Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

A. Sistem Kardiovaskuler (penyakit jantung selama kehamilan) ..... 1


1. Gagal Jantung Selama Kehamilan ........................................... 2
2. Data Subjektif ...................................................................... 3
3. Penilaian ............................................................................. 3
4. Pengobatan ......................................................................... 4
5. Faktor-faktor Predisposisi ...................................................... 4
6. Rencana .............................................................................. 5
7. Penatalaksanaan dan Pendidikan Pasien .................................. 5
8. Posisi yang baik saat kehamilan ............................................. 6
1. Anemia Selama Kehamilan ................................................... 7
2. Jenis-jenis Anemia ................................................................ 9
3. Skrining Hematologis ........................................................... 10
C. Sistem Perkemihan (Infeksi Saluran Perkemihan Selama
Kehamilan) .................................................................................. 12
1. Perubahan Struktur Sistem Ginjal .......................................... 12
1. Perubahan Hemodinamik ...................................................... 13
2. Infeksi Saluran Kemih .......................................................... 13
3. Perubahan fisiologis dalam kehamilan dan kaitannya dengan
Infeksi Saluran Kemih (ISK). .......................................................... 14
4. Jenis-jenis Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam kehamilan. ........ 15
DaftarPustaka ....................................Error! Bookmark not defined.
A. Sistem Kardiovaskuler (penyakit jantung selama
kehamilan)

Sistem kardiovaskular beradaptasi selama masa kehamilan


terhadap beberapa perubahan yang terjadi. Meskipun perubahan system
kardiovaskular terlihat pada awal trimester pertama, perubahan pada
system kardiovaskular berlanjut ke trimester kedua dan ketiga, ketika
cardiac output meningkat kurang lebih sebanyak 40 % daripada pada
wanita yang tidak hamil. Cardiac outputmeningkat dari minggu kelima
kehamilan dan mencapai tingkat maksimum sekitar minggu ke-32
kehamilan, setelah itu hanya mengalami sedikit peningkatan sampai
masa persalinan, kelahiran, dan masa post partum. Sekitar 50%
peningkatan dari cardiac output telah terjadi pada masa minggu
kedelapan kehamilan. Meskipun, peningkatan dari cardiac output
dikarenakan adanya peningkatan dari volume sekuncup dan denyut
jantung, faktor paling penting adalah volume sekuncup, dimana
meningkat sebanyak 20% sampai 50% lebih banyak daripada pada
wanita tidak hamil. Perubahan denyut jantung sangat sulit untuk
dihitung, tetapi diperkirakan ada peningkatan sekitar 20% yang terlihat
pada minggu keempat kehamilan. Meskipun, angka normal dalam
denyut jantung tidak berubah dalam masa kehamilan, adanya terlihat
penurunan komponen simpatis (Birnbach,et.al., 2009).
Pada trimester kedua, kompresi aortocava oleh pembesaran
uterus menjadi penting secara progresif, mencapai titik maksimum pada
minggu ke - 36 dan 38, setelah itu dapat menurunkan perpindahan
posisi kepala fetal menuju pelvis. Penelitian mengenai cardiac output,
diukur ketika pasien berada pada posisi supine selama minggu terakhir
kehamilan, menunjukkan bahwa ada penurunan dibandingkan pada
wanita yang tidak hamil, penurunan ini tidak diobservasi ketika pasien
berada dalam posisi lateral decubitus. Sindrom hipotensi supine, yang
terjadi pada 10 % wanita hamil dikarenakan adanya oklusi pada vena
yang mengakibatkan terjadinya takikardi maternal, hipotensi arterial,
penurunan kesadaran, dan pucat. Kompresi pada aorta yang dibawah
dari posisi ini mengakibatkan penurunan perfusi uteroplasental dan
mengakibatkan terjadinya asfiksia pada fetus. Oleh karena itu,
perpindahan posisi uterus dan perpindahan posisi pelvis ke arah lateral
harus dilakukan secara rutin selama trimester kedua dan ketiga dari
kehamilan (Santos,et. al., 2006).
Naiknya posisi diafragma mengakibatkan perpindahan posisi
jantung dalam dada, sehingga terlihat adanya pembesaran jantung
pada gambaran radiologis dan deviasi aksis kiri dan perubahan
gelombang T pada elektrokardiogram (EKG). Pada pemeriksaan fisik
sering ditemukan adanya murmur sistrolik dan suara jantung satu yang
terbagi-bagi. Suara jantung tiga juga dapat terdengar. Beberapa pasien
juga terlihat mengalami efusi perikardial kecil dan asimptomatik
(Morgan,2006)
Jantung lebih berat bebannya dalam kehamilan disebabkan
penambahan volume darah, perluasan daerah pengaliran, foetus yang
membesar dan adanya placenta, lagi pula jantung terdorong ke atas
hingga sumbunya berubah

1
1. Gagal Jantung Selama Kehamilan
PERTIMBANGAN UMUM
Perubahan kardiovaskular selama kehamilan peningkatan curah
jantung, volume darah dan konsumsi oksigen dapat menyokong gagal
jantung, bila seorang pasien hamil menderita penyakit jantung. Dahulu,
penyakit jantung reumatik, terutama stenosis mitralis, bertanggung
jawab bagi sebagian besar kasus penyakit jantung selama kehamilan.
Pada tahun – tahun belakangan ini, komplikasi jantung demam reumatik
telah menjadi kurang sering, sementara lebih banyak wanita penyakit
jantung kongenital mungkin menjadi hamil.

Curah jantung meningkat dini dalam kehamilan,dan


peningkatan bermakna telah dibuktikan pada umur kehamilan 12
minggu. Curah jantung terus meningkat sampai 28-32 minggu dan
kemudian dipertahankan pada tingkat yang relatif tinggi sampai cukup
bulan.
Denyut jantung meningkat perlahan-lahan dan progresif
sepanjang kehamilan, yang mencapai puncaknya sekitar 15 denyutan
per menit di atas tingkat tidak hamil pada cukup bulan. Dengan
aktivitas fisik, curah jantung cenderung meningkat lebih besar pada
pasien hamil daripada pasien tidak hamil.
Selama persalinan kala I, curah jantung ibu meningkat moderat;
selama persalinan kala II, usaha eksplusif yang hebat akan disertai
dengan curah jantung yang lebih besar.
Volume darah meningkat jelas selama kehamilan. Meskipun
peningkatan dimulai selama trimester pertama, namun volume darah
ibu berkembang paling cepat selama trimester kedua, kemudian
meningkat jauh lebih lambat selama trimester ketiga. Peningkatan
volume darah selama kehamilan normal bervariasi besar ( 20 sampai
100 persen di atas nilai prahamil ) dan dipengaruhi oleh berat badan
ibu, berat hasil konsepsi dan gizi ibu.
Karena air tubuh total meningkat sepanjang kehamilan, maka
edema lazim menyertai kehamilan normal. Edema kehamilan yang
normal tidak boleh dikacaukan dengan penimbunan cairan sekunder
terhadap penyakit ginjal atau jantung.
Konsumsi oksigen mulai meningkat selama bulan kedua kehamilan dan
mencapai nilai sampai 20 persen di atas normal pada cukup bulan.
Peningkatan terutama disebabkan oleh kebutuhan metabolik janin yang
di perberat oleh kebutuhan peningkatan jaringan ibu, terutama uterus
dan payudara.
Meskipun puncak perubahan kardiovaskular fisiologis dari
kehamilan pada umur kehamilan 32 minggu, namun gagal jantung
dapat timbul pada setiap saat selama kehamilan, persalinan, atau nifas
(puerperium) bila beban jantung melebihi kapasitas fungsional jantung.
Dengan kegagalan, ada pengurangan curah jantung, pemanjangan
waktu sirkulasi, peningkatan bertahap volume cairan intra dan
ekstravaskular, dan perubahan-perubahan fungsional dalam berbagai
organ. Retensi garam dan air karena perubahan fungsi ginjal
menghasilkan hipervolemia, yang memperberat keadaan bendungan.
Edema paru terjadi akibat kongesti paru dan peningkatan tekanan
kapiler paru.

2
2. DATA SUBJEKTIF
GEJALA SAAT INI
Dispne dan batuk mungkin merupakan gejala terdini gagal jantung
kongestif. Gejala-gejala lainnya meliputi ortopnea, hemoptisis,
kelelahan, palpitasi, ansietas, aktivitas fisik terbatas, retensi cairan dan
penambahan berat badan.
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Riwayat penyakit jantung kongenital atau reumatik dapat diperkirakan.
DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum : Frekuensi jantung meningkat sampai 110 kali per
menit atau lebih. Penambahan berat badan berlebihan, edema, sianosis
dan pembendungan vena jugularis sering ditemukan.
Pemeriksaan Jantung : Bising jantung (diastolik, presistolik, atau
kontinu), aritmia, dan pembesaran jantung menunjukkan penyakit
jantung.
Pada kasus-kasus gagal jantung, bunyi jantung ketiga terdengar
pada awal diastolik. Rangkaian tetap 2 bunyi jantung normal dan bunyi
abnormal ketiga, dalam hubungannya dengan suatu peningkatan denyut
jantung, dapat bertanggung jawab bagi irama khas dari irama ‘gallop’
(‘gallop’ S 3). Sebagai akibat peningkatan tekanan arteri pulmonalis,
bunyi kedua pulmonal bunyi jantung yang dihubungkan dengan
penutupan katup pulmonal meningkat intensitasnya.
Pemeriksaan Paru : Ronki basal bilateral adalah tanda edema alveolus
dan cairan dalam bronkiolus terminalis.
Pemeriksaan Abdomen : Hepar dapat membesar dan nyeri tekan. Asites
mungkin ada.

3. PENILAIAN

Penyakit Jantung terbanyak disebabkan oleh rheuma (90%) dan


biasanya dalam bentuk stenose mitralis, di samping itu dapat
disebabkan kelainan jantung congenital dan penyakit otot jantung.
Penyakit jantung pada wanita hamil masih merupakan sebab
kematian yang penting. Bidan sulit mendiagnosa penyakit jantung,
mungkin baru diketahui kalau ada decompensatio seperti : sesak nafas,
cyanosis, kelainan nadi, oedem atau ascites, jantung yang berdebar-
debar dan lain-lain.

Penyakit jantung dibagi dalam 4 golongan:


 Gol 1:pasien yang tidak usah membatasi kegiatan badannya
 Gol 2: pasien yang harus membatasi diri sedikit, kalau
melakukan pekerjaan sehari-harinya maka terasa capai, jantung
berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi angina pectoris.
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respons terhadap suplai oksigen yang tidak
adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke
lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen.
(Corwin, 2009)

 Gol 3: pasien yang sangat harus membatasi diri; pasien


golongan ini senang dalam istirahat tapi kalau bekerja sedikit
saja merasa capai, sesak dan lain-lain

3
 Gol 4: pasien yang memperlihatkan gejala-gejala decompensatio
walaupun dalam istirahat

Klasifikasi ini penting untuk prognosa selain dari itu hal-hal tersebut di
bawah ini mempengaruhi prognosa:
 Umur pasien
 Anamnesa penyakit; kalau pernah dalam keadaan
decompensatio prognosa kurang baik
 Fibrilasi jantung

Penyakit jantung yang berat dianggap menyebabkan partus


prematurus atau kematian intrauterine karena janin kekurangan
O2..Sebaliknya kehamilan sangat memberatkan pekerjaan jantung
sehingga golongan 1 dan 2 dalam kehamilan dapat masuk ke dalam
golongan 3 dan 4.

4. Pengobatan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi
penambahan berat badan yang berlebihan, anaemise cepat mungkin
diatasi dan dan preeklampsi dapat-dapatnya dijauhkan karena sangat
memberatkan pekerjaan jantung.

Gol 1 dan 2: biasanya dapat melalui kehamilan dan persalinan


dengan selamat. Kalau kala II terlalu panjang, posisi baik dan kepala
sudah sampai di dasar panggul dapat ditolong dengan forceps.

Dalam pengobatan penyakit jantung 4 hal harus diperhatikan:


1. Cukup istirahat; 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali
setelah makan. Hanya pekerjaan ringan diizinkan
2. Menghindarkan infeksi terutama infeksi jalan pernafasan bagian
atas. Pasien harus menjauhkan diri dari orang-orang pilek atau sakit
kerongkongan
3. Tanda-tanda dini decompensatio harus cepat diketahui ialah
batuk, brhonci basal, dyspnoe dan haemoptoe
4. Baiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan
untuk istirahat.

Gol 3: baiknya golongan ini jangan hamil. Kalau menjadi hamil juga,
baiknya pasien dirawat di rumah sakit selama kehamilan, persalinan dan
nifas, di bawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan
Persalinan hendaknya per vaginam. Sebagian ahli mempertimbangkan
abortus therapeuticus pada golongan ini. Sterilisasi harus dianjurkan
Gol 4: pasien golongan ini tidak boleh hamil. Kalau menjadi hamil juga,
pimpinan yang terbaik ialah mengusahakan persalinan per vaginam.

5. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI
Meliputi perubahan kardiovaskular fisiologis selama kehamilan,
aktivitas fisik, infeksi, anemia, tirotoksikosis, obesitas, dan hipertensi.
KOMPLIKASI POTENSIAL
Komplikasi penyakit jantung yang harus diantisipasi meliputi gagal
kongestif, edema paru, aritmia atrium, dan emboli paru. Komplikasi

4
yang sangat jarang dari penyakit jantung selama kehamilan meliputi
ruptur aorta dan endokarditis bakterialis.
Episode hipotensi dapat fatal pada pasien pintas jantung, jika
aliran darah membalik dari sisi kanan jantung ke sisi kiri jantung,
sehingga memintasi paru.

6. RENCANA
DATA DIAGNOSTIK TAMBAHAN
Foto Toraks dapat bermanfaat dalam penilaian pembesaran jantung,
edema paru, dan efusi pleura.
Elektrokardiogram membantu dalam penentuan frekuensi dan irama
jantung serta dalam memperkirakan pembesaran ruangan jantung yang
spesifik.
Ekokardiografi membantu dalam evaluasi struktur dan fungsi jantung.
Elektrolit serum, terutama kalium, merupakan petunjuk terapi cairan
dan elektrolit.

7. PENATALAKSANAAN DAN PENDIDIKAN PASIEN


Pasien Jantung Yang Hamil dengan Masalah Diantaranya
Selama kehamilan, semua pasien jantung harus diobservasi teliti untuk
mengurangi, mencegah, atau menghilangkan setiap penambah beban
jantung.
Infeksi meningkatkan curah jantung dan harus diobati di rumah sakit.
Infeksi saluran pernapasan atas dapat berkembang menjadi bronkitis
dan pneumonia pemberat penting yang menyebabkan gagal jantung
berat selama kehamilan.
Aktivitas berlebihan : Gerak badan dapat juga menyebabkan gagal
jantung. Pasien-pasien dengan cadangan jantung terbatas harus
mengkompensasi beban kehamilan dengan istirahat lebih daripada
biasanya dan dengan menghindari stres fisik dan emosional yang tidak
semestinya.
Aritmia : Aritmia merupakan kelainan irama jantung. Terbagi atas 2
kelompok besar yaitu irama jantung yang terlalu lambat (bradi-aritmia)
dan irama jantung yang terlalu cepat (taki-aritmia). Gejala dapat
berupa nyeri dada dan pusing. Pasien yang diduga aritmia sebaiknya
menjalani pemerikasaan EKG selama evaluasi awal untuk dapat menilai
gangguan irama.

Dengan adanya kerusakan struktur jantung, maka takikardia, fibrilasi,


atau fluter atrium dapat mencetuskan gagal jantung. Akibatnya,
gangguan ini harus diterapi segera.
Anemia : Komplikasi kardiovaskular dapat timbul pada pasien-pasien
anemia sel sabit dan penyakit sel sabit hemoglobin C. Dekompensasi
dapat juga timbul bila anemia memperberat jenis penyakit jantung
lainnya.

Hipervolemia dapat menyebabkan edema paru. Infus dan tranfusi harus


dihindari kecuali esensial, dimana pada kasus ini kecepatan infus harus
diobservasi dengan sangat hati-hati. Masukan natrium harus dibatasi.

5
Obesitas : Dengan peningkatan masa tubuh, maka beban jantung
menjadi lebih besar. Masukan gizi harus dibatasi untuk mencukupi gizi
ibu dan janin tanpa menyebabkan penimbunan lemak yang berlebihan.
Masukan natrium harus dibatasi sampai kira-kira 2000 mg per hari.

Gagal Jantung selama Kehamilan


Pasien gagal jantung harus dirawat di rumah sakit dan ditempatkan
tirah baring total untuk menurunkan kebutuhan kerja jantung.
Oksigenasi : Oksigen diberikan melalui kateter hidung, masker atau
tekanan positif intermiten bila diperlukan.
Sedasi : Morfin (10 sampai 15 mg) membantu menenangkan
kecemasan dan agitasi. Istirahat fisik dan mental merupakan aspek
sangat penting bagi keberhasilan terapi.
Pengurangan Volume Darah. Diuresis : Furosemid (lasix) (40 mg
intrsvena) biasanya menhasilkan diuresis cepat, mulai dalam 5 samapi
15 menit dan mencapai maksimum dalam satu sampai dua jam. Dosis
berikutnya dapat diberikan secara oral atau parenteral, bila perlu.
Digitalisasi : Digitalis (digoksin atau deslanosid) sangat bermanfaat
dalam pengobatan gagal jantung yang disertai aritmia supraventrikular
dengan respon ventrikel yang cepat, karena digitalis memperlambat
denyut ventrikel. Selama pasien belum memperoleh digitalis selama 2
minggu sebelumnya, maka digitalisasi cepat intravena dapat diindikasi.
Faktor yang mempengaruhi sensitivitas individu rerhadap
digitalis meliputi kadar kalium, magnesium dan kalsium, hipoksia atau
nekrosis miokardium; fungsi tiroid; fungsi ginjal; serta jenis dan
keparahan penyakit jantug yang mendasari. Karena hipokalemia, ada
peningkatan kecenderungan ke arah keracunan digitalis. Pemberian
intravena suatu bolus preparat digitalis ke pasien yang baru mendapat
digitalis dapat mencetuskan takikardia atau fibrilasi ventrikel.
Manifestasi klinik dan elektrokardiogram adalah kunci petunjuk untuk
dosis.
Tindakan Tambahan : Masukan cairan dan natrium dibatasi. Setelah
gagal jantung terobati, maka pasien harus tetap berada dalam observasi
ketat, lebih baik di rumah sakit, sampai melahirkan.

8. Posisi yang baik saat kehamilan


Posisi tidur terbaik selama kehamilan adalah "SOS" (sleep on side/tidur
miring). Bahkan lebih baik adalah dengan tidur miring ke kiri. Tidur di
sisi kiri Anda akan meningkatkan jumlah darah dan nutrisi yang
mencapai plasenta dan bayi. Luruskan kaki kiri kaki dan ditekuk lutut
kanan, sangga dengan sebuah bantal di antara kaki Anda.
Tidur dengan posisi telentang tidak dianjurkan, karena rahim yang
membesar dapat menekan pembuluh darah balik (pembuluh Vena) yang
ada di rongga perut. akibat penekanan pembuluh vena maka aliran
darah balik tidak lancar dan bumil akan merasa pusing.Posisi telentang
juga akan menyebabkan tidur ngorok yang dapat menyebabkan henti
nafas saat tidur (sleep apnea).
Umumnya direkomendasikan untuk tidur dengan posisi miring pada sisi
kiri. Pada posisi miring aliran darah akan meningkat secara optimal ke
tubuh dan rahim ibu. Pada posisi ini juga ginjal ibu akan lebih efektif
membuang kotoran yang ada dalam tubuh serta membuang air
sehingga membantu mengurangi kaki ibu yang bengkak.

6
B. Darah dan Pembekuan Darah (Anemia Dalam Kehamilan)

Penurunan tahanan vaskuler perifer selama kehamilan terutama


disebabkan oleh relaksasi otot polos sebagai pengaruh dari hormon
progesteron. Penurunan peripheral vascular resistance mengakibatkan
adanya penurunan tekanan darah selama usia kehamilan pertama.
Tekanan sistolik turun sekitar 5 – 10 mmHg dan disatolik 10 – 15
mmHg. Setelah usia kehamilan 24 minggu, tekanan darah sedikit demi
sedikit naik kembali pada tekanan darah sebelum hamil pada saat aterm
(Asrinah, dkk.. 2010:70).

1. Sel Darah

Jumlah sel darah merah semakin meningkat untuk bisa


mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim. Tetapi pertambahan sel
darah merah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah
sehingga terjadi hemodilusi, yang disertai anemia fisiologis. Sel darah
putih meningkat hingga mencapai jumlah 10.000/ml. Dalam kehamilan
jumlah leukosit yang lebih dari 12.000 /mm 3 menunjukkan adanya
infeksi. Sedangkan dalam persalinan dan nifas, jumlah leukosit yang
masih fisiologis sampai 15.000 /mm3. Dengan hemodilusi dan anemia
fisiologis, laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapai empat
kali dari angka normal. Protein darah dalam bentuk albumin dan
gammaglobulin bisa menurun pada triwulan pertama, sedangkan
fibrinogen meningkat. Pada postpartum, dengan terjadinya
hemokonsentrasi, bisa terjadi tromboplebitis (Asrinah, dkk.. 2010:71)

Batas-batas fisiologisnya (Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas


Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. 1983:148), yaitu :

- Hemoglobin 10 gr%
- Eritrosit 3,5 juta/mm3
- Leukosit 8.000 – 10.000 per mm3

2. Pembekuan atau Koagulasi

Perubahan pada kadar fibrinogen, faktor-faktor pembekuan, dan


platelets selama kehamilan berakibat pada peningktaan kapasitas untuk
pembekuan, berakibat naiknya risiko terjadinya DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation) seperti yang terjadi pada
komplikasikomplikasi, antara lain molahidatidosa dan solution plasenta
(Asrinah, dkk.. 2010:71).

1. Anemia Selama Kehamilan

a) Pertimbangan Umum

Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit yang


beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagai akibatnya, ada
penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan perifer. Selama

7
kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya disebabkan oleh defisiensi
besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya atau masukan
besi yang tidak adekuat.

Meskipun anemia sendiri jarang menciptakan krisis kedaruratan


akut selama kehamilan, namun pada hakikatnya setiap masalah
kedaruratan dapat diperberat oleh anemia yang telah ada.

Pada kehamilan 36 minggu, volume darah ibu ,meningkat rata-


rata 40 sampai 50 persen di atas keadaan tidak hamil. Walaupun
eritropoesis diperkuat dan volume eritrosit meningkat, namun lebih
banyak plasma ditambahkan ke dalam sirkulasi ibu. Akibatnya
konsentrasi hemoglobin maupun hematokrit menurun selama
kehamilan.

Penyebab umum anemia adalah :

1) Kurang gizi (malnutrisi)


2) Kurang zat besi dalam diet
3) Malabsorpsi
4) Kehilangan darah yang banyak : persalinan yang lalu, haid, dan
lain-lain.
5) Penyakit-penyakit kronik : tbc, paru, cacing usus, malaria, dan
lain-lain.

Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan dan nifas :

1) Keguguran
2) Partus prematurus
3) Insersia uteri dan partus lama, ibu lemah
4) Atonia uteri dan menyebabkan perdarahan
5) Syok

b) Data Subjektif

Gejala Saat Ini

Kelelahan dan kelemahan umm dapat merupakan satu-satunya


gejala penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Banyak pasien
asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang.

Palpitasi atau dispne saat istirahat atau keduanya jarang terlihat,


kecuali hemoglobin 5 g atau kurang. Bahkan yang lebih jarang, nyeri
tulang, sendi atau abdomen bisa disebabkan oleh krisis thrombosis yang
menyertai sel sabit atau penyakit hemoglobin SC.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksia atau


kolelitiasis atau riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan
hemoglobinopati genetic.

8
c) Data Objektif

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum : Takikardia, takipnea, dan tekanan nadi


yang melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan
aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama. Kulit dan
konjungtiva tampak pucat. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik.
Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali,
bising “hemik”, hepatomegali dan splenomegali.

Tes Laboratorium

Hitung sel darah lengkap dan apusan darah.

2. Jenis-jenis Anemia

a) Anemia difisiensi zat besi


Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik
serta aling banyak dijumpai. Penyebab anemia jenis ini sama
dengan penyebab anemia pada umumnya seperti kurang gizi
(malnutrisi), kurang zat bedi dalam diet, malabsorpsi, kehilangan
darah yang banyak dan penyakit-penyakit kronik.

 Pengobatan :
Keperluan zat besi untuk wanita non hamil, hamil dan dalam
laktasi yang di anjurkan adalah :
 FNB Amerika Serikat (1958) : 12 mg- 15 mg- 15 mg.
 LIPI Indonesia (1968) 12 mg- 17 mg- 17 mg.

Kemasan zat besi dapat diberikan per oral atau parenteral.

 Per oral : sulfas ferosus atau glukonas ferosus dengan


dosis 3-5 x 0,20 mg.
 Parenteral : diberikan bila ibu hamil tidak tahan
pemberian per oral atau absorbs di saluran pencernaan
kurang baik, kemasan diberikan secara intramuskuler
atau intravena. Kemasan ini antara lain : imferon,
jectofer, dan ferrigen. Hasilnya lebih cepat dibandingkan
per oral.

b) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik biasanya berbentuk makrositik atau
pernisiosa. Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik,
jarang sekali akibat karena kekurangan vitamin B12. Biasanya
karena malnutrisi dan infeksi yang kronik.

 Pengobatan
 Asam folik 15-30 mg per hari
 Vitamin B12 3 x 1 tablet per hari
 Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per hari

9
 Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya
lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.

c) Anaemia hipoplasti
Anemia hipoplasti disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang,
membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnosis
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan :
 Darah tepi lengkap
 Pemeriksaan fungsi strenal
 Pemeriksaan retikulosit

Gambaran darah tepi : normositik dan normokromik. Sumsum


tulang memberikan gambaran normoblastik dan hipoplasia
aritropoiesis. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang
disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar
rontgent atau sinar radiasi. Terapi dengan obat-obatan tidak
memuaskan; mungkin pengobatan yang paling baik yaitu
transfusi darah, yang perlu sering diulang.

d) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh penghancuran/pemecahan sel
darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat
disebabkan oleh :
 Faktor intrakorpuskuler : dijumpai pada anemia hemolitik
herediter; talasemia; anemia sel sickle (sabit);
hemoglobinopati C, D, G, H, I; dan paraksismal nocturnal
hemoglobinuria.
 Faktor ekstrakorpuskuler : disebabkan malaria, sepsis,
keracunan zat logam, dan dapat beserta obat-obatan;
leukemia, penyakit Hodgkin dan lain-lain.

Gejala utana adalah anemia dengan kelainan-kelainan


gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi
bisa terjadi kelainan pada organ-organ vital.

Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta


penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksinya diberantas dan
diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada beberapa
jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Maka tranfusi
darah yang dapat membantu penderita ini.

Klasifikasi anemia dalam kehamilan (Mochtar, Rustam., 1998 :146)

1) Anemia difisiensi zat besi (62,3%)


2) Anemia megaloblastik (29,0%)
3) Anemia hipoplastik (8,0%)
4) Anemia hemolitik sel (sel sickle) (0,7%)

3. Skrining Hematologis
Skrining untuk anemia harus dilakukan pada kunjungan antenatal
yang pertama, pada minggu ke-28 sampai 32, dan lagi pada minggu ke-

10
36 sampai 38. Pada setiap kesempatan, tentukan kadar hemoglobin dan
hematokrit, hitung sel darah merah, unsur-unsur sel darah, dan hitung
diferensiasi sel darah putih. Preparat sel sabit rutin sangat berguna
untuk wanita kulit hitam dan dilakukan sekali selama kehamilan.
Urinalisis membantu untuk menemukan infeksi. Jika serum adalah
ikterik, periksalah untuk penyakit hati dan anemia hemolitik (Friedman
et al. 1983:112).

11
C. Sistem Perkemihan (Infeksi Saluran Perkemihan Selama
Kehamilan)
Sistem ginjal bertanggung jawab terhadap pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengontrol tekanan arteri,
mengeluarkan sampah metabolisme, mengatur aktifitas vitamin D, dan
produksi eritrosit serta glukoneogenesis (Blackburn dan Loper, 1992).
Adaptasi terhadap kehamilan termasuk diantaranya retensi natrium dan
peningkatan volume cairan ekstra seluler. Adaptasi sistem ginjal
diperlukan untuk mempertahankan homeostasis dengan adanya
peningkatan volume cairan intravaskuler dan ekstravaskuler,
meningkatkan ekskresi sisa metabolisme, dan berinteraksi dengan
perubahan sistem kardiovaskuler untuk memenuhi kebutuhan oksigen
ibu dan janin.

1. Perubahan Struktur Sistem Ginjal


Ginjal. Ginjal meningkat panjangnya kira-kira 1-2 cm, dan
merupakan akibat terbesar dari peningkatan aliran darah ginjal dan
volume vaskuler (Blackburn dan Looper, 1992). Dilatasi kaliks dan
pelvis ginjal dimulai pada trimester pertama dan semakin nyata pada
pertengahan kehamilan. Hidronefrosis terjadi pada 80%-90% wanita
(Beydon, 1985), mungkin disebabkan oleh respon ginjal terhadap
progesteron dan peningkatan tekanan intraureter superior terhadap tepi
pelviks. Hidronefrosis lebih sering terjadi pada ginjal kanan, dan
kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan distensi uretra kanan.

Ureter. Ureter memanjang dan membentuk kurva tunggal atau ganda


yang tampak seperti sebuah belitan pada pemeriksaan sinar-x. Begitu
uterus menjadi organ abdomen, penambahan massanya menekan
ureter pada tepian pelviks. Kompres ini menyebabkan peningkatan
tonus intraureter yang terletak di atas pelvis. Juga dilaporkan terjadi
peningkatan diameter lumen ureter, dan hipertonisitas serta
hipomotilitas. Karena perubahan ini, volume ureter mungkin meningkat
25 kali dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, equivalen dengan
peningkatan 300 ml urine. Perubahan panjang diulai pada awal
kehamilan, dengan hipertrofi pada otot polos longitudinal bagian distal
ureter. Karena perubahan ini juga terjadi pada wanita yang
mengkonsumsi obat kontrasepsi oral dan mereka menerima terapi
penggantian hormon, maka kemungkinan besar perubahan ini
disebabkan oleh progesteron dan estrogen. Ureter kanan lebih banyak
mengalami dilatasi dibandingkan dengan yang sebelah kiri pada 86%
wanita (Schulman dan Herlinger, 1975). Hal ini terjadi karena uretra
sebelah kanan menyilang seperti ureter kiri. Lebih lagi, vena iliaka
kanan lebih kaku dibandingkan dengan sebelah kiri, menyebabkan
kompres yang lebih besar pada area yang dilintasi ureter kanan.

Kandung Kemih. Tonus kandung kemih menurun sebagai respon otot


polos terhadap efek progesteron. Kapasitas kandung kemih meningkat
hingga 1 liter. Karena pembesaran uterus selama pertengahan umur
kehamilan, kandung kemih terdorong ke arah anterior dan superior.
Perpinadahan ini mengubah letak intravesikuler ureter, yang kemudian
menyebabkan regurgitasi urine ke ureter pada saat berkemih (Beydon,
1985). Permukaan mukosa kandung kemih menjadi hiperemia dan
edema sehingga terjadi peningkatan risiko trauma pada persalinan.

12
1. Perubahan Hemodinamik
Aliran darah ginjal meningkat 35%-60% sselama trimester
pertama, kemudian menurun pada trimester kedua sampai melahirkan.
Bagaimanapun keadaan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh
penggunaan posisi telentang pada percobaan ini, posisi yang
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Peningkatan curah
jantung dan volume darah, penurunan tahanan vaskuler, vasodilatasi
kapiler-kapiler dlomerolus dan pasca glomerolus berkontribusi terhadap
perubahan aliran darah ginjal pada awal kehamilan.
Laju filtrasi glomerulus meningkat 40%-50% selama kehamila,
dengan peningkatan awal dimulai segera setelah konsepsi dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-9 sampai 16. Laju filtrasi glomerulus pada
awal trimester ke dua menetap sampai kehamilan aterm. Peningkatan
aliran darah ke glomerulus dan penuurunan tekanan osmotik koloid
berkontribusi meningkatkan laju filtrasi glomerulus (Blackburn dan
loper, 1992).

Peningkatan laju filtrasi gloemrulus meningkatkan volume dan


solut dari tubulus hingga 50%-100%. Peningkatan resorpsi tubulus
penting untuk mencegah kehilangan natrium, klorida, glukosa, kalium,
dan air. Suatu waktu ketika resorpsi tubulus tidak dapat memenuhi
kebutuhan meningkatnya beban filtrasi, maka akan terjadi ekskresi
glukosa dan asam amino. Ekskresi glukosa selama kehamilan tinggi,
menyebabkan glukosuria dan kadar glukosa urine meningkat sampai 10
kali lipat dari wanita yang tidak hamil (David, 1987).

Ekskresi protein meningkat dari kadar kurang dari 150 mg/ 24


jam menjadi sampai 300 mg/ 24 jam (David, 1987). Dapat terjadi
variasi yang signifikan dari hari ke hari. Karena peningkatan ekskresi
ini, nilai protein 1+ dalam tes urine dipstik adalah hal biasa dan tidak
boleh diinterpretasikan sebagai adanya perubahan fisiologis lain yang
berarti suatu penyakit ginjal atau hipertensi kehamilan.

Filtrasi asam urat meningkt sampai 30% pada trimester pertama


kehamilan. Dengan penurunan nilai bersih resorpsi ginjal, ekskresi asam
urat meningkat, dan kadarnya dalam serum menurun sampai 25% pada
awal minggu ke-8 kehamilan. Peningkatan kadar mendekati normal
terjadi pada akhir kehamilan sejalan dengan peningkatan resorpsi
ginjal.

Retensi kalium meningkat sebagai akibat dari penurunan


ekskresinya, merupakan sumber yang dipakai ibu dan janinnya karena
kalium serum tidak meningkat. Retensi ini tidak begitu dipahami, tetapi
mungkin dipnegaruhii oleh efek progesteron pada kerja tubulus ginjal
terhadap aldosteron.

2. Infeksi Saluran Kemih

 Prinsip dasar

13
 Infeksi saluran kemih dapat terjadi mulai infeksi pada kaliks
renalis sampai meatus urethra.
 Status sosioekonomi dan kelemahan (malnutrisi, defisiensi gizi,
anemia), erat kaitannya dengan peningkatan insidensi infeksi
saluran kemih.
 Sebagain besar infeksi tersebut adalah asimptomatik, angka
kejadiannya pada wanita hamil adalah 5%-6% dan meningkat
menjadi 10% pada golongan risiko tinggi.
 Perubahan fisiologik saluran kemih selama kehamilan,
merupakan risiko tinggi untuk pielonefritis akut.
 Penyebab infeksi saluran kemih, 85%-90% disebabkan oleh
E.Koli dan Klebsiela Enterobakter. Jarang sekali disebabkan oleh
bakteri anaerob.

 Masalah
 Infeksi saluran kemih merupakan komplikasi medic utama pada
wanita hamil.
 Sekitar 15% wanita, mengalami (paling sedikit) satu kali
serangan akut infeksi saluran kemih selama hidupnya.
 Akibat infeksi ini dapat mengakibatkan masalah pada ibu dan
janin.

 Penanganan umum
 Melalui asuhan antenatal yang baik, peningkatan satatus gizi ibu
hamil, mencegah dan mengobati anemia, promosi kesehatan
umum dan hygiene dapat mengurangi mordibilitas/mortalitas
akibat infeksi pada saluran kemih.
 Asuhan entenatal untuk kehamilan dan pemantauan berkala.
 Cegah komplikasi sistitis dan pielonefritis.
 Bila terjadi gangguan fungsi ginjal yang berat, dapat
menimbulkan komplikasi yang serius.
 Mengkonsumsi cukup cairan dan nutrisi yang diperlukan.
 Penapisan kasus infeksi saluran kemih, dimulai dari unit
pelayanan yang ada di masyarakat hingga ke rumah sakit
rujukan, melalui system rujukan kesehatan.
 Penatalaksanaan dan pengobatan infeksi saluran kemih, sangat
tergantung dari gejala/jenis penyakit dan mikroorganisme
penyebab.
 Pemberian antibiotika yang rasional untuk wanita hamil dengan
infeksi saluran kemih adalah dengan mengisolasi
mekroorganisme penyebab.
 Pilihan terapi antibotika, mengacu pada keamanannya terhadap
kesehatan ibu dan janin, serta efektifitas yang tinggi.

3. Perubahan fisiologis dalam kehamilan dan


kaitannya dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Kehamilan dapat meningkatkan resiko terkena Infeksi Saluran
Kemih (ISK). Pada kehamilan usia 6 minggu, oleh karena adanya
perubahan fisiologis dalam kehamilan, ureter ibu hamil menjadi
dilatasi. Ini juga disebut sebagai hidronefrosis kehamilan dimana
memuncak pada kehamilan minggu ke-22 hingga ke-26 dan
kemudian berlanjut sampai saatnya kelahiran. Peningkatan
progesteron dan estrogen saat hamil juga menyebabkan penurunan

14
tonus ureter dan kandung kemih. Peningkatan volum plasma semasa
hamil menyebabkan penurunan konsentrasi urin dan peningkatan
volum urin dalam ginjal. Kombinasi dari seluruh faktor ini
mengakibatkan terjadinya stasis urinari dan uretero-vesikel refluks.
Glikosuria dalam kehamilan juga salah satu faktor terpenting yang
menyebabkan ibu hamil mudah untuk terkena ISK (Loh &
Sivalingam, 2007).

4. Jenis-jenis Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam


kehamilan.
Terdapat tiga jenis Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang sering terjadi
dalam kehamilan yaitu bakteriuria asimptomatik, sistisis akut dan
pielonefritis akut. Manifestasi klinis dari setiap jenis ISK yang terjadi
berbeda- beda.

Bakteriuria asimptomatik terjadi apabila dijumpai 105 colony-


forming units per/ml di dalam urin dan tidak memberikan gejala
pada pasien yang mengalami ISK. Kondisi ini juga bisa didapatkan
sebelum ibu hamil memasuki masa kehamilan. Diperkirakan
sebanyak 1,2 – 5% dari anak-anak perempuan mengalami
bakteriuria asimptomatik saat belum mengalami pubertas.
Prevalensi bakteri asimptomatik di dalam kehamilan adalah
sebanyak 10%. Nilai serum interleukin-6 dan serum antibodi yang
rendah meningkatkan insidens terjadinya bakteriuria asimptomatik
dalam kehamilan.

Sistisis akut berkaitan dengan infeksi pada kandung kemih, juga


pada daerah uretra. Manifestasi klinis yang dapat membedakan
antara asimptomatik bakteruria dan sistisis akut adalah disuria, tidak
dapat menahan untuk berkemih dan sering berkemih setiap hari.
Kebanyakkan ibu hamil tidak mengetahui bahwa mereka terkena
ISK jika dilihat dari manifestasi klinisnya yaitu sering buang air kecil
dan rasa tidak tertahan untuk berkemih karena gejala-gejala ini
dilihat seolah-olah normal dalam kehamilan. (Loh & Sivalingam,
2007).

15
a) Bakteriuria Asimptomatik
 Masalah
 Bakteriuria asimptomatik akan meningkatkan mordibilitas ibu
hamil dan bayi yang dikandungnya.
 Infeksi Saluran Kemih (ISK) berkaitan dengan kejadian
anemia, hipertensi, kelahiran premature, dan berat badan
bayi rendah (BBLR).
 Pengobatan bakteriuria, hanya mengurangi pielonefritis
menjadi 3%-4% saja.
 Tidak perlu pembatasan aktifitas.
 Penilaian Klinik
 Semua wanita hamil sebaiknya dilakukan pemeriksaan
laboratorium urin. Secara mikroskopik, tampak peningkatan
jumlah leukosit, sejumlah eritrosit, bakteri pada specimen
urin. Untuk menghindari kontaminasi, specimen pemeriksaan
diambil dari aliran tengah (mid-stream) stelah daerah
genitalia eksterna dicuci terlebih dahulu. Kultur bakteri dan
tes kepekaan antibiotika bila dimungkinkan sebaiknya
diperiksa.
 Bakteriuria asimptomatik pada umumnya tanpa gejala-gejala
klinis yangn dapat dijadikan petunjuk adanya gangguan pada
system urinaria.
 Penanganan

Berkaitan dengan adanya pengurangan insidensi ISK akut pada


pengobatan bakteriuria asimptomatik maka para ahli menganjurkan
untuk memberikan terapi antibiotic. Beberapa kajian terapi
antibiotika untuk bakteriuria asimptomatik, adalah :

Nama obat Dosis Angka keberhasilan


 Amoksilin + asam 3 x 500 mg/hari 92%
klavulanat
 Amkosilin 4 x 250 mg/hari 80%
 Nitrofurantoin 4 x 50-100 72%
mg/hari

 Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuria asimptomatik,


biasanya diberikan untuk jangka waktu 5-7 hari secara oral.
Sebagai control hasil pengobatan, dapat dilakukan pemeriksaan
ulangan biakan bakteriologik air kemih.

b) Sistitis
 Masalah
 Sistitis mencakup 0,3% hingga 2% dari keseluruhan kasus
ISK.
 Sisanya atau sebagian besar kasus, baru terdeteksi pada
penapisan selanjutnya.
 Penanganan umum
 Perhatikan hygiene region genital. Cara
pembersihan/pembilasan setelah kemih adalah dengan air
dan dibasuh dari depan ke belakang, kemudian dikeringkan.
 Atasi keluhan yang menganggu.

16
 Asuhan antenatal yang teratur untuk kehamilan dan
mengatasi keluhan/kambuhan.
 Lakukan terapi sedini mungkin.
 Pilih antibiotika yang rasional.

 Penilaian klinik

Gejala dan tanda

Hamper 95% infeksi terbatas pada kandungan kemih dan


sebagian besar wanita hamil dengan sistitis mengeluh nyeri pada
daerah supra simfisis atau nyeri saat berkemih (disuria). Gejala
dan tanda lain yang sering dijumpai adalah :

 Frekuensi berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit


sehingga menimbulkan rasa tidak puas atau tuntas.
 Air kemih berwarna lebih gelap dan pada saat seranngan
akut, kadang-kadang berwarna kemerahan.
 Pada penekanan supra simfisis, akan terasa nyeri local yang
juga menyebar ke daerah lipat paha. Prosedur pemeriksaan
ini juga menyebabkan pasien seperti ingin berkemih.
 Secara mikroskopik, tampak peningkatan jumlah leukosit,
sejumlah eritrosit, bakteri pada specimen urin. Untuk
menghindari kontaminasi, specimen pemeriksaan diambil dari
aliran tengah (mid-stream) setelah daerah genitalia eksterna
dicuci terlebih dahulu.
 Hasil biakan bakteriologis air kemih, umumnya memberikan
hasil yang positif. Sringkali dijumpai piuria atau hematuria
(gross hematuria).

 Penanganan
 Umunya dilakukan pengobatan rawat jalan dan pasien
dianjurkan untuk banyak minum.
 Atur frekuensi berkemih untuk mengurangi sensasi nyeri,
spasme dan rangsangan untuk selalu berkemih (tetapi
dengan jumlah urin yang minimal). Makin sering berkemih,
nyeri dan spasme akan makin bertambah.
 Hanya ibu hamil yang mengeluh nyeri hebat disertai dengan
hematuria, memerlukan perawatan dan observasi ketat.
 Terapi antibiotika yang dipilih mirip dengan pengobatan
bakteriuria asimptomatik. Apabila anribiotika tunggal kurang
memberikan manfaat, berikan antibiotika kombinasi.
Kombinasi tersebut dapat berupa jenis obatnya ataupun cara
pemberiannya, misal : amoksilin 4 x 250 mg per oral,
digabung dengan gentamisin 2 x 80 mg secara intramuskuler
selama 10-14 hari. Dua hingga 4 minggu kemudian dilakukan
peningkatan laboratorium untuk evaluasi pengobatan.
 Hampir 25% pasien ang pernah sistitis akan mengalami
infeksi uulangan sehingga perlu diberikan konseling untuk
upaya profilaksis dan kunjungan ulang apabila timbul kembali
gejala sistitis. Untuk pencegahan infeksi berulang diberikan
nitrofurantoin 100 mg/hari setiap malam sampai sesudah 2
minggu postpartum.

17
 Dalam asuhan antenatal yang terjadwal, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan bakteriologik air kemih, sebagai langkah
antisipasif terhadap infeksi ulang.

c) Pielonefritis
 Masalah

Sekitar 1%-2% wanita hamil, mengalami pielonefritis akut.

 Kondisi ini merupakan masalah utama saluran kemih pada


wanita hamil.
 Dua pertiga kasus pielonefritis akut, didahului oleh
bakteriuria asimptomatik.
 Pielonefritis sangat berkaitan dengan statis aliran air
kemih akibat perubahan-perubahan system saluran kemih
selama kehamilan. Dilatasi ureter terjadi akibat pengaruh
hormon (progesterone) dan obstruksi mekanik relative
akibat pembesaran uterus.
 Dari keseluruhan kasus pielonefritis akut, 9% terjadi pada
trimester pertama, 46% pada trimester kedua, dan 45%
pada trimester ketiga.
 Gejala

Demam tinggi, menggigil, sakit pinggang hebat, mual,


muntah, nafsu makan kurang, oliguria dan anuria.

Periksa urin dijumpai lekosit yang banyak bergumpal.

a. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan:


 Bisa berpengaruh terhadap hasil konsepsi seperti
abortus, partus prematurus dan kematian janin.
 Bila cepat diobat kehamilan berjalan sampai cukup
bulan dan persalinan akan normal. Pengakhiran
kehamilan biasanya tidak perlu; kecuali penyakit
tidak mempunyai respons terhadap terapi.
b. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit:
Pielitis dan sistitis lebih mudah terjadi dalam kehamilan.
Penyakit yang telah ada menjadi lebih berat karena
kehamilan.

 Penanganan umum
 Wanita hamil dengan Pielonefritis akut, harus dirawat
inapkan. Karena penderita sering mengalami mual muntah
 Bila penderita datang dalam keadaan syok, segera lakukan
pemasangan infus untuk restorasi cairan dan pemberian
medikamentosa. Pantau tanda vital dan diuresis secara
berkala.
 Wanita harus istirahat berbaring miring kea rah yang tidak
sakit.

18

Anda mungkin juga menyukai