat mengalir lebih lancar menuju paru-paru.

Mekanisme kerja
Salbutamol termasuk dalam golongan obat Agonis Reseptor Beta-2
Adrenergik. Golongan 0bat ini merupakan obat terbaik untuk
mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan
untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga.
Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor
beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-
2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa
denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar)
otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2
adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru),
hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya.
Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek
samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua
reseptor beta-2 adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi
efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih
baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya
lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah
serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat
yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan

17
mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula
kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang
mengalami penyumbatan berat.
Indikasi
Kejang bronkus pada semua jenis asma bronchial, bronchitis kronis
dan emfisema.
Kontrindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.

Efek samping
Pada dosis yang dianjurkan, tidak ditemukan adanya efek samping
yang serius. Pada pemakaian dosis besar dapat menyebabkan tremor
halis pada otot skelet biasanya pada tangan), palpitasi, kejang otot,
takikardia, sakit kepala dan ketegangan. efek ini terjadi pada semua
perangsangan adrenoreseptor beta. Vasodilator perifer, gugup,
hiperaktif, epitaksis (mimisan), susah tidur.

4. Enam bulan yang lalu, Ny. N mengalami serangan asma dan dibawa
ke UGD, dinebulisasi 2 kali, sesak berkurang lalu pulang dan
mendapatkan obat oral bronkodilator. Tiga hari kemudia berobat
ke poliklinik, dilakukan spirometry (tanggal 10 april 2016) dan
mendapat obat inhaler pelega dan pencegah serangan. Pada saat
control ke poliklinik tanggal 21 meil 2016, tidak ada keluhan sesak,
skor tes control asma Ny. N adalah 24 dan dilakukan spirometri
saat itu.

18
a. Bagaimana cara menghitung skor tes control asma ?

19
b. Apa saja obat oral bronkodilator ?

c. Bagaimana tatalaksana awal pada serangan asma ?

ALGORITMA TATA LAKSANA ASMA DI FASILITAS TINGKAT PERTAMA

20
d. Apakah Indikasi dan kontraindikasi nebulisasi ?

Terapi nebulizer diindikasikan untuk penderita gangguan saluran


napas. Kontraindikasi terapi nebulisasi adalah pada pasien dengan
hipertensi, takikardi, riwayat alergi, trakeotomi, fraktur di daerah
hidung.

e. Bagaimana cara pemeriksaan spirometri ?

Pelaksanaan :
1. Siapkan alat spirometri
2. Nyalakan alat terlebih dahulu dengan memencet tombol ON

21
3. Masukkan data seperti nama, umur, jenis kelamin, TB, BB
4. Kemudian masukkan mouthpiece yang ada dalam alat spirometri
kedalam mulutnya dan tutuplah hidung dengan penjepit hidung.
5. Untuk mengatur pernapasan, bernapaslah terlebih dahulu dengan
tenang sebelum melakukan pemeriksaan
6. Tekan tombol start jika sudah siap untuk memulai pengukuran
7. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat
untuk ekspirasi maksimal (tidak terputus). Bila dilakukan dengan
benar maka akan keluar data dan kurva pada layar monitor
spirometri
8. Kemudian ulangi pengukuran dengan melanjutkan inspirasi dalam
dan ekspirasi maksimal
9. Setelah selesai lepaskan mouthpiece, periksa data dan kurva
kemudian dilanjutkan dengan mencetak hasil rekaman (tekan
tombol print pada alat spirometri)
f. Klasifikasi gangguan respirasi ( % nilai prediksi )
a. Gangguan restriksi :Vital Capacity (VC) < 80% nilai prediksi;
FVC < 80% nilai prediksi
b. Gangguan obstruksi : FEV1 < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC <
75% nilai prediksi
c. Gangguan restriksi dan obstruksi : FVC < 80% nilai prediksi;
FEV1/FVC < 75% nilai prediksi.

g. Apakah indikasi dan kontraindikasi spirometri ?

Indikasi spirometri dibagi dalam 4 manfaat, yaitu:


1. Diagnostik: evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, atau
hasil laboratorium yang abnormal; skrining individu yang
mempunyai risiko penyakit paru; mengukur efek fungsi paru pada
individu yang mempunyai penyakit paru; menilai risiko preoperasi;

22
menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi dan
menilai status kesehatan sebelum memulai program latihan.
2. Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan
penyakit yang mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang
terpajan agen berisiko terhadap fungsi paru dan efek samping obat
yang mempunyai toksisitas pada paru.
3. Evaluasi kecacatan/kelumpuhan: menentukan pasien yang
membutuhkan program rehabilitasi, kepentingan asuransi dan
hukum.
4. Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit
obstruktif dan restriktif ) menetapkan standar nilai normal dan
penelitian klinis.

Kontraindikasi Spirometri terbagi dalam kontra indikasi absolut dan


relatif.
 Kontraindikasi absolut meliputi: Peningkatan tekanan intrakranial,
space occupying lesion (SOL) pada otak, ablasio retina, dan lain-
lain.
 Kontraindikasi relatif meliputi: hemoptisis yang tidak diketahui
penyebabnya, pneumotoraks, angina pektoris tidak stabil, hernia
skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis, Hernia Nucleous
Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-lain.

5. Riwayat sesak seperti ini mulai dialami Ny. N sejak usia 15. Selain
cuaca dingin, Ny. N juga akan mengalami sesak bila terhirup debu,
tercium bau yang menyengat atau bila kelelahan.

a. Apakah makna klinis dari sesak dialami bila terhirup debu, tercium
bau yang menyengat atau bila kelelahan ?
Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab,
dimana yang paling sering adalah karena faktor atopic atau alergi. Hal

23
ini bermakna bahwa debu, bau menyengat, dan kelelahan merupakan
faktor resiko yang dapat menyebabkan asma pada kasus.

7. Ayah Ny. N juga menderita penyakit yang sama sedangkan bibinya


bersin, hidung mengeluarkan secret encer bila terhirup debu atau tercium
bau yang menyengat.
a. Apakah hubungan riwayat keluarga dengan keluhan sesak pada Ny. N
?

Riwayat atopi pada keluarga memperbesar kemungkinan Ny. N


menderita asma. Asma sendiri disebabkan oleh hiperreaktivitas dari
bronkus akibat inflamasi.

b. Bagaimana mekanisme alergi dengan keluhan sesak ?

Pada jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam


tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian
hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th(T penolong)
terutama Th2 .Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi
melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE,
sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil,
neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator
inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT),
platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain
-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang
dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema
saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya
plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel
sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas.

24
8. Pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan umum tampak sakit berat, sesak bila berbicara, hanya


dapat berbicara beberapa kata, sensorium gelisah, tekanan darah
120/80 mmHg, denyut nadi 102 kali/menit, frekuensi nafas 30 kali /
menit, suhu 37.1C, saturasi oksigen 90 %.

a. Apakah Interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal dari


pemeriksaan fisik ?

Keterangan Interpretasi Mekanisme abnormal


Keadaan umum Tidak normal, normal: Penderita sesak napas
tampak sakit berat keadaan umum akibat serangan asma
tampak sehat sehingga tampak sakit
berat
Sesak bila berbicara, Tidak normal, normal: Hal ini menunjukkan
hanya dapat berbicara berbicara normal tidak bahwa Ny. N telah
beberapa kata sesak menderita serangan asma
derajat berat dengan ciri-
ciri sesak nafas walau
waktu istirahat, duduk
membungkuk, dan hanya
bisa mengucapkan
beberapa kata
Sensorium gelisah Tidak normal Akibat serangan asma
yang dideritanya
TD: 120/80 mmHg Normal -
Denyut nadi 102 Meningkat, normal: Akibat sesak nafas yang
kali/menit 60-100 kali/menit diderita Ny.N maka
tubuh kekurangan suplai
oksigen, oleh karena itu

25
jantung memompa darah
lebih cepat untuk
memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan.
Frekuensi nafas 30 Meningkat, normal: Pada saat serangan asma
kali/menit 16-24 kali/menit akan terjadi
bronkokonstriksi. Hal ini
menyebabkan penderita
akan sangat kesulitan
dalam proses bernapas,
oleh karena itu penderita
akan berusaha untuk
melakukan inspirasi
dengan lebih cepat.
Suhu 37,1 C Normal -
Saturasi oksigen 90% Menurun, normal: Saturasi oksigen
>95% menunjukkan jumlah
oksigen yang diikat oleh
hemoglobin. SO
berkurang akibat
kurangnya oksigen yang
masuk dan dapat diikat
oleh Hb.

9. Keadaan spesifik :
Kepala : konjuctiva pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) cm H2O

26
Thoraks : Paru : inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesicular
normal, ekspirasi memanjang, wheezing diluruh lapangan paru.
a. Apakah Interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal dari
pemeriksaan spesifik ?
Keadaan Analisis Interpretasi Interprestasi Mekanisme
Spesifik
Keadaan Konjugtiva pucat (-), Konjuntiva tidak Normal Normal
spesifik: ikterik (-) pucat, tidak ikterik,
Kepala: Leher: JVP (5-2) JVP 5-2cmH2O
cmH2O
Thoraks: Retraksi sela iga, Tidak ada retraksi, Abnormal Karena
paru: vesikuler normal, vesikular normal, patogenesis asma
inspeksi ekspirasi eksipirasi yang
tampak memanjang.Wheezing memanjang, tidak menyebabkan
auskultasi: diseluruh lapangan ada wheezing obstruksi saluran
Pemeriksa paru. pernapasan
an terutama pada saat
eksipirasi
Laboratori Hb 12,5 gr%, Hb 12-15g/dl, Normal Normal
um: LED:

WBC 8.000/mm3, 5000-10.000/mm3, Normal Normal

hitung jenis: hitung jenis 0-1/ 1- Peningkatan Karena inflamasi


0/5/6/70/18/1; 3/ 2-6/ 50-70/20- pada yang terjadi. Tipe
40/2-8 eosinofil 1  igE
LED 20 mm/jam 0-20 Normal -

10. Pemeriksaan laboratorium : Hb : 12.5 gr%, WBC : 8.000/mm3, hitung


jenis : 0/5/6/70/18/1; LED : 20 mm/jam.

27
a. Apakah Interpretasi dan bagaiman mekanisme abnormal dari
pemeriksaan laboratorium ?

Keterangan Interpretasi Mekanisme abnormal


Hb 12.5 gr% Normal -
WBC 8.000/mm3 Normal -
Diff. count: Eosinofil meningkat, Peningkatan jumlah
0/5/6/70/18/1 Limfosit dan monosit eosinofil dalam darah
menurun biasanya menunjukkan
respon yang tepat
terhadap sel-sel
abnormal, parasit atau
bahan-bahan penyebab
reaksi alergi (alergen)
LED 20 mm/jam Cenderung meningkat, Menunjukkan adanya
wanita: 0-20 mm/jam radang atau infeksi.

11. Pemeriksaan spirometry tanggal 10 April 2016

Pemeriksaan Prediksi Hasil %


VEP1 2.505 1,68 67
KVP 3,121 2,81 95
VEP1/KVP 78 60 69
Pemeriksaan spirometry tanggal 21 Mei 2016

Pemeriksaan Prediksi Hasil %


VEP1 2.505 2,204 88
KVP 3,121 2,90 96
VEP1/KVP 78 82 91

a. Apakah Interpretasi dan bagaiman mekanisme abnormal hasil


spirometry?

28
Gangguan ventilasi
Obstruksi (perlambatan aliran udara ekspirasi) : VEP< 80% nilai prediksi
VEP/ KVP < 75%
Restriksi (gangguan pengembangan paru) KV < 80% nilai prediksi

b. Bagaimana perbandingan hasil spirometri pada 10 april 2016 dan 21


mei 2016 ?

Pada kasus, pemeriksaan spirometri tanggal 10 April menunjukkan adanya


gangguan ventilasi (obstruksi : VEP 67% , VEP/KVP 89% ) sedangkan
hasil pemeriksaan spirometri tanggal 21 Mei 2016 menunjukkan tidak
adanya gangguan ventilasi (perbaikan)

29
V. Hipotesis

Ny. N berumur 30 tahun seorang janda dengan 3 anak, mengalami sesak


nafas et causa serangan asma.

1) Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Anamnesis :
a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah,
penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c. Paru :
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong
ke bawah.
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
Perkusi : hipersonor
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE
b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot
Leyden.
c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat
serangan, adanya penyakit lain
d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi,
reversibilitas, variabilitas
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis

30
2) Apakah pemeriksaaan penunjang pada kasus?

 Spirometri: dengan cara melihat respon pasien setelah diberikan


obat bronkodilator. Jika diberikan bronkodilator (dengan cara
menghirupnya berupa nebulizer atau inhaler), pasien mengalami
peningkatan VEP 1 (Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama) atau
KVP (Kapasitas Vital Paksa) sebesar 20% maka menunjukkan diagnosa
asma. Sedangkan jika respons kurang dari 20% maka tidak dikatakan
sebagai asma.

 Uji Kulit: tujuannya untuk menunjukkan adanya antibodi IgE


spesifik dalam tubuh. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

 Uji Provokasi Bronkus (Saluran Udara Penghubung Paru dan


Trakea): dengan cara melakukan uji provokasi dengan metakolin,
histamin, udara yang dingin, larutan garam hipertonik, histamin, kegiatan
jasmani ataupun dengan aqua destilata.

 Uji Sputum: pada asma melihat adanya sputum eosinofil,


sedangkan pada bronkitis kronik sangat dominan dengan sputum
neutrofil.

 Uji Eosinofil Total: dalam darah jumlah eosinofil total mengalami


peningkatan. Hal ini yang membedakan antara asma dan bronkitis.

 Uji IgE Spesifik dan IgE Total pada Sputum: ini dilakukan apabila
uji kulit hasilnya kurang dapat dipercaya/tidak dapat dilakukan

 Foto Thorax (dada): agar dapat menyingkirkan penyebab lain


obstruksi pada saluran nafas.

 Uji Gas Darah: hanya dilakukan pada pasien yang mengalami asma
berat. Terjadi hipoksemia dan hiperkapnea (PaCO2 <35 atau >45mmHg).

31
3) Apakah diagnosis banding pada kasus?

 Asthma bronkiale
 PPOK

4) Apakah diagnosis kerja pada kasus?

Ny. N umur 30 tahun, mengalami sesak napas akibat Asma bronchiale


tipe alergi.

5) Apakah definisi diagnosis pada kasus?

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas


menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik),
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari.

6) Apa saja derajat asma ?

Ringan Sedang Berat


Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk
membungkuk ke
depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya
terganggu terganggu terganggu
Frekuensi napas Meningkat Meningkat Meningkat
Retraksi otot Umumnya tidak Kadang ada Ada
bantu ada

32
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi <100 100-120 >120
Pulsus Tidak ada Mungkin ada Sering ada
paradoksus
APE sesudah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
SaO2 >95% 91-95% <90%

Pada kasus ini serangan asma yang dialami adalah derajat


sedang.

7) Bagaimana etiologi pada kasus?

Klasifikasi Asma berdasarkan penyebabnya, yaitu:

A. Asma Alergik
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan
alergen. Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan,
kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makofrag
yang bekerja sebagai antigen presenting cells(APC).

B. Asma Non Alergenik


Asma bronkhiale non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan
karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor
pencetus seperti infeksi saluaran napas atas , olahraga atau kegiatan
jasmani yang berat , serta stress psikologis. Serangan asma terjadi
akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu
blikade adregenik beta dan hiperreaktifitas adregenik alfa. Dalam
keadaan normal aktifitas adregenik beta lebih dominan dari pada
adrergenik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adregenik alfa

33
diduga meningkat yang mengakibatkan bronkho konstriksi sehingga
menimbulkan sesak napas.

8) Bagaimana epidemiologi pada kasus?

Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan


prevalensi asma pada anak dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan
hipereaktiviti bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi
pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang kembali dengan rata-rata
umur 13,8  0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12
bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya
mempunyai gejala klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan
studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada
1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS
1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus
secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18
tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8%
dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi
prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234
anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC (International Study
of Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan spirometri
dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara
acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma )
8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan


penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan
menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile
Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of
Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus

34
puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji
bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata
35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan
rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%.

9) Apakah faktor resiko pada kasus?

 Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor


pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini
termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) ,
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.
Faktor Pejamu
Prediposisi genetic
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik
Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan
predisposisi asma
Alergen di dalam ruangan.
 Mite domestic
 Alergen binatang
 Alergen kecoa
 Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan

35
 Tepung sari bunga
 Jamur (fungi, molds, yeasts)
Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok
 Perokok aktif
 Perokok pasif
Polusi udara
 Polusi udara di luar ruangan
 Polusi udara di dalam ruangan
Infeksi pernapasan
 Hipotesis hygiene
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesiti
Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma
menetap
Alergen di dalam dan di luar ruangan
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

36
10) Apa patofisiologi dan patogenesis pada kasus?

Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini


merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi.Respon terhadap inflamasi
padamukosa saluran napas pasien asma ini menyebabkan hiperreaktifitas
bronkus yang merupakan tanda utama asma.Pada saat terjadi
hiperreaktivitas saluran napassejumlah pemicu dapat memulai gejala asma.
Pemicu ini meliputi responhipersensitivitas tipe 1 (dimedisi 1gE) terhadap
alergen debu rumah dan serbuk sari yang tersensitisasi, iritan seperti udara
dingin, polutan atau asap rokok, infeksi virus,dan aktivitas fisik/olahraga.
Hiperreaktivitas saluran napas akan menyebabkan obstruksi saluran napas
menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembalisecara spontan
atau setelah pengobatan. Proses patologis utama yang mendukungobstruksi
saluran napas adalah edema mukosa, kontraksi otot polos dan
produksimukus. Obstruksi terjadi selama ekspirasi ketika saluran napas
mengalami volumepenutupan dan menyebabkan gas di saluran napas
terperangkap.Bahkan, pada asmayang berat dapat mengurangi aliran udara
selama inspirasi. Sejumlah karakteristik anatomi dan fisiologi memberi
kecenderungan bayi dan anak kecil terhadappeningkatan risiko obstruksi
saluran napas antara lain ukuran saluran napas yanglebih kecil,recoil
elasticparu yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polossaluran napas
kecil, hiperplasia kelenjar mukosa relatif dan kurangnya saluranventilasi
kolateral (pori cohn) antar alveolus.

11) Apa manifestasi klinis pada kasus?

Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau


tanpa pengobatan. Gejala awal berupa :
1. Batuk terutama pada malam atau dini hari
2. Sesak napas

37
3. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
4. Rasa berat di dada
5. Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.
Yang termasuk gejala yang berat adalah:
1. Serangan batuk yang hebat
2. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
3. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
4. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
5. Kesadaran menurun

12) Apa tatalaksana pada kasus?

Tujuan Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi


- Menghilangkan obstruksi secepat mungkin
- Mengembalikan faal paru ke normal secepat mungkin
- Mencegah kekambuhan
Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Fasilitas Pelayanan Primer
A. Pasien dengan gejala eksaserbasi ringan sedang diberikan SABA: 4-
10 semprot
dengan MDI + spacer, ulangi setiap 20 menit selama 1 jam. Berikan
Prednisolon: dewasa 1mg/kg, maks. 50 mg, anak 1-2 mg/kg, maks.
40 mg. Berikan Oksigen (jika ada): target saturasi 93-95% (anak:
94-98%). Observasi selama 1 jam bila belum ada perubahan secara
klinis pindahkan ke fasilitas penanganan akut (UGD).
B. Pasien dengan gejala eksaserbasi berat dan mengancam jiwa
langsung
pertimbangkan untuk pemindahan ke fasilitas penanganan akut
(UGD). Selama menunggu: berikan SABA, O2, kortikosteroid
sistemik.

38
Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Fasilitas Penanganan Akut (UGD)
A. Pasien dengan gejala eksaserbasi ringan sedang diberikan Beta-2-
agonis kerja
cepat (SABA), pertimbangkan ipratropium bromida, kontrol O2
untuk mempertahankan saturasi hingga 93-95% (pada anak 94-98%)
, kortikosteroid oral dan observasi selama 1 jam. Bila selama
observasi keadaan memburuk lakukan terapi sebagai derajad berat.
B. Pasien dengan gejala eksaserbasi berat diberikan Beta-2-agonis kerja
cepat ,
Ipratropium bromida, kontrol O2 untuk mempertahankan saturasi
hingga 93-95% (pada anak 94-98%), kortikosteroid oral atau IV,
pertimbangkan kortikosteroid inhalasi, Bila selama perjalanan
observasi keadaan memburuk dipertimbangkan untuk perawatan
ICU untuk pertimbangan penggunaan intubasi.

39
ALGORITMA TATA LAKSANA ASMA DI FASILITAS TINGKAT
PERTAMA

Catatan :

1. Jika menurut penilaian serangannya kuat, nebulisasi cukup 1x langsung


dengan β-agonis + antikolinergik
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
0,01 mg/kg BB/kali, maksimal 0,3 ml/kali
3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan
sejak awal termasuk saat nebulisasi
4. Dosis aminofilin loading dose 4-6 mg/kg BB i.v perlahan, jika terdapat
riwayat pemberian golongan xantin (aminofilin atau teofilin) sebelumnya
maka dosis aminofilin loasing dose diturunkan menjadi 50% (2-3
mg/kgBB). Selanjutnya dilanjutkan dosis rumatan yaitu 0,5-1
mg/kgBB/jam i.v

40
13) Apa komplikasi pada kasus? Diana, sherly
14) Apa pencegahan dan KIE pada kasus?

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan


mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma
dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya
tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :

41
- Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
- Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
- Meningkatkan kepuasan
- Meningkatkan rasa percaya diri
- Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
- Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi
a. Komunikasi/nasehat saat berobat
b. Ceramah
c. Latihan/training
d. Supervisi
e. Diskusi
f. Tukar menukar informasi (sharing of information group)
g. Film/video presentasi
h. Leaflet, brosur, buku bacaan
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya
meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap
tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya
kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang
penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila
mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan
faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.

42
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan
pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma
secara konkret.
6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui
bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan
status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan
asma

Pengukuran peak flow meter


Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat.
Pengukuran arus puncak ekspirasi (ape) dengan peak flow meter ini
dianjurkan pada :
a) Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek
dokter dan oleh pasien di rumah.
b) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c) Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada
asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien
setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak
mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi
untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran ape dapat digunakan untuk membantu
pengobatan seperti :
a. Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
b. Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan
berjalan baik
c. Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan
penambahan atau penghentian obat
d. Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/igd
1) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

43
2) Pemberian oksigen
3) Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada
anak-anak
4) Kontrol secara teratur
5) Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
- Penghentian merokok
- Menghindari kegemukan
- Kegiatan fisik misalnya senam asma

15) Apa prognosis pada kasus?

Berdasarkan penelitian, diperoleh data-data sebagai berikut:


 Penderita asma ringan yang seranganya jarang, 55% akan sembuh,
sisanya akan berlanjut sampai dewasa dan bentuk serangannya lebih
ringan serta lebih jarang.
 Penderita asma sedang, kemungkinan sembuh hanya 20%, 40%
menjadi lebih ringan, 25% menjadi lebih berat dan sisanya menetap.
Pada kasus:
Ad vitam: Bonam
Ad functionam:
Ad sanationam: Malam

16) Apa skdi pada kasus?

4A.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter adalah lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

44
2 Learning Issue
A. Asma

Definisi Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.

Gambar 2: mekanisme dasar kelainan asma

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel


inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,
neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain
berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada
berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja
dan asma yang dicetuskan aspirin.
INFLAMASI AKUT

45
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti
reaksi asma tipe lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator
seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

Reaksi Fase Lambat


Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan
makrofag.

INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel
tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast
dan otot polos bronkus.

Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-
CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan
bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-
5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil.
Epitel

46
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme
terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi
plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell
proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.

EOSINOFIL
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi
tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma
adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan
mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-
alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5
dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah
eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil
peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik
terhadap epitel saluran napas.

Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara
lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

47
Gambar3. Inflamasi dan remodeling pada asma
Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada
orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses
inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran
tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin,
PDGF dan TGF- .

AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process)
yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan
sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan
jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian
jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum
diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat

48
heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,
dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai
fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.
Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen
lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial,
fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos,
kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
• Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
• Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
• Penebalan membran reticular basal
• Pembuluh darah meningkat
• Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
• Perubahan struktur parenkim
• Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena sekunder
dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus (longstanding
inflammation).
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/regangan jalan napas dan
obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.

Pemikiran baru mengenai patogenesis asma dikaitkan dengan terjadinya


Airway remodeling

Disadari lingkungan sangat berpengaruh pada terjadinya ataupun


perburukan asma. Peningkatan kekerapan asma adalah akibat perubahan

49
lingkungan yang beraksi pada genotip asma baik sebagai induksi berkembangnya
asma atau memperburuk asma yang sudah terjadi. Di samping itu dipahami
terjadinya kerusakan epitel dan perubahan sifat epitel bronkus pada asma seperti
lebih rentan untuk terjadinya apoptosis akibat oksidan, meningkatnya permeabiliti
akibat pajanan polutan, meningkatnya penglepasan sitokin dan mediator inflamasi
dari epitel akibat pajanan polutan, yang berdampak pada proses inflamasi dan
remodeling.
Studi pada binatang percobaan mendapatkan bahwa injuri sel epitel menghasilkan
penglepasan mediator proinflamasi yang bersifat fibroproliferasi dan
profibrogenic growth factors terutama TGF- dan familinya (fibroblast growth
factor, insulin growth factor, endothelin-1, platelet-derived growth factor, dan
sebagainya) yang berdampak pada remodeling. Dari berbagai mediator tersebut,
TGF- adalah paling paling penting karena mempromosi diferensiasi fibroblas
menjadi miofibroblas yang kemudian akan mensekresi kolagen interstisial,
sedangkan mediator/growth factor lainnya sebagai mitogen otot polos dan sel
endotel. TGF- dan efeknya pada fibroblas dan miofibroblas dimulai pada sel
epitel dan diteruskan ke submukosa. Komunikasi antara sel-sel epitel dan sel-sel
mesenkim tersebut dikaitkan dengan perkembangan embriogenik jalan napas
mendatangkan pikiran adanya epithelial mesenchymal tropic unit (EMTU) yang
tetap aktif setelah lahir atau menjadi reaktivasi pada asma dan menimbulkan
remodeling jalan napas pada asma. Berdasrkan pemikirantersebut, inflamasi dan
remodeling yang terjadi pada asma adalah konsekuensi dari peningkatan
kecenderungan injuri, kelemahan penyembuhan luka atau keduanya.

Epidemiologi
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada

50
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan
obstruksi paru 2/ 1000.
Penelitian lain
Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma ,
bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang
digunakan dan sebagainya.
Faktor Risiko

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya asma
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,
alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi
faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :

pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan


genetik asma,

baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko


penyakit asma.

Faktor pejamu

51
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai
penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/
kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma,
dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus,
kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma,
maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara
yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi,
walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat
dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi
menimbulkan asma, antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1,
reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan
asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1, ADRB2,
CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan sebagainya.

Genetik mengontrol respons imun

Gen-gen yang berlokasi pada kompleks HLA (human leucocyte antigen)


mempunyai ciri dalam memberikan respons imun terhadap aeroalergen.
Kompleks gen HLA berlokasi pada kromosom 6p dan terdiri atas gen kelas I, II
dan III dan lainnya seperti gen TNF-α. Banyak studi populasi mengamati
hubungan antara respons IgE terhadap alergen spesifik dan gen HLA kelas II dan
reseptor sel T, didapatkan hubungan kuat antara HLA alel DRB1*15 dengan
respons terhadap alergen Amb av.

Genetik mengontrol sitokin proinflamasi


Kromosom 11,12,13 memiliki berbagai gen yang penting dalam
berkembangnya atopi dan asma. Fenotip alergik dikaitkan dengan kromosom 11,
kromosom 12 mengandung gen yang mengkode IFN- , mast cell growth factor,
insulin-like growth factor dan nictric oxide synthase. Studi berkesinambungan
menunjukkan ada ikatan positif antara petanda-petanda pada lokus 12q, asma dan
IgE, demikian pula kromosom 14 dan 19.

52
Mutasi pada kluster-kluster gen sitokin pada kromosom 5 dihipotesiskan sebagai
predisposisi terjadinya asma. Berbagai gen pada kromosom 5q berperan dalam
progresiviti inflamasi baik pada asma maupun atopi, yaitu gen yang mengkode
sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-12, IL-13, dan GMCSF. Interleukin-4 sangat
penting dalam respons imun atopi, baik dalam menimbulkan diferensiasi sel Th2
maupun merangsang produksi IgE oleh sel B. Gen IL-4 dan gen-gen lain yang
mengatur regulasi ekspresi IL-4 adalah gen yang berpredisposisi untuk terjadi
asma dan atopi.

Faktor lingkungan

Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah


penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada
awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif
dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,


disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang
bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

53
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :


Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema
dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi
penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar
bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas

Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru

54
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

obstruksi jalan napas


reversibiliti kelainan faal paru

variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan


napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak ekspirasi (APE).

Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma

Menilai derajat berat asma

55
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter
(PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/
dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE
dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma

Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi


bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau
respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi)

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di
samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi.
Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai
terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai
terbaik penderita yang bersangkutan..

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding asma antara lain sbb :


Dewasa

56
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Bronkitis kronik
Gagal Jantung Kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru

KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai
PROGRAM PENATALAKSANAAN ASMA
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma
adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang
menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik.
Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang
dapat dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga
terjangkau. Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan :
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur

57
7. Pola hidup sehat

Ketujuh hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa
yang mudah dan dikenal (dalam edukasi) dengan “7 langkah mengatasi asma”,
yaitu :

1. Mengenal seluk beluk asma


2. Menentukan klasifikasi
3. Mengenali dan menghindari pencetus
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang
5. Mengatasi serangan asma dengan tepat
6. Memeriksakan diri dengan teratur
7. Menjaga kebugaran dan olahraga

EDUKASI
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti, menjaga
penderita agar tetap masuk sekolah/ kerja dan mengurangi biaya pengobatan
karena berkurangnya serangan akut terutama bila membutuhkan kunjungan ke
unit gawat darurat/ perawatan rumah sakit. Edukasi tidak hanya ditujukan untuk
penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan seperti :

pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang kesehatan/ asma

profesi kesehatan (dokter, perawat, petugas farmasi, mahasiswa kedokteran


dan petugas kesehatan lain)

masyarakat luas (guru, karyawan, dll).

B. Asma eksaserbasi akut ( sherly, diana, syahnas, echa )

58
C. Alergi dan imunologi ( ayu, dea, auzan, mona)

3 Kerangka Konsep

BAB II
PEMBAHASAN

4 Kesimpulan

Ny. N berumur 30 tahun seorang janda dengan 3 anak, mengalami asma


akut persisten sedang et causa cuaca dingin.

5 Daftar Pustaka

Keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor


1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian penyakit asma

Maranatha D. Asma bronchial. In Jusuf M, Winariani, Hariadi S, editors. Buku


ajar penyakit ilmu paru. Surabaya. Departement ilmu penyakit paru fk unair-rsud
dr. Soetomo.2010.p. 65-6.

TePas E, Umetsu D. imunologi dan alergi. Nelson esensi pediatric.ED IV.EGC.


2002. Jakarta. hal 341-350

Supriyatno B. Tatalaksana Serangan Asma Pada Anak. Bagian IlmuKesehatan


Anak FKUI-RSCM, Jakarta.

Riyanto B, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Buku ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Ed. V. Jakarta. 2009.

59

Anda mungkin juga menyukai