Anda di halaman 1dari 5

DEMAM TIFOID

A. Definisi
Demam tifoid atau demam enterik adalah sindrom klinis sistemik yang
dihasilkan oleh organisme Salmonella Thypi.1
B. Epidemiologi
Di Indonesia tifoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak,
karena penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat.
Pada tahun 2008 prevalensi demam tifoid di Indonesia mencapai 1,7%.
Distribusi prevalensi tertinggi adalah pada usia 5-14 tahun (1,9%), usia 1-4
tahun(1,6%), usia 15-24 tahun (1,5%) dan usia <1 tahun (0,8%).2

C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau salmonella
paratyphi dari genus salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak dengan
rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas
seperti dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan
suhu 60 C selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella Thypi memiliki 3 macam antigen yaitu :
1. antigen O (antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. antigen H (antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan
terhadap panas dan alkohol.
3. antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut didalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin.

1
D. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari,
tergantung terutama pada besar inoculum yang tertelan. Manifestasi klinis demam
enterik tergantung umur, yaitu:1
a. Neonatus
Demam tifoid salama kehamilan dapat ditularkan secara vertical.
Biasanya mulai dalam 3 hari persalinan, muntah, diare dan kembung
sering ada. Suhu tubuh bervariasi tetapi dapat setinggi 40,5ºC. dapat
terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia dan kehilangan berat
badan.

b. Bayi dan anak (<5 tahun)


Demam tifoid relatif jarang pada kelompok usia ini. Gejala
penyakit pada saat datang sangat ringan, membuatnya sukar
didiagnosis. Demam ringan dan malaise, salah interpretasi sebagai
sindrom virus. Diare lebih lazim pada anak dengan demam tifoid
daripada orang dewasa.

c. Anak usia sekolah dan remaja


Mulanya gejala tersembunyi. Gejala awal demam, malaise,
anoreksia, myalgia. nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama
2-3 hari. Diare ada selama awal perjalan penyakit, konstipasi
kemudia menjadi gejala yang lebih mencolok. Mual muntah, batuk,
epistaksis, kelesuan berat dapat terjadi pada beberapa anak. Demam
terjadi secara bertingkat menjadi tidak turun-turun dan tinggi dalam 1
minggu (40ºC).
Selama minggu kedua, demam tinggi bertahan dan kelelahan,
anoreksia, batuk, dan gejala-gejala perut tambah parah. Penderita
tampak sangat sakit, bingung dan lesu. Mingigau dan pingsan
mungkin ada. Tanda-tanda fisik adalah bradikardi relatif,
heptomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri. Pada
sekitar 50% penderita, ruam makula atau makulopapular (bintik

2
merah) tampak pada sekitar hari ke 7-10. Gejala dan tanda fisik
sedikit demi sedikit sembuh dalam 2-4 minggu, tetapi malaise dan
kelesuan dapat menetap selama 1-2 bulan lagi.

E. Patogenesis
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang
melalui beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman
tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh
melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada
mikrovili. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid
mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik.
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala
dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode
inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan
menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat
melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan
disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan
bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit
kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa
minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar
luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di
mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui
proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi
perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat
terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial
dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.3
F. Diagnosis
a. Anamnesis

3
1. Demam naik secara bertahap tiap hari, pada minggu kedua
demam terus menerus meninggi
2. Malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau
konstipasi, muntah
3. Pada demam tifoid berat dijumpau penurunan kesadaran, kejang
dan ikterus
b. Pemeriksaan Fisik
Sebagian anak memiliki lidah tifoid (bagian tengah kotor, bagian
pinggir hiperemis), dan disertai bradikardi relatif.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur darah
Merupakan gold standard metode diagnostik dan
hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah yang
tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien
dewasa). Untuk daerah endemik dimana sering terjadi
penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah
rendah (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).
2. Pemeriksaan Widal
Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
Salmonella typhi. Biasanya antibodi antigen O dijumpai pada
hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari
10-12 setelah sakit. Pada orang yang telah sembuh, antibodi O
masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan antibodi H
setelah 10-12 bulan.
3. Pemeriksaan Tubex
Untuk mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan
yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap
Salmonella.3
G. Penatalaksanaan5
a. Antibiotik
1. Kloramfenikol 50 mg/kg/24 jam peroral atau 75 mg/kg/24 jam
secara IV dalam 4dosis yang sama
2. Amoksisilin 100 mg/kg/24 jam oral dalam 3 dosis

4
3. Ampisilin 200 mg/kg/24 jam IV dalam 4-6 dosis
4. Seftriakson 80 mg/kg/hari secara IV selama 5 hari
5. Sefotaksim 200 mg/kg/24 jam secara IV dalam 3-4 dosis
6. Sefiksim oral 20 mg/kg/24 jam 2 dosis selama 10 hari
b. Kortikosteroid
Deksametason 3 mg/kg untuk dosis awal, disertai dengan 1 mg/kg setiap
6 jam selama 48 jam.

Anda mungkin juga menyukai