Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEL DENDRITIK

Tugas Biologi Sel dan Molekuler


Dosen Pengampu : Sri Nita, S.Si, M.Si

Disusun oleh :
E F R I EN I
NIM. 041126281822010

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK


PASCA SARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TA. 2018/2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sangat mudah terpapar oleh mikroorganisme penyebab infeksi seperti

parasit, jamur, bakteri maupun virus. Oleh karena itu sistem kekebalan tubuh yang baik

dalam menangkal semua mikroorganisme pathogen tersebut sangat diperlukan .

Sistem kekebalan tubuh memiliki beberapa jalur untuk mengenali dan menanggapi

komponen mikroba dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan rangsangan

(Steinmen.2007).

Untuk proteksi optimal terhadap berbagai macam mikroorganisme yang

menginvasi tubuh manusia perlu adanya aktivasi respon imun bawaan dan antigen adaptif

(Kapsenberg.2003). Lebih dari selusin tipe sel yang mengekspresikan lebih dari 300

molekul membran terlibat dalam mekanisme ini (Steinmen. 2007). Sehingga walaupun

terlihat ada perbedaan dalam mekanisme respon tapi sejatinya kedua mekanisme itu

merupakan mekanisme komplek yang saling terkait (Hoebe et al.2004)

Sehubungan dengan tugas sistem imun sebagai alat pertahanan terhadap infeksi

mikrioba, sistem imun harusmempunyai mekanisme kerja yang sangat unik meliputi:

pertama, mengenali antigen untuk mengetahui adanya bahan infektif. Kedua, mampu

mengaktifkan fungsi efektor untukmengeliminasi secara tuntas infektif yang masuk.

Ketiga, mampu mengatur atau mempunyai regulasi sendiri sehingga tidak terjadi eror

dalam sistem imun. Keempat, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sitem memori

imun (Orbea et al.2012)

Dalam mekanisme dua sistem imun tersebut diperlukan berbagai sel dan molekul

komplek yang mampu menjembatani antara sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif.

(Playfair et al.2009). Salah satunya adalah sel yang dapat menyajikan antigen dalam

bentuk peptida atau lipid pada sel sel efektor (Limfosit) yang disebut Antigen Pressenting

2
Cell (APC). Sel dendritik, Fagosit mononuklear (Makrofag) dan sel B dapat berperan

sebagai APC ketiganya disebut APC profesional. Namun demikian sel dendritik

merupakan APC paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat-tempat

dimana mikroba dan antigen asing masuk tubuh dan serta organ – organ yang menjadi

target bakteri untuk berkembang (Bratawidjaja.2006).

Terdapat banyak perspektif terhadap pengaruh kuat sel dendritik dalam mencapai

kekebalan secara luas. Dari perspektif seleksi alam, sel dendritik membantu sistem

kekebalan tubuh dalam menghalau terhadap lebih dari seribu bentuk infeksi berbeda.

Dari perspektif fisiologis, perlawanan terhadap infeksi bukanlah respon tunggal otomatis.

Dari perspektif seluler, sel dendritik yang terkenal karena peran mereka dalam memulai

imunitas T-cell, Namun demikian, sel dendritik dapat mempengaruhi semua jenis limfosit.

Dari perspektif medis, sel dendritik mempengaruhi banyak kondisi klinis. Selain itu untuk

menyediakan ketahanan terhadap beberapa penyakit, sel dendritik dapat memicu

peradangan autoimun dan alergi dan penolakan transplantasi, serta dapat dimanfaatkan

oleh beberapa infeksi dan tumor. (Steinmen.2007)

Dari pendahuluan diatas sangat menarik untuk melihat dan menelaah mekanisme

sel dendritik dalam menghadapi paparan mikroorganisme pathogen. Tujuan dari makalah

ini adalah untuk melihat peranan dendritik sel dalam melawan infeksi. Makalah ini juga

dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Sel dan Molekuler di

Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya.

3
BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

SEL DENDRITIK DAN PERANANNYA TERHADAP INFEKSI

Sejarah Penemuan Sel Dendritik

Ralph Steinmen mengungkapkan dalam tulisannya bahwa sel dendritik yang ia

temukan dalam proses penemuannya sangat dibantu oleh penelitian yang dilakukan oleh

Robert Mishell danRichard Dutton pada tahun 1966. Kedua peneliti ini mencoba mencari

tahu bagaimana menghasilkan tanggapanantiboditerhadap antigen tertentu dari

suspensilimpa tikus cells. Mereka menyimpulkan bahwa limfosit (campuran dari sel B dan

T), jikadimurnikan dengan berbagai cara, tidak akan membentuk antibodikecuali jika

ditambahkan “accessory cells”. Dari hasil itu Steinmen mempunyai pemikiran bahwa sel

aksesori tersebut mungkin memberikan kesempatan untukmemahami

imunogenisitas.(Steinmen.2007)

Gambar.1 (a) Sel dendritik hasil capture Mikroskop Elektron pada


ephitel trachea tikus normal .(b) Micrograph transmisi
elektron Sel Dendritik yang disiolasi secara enzimatis
dari lung tikus normal. (Upham et al.2006)

Melalui beberapa penelitian akhirnya Pada tahun 1973 Ralph Steinman dan

koleganya Zanvil Cohn menemukan tipe sel baru yang ia sebut sel dendritik. Dari semua

sel aksesori yang mereka teliti mereka menemukan sel lain yang terlihat berbeda dan

4
tidak bertindak sebagaimana makrofag yang selama ini mereka teliti.Steinmen dalam

tulisannya juga mengemukakan, karena ditemukan secara kontinue dalam

bentuksepertipohon, khususnyadalam jaringan dimana dendritik ditemukan,

sehinggamereka kemudian memberi nama sel dendritik (berasal dari dendron,kata Yunani

untuk pohon). Dan meskipunsel-sel dendritik mewakili kurang dari 1% darisel-sel yang

kita bisa diisolasi dari limpa, namun karena ciri khas dan pentingnya dalammemulai

seleksi klonal telah memicu komitmen berkelanjutanuntuk mencari seltersebut

(Steinmen.2007)

Mekanisme Respon Imun

Mikroorganisme merupakan benda asing yang sangat penting untuk dikenali oleh

sistem imun. Perlu diingat bahwa pertahanan pertama adalah menjaga agar benda asing

tersebut tidak berhasil masuk ke dalam tubuh sehingga berbagai pertahanan eksternal

seperti lapisan kulit yang intak pada bagian luar, sekresi anti mikroba (terutama bakteri )

pada lapisan kulit dan mukosa seperti lisozim, laktoferin, defensin dan peroksidase.

Contoh lainnya adalah adanya pH yang sangat asam dalam lambung untuk menghalau

mikroba.(Playfair et al.2009 danBratawidjaja.2007).

Namun jika ternyata mikroba infektif berhasil menembus pertahanan tersebut maka

serangkaian respon imun akan terjadi. Melalui reseptor yang disebut pattern-recognition

reseptor (PRR) sistem imun bawaan akan mengenali molekul spesifik mikroba yang diberi

nama pathogen-associated molecular pattern (PAMPs). Adanya komplek PAMPs-PRR

menyebabkan respon protektif oleh sistem imun bawaan serta mampu mengaktifkan

respon imun adaptif untuk proteksi yang lebih maksimal. Jadi pengenalan dan reseptor

merupakan faktor yang menentukan dalam mekanisme ini (Playfair et al.2009).

5
Peran Sel Dendritik Dalam Sistem Imun

Sel dendritik ditemukan dalam jumlah <0,1% dalam darah, dalam stadium ini sel

dendritik menunjukkan membran yang berkerut kerut yang disebut veiled cell. Sel tersebut

juga dapat ditemukan di kulit (sel langerhans), kelenjar limfoid sebagai sel interdigit,

parakorteks di sinus marginal limfatik aferen (Bratawidjaja.2006), di intima aorta

(Cheonget al.2012)

Berdasarkan fungsinya terdapat 2 jenis dendritik sel yaitu conventional dendritic

cells (cDCs) and plasmacytoid dendritic cells (pDCs). Fungsi utama cDCs berperan dalam

mengenali antigen dan mepresentasikannya ke sel T serta mengeluarkan beberapa molekul

penting, sedangkan pDCs dipertimbangakan dalamperannya sebagai penghasil interferon

antivirus.(Malissen et al.2012).

Secara umumdapat digambarkan bahwa peran sel dendritik terhadap penyakit

infeksi dimulai dari mengenali antigen yang spesifik dikeluarkan oleh mikroba,

mengeluarkan molekul seperti sitokin dan kemokin serta mengaktifkan naif T cell dengan

mempresentasikan antigen melalui Mayor Histocompatibility Complek (MHC) / Human

Leucocyte Antigen (HLA). Polarisasi T cel inilah awal dimulainya respon imun adaptif

yang akan lebih spesifik dan lebih efektif dalam mengeliminasi mikroba pathogen dalam

tubuh karena tidak hanya mengaktifkan respon imun adaptif tapi juga memperkuat

kemampuan sel sel inflamasi atau fagosit pada respon imun bawaan. Secara lebih

mendalam akan digambarkan dalam beberapa bahasan berikut:

a. Sel dendritik mengenali antigen melalui berbagai reseptor (PRR)

Pada perkembangan awal, sel dendritik sebagaimana sel monosit berada dalam

peredaran darah. Sel dendritik yang muda(immature DCs) segera memasuki jaringan.

Sepertihalnya anggota respon imun bawaan, sel dendritik juga dapat mengekspresikan

PAMPs melalui reseptor-reseptornya (PRR). (Mclnturffet al.2005).

6
Secara umum PRR mempunyai fungsi yang sama yaitu mengenali antigen spesifik

dari mikroba baik bakteria , virus , jamur maupun parasit. Namun berdasarkan fungsinya

terdapat 2 kelompok besar reseptor yaitu; (1) Kelompok yang bersama Fc reseptor

membantu sel dendritik secara aktif memfagosit, atau macropinocytosis (Orbea et

al.2012) antigen dan kemudian mengolahnya hingga dapat dipresentasikan melalui

MHC.Diantaranya adalah DEC25 yang mampu mengenali LPS dari bakteri. Dan (2)

adalah berbagaiToll-Like Reseptor (TLRS) yang mampu menginisiasi gen gen sel dendritik

untuk mengekspresikan molekul tertentu (sitokin atau kemokin)sehingga mampu

menjembatani sel dendritik muda untuk bermigrasi dari jaringan ke kelenjar limfa

sehingga dapat berinteraksi dengan sel T (Mclnturffet al.2005).

TLRs merupakan protein transmembran yang mempunyai susunan Leucine-rich

pada bagian luar dan serupa dengan sitoplasmik IL-1 pada bagian dalam (Mclnturffet

al.2005). ada sekitar 10 (Malissen et al.2012) (Mclnturffet al.2005) jenis molekul TLRs

yang terdapat pada manusia namun yang diketahuiterdapat pada sel dendritik adalah

TLRs-2, TLRs-3, TLRs-4, TLRs-7, dan TLRs-9 yang secara spesifik mengenali antigen

(Kapsenberg.2003). untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.3 berikut ini.

7
Gambar 2. Berbagai jenis TLRS dan molekul sfesifik bakteri yang dapat dikenalinya
(Mclnturff et al. 2005)

b. Sel dendritik menginisiasi respon imun adaptif

Saat sel dendritik muda mengenali mikroba melalui reseptor DEC25 atau manossa

misalnya makasel dendritik akan mengolah antigen mejadi peptida tertentu yang kemudian

akan dipresentasikan melalui MHC. Namun demikian hal ini tidak dapat menyebabkan sel

dendritik bermigrasi sampai reseptor lainnya yaitu TLRs mengenali antigen

tersebut.(Malissen et al.2012). TLRs dapat mengkaktifasi NFkB sehingga sel mampu

menghasilkan sitokin dan kemokin (Mclnturff et al. 2005 dan Playfair et al.2009). TLRs

dapat menekan sel untuk mengekspresikan CCR7 yang dapat berinteraksi dengan CCL21

yang diproduksi di kelenjar lifa sehingga sel dendritik muda dapat bermigrasi ke kelenjar

limfa untukber proliferasi dan mengaktifkan sel T naif.(Calame et al.2012).

TLRs adalah reseptor permukaan yang hanya dapat mengenali antigen

ekstraseluler. Untuk dapat mengenali mikroba intraseluler maka sel dendritik dapat

menggunakan reseptor NOD-Like reseptors (NLRs) atau RIG-1-like helikases (RLHs)

yang lebih sensitif dalam mengikat antogen virus dalan sitoplasma (Malissen et al.2012).

a b

8
Gambar 3. (a).Sel dendritik jaringan kulit (Langerhans cell) bermigrasi ke kelenjar limfa
untuk mengaktifkan sel T naif (Foto: Hladik et al). (b) Limfosit
manusia(Ungu) yang berikatan dengan permukaan sel dendritik (Pseudo-
biru)(Foto: Schwartz).

c. Efek sel T yang teraktifasi

Antigen spesifik mikroba yang difagosit sel dendritik akan diolah hingga menjadi

molekul dalam bentuk peptida. Peptidayang berasal darikompartemen sel dendritik yang

berbedadikirimke permukaan sel dengankelas molekul MHCyang berbeda. molekul

MHCkelas Imemberikanpeptidayang berasal darisitosol (jalur cross-presentation) biasanya

untuk infeksi virus, sedangkanmolekulMHC kelasIImemberikanpeptidayang berasaldalam

sistemvesikuler (Acuto et al.2012) mekanisme ini juga diperkuat oleh molekul

kostimulatori yang dihasilkan oleh sel dendritik yaituB7-1 dan B7-1 (Bratawijaya.2006)

MHC kelas I dipresentasi pada permukaan sel T dan merangsang aktifasi CD8+

SelT (Steinmen.2007)Sel yang terinfeksi virus ataubaktericytosolicterdeteksidan

dieliminasioleh selTsitotoksik ini. Namun demikian tidak semua sel terinfeksi virus dapat

dieliminasi dengan mekanisme ini.(Acuto et al.2012)

Gambar 4. Berbagai varian T helper dan fungsinya dalam respon imun adaptif (Calame
et al.2012)

9
Untuk MHCkelas II presentasi dimaksudkan untuk merangsang sel CD4+ T

helper. Seperti yang terlihat pada gambar. 4, terdapat 6 T helper yang teraktifasiyaitu Th-1,

Th-2, Th-17, TFH, dan Treg. Th-1 berperan adalam mendukung makrofag dalam

melisiskan mikroba yang menginfeksi sel tersebut, Th-2 dan TFHlebih banyak berperan

dalam mendukung sel B dalam menghasilkan antibody dan Th-17 meningkatkan respon

netrofilsebagi barier mikroba di kulit, (Calame et al.2012). Sedangkan Treg sebagai

pengatur dan mencegah terjadinya respon imun pada self-antigen seperti mencegah

terjadinya penyakit autoimun( Rifa’i. 2010 dan Steinman et al.2003).

PEMANFAATAN SEL DENDRITIK SAAT INI

Sel dendritik mempunyai fungsi yang cukup luas sehingga banyak dimanfatkan

dalam berbagai penelitian bukan hanya terhadap penyakit infeksi namun juga terhadap

fungsi lainnya, diantarannya terhadap penyakit atherosclerosis (Cheong et al. 2012) dan

pemanfaatanya dalam transpalantasi (Moreau et al. 2012).

Pada tahun 2008 harapan dunia terhadap penganan HIV sempat melambung

dengan ditemukannya dua protein dalam sel dendritik yang menghambat pengeluaran virus

(budding) dari sel tersebut, sehingga melindungi sel lain agar tidak tertular. Sel dendritik

terlibat dalam pengintaian dan perlindungan kekebalan pada awal terinfeksi HIV. Wang

dan Pang menemukan bahwa kehadiran DC-SIGN bersamaan dengan DC-SIGNR, protein

yang serupa, menghambat pengeluaran HIV dari sel dendritik sebanyak 95 hingga 99,5

persen. Mereka berpendapat bahwa protein tersebut mengganggu kemampuan HIV untuk

menyelesaikan proses perakitan pada selaput luar sel dendritik sehingga mencegah

budding. Pang mendorong para peneliti lain untuk menyelidiki bagaimana pengetahuan ini

dapat menolong upaya untuk menghasilkan vaksin HIV yang efektif (Wang et al.2008).

10
Namun sampai saat ini pengembangan dari penelitian tersebut belum terdengar

kembali. Bahkan pada penelitian terbaru lainnya disimpukan bahwa sel dendritik mampu

menghambat lentavirus untuk berkembang dalam sel namun ternyata lentavirus pathogen

seperti HIV dapat mematahkan sistem penghambatan tersebut (Drake et al. 2012)

11
BAB. III
KESIMPULAN

Sel dendritik tidak berperan secara langsung dalam mematikan berbagai mikroba

pathogen penyebab infeksi seperti yang dilakukan makrofag. Namun demikian sebagai

APC (Antigen Presenting Cell) profesional, sel dendritik mampu merespon pathogen yang

masuk dengan cepat karena berada pada daerah strategis tempat masuknya mikroba

pathogen, efisien dalam menangkap pathogenserta mampu menginisiasi respon imun

adaptif yang akan lebih spesifik dan lebih efektif dalam mengeliminasi mikroba pathogen

dalam tubuh karena tidak hanya mengaktifkan respon imun adaptif tapi juga memperkuat

kemampuan sel sel inflamasi atau fagositmaupun sistem humoral pada respon imun

bawaan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Acuto,O. Berg, L. Cantrell, D. Chan, A. Heissmeyer, V. Jameson, S. Nunez, G. Saito, T.


Samelson, L. Schwartzberg, P and Weiss, A Chapter 6: Antigen Presentation toT
Lymphocytes, pp:223-259. Dalam K. Murphy (ed). Janeway’s Immunobiology 8TH
Edition. Garland Science Taylor and Paris Group. London and New York.

Bratawijaya, K.G. 2006. Imunologi Dasar, Edisi Tujuh. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Calame, K. Cancro,M. Carter, R.H. Cyster, J. Kearney, J. Kelsoe, G.and Neuberger, M.


2012. Chapter 9: T Cell-Mediated Immunity, pp: 357-408. Dalam K. Murphy (ed).
Janeway’s Immunobiology 8TH Edition. Garland Science Taylor and Paris Group.
London and New York.

Cheong, C and Choi, J.H. 2012. Dendritic Cells and Regulatory T Cells in Atherosclerosis.
Mol. Cells . Vol.34:341-347

Drake et al.: Dendritic cell nediated inhibition of lentiviral infection. Retrovirology 2012
9(Suppl 2):P178.

Hoebe, K. Jansen, E and Beutler, B. 2004. The Interface Betwen Innate and Adaptive
Immunity. Natur Immunologi Vol.5(10): 971-974

Hladik, F. Sakchalathorn, P. and McElrath, J.M. Front-line Defenders. Tersedia


di:http://www.cell.com/cell_picture_show-immunology [Diakses tanggal 12
Desember 2012].

Hughes, T. and Upham, J. W. 2006. Dendritic cells. Dalam Geoffrey J. Laurent and Steven
D. Shapiro (Ed.), Encyclopedia of Respiratory Medicine (pp. 10-15) Oxford:
Elsevier Academic Press.

Kapsenberg, M.L. 2003.Dendritic Cell: Control of Pathogen Driven T-Cell Polarization.


Nature Reviews Immunology. Vol.3:984-993.

Malissen, B, Reinherz, E. Stanfield, R and Wilson, I. 2012. Chapter 3: The Induced


Responses of Innate Immunity, pp:97-147. Dalam K. Murphy (ed). Janeway’s
Immunobiology 8TH Edition. Garland Science Taylor and Paris Group. London and
New York.

McInturff, J.E. Modlin, R.L. and Kim, J. 2005.The Role of Toll-like Receptors in the
Pathogenesis and Treatment of Dermatological Disease. The Journal of Invetigative
Dermatology. Vol.125: 1-7

Moreau, A. Varey, E. Bouchet-Delbos, and Cuturi, M.CCell therapy using tolerogenic


dendritic cells inTransplantation. Transplantation Research 2012, 1:13

13
Orbea, H.A. Godrick, E. & McKay D. 2012. Chapter 1: Basic Concept in immunology, pp:
23-40. Dalam K. Murphy (ed). Janeway’s Immunobiology 8TH Edition. Garland
Science Taylor and Paris Group. London and New York.

Playfair, J.H.L and Chain, B.M. 2009. Immunology at a Glance, Edition: 9


pp.80.Blackwell Scientific Publications. Oxford

Rifa’i, M. 2010. Perkembangan Sel T Regulator Periferal dan Mekanisme Supresi in vitro.
J.Exp. Life Sci.Vol. 1(1): 43-47.
Steinman, R.M. 2007. Dendritic Cell: Versatile Controllers of TheImmune System. Nature
Medicene Vol. 3(10) :vii-xi

Schwartz. Potent Presenters. Tersedia di:http://www.cell.com/cell_picture_show-


immunology [Diakses tanggal 12 Desember 2012].
Steinman, R.M. Hawiger, D and Nussenzwei, M.C. Tolerogenic Dendritic Cell. Annu.
Rev. Immunol. 2003. Vol.21:685–711.

Wang, Q and Pang, S. 2008. An intercellular adhesion molecule-3 (ICAM-3) -grabbing


nonintegrin (DC-SIGN) efficiently blocksHIV viral budding. The FASEB Journal.
Vol.12

14

Anda mungkin juga menyukai