Internship
Kerjasama SATGAS ISMKI Wilayah 1 dan BEM IKM FKUI
Kronologi Darurat Internsip
Pada 2014 1.300 dokter terkendala keterlambatan penerbitan STR internsip, se-
harusnya dokter internsip tersebut berangkat pada 2014 namun baru
bisa berangkat pada Februari 2015, akibatnya jadwal keberangkatan
peserta internsip mundur. Berdampak juga pada terserapnya anggaran
pada tahun 2015 di awal tahun ini, sehingga keberangkatan peserta
yang dijadwalkan Mei-Juni 2015 menjadi tertunda.
Pada 2015 Pemberangkatan kloter November 2015 dengan kuota kurang dari
3000 peserta. Kuota ini tidak mencukupi jumlah peserta dari Batch
Februari dan Mei 2015. Munculah backlog.
29 Juni 2015 Aksi dokter internsip Indonesia di medsos dengan tagar #dokterintern-
sipindonesia. Aksi ini agendanya adalah menuntut kepastian pemerin-
tah terkait PIDI. Sebagian besar mengeluh karena belum mendapatkan
kepastian terkait jadwal pemberangkatan.
4. Peningkatan dana BBH menjadi 3,5 juta dan 4,5 juta untuk wilayah
timur masih wacana.
A. Sekilas Internsip
Pada tahap internsip inilah seorang dokter baru akan bekerja dengan pendamp-
ingan untuk menerapkan keseluruhan kompetensi yang telah dicapainya. Program intern-
sip dilaksanakan di Sarana Pelayanan Kesehatan (Saryankes) sebagai wahana Internsip.
Program ini berlangsung 1 tahun dengan rincian 8 bulan di RS tipe C dan D dan 4 bulan di
Puskesmas.
Peningkatan mutu internsip tentu saja tidak lepas dari evaluasi dan masukan peserta
bahkan calon peserta PIDI. ISMKI melakukan dua quickurvey dengan komposisi peserta
survey yaitu quicksurvey mahasiswa pre-internsip 716 responden dan quicksurvey maha-
siswa internsip 473 responden.
B. Teknis Pendaftaran
Solusi lain yang terlintas dari responden adalah internsip mandiri. 410 respon-
den (57,3%) setuju untuk mengikuti internsip mandiri bila diberlakukan. Hal ini dapat me-
nambah wahana dan membantu anggaran internsip yang masih kurang. Namun belum ada
aturan yang jelas dari KIDI mengenai pengadaan internsip mandiri. Internsip mandiri han-
yalah solusi alternarif yang tepat untuk masalah penumpukan kuota, permasalahan utama
tetap mengacu pada wahana dan anggaran.
Realita di wahana sendiri menunjukkan feedback positif dari pasien yang kem-
bali datang untuk berkonsultasi, hal ini menunjukkan pasien punya kepercayaan yang baik
terhadap dokter internsip. Sayangnya 37,5% responden menyatakan bahwa tenaga medis
lain yang ada di wahana kurang menaruh kepercayaan terhadap dokter internsip. Super-
visor telah memberi kepercayaan dengan menaruh tanggung jawab terhadap internsip
walaupun kepuasaan terhadap bimbingan supervisor masih belum memenuhi ekspektasi
dengan pemberian nilai poin 7. Menurut sebagian besar responden wahana masih dikat-
egorikan layak sebagai tempat internsip, akan tetapi fasilitas wahana masih menjadi tan-
tangan, seperti ketersediaan obat dan fasilitas lab sederhana kurang memadai. Selain itu,
keterlambatan BBH masih ditemui (lihat pada Diagram 10). Kecukupan BBH untuk biaya
hidup selama di wahana idealnya mencapai Rp. 5.000.000.
E. Anggaran
Internsip adalah program tahunan yang pasti berjalan, maka sudah selayaknya
jika keberlangsungan program didukung dengan menerbitkan PP Internsip untuk men-
jamin stabilitas program dan anggaran. Dari hasil audiensi ISMKI-DPR RI 30 Juni 2015,
Komisi IX mengatakan penyelesaian masalah internsip menjadi bentuk revitalisasi kes-
ehatan dalam memasok tenaga kesehatan. Negara pun bertanggung jawab menyelesaikan
masalah ini melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selama ini angga-
ran didapati dari dana hibah yaitu alokasi dana Poltekkes yang berlebih, maka diharapkan
ada Pos Anggaran Internsip dari Kemenkes sehingga Kemenkes dan Kemenristekdikti
dapat melakukan share jika dana dari Dikti tidak cukup. Anggaran ini digunakan untuk
membiayai supervisor, pelatihan wahana, pembiayaan peserta (pergi, pulang, BBH).
F. Kesimpulan
Banyak harapan yang disandangkan pada PIDI, baik dari peserta, pemerintah,
dan tentu masyarakat. Sebagai peserta internsip tentu saja menginginkan adanya kelan-
caran dan kemudahan untuk segera mengabdi. Menurut mahasiswa solusi yang tepat
adalah:
2. Ekspansi wahana. Backlog yang terjadi selama ini dapat segera terselesaikan jika
wahana diekspansi agar kuota peserta dapat meningkat. Segera didapati titik
terang mengenai pemberangkatan ke wahana dengan adanya kloter keberang-
katan yang jelas dan teratur.
3. Penuhi kualitas dan kuota ideal supervisor, yaitu 1 pendamping untuk 5-10
peserta internsip serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana di
wahana.
2. Ekspansi wahana agar dapat memenuhi kuota peserta dengan penambahan je-
jaring di puskesmas dan RS Swasta. Institusi lebih proaktif dalam memberi data
mengenai calon wahana, seperti dari Puskesmas dan RS yang bekerja sama den-
gan institusi.
Referensi
2. ISMKI. (2015) Notulensi Audiensi ISMKI DPR Komisi IX 30 Juni. [Online] Diun-
duh dari: bit.ly/ISMKI2015AudiensiKomIXDPR1 [Diakses pada 2 Juli 2015]
3. ISMKI. (2015) Notulensi Audiensi ISMKI KIDI 24 Juni. [Online] Diunduh dari: bit.
ly/ISMKI2015AudiensiKIDI1 [Diakses pada 2 Juli 2015]
9. Kompas. (2015) Wahana dan Anggaran Hambat Program Pemahiran Dokter. [On-
line] 30 Juni 2015. Diunduh dari: http://print.kompas.com/baca/2015/06/30/
Wahana-dan-Anggaran-Hambat-Program-Pemahiran-Dokte?utm_
source=bacajuga [Diakses: 30 Juni 2015]
11. Slide PPT Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Pusat
Statistik. Kebutuhan Data Ketenagakerjaan Untuk Pembangunan Berkelanjutan.
2014. [Online] Diunduh dari: http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@
asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/presentation/wcms_346599.pdf.
[Diakses: 20 Juli 2015]