Anda di halaman 1dari 27

TINGKAT KEPATUHAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR

TERHADAP KEWAJIBAN MENYALAKAN LAMPU UTAMA


DI SIANG HARI

(Analisa Pelaksanaan Pasal 107 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009Di Jalan
Teuku Nyak Arief)

TUGAS METODELOGI PENELITIAN

Oleh:

PUTRA AULIA
NIM :1603120001

PROGRAM STUDITEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
BATOH – BANDA ACEH
2018

1
A. LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN PRPOSAL TUGAS AKHIR

Judul : TINGKAT KEPATUHAN PENGENDARA SEPEDA


MOTOR TERHADAP KEWAJIBAN MENYALAKAN
LAMPU UTAMA DI SIANG HARI

Nama Mahasiswa : PUTRA AULIA

NIM : 1603120001

Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui,
Pembimbing :

Aldina Fatimah. ST, MT


NIDN. 1320058901

2
LEMBAR PENGESAHAN NILAI
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

DISUSUN
OLEH :

PUTRA AULIA NPM. 1603120001

TUGAS MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH ACEH

KEPADA YANG BERSANGKUTAN DIBERIKAN NILAI :

No. Nama NIM NILAI

1. PUTRA AULIA 1603120001


.....................

Banda Aceh, Mei 2018

DOSEN PEMBIMBING
METODE PENELITIAN

Aldina Fatimah. ST, MT


NIDN. 1320058901

3
B. OUTLINE PROPOSALI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu Negara berkembang baik dalam bidang


ekonomi, sosial dan industri di dunia.Sebagai salah satu Negara yang berkembang
dan ingin maju, tentunya Indonesia berusaha untuk menyesuaikan diri dan
mengikuti perkembangan dalam segala bidang.Hal ini sesuai dengan
perkembangan IPTEK di era globalisasi yang serba modern saat ini.Salah satu
produk modern yang banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Angka
kepemilikan sepeda motor meningkat tajam dari tahun ke tahun. Namun
sayangnya tidak diikuti dengan kesadaran berkendara yang baik, ditambah tingkat
emosional yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas sehingga membuat
meningkatnya angka kemacetan di sepanjang jalan.
Pada tahun 2009, POLRI mengeluarkan peraturan baru yaitu Undang-
Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-
Undang ini ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009
yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Dalam UU
tersebut terdapat peraturan baru bagi pengendara bermotor khususnya pengendara
sepeda motor.Latar belakang pembuatan peraturan ini adalah tingginya angka
kecelakaan yang terjadi disetiap harinya.Serta kurangnya kesadaran untuk
berkendara secara bijak dan tanggung jawab.Dari berbagai peristiwa kecelakaan
yang terjadi, didapatkan fakta bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi pada roda
dua atau sepeda motor.Selain itu, kecelakaan juga banyak memakan korban
jiwa.Tingginya pelanggaran lalu lintas bisa dilihat dari angka pelanggaran yang
terus meningkat.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini melihat bahwa lalu lintas dan
angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan
integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum.

4
Dari sekian banyak ketentuan yang ada, salah satu pasal yang mendapatkan
respon beragam dan menjadi perdebatan di masyarakat yaitu Pasal 107 ayat (2).

Selanjutnya didalam batang tubuh dijelaskan bahwa tujuan yang hendak


dicapai oleh Undang-Undang ini adalah:
1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi
martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Kecelakaan dapat terjadi karena berbagai faktor, penyebab yang paling


banyak adalah akibat kecerobohan pengendara itu sendiri.Misalnya,
mengoperasikan handphone pada saat berkendara, tidak mematuhi rambu-rambu
lalu lintas dan lain-lain. Banyak kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan
pengendara sepeda motor, yang dapat membahayakan diri mereka sendiri, antara
lain:
1. Pengendara sepeda motor senantiasa akan mencari jalan atau celah agar
tidak terhalang kendaraan didepannya, baik dengan cara menyalip kendaraan
didepannya atau bahkan sampai naik ke trotoar sehingga para pejalan kaki
menjadi ketakutan.
2. Mematikan atau tidak memfungsikan dengan sengaja lampu motor, baik
lampu utama, lampu rem ataupun lampu sen, sehingga hal ini akan sangat
membahayakan dirinya sendiri dan kendaraan lain dibelakangnya.
3. Mengubah bentuk kendaraan yang dapat merugikan orang lain, misalnya
menghilangkan spakboard belakang, sehingga ketika hujan dapat membuat
cipratan banyak ke kendaraan lain. Dan masih banyak lagi pelanggaran-
pelanggaran lain.

5
Sebenarnya sudah sering dilakukan pemeriksaan kendaraan mendadak
dijalanan oleh petugas polisi, tetapi sayangnya para petugas hanya melakukan
razia terhadap perlengkapan pengendara seperti SIM dan STNK.Sedangkan untuk
perlengkapan kendaraannya sendiri jarang dilakukan pengecekan.Seharusnya
masih banyak lagi peraturan-peraturan jalan raya yang harus ditaati dan semua itu
ada sanksinya. Salah satu peraturan yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009
yaitu kewajiban pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu pada siang
hari terdapat pada Pasal 107 ayat (2). Dengan adanya pasal tersebut, mewajibkan
pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu kendaraannya pada siang hari
namun dalam kenyataannya masih banyak pengendara sepeda motor yang tidak
menjalankan peraturan tersebut. Tujuan utama dari pasal tersebut adalah untuk
mengurangi tingginya angka kecelakaaan yang banyak terjadi saat ini. Analisis
ilmiah mengenai menyalakan lampu utama sepeda motor dapat menghindarkan
kecelakaan lalu lintas adalah dengan menyalakan lampu utama maka pengendara
atau pengguna jalan lain di depannya akan lebih cepat melakukan reaksi.
Sehingga pengendara atau pengguna jalan lain akan segera mengetahui
keberadaan sepeda motor yang menyalakan lampu utama dan dapat memberikan
jarak atau posisi aman dijalan.

B. Identifikasi Masalah

Kewajiban menyalakan lampu disiang hari bagi sepeda motor telah


diumumkan melalui UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Namun, hingga saat ini ternyata masih banyak orang yang belum paham
mengenai keuntungan dari menyalakan lampu utama sepeda motor disiang hari.
Ada yang beralasan menyalakan lampu motor disiang hari adalah pemborosan
energi atau ada juga yang merasa cahaya matahari sudah lebih dari cukup untuk
membuat motor terlihat oleh pengendara lain.

6
Meskipun demikian, apapun alasan untuk tidak menyalakan lampu motor,
tetap saja keuntungan menyalakan lampu motor disiang hari lebih banyak
daripada kerugiannya. Salah satunya untuk keselamatan diri kita sendiri.
Menyalakan lampu motor akan membuat kehadiran kita mudah dilihat oleh
pengendara lain. Walaupun tanpa menyalakan lampu motor kita masih dapat
terlihat, tetapi dengan lampu motor yang menyala, pengendara lain hanya
membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk melihat kehadiran kita.

C. Batasan Masalah

Dari uraian identifikasi masalah mengenai pelaksanaan UU No. 22 Tahun 2009


tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatas, dalam hal ini penulis membatasi
pembahasan pada tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor terhadap
pelaksanaan pasal 107 ayat (2) yaitu tentang menyalakan lampu utama sepeda
motor disiang hari. Penelitian terhadap tingkat kepatuhan pengendara sepeda
motor atau analisa terhadap pelaksanaan Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun
2009 tentang menyalakan lampu utama motor disiang hari ini, peneliti lakukan di
Jalan Teuku Nyak Arief Banda Aceh.

D. Rumusan Masalah

Bertolak dari uraian batasan masalah, maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor dalam
menyalakan lampu utama di siang hari sesuai dengan Pasal 107 ayat (2) UU No.
22 Tahun 2009 di Jalan Teuku Nyak Arief?

7
2. Faktor apa yang menyebabkan pengendara sepeda motor tidak
menyalakan lampu utama di siang hari sesuai dengan Pasal 107 ayat (2) UU No.
22 Tahun 2009 di Jalan Teuku Nyak Arief?
3. Bagaimana solusi kepolisian mengatasi para pengendara sepeda motor
yang tidak patuh terhadap ketentuan Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor dalam


menyalakan lampu utama di siang hari sesuai dengan Pasal 107 ayat (2) UU
No. 22 Tahun 2009.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab tidak
patuhnya pengendara sepeda motor terhadap Pasal 107 ayat (2) UU No. 22
Tahun 2009 di Banda Aceh lebih tepatnya di Jalan Teuku Nyak Arief yaitu
menyalakan lampu utama sepeda motor di siang hari.
3. Untuk mengetahui efektifitas penegakan hukum dalam pelanggaran oleh
pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama kendaraannya
pada siang hari di Jalan Teuku Nyak Arief Banda Aceh

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk
keperluan dan mengembangkan pengetahuan ilmu hukum khususnya yang
mengkaji tentang tindak pidana pelanggaran atau lebih spesifiknya pelanggaran
terhadap pelaksanaan Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 untuk
menyalakan lampu utama di siang hari.

8
2. Manfaat Praktis
A. Bagi Penulis
Dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai faktor-faktor penyebab
terjadinya pelanggaran terhadap UU No. 22 Tahun 2009 khususnya untuk
Pasal 107 ayat (2).

B. Bagi Polisi
Dapat memberi solusi penanganan pelanggaran terhadap Pasal 107 ayat (2) UU
No. 22 Tahun 2009.

C. Bagi Pemerintah
Membantu pemerintah menemukan solusi sebagai pencegahan pelanggaran
terhadap Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009.

D. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi serta gambaran tentang penerapan peraturan Pasal 107
ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 di masyarakat khususnya Banda Aceh.

BAB II

II. KAJIAN TEORI

A. Kepatuhan

Kepatuhan berarti mengkuti suatu spesifikasi, standar atau hukum yang


telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi
yang berwenang dalam sautu bidang tertentu.Lingkup suatu atuuran dapat bersifat
internasional maupun nasional, misalnya standar internasional yang diterbitkan
oleh ISO ataupun aturan-aturan nasional seperti UU No. 22 Tahun 2009.Dalam
UU No. 22 Tahun 2009 terdapat aturan-aturan yang mengatur mengenai lalu lintas

9
dan angkutan jalan. Salah satu aturan tersebut adalah mengenai kewajiban
pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu disiang hari yaitu pada pasal
107 ayat (2). Apabila para pengendara tersebut mengikuti hukum yang diatur
dengan jelas di UU No. 22 Tahun 2009 maka pengendara tersebut bisa dianggap
patuh.

Kepatuhan hukum pada hakikatnya adalah “kesetian” seseorang atau subyek


hukum terhadap hukum itu yang diwujudkan dalam bentuk perilaku yang nyata,
sedang “kesadaran hukum masyarakat” masih bersifat abstrak belum merupakan
bentuk prilaku yang nyata yang mengakomodir kehendak hukum itu sendiri.
Banyak diantara anggota masyarakat sebenarnya sadar akan perlunya
penghormatan terhadap hukum baik secara “instinktif” maupun secara rational
namun mereka cenderung tidak patuh terhadap hukum. Kebudayaan hukum yang
berkembang dimasyarakat kita ternyata lebih banyak mencerminkan bentuk
prilaku opportunis yang dapat diibarat mereka yang berkenderaan berlalu lintas di
jalan raya, ketika lampu merah dan kebetulan tidak ada polisi yang jaga maka
banyak diantara “mereka” nekat tetap jalan terus dengan tidak mengindahkan atau
memperdulikan lampu merah yang sedang menyala. Ataupun jika terkait
peraturan Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 ini, pengendara sepeda motor
menyalakan lampu utama di siang hari jika ada polisi atau jika melewati jalan
yang dijaga oleh polisi.

Kesadaran seseorang tentang hukum ternyata tidak serta merta membuat


seseorang tersebut patuh pada hukum karena banyak indikator-indikator sosial
lainnya yang mempengaruhinya. Kepatuhan hukum merupakan dependen variabel
maka untuk membangun masyarakat patuh hukum perlu dicari independen
variabel atau intervening variabel agar program pemerintah yang menghendaki
terciptanya masyarakat sadar hukum hasilnya dapat dilihat dalam bentuk
kepatuhan masyarakat tersebut pada hukum itu sendiri, sehingga tidak diperlukan
alat pemaksa yang membuat masyarakat takut agar mereka patuh pada hukum.

10
B. Sepeda Motor dan Pengemudi Motor

Menurut Pasal 1 butir (20) UU No. 22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan
kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan
bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Sedangkan pengertian kendaraan
bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa
mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Dan yang dimaksud sepeda
motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan
dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa
rumah-rumah. Penggunaan sepeda motor di Indonesia sangat populer karena
harganya yang relatif murah, penggunaan bahan bakarnya rendah dan biaya
operasionalnya juga murah.

Pengertian lampu adalah alat yang digunakan untuk menerangi. Lampu


utama pada sepeda motor adalah lampu yang ada pada sepeda motor yang
mempunyai fungsi khusus untuk menerangi ketika motor digunakan. Lampu
sepeda motor berada di depan berwarna putih dan/atau kuning. Selain lampu
sebagai alat penerang, lampu juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar
sesama pemakai jalan. Menurut UU No. 22 Tahun 2009, yang dimaksud
pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
telah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Ketertiban dalam berlalu lintas di jalan merupakan kewajiban setiap


pengguna jalan dengan tujuan untuk keamanan dan keselamatan lalu
lintas.Keamanan lalu lintas dan angkutan jalan merupakan suatu keadaan
terbebasnya setiap orang, barang dan/atau kendaraan dari gangguan perbuatan
melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.Sedangkan keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan adalah suaut keadaan terhindarnya setiap orang dari
resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan,
jalan dan/atau lingkungan.

11
C. Siang Hari

Yang dimaksud siang hari menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah bagian
hari yang terang yaitu dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Saat siang
hari yang sangat terang, membuat mata kita seakan terbiasa melihat benda-benda
disekitar (jalanan, trotoar, pohon dan sebagainya).Ketika kita melihat ada kilasan
atau sinar cahaya pada saat seperti itu, membuat perhatian kita mengarah ke
cahaya tersebut.Hal inilah yang menjadi dasar mengapa DRL perlu
dilaksanakan.Refleks saat mengemudi dari apa yang kita lihat, menentukan
seberapa cepat respon kita saat melaju dalam kecepatan tertentu. Semakin cepat
kendaraan kita melaju, maka jarak pandang yang dapat segera ditangkap mata
untuk melakukan reaksi adalah seperti dalam tabel dibawah ini:

Kecepatan Kendaraan Jarak Pandang Aman di Jarak Pandang Aman


Persimpangan Saat Akan Menyusul
40 km/h 80 m 160 m
60 km/h 120 m 220 m
80 km/h 170 m 340 m
100 km/h 230 m 480 m

Dalam tabel diatas terbaca bahwa saat akan menyusul di kecepatan 60 km/h
mata kita harus dapat melihat benda/kendaraan dengan jarak 220 meter di depan
kita. Lebih dekat dari itu, respon kita akan lambat mencerna benda, apakah itu
dalam kecepatan 60 km/h tersebut. Jika dibantu dengan program Daytime
Running Light (menghidupkan lampu pada siang hari), maka akan sangat
membantu kita melihat dari jauh kendaraan (sepeda motor) yang datang dari arah
depan atau samping, serta dari belakang melalui kaca spion.

12
D. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan


Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009
yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-
Undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992,
terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang signifikan
dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan 74
pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.

Jika kita melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992


menyebutkan Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam
pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin
pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan
sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian,
memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek
kehidupan bangsa dan negara.

Berbeda dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat


bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam
mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan
bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong
perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

13
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:

1. Kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;


2. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; dan
3. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan
Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Mencermati lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka
kita harus lebih dalam lagi melihat isi dari Pasal-Pasal yang ada di UU Nomor 22
Tahun 2009. Dari sini kita akan tahu apakah semangat tersebut seirama dengan isi
dari pengaturan-pengaturannya, atau justru berbeda. Selanjutkan kita dapat
melihat bagaimana UU ini akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana
pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakukan
penegakannya.

PERBANDINGAN PENGATURAN

UU Nomor 14 Tahun 1992 UU Nomor 22 Tahun 2009

Bab I Ketentuan Umum Bab I Ketentuan Umum

Bab II Asas dan Tujuan Bab II Asas dan Tujuan

Bab III Pembinaan Bab III Ruang Lingkup Keberlakuan


Undang-Undang

Bab IV Prasarana Bab IV Pembinaan

Bab V Kendaraan Bab V Penyelenggaraan

14
Bab VI Pengemudi Bab VI Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan

Bab VII Lalu Lintas Bab VII Kendaraan

Bab VIII Angkutan Bab VIII Pengemudi

Bab IX Lalu Lintas dan Angkutan Bab IX Lalu Lintas bagi Penderita Cacat

Bab X Dampak Lingkungan Bab X Angkutan

Bab XI Penyerahan Urusan Bab XI Keamanan dan Keselamatan Lalu


Lintas dan AngkutanJalan

Bab XII Penyidikan Bab XII Dampak Lingkungan

Bab XIII Ketentuan Pidana Bab XIII Pengembangan Industri dan


Teknologi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan

Bab XIV Ketentuan Lain-Lain Bab XIV Kecelakaan Lalu Lintas

Bab XV Ketentuan Peralihan Bab XV Perlakuan Khusus bagi Penyandang


Cacat, Manusia Usia Lanjut, Anak-Anak,
Wanita Hamil, dan Orang Sakit

Bab XVI Ketentuan Penutup Bab XVI Sistem Informasi dan Komunikasi
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Bab XVII Sumber Daya Manusia

Bab XVIII Peran Serta Masyarakat

Bab XIX Penyidikan dan Penindakan


Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Bab XX Ketentuan Pidana

15
Bab XXI Ketentuan Peralihan

Bab XXII Ketentuan Penutup

Peraturan mengenai program Daytime Running Light ini merupakan salah


satu ketentuan baru yang dituangkan dalam Pasal 107 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyebutkan bahwa
(1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan
bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.
Sedangkan pada ayat (2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang
hari.

Disatu pihak mengatakan bahwa peraturan tersebut dikeluarkan untuk


menekan angka kecelakaan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Sedangkan
dipihak lain berpendapat bahwa peraturan tersebut suatu kekeliruan yang
dipaksakan kepada masyarakat. Ketentuan pidana dari pelaksanaan
programDaytime Running Light ini diatur dalam Pasal 293 ayat (2) dimana setiap
orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama
pada siang hari dipidana dengan kurungan paling lama 15 hari atau denda paling
banyak Rp100.000,00.

16
BAB III

III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi tempat penelitian yang dipilih penulis adalah Jalan Teuku Nyak
Arief Banda Aceh, karena di jalan ini banyak pengguna sepeda motor lewat.
Selain itu, lokasi ini dinilai paling strategis untuk melakukan penelitian karena
jalan ini merupakan jalan yang menghubungkan wilayah kabupaten Sleman
dengan kota Yogyakarta. Di Jalan Kaliurang juga banyak pengendara sepeda
motor yang tidak menyalakan lampunya di siang hari, padahal ada pos polisi yang
selalu berjaga di perempatan Kentungan Jalan Kaliurang.

B. Tipe/Jenis Penelitian

Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap


bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.Tujuan penelitian
kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis,
teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses
pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena
memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi
matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Secara umum, metode penelitian
kuantitatif dibedakan atas dua dikotomi besar, yaitu eksperimental dan
noneksperimental.Eksperimental dapat dipilah lagi menjadi eksperimen kuasi,
subjek, tunggal dan sebagainya.Sedangkan noneksperimental berupa deskriptif,
komparatif, korelasional, survey, ex post facto, histories dan sebagainya.

Tipe/jenis penelitian yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif (yuridis empiris) berupa penulisan, penelitian untuk
menggambarkan keadaan suatu fenomena mengenai tingkat kepatuhan bagi

17
pelanggaran yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor yang tidak
menyalakan lampu kendaraannya pada siang hari seperti yang telah diatur dalam
Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009.

Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk
menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara
fenomena yang diuji. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan
gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah
proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal
atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan
seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan
seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat
kontradiktif mengenai subjek penelitian.

C. Variabel Penelitian

Dalam peneltian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terkait. Variabel bebas disebut variabel penyebab, variabel ini diberi symbol X
dan variabel terikat yang merupakan variabel akibat diberi symbol Y. penelitian
ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat, bila djabarkan sebagai
berikut:
1. Variabel terkaitnya adalah kewajiban menyalakan lampu utama sepeda motor
di siang hari (Y).
2. Variabel bebasnya adalah tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor (X).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis antara lain:


 Wawancara
Menurut pengertiannya wawancara adalah teknik pengumpulan data atau
informasi dari informan dan/atau responden yang sudah ditetapkan, dilakukan
dengan cara tanya jawab sepihak tetapi sistematis atas dasar tujuan penelitian

18
yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan
para pengendara sepeda motor yang melintas di sepanjang Jalan Kaliurang dan
aparat penegak hukum yaitu polisi di beberapa pos polisi daerah kabupaten
Sleman tentang pelaksanaan Pasal 107 ayat (2) mengenai menyalakan lampu
utama sepeda motor di siang hari.

 Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data/fakta
yang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem.Observasi adalah pengamatan
langsung para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya dan/atau
pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan. Dalam penelitian ini
penulis melakukan observasi untuk menyajikan gambaran realistik atau kejadian
nyata yang terjadi terhadap tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor yang
melakukan pelanggaran Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 yaitu tidak
menyalakan lampu utama pada siang hari.

 Dokumen
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mempelajari arsip atau
dokumen-dokumen, yaitu setiap bahan tertulis baik internal maupun eksternal
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian (Moleong,
2006:163). Penulis melakukan dokumentasi berupa surat-surat atau laporan-
laporan tertulis tentang tingkat kepatuhan yang telah dilakukan oleh pihak
kepolisian kepada pengendara sepeda motor yang telah melakukan pelanggaran
yaitu tidak menyalakan lampu utama motor di siang hari.

E. Metode Pendekatan

Ali Muhamad (1985:8) mengemukakan bahwa pendekatan penelitian


merupakan keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan oleh penliti dalam
pelaksanaan penelitian mulai dari merumuskan masalah sampai penarikan
kesimpulan. Sedangkan metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan

19
penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis dimana peneliti mengkaji Pasal 107 ayat
(2) UU No. 22 Tahun 2009 mengenai tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor
terhadap kewajiban menyalakan lampu utama pada siang hari.

F. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (2006:130). Populasi


penelitian ini adalah pengendara sepeda motor yang melintasi Jalan Kaliurang
Sleman. Penarikan sample dilakukan penulis secara random sampling pada
pengguna kendaraan sepeda motor di sepanjang Jalan Kaliurang Sleman yang
tidak menyalakan lampu utama sepeda motor di siang hari.

Sampel merupakan bagian atau wakil dari keseluruhan subyek yang diteliti
dan sampel yang diambil dari populasi itu harus betul-betul mewakili. Sampel
dalam penelitian ini adalah pengendara kendaraan sepeda motor sebagai pengguna
jalan. Tentunya tidak semua pengendara sepeda motor yang berada di lokasi
penelitian yang dijadikan responden. Hanya pengendara sepeda motor yang
melanggar ketentuan Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 mengenai
kewajiban menyalakan lampu utama di siang hari dan aparat penegak hukum
(polisi) yang berjaga di Jalan Kaliurang kabupaten Sleman Yogyakarta.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu atau suatu fasilitas pada waktu
peneliti menggunakan metode pengumpulan data agar pekerjaan tersebut lebih
mudah terutama dalam olah dan analisis data. Instrumen penelitian ini digunakan
untuk memberikan informasi dalam mengungkap tingkat kepatuhan para
pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor terhadap kewajiban
menyalakan lampu utama di siang hari. Hal ini merupakan analisa terhadap
pelaksanakan Pasal 107 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.

20
H. Pengujian Instrumen

Uji instrumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
validitas dan reabilitas instrumen, sehingga dapat diketahui layak tidaknya
instrumen penellitian tersebut digunakan dalam pengambilan data penelitian data.
1. Uji Validitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 168) validitas adalah suatu ukuran yang
menentukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
apabila dapat mengungkapkan variabel yang diteliti secara tepat tinggi rendahnya
instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tentang validitas yang dimaksud. Uji validitas merupakan prosedur
pengujian untuk mengetahui apakah instrumen dapat mengukur dengan baik atau
tidak. Perhitungan validitas dilakukan dengan teknik analisis Product
Moment dengan rumus:
N∑XY – (∑X) (∑Y)
rxy =
[N∑X2 – (∑X)2] [N∑X2 – (∑X)2]

rxy = Koefisien korelasi antara Variabel X dan Y


N = Jumlah subyek
∑XY = Produk dari X dan Y
∑X = Jumlah nilai X
∑Y = Jumalh Y
∑X2 = Jumlah nilai X
∑Y2 = Jumlah Y
Kriteria yang digunakan untuk menentukan valid tidaknya suatu soal yaitu
dengan membandingkan r hasil hitung (RX) dengan r tabel pada tarif signifikansi

21
5%.Instrumen dikatakan valid jika r hitung lebih besar dari r tabel, sedang jika r
hitung lebih kecil dari r tabel maka dikatakan tidak valid.

2. Uji Reabilitas
Reabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengajuan validitas
instrumen.Reabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk mengajukan sebagai alat pengumpul data karena
instrument tersebut sudah baik.Uji reabilitas dalam penelitian ini menggunakan
rumus koefisien Alpha. Rumus ini digunakan untuk mencari reabilitas instrument
yang skornya bukan 1 dan 0. Rumusnya sebagai berikut: (Suharsimi Arikunto,
2002:276)

Untuk menguji taraf signifikan koefisien reabilitas tersebut, maka harga r


hitung dikonsultasikan dengan data sebagai beriktu:
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 : Sangat rendah (tak berkolerasi)

I. Data Penelitian

1. Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan adalah seluruh keterangan dan informasi yang
didapat peneliti serta dokumentasi surat-surat atau laporan-laporan tentang
pelanggaran Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009.
2. Jenis Data
A. Data primer
Data primer meliputi tingkat kepatuhan pengendara sepeda motor terhadap
pelanggaran ketentuan Pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 tentang

22
menyalakan lampu utama pada siang hari di Jalan Kaliurang kabupaten
Selman.
B. Data sekunder
Informasi yang didapat di buku dan media lainnya yang berhubungan
dengan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas.

J. Teknik Analisa Data

1. Uji Prasyarat Analisis


A. Uji Linearitas
Uji linearitas dimaksud untuk mengetahui apakah hubungan variabel bebas dan
variabel terikat bersifat linier atau tidak. Untuk menghitung hubungan lineaitas
digunakan rumus sebagai berikut:
FKreg
Freg =
FKres

Keterangan:
Freg : nilai F untuk garis regresi
FKreg : kuadrat rerata untuk garis regresi
FKres : kuadrat rerata untuk garis Residu
Signifikan ditetapkan 5%, sehingga apabila F dihitung lebih kecil dari F tabel,
maka hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tidak linier.

B. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan sebagai syarat digunakannya analisis regresi
ganda.Untuk menguji terjadi tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas
dilakukan dengan menyelidiki besarnya interkorelasi antar variabel bebas tersebut.
Uji multikolinearitas ini menggunakan rumus korelasi Product Moment sebagai
beriktu:
N∑XY – (∑X) (∑Y)

23
rxy =
[N∑X2 – (∑X)2] [N∑X2 – (∑X)2]

rxy = Koefisien korelasi antara Variabel X dan Y


N = Jumlah subyek
∑XY = Produk dari X dan Y
∑X = Jumlah nilai X
∑Y = Jumalh Y
∑X2 = Jumlah nilai X kuadrat
∑Y2 = Jumlah Y kuadrat
(Suharsimi Arikunto, 2002: 146)

2. Pengajuan Hipotesis
Analisis bivarat digunakan untuk menguji hipotesis dua variabel yaitu untuk
mengetahui tingkat kepatuhan para pengguna jalan khususnya pengendara sepeda
motor terhadap kewajiban menyalakan lampu utama disiang hari. Dapat
menggunakan analisis bivarat dengan menggunakan rumus korelasiProduct
Moment dari Karl Pearson. Adapun rumunya:
N∑XY – (∑X) (∑Y)
rxy =
[N∑X2 – (∑X)2] [N∑X2 – (∑X)2]

rxy = Koefisien korelasi antara Variabel X dan Y


N = Jumlah subyek
∑XY = Produk dari X dan Y
∑X = Jumlah nilai X
∑Y = Jumalh Y
∑X2 = Jumlah nilai X kuadrat
∑Y2 = Jumlah Y kuadrat
(Suharsimi Arikunto, 2002: 146)

24
Untuk mengetahui koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak, hasil
dari perhitungan perlu dibandingkan dengan r tabel dengan tingkat kesalahan
5%.Jika r hitung > r tabel maka korelasi dinyatakan signifikan dan jika r hitung <
r tabel maka korelasi tidak signifikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Edy Halomoan Gurning.(04 Maret 2010).Lembaga Bantuan Hukum


Jakarta.Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Raya. Diambil pada tanggal 04 Juni 2011,
darihttp://www.bantuanhukum.or.id/index.php/id/dokumentasi/makalah/227-
implementasi-undang-undang-nomor-22-tahun-2009-tentang-lalu-lintas-dan-
angkutan-jalan-raya-.

Lexi J Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Karya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.(2009). Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 22, Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Mohammad Fairuz. (28 Oktober 2010).Faicup. Contoh Proposal


Penelitian.Diambil pada tanggal 23 Mei 2011,
darihttp://fairuzmurtadlo.blogspot.com/2010_10_01_archive.html.

Muhamad, Ali. 1985. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung.


Aksara.

M Sofyan Lubis.(2010). Legal Articles. Kesadaran Hukum vs Kepatuhan


Hukum.Diambil pada tanggal 4 Juni 2011, dari http://www.kantorhukum-
lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=13.

http://www.scribd.com/doc/22186725/Observasi-Dan-Wawancara

26
RENCANA JADWAL KEGIATAN
JADWAL (BULAN)
NO KEGIATAN
MEI JUN JUL AGT SEP OKT
1. Studi awal/literatur
2. Penyusunan proposal
3. Seminar proposal
4. Pengambilan data
Pengolahan data dan
5.
penyusunan proposal
6. Seminar proposal

Banda Aceh, Mei 2018


Penulis,

Putra Aulia
NPM.1603120001

Menyetujui,
Pembimbing

Aldina Fatimah, ST.MT


NIDN. 1320058901

27

Anda mungkin juga menyukai