Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM PENGUKURAN LINGKUNGAN KERJA

KEBISINGAN

Disusun oleh:
Siti Uswatun Hasanah
0516140121

LJ-TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITENIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki ampir seluruh sendi-sendi
kehidupan manusia, akan tetapi setiap perkembangan teknologi tentu akan
memberikan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif (Wahyu, 2003).
Kebisingan merupakan salah satu factor bahaya fisik yang sering dijumpai ditempat
kerja. Terpajan oleh kebisingan yang berlebihan dapat merusak kemampuan untuk
mendengar (menjadi tuli) dan juga dapat mempengaruhi anggota tubuh yang lain
termasuk jantung (Soeripto, 2008).
Pada saat ini penerapan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap
tempat kerja sangat digalakkan. Adanya pengembangan dan peningkatan K3 adalah
untuk meminimalisir kemungkinan risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul
akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Penyakit
yang terjadi akibat kerja salah satunya tuli permanen. Faktor bahaya tersebut ada
berbagai macam jenisnya bisa berupa faktor bahaya fisik, faktor bahaya kimia,
faktor bahaya biologi, faktor bahaya ergonomi, dan faktor bahaya psikologi. Salah
satu potensi bahaya dari faktor-faktor tersebut adalah kebisingan.
Setiap aktifitas manusia yang disadari atau tidak maupun mesin yang
beroperasi, dapat menjadi sumber bising. Pengaruh khusus akibat kebisingan
berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan untuk pekerja wanita,
gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikologis, gangguan
mental, ketidak nyamanan pada masyarakat sekitar perindustrian, dan juga
gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.
Oleh sebab itu, praktikum pengukuran lingkungan kerja tentang kebisingan
pada salah satu bengkel di PPNS penting untuk dilakukan, agar kita bisa
mengetahui seberapa besar kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas kerja di
Industri dan aktivitas mesin yang beropersi sehingga kita bisa meminimalisir
potensi bahaya apapun. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan
adalah Sound Level Meter dan untuk itu dibutuhkan ketelitian dalam melakukan
pengukuran ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengukur kebisingan dengan menggunakan aplikasi Sound
Level Meter ?
2. Bagaimana cara menghitung paparan kebisingan pada orang gerinda?
3. Bagaimana upaya pengendalian kebisingan pada orang gerinda?

1.3 Tujuan
Tujuan praktikum kebisingan ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu mengukur kebisingan dengan menggunakan aplikasi
Sound Level Meter.
2. Mahasiswa mampu menghitung paparan kebisingan pada orang gerinda.
3. Mahasiswa mampu memberikan upaya pengendalian kebisingan pada
orang gerinda.

1.3 Manfaat
Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran kebisingan dengan
menggunakan aplikasi Sound Level Meter dan dapat mengaplikasikannya di dunia
industri.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Bunyi
Pengukuran intensitas kebisingan Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor.Per.13/MEN/X/2011 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, kebisingan
didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Di PT. Iskandar Indah Printing Textile
Surakarta, sumber kebisingan berasal dari mesin weaving juga dari mesin palet.
Hasil pengukuran kebisingan di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta
terendah di bagian kantor (65,8 dBA) dan tertinggi di bagian weaving (98,4 dBA)
(Sumardiyono, 2018).
Bunyi merupakan energi berbentuk gelombang yang berasal dari getaran suatu
benda yang dapat merambat melalui media baik itu padat, cair, maupun gas, tetapi
bunyi tidak dapat merambat pada ruang hampa udara (Santiasih & Handoko , 2012).
Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari
suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan suara.
Bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh telinga karena getaran-getaran melalui
media elastis. Bunyi terjadi bila sumber bunyi merambat. Gerakan rambatannya
menjauhi sumber bunyi. Bunyi bergerak di udara dengan kecepatan ± 340 m/s.
Kecepatan akan bertambah besar apabila bunyi bergerak di dalam air = 1500 m/s,
sedang di dalam baja kecepatan bunyi = 5000 m/s (Soeripto, 2008:323).
Dalam mempelajari bunyi khususnya yang berkaitan dengan kesehatan
pendengaran ada dua (2) hal yang perlu diketahui :
1. Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah gelombang lengkap yang merambat per satuan
waktu yang dinyatakan dalam getaran per detik (cps) atau dalam Hertz (Hz).
Besarnya frekuensi akan menentukan nada suara. Bunyi yang dapat didengar
oleh manusia (orang muda) sangat terbatas yaitu terletak pada kisaran frekuensi
antara 20-20.000 Hz. Frekuensi yang penting adalah Center Band Frequency
adalah 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 5000 Hz (naik 1 oktaf). Frekuensi antara
250-3000 Hz adalah frekuensi yang penting untuk percakapan. Frekuensi 4000
Hz adalah frekuensi yang paling peka ditangkap telinga, sangat penting untuk
diketahui bahwa ketulian yang disebabkan oleh kebisingan ialah adanya
pengurangan (penurunan) pendengaran pada frekuensi ini. Bunyi dapat terdiri
dari nada tunggal, tetapi umumnya terdiri dari beberapa variasi intensitas nada.
Di alam jarang didapat suara yang bersifat nada tunggal (Moeljoso, 2008:324).

Gambar 2.1. Gelombang dengan berbegai macam frekuensi


Sumber: Wikipedia, 2015
2. Ampitudo
Amplitudo adalah jarak antara puncak gelombang bunyi dan titik rata-rata.
Selisih suhu tahunan atau suhu harian. Simpangan terbesar pada suatu getaran,
dihitung dari titik kesetimbangan.

Gambar 2.2. Amplitudo gelombang bunyi


Sumber: Wikipedia, 2015
2.2. Kebisingan
Kebisingan adalah stresor berbahaya yang umum terjadi di tempat kerja
(Attarchi dkk., 2010). Hampir 600 juta pekerja di seluruh dunia terus-menerus
terkena kebisingan kerja (Zare dkk., 2007). Dengan kata lain, kebisingan
merupakan suara yang menyebabkan gangguan kesehatan dan konsekuensi sosial
yang merugikan. Efek kebisingan pada pendengaran seperti gangguan pendengaran
permanen maupun temporal dan efek nonauditori seperti komunikasi, konsentrasi
dan gangguan tidur, ketidaknyamanan, kehilangan efisiensi kerja (Abbasi dkk.,
2011).
Bising merupakan bunyi yang tidak dikehendaki, baik yang berasal dari
buatan manusia maupun kegiatan alam, sehingga dapat mengurangi kenyaman
dalam bekerja. Bising selain dapat mengganggu komunikasi juga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pendengaran, yang pada akhirnya akan
menyebabkan penyakit akibat kerja yaitu Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
Pengaruh gangguan kebisingan tergantung pada intensitas dan frekuensi nada.
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan berdasarkan spektrum
frekuensi dan sifat sumber bunyi terdiri dari :
a. Bising yang terus menerus (continuous/steady noise).
Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti,
misalnya blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan
peralatan pemprosesan.Bising terus-menerus adalah bising dimana fluktuasi
dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
 Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas.
bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode
0,5 detik berturut-turut, seperti suara kipas angin, dan suara mesin
tenun.
 Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi
hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1.000,
4.000) misalnya gergaji sirkuler, dan katup gas.
b. Bising yang terputus-putus (Intermittent Noise)
Bising terputus-putus adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan
turun dengan cepat, seperti lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan
udara. Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang
berlangsung secara tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang,
misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api.
c. Bising yang menghentak (Impulsif Noise)
Bising yang menghentak merupakan kebisingan dengan kejadian yang
singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar,
seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin pemancang, pukulan, tembakan
bedil atau meriam, ledakan dan dari suara tembakan senjata api.
d. Bising berpola (Tones in Noise)
Bising berpola merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
atau pengulangan yang ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola
gangguan misalnya disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor, kipas,
dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan
atau secara objektif dengan analisis frekuensi.
e. Bising impulsif berulang
Bising impulsif berulang sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi
berulang-ulang, misalnya mesin tempa.
Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber, yaitu :
a. Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran kebisingannya
dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai
pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik.
b. Sumber garis berasal dari sumber bergerak dan penyebaran kebisingannya
dalam bentuk silinder-silinder konsentris dengan sumber kebisingan sebagai
sumbunya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik,
sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi (Sasongko,
2000).
2.3 Waktu Paparan Kebisingan

8
T (L -85) ........................................................(2.2)
3
2
di mana:
T = waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan
dengan tingkat kebisingan (dalam menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rateyang digunakan di Indonesia, standar
OSHA digunakan nilai sebesar 5.
2.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-
hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja PER.13 MEN X 2011 tentang NAB Faktor Fisika
dan kimia di tempat kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan diIndonesia
adalah 85 dB (Suma’mur, 1996). Akan tetapi NAB bukan merupakan
jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising
tetapi hanya mengurangi risiko yang ada (Budiono, 2003).
Tabel 2.5 Waktu Pemajanan yang diperkenankan Berdasarkan Intensitas
Kebisingan Tertentu.
Waktu pemajanan per hari Intensitas Kebisingan dalam
dBA
8 85
4 Jam 88
2 91
1 94
30 97
15 100
7,5 Menit 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 Detik 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

Sumber : PER.13 MEN X 2011.


BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Peralatan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Smartphone
2. Aplikasi Sound Meter
3. Meteran
3.2 Prosedur Kerja
Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah Aplikasi Sound Meter
pada smartphone. Langkah-langkah menggunakan aplikasi adalah sebagai berikut
:
1. Membuka aplikasi Sound Meter, dengan tampilan sebagai berikut :

2. Mengarahkan smartphone pada objek mesin dengan jarak sekitar 1 meter atau
1 langkah dari orang gerinda
3. Menambahkan nilai 10 dB pada hasil pembacaan alat smartphone dan mencatat
hasil pengukuran
4. Mengulangi pengukuran sebanyak 5 kali dengan interval waktu 5 menit pada 1
titik pengukuran
5. Melakukan langkah 2 – 4 untuk setiap titik pengukuran yang berbeda
6. Menghitung luas ruangan alat atau ruang terpapar.
Mencatat alat atau sumber kebisingan sekitar yang dapat mempengaruhi
pengukuran
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data
4.1.1. Pengambilan Data
Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan tentang kebisingan
pada salah satu perusahaan di Surabaya maka didapatkan hasil sebagai berikut :
 Nama ruang : Area Hall 3 fabrikasi proses gerinda
 Tanggal pengukuran : 04 Oktober2018
 Nama pengukur : Siti Uswatun H
Pada praktikum pengukuran kebisingan di salah satu perusahaan di
Surabaya diperoleh data sebagai berikut. Ada 3 titik yang ditentukan.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Kebisingan Proses gerinda
Titik Pengambilan Data Rata-Rata
Sound Level (dB)
Pengukuran ke -
1 90 dB
2 86 dB
1 3 83 dB 86.6 dB
4 86 dB
5 88 dB
1 83 dB
2 84 dB
2 3 81 dB 82.6 dB
4 83 dB
5 82 dB
1 81 dB
2 82 dB
3 3 78 dB 80.2 dB
4 81 dB
5 79 dB
Rata-Rata 83.13 dB
(Sumber Hasil pengukuran, 2018)
4.1.2 Hasil pengukuran menggunakan Smart Phone
Hasil Pengukuran Titik 1

Hasil Pengukuran Titik 2


Hasil Pengukuran Titik 3

4.2. Perhitungan Waktu Paparan


NIOSH telah menetapkan waktu maksimum (T) yang diperkenankan
bagi pekerja untuk berada di sebuah lokasi dengan tingkat (intensitas) kebisingan
tertentu. Untuk menghitung waktu maksimum tersebut digunakan rumus sebagai
berikut:

8
T (L -85)
3
2
di mana:
T = waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan dengan tingkat
kebisingan (dalam menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rate yang digunakan di Indonesia, standar OSHA digunakan
sebesar 5
Maka sesuai dengan hasil pengukuran kebisingan yang terdapat pada table 4.1
bahwa kebisingan yang dihasilkan masih dibawah NAB.
4.2 Pembahasan
Dari pengukuran yang di ambil yaitu mengukur proses orang gerinda disalah
satu perusahaan di Surabaya. Pengukuran dilakukan selama 75 menit dan jarak
yang dilakukan pengukuran sebesar 1 meter. Luas area yang di ambil sekitar 2x2
meter karena mengambil satu orang melakukan proses gerinda. Hasil dari
pengukuran 3 tidak lebih dari NAB maka masih diperkenankan untuk melakukan
aktivitas selama 8 jam. Tetapi lebih baik direkomendasikan pekerja menggunakan
ear plug/ ear muff karena 83.13 dB hamper mendekati nilai ambang batas.
Pengendaliannya antara laian sosialisasi kepada pekerja bahaya dalam gerinda dan
menggunakan APD.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Mengukur kebisingan menggunakan aplikasi SLM sangat membantu tanpa
harus ada alat ukur yang asli.
2. Hasil dari pengukuran kebisingan pada orang gerinda sebesar 83.13 dB.
3. Pengendalian yang dapat dilakukan pada orang gerinda cukup menggunakan
APD seperti ear plug.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberika pada pengukuran kebisingan ini adalah:
1. Meskipun menggunakan smartphone membantu dalam pengukuran
kebisingan namun ketelitian dalam pengukuran yang dihasilkan masih
diragukan sebaiknya menggunakan alat ukur SLM yang sudah terkalibrasi.
2. Pihak penyelenggara/kampus lebih baik menambah SLM yang sudah
terkalibrasi yang ada di ruang praktikum agar mahasiswa lebih mudah
dalam pengaplikasiannya di dunia industry nanti.
3. Mahasiswa sebaiknya menggunakan langkah-langkah yang sesuai dalam
pengukuran agar hasil yang didapat akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Santiasih., Lukman, Handoko,. (2012). Modul Praktikum Pengukuran Lingkungan
Kerja, Surabaya: Indonesia.
Soeripto. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tambunan, Sihat Tigor Benjamin, 2005. Kebisingan di Tempat Kerja. Andi,
Yogyakarta.
Wentz Charles, A. 1999. Penambahan untuk Sound Level Pressure dari Sumber
Beragamam. England.
Zulmiar Yanri, 1999. Pengendalian Bahaya Kebisingan di Tempat Kerja. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai