Anda di halaman 1dari 10

KASUS MEDIK

Nama Peserta : dr. Uswah Hasanuddin


Nama Wahana: RS AU dr. Dody Sarjoto
Topik: Preeklamsia
Tanggal (kasus) : 1-6-2017
Tanggal presentasi : 20-7-2017 Pendamping: dr. Ignatius Budi, Sp. An
Tempat presentasi: RS AU dr. Dody Sarjoto
Obyek presentasi : Power Point
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
 Deskripsi: Ibu hamil usia 42 tahun G6P3A2 dengan usia kehamilan 39-40 minggu.
 Nyeri perut tembus belakang.
 Riwayat pelepasan darah dari jalan lahir (+).
 Tekanan darah 150/90 mmHg.
Tujuan: menegakkan diagnosis Preeklamsia dan penatalaksanaannya.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data Pasien: Nama: Ny. R No.Registrasi: 013220
Nama Klinik RS AU dr. Dody Sarjoto
Data utama untuk bahan diskusi:
Seorang Ibu hamil usia 42 tahun G6P3A2 dengan usia kehamilan 39-40 minggu masuk RS dengan
keluhan nyeri perut tembus belakang yang di alami sejak subuh. Nyeri perut disertai pelepasan
darah dari jalan lahir (+).

Status Generalisata : Sakit sedang/gizi kurang/kompos mentis

Status Vitalis: TD : 150/90mmhg; N: 84x/mnt, reguler, kuat angkat


P : 20x/mnt tipe thoracoabdominal S: 36,50C
Pemeriksaan Fisis
Status lokalis:
 Kepala : konjungtiva anemis : -/-
Sklera Ikterus : -/-
Bibir Sianosis :-
 Leher : Nyeri Tekan :-
Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
 Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri=kanan.

Palpasi : MT(-), NT(-), VF kanan = kiri


Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : BP: vesikuler, Rh -/-, Wheezing -/-
 Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS-V linea midclavikularis
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-)
 Abdomen : (Status Ginekologi)
Inspeksi : cembung membesar, striae gravidarum (+), caput medusa (-), skar
operasi (-)
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : tymphani pada bawah prosessus xiphoideus, redup pada uterus
Palpasi : hepar dan lien sukar dinilai
 Ekstremitas: Edema pretibial -/-, ikterus (-)
Status Obstetri
 Palpasi (pemeriksaan luar)
Tinggi Fundus Uteri : 3 jari di bawah processus xyphoideus (36 cm)
Letak Janin : memanjang dengan punggung di kanan, bagian terbawah adalah
kepala, belum masuk PAP, penurunan 5/5
Denyut Jantung Janin : 149 x/menit regular
His : his 1 x/10 menit, lama <10 detik
Taksiran Berat Janin : 3410 gr
 Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher)
Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : kuncup, tebal, lunak
Pembukaan : belum ada pembukaan
Ketuban : ketuban tidak dapat dinilai

Pemeriksaan Lanjutan

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Hemoglobin 10.9 11.5-16.0 d/dL
Leukosit 14.0
4.0-10-0 102/mm3
Eritrosit 4.49 3.80-5.80 106/mm3
Hematokrit 33.6 37.0-47.0%
Trombosit 312 150-400 103/mm3

Gula darah sewaktu 95 <110mg/dl

Serologi HbSag Non reaktif Non reaktif

Urin Rutin:
 pH : 6.0
 Albumin : +2
 Bilirubin : negatif
 Urobilin : negatif
 Eritrosit : negatif
 Lekosit : negatif
 Epitel : negatif
 Kristal : negative
 Keton : negatif
Riwayat Menstruasi
Usia Menarche : 12 tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama Haid : 6-7 hari
HPHT : ? November 2016
TP : ? Juli 2017

Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak memakai kontrasepsi.

Riwayat ANC
Selama kehamilan penderita melakukan ANC tiap trimester di bidan dan tidak pernah melakukan
USG. Penderita tidak mengetahui imunisasi TT pernah dilakukan atau tidak.

Riwayat Persalinan:
1. Anak pertama 2010 PPN, 3400gr
2. Anak kedua keguguran 2011
3. Anak ketiga 2013
4. Anak keempat 2014 PPN, 3200gr.
5. Kehamilan sekarang
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat kesehatan/ penyakit :


Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga tidak ada
Lain-lain
Tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka, jakarta. Hal: 528-560.
2. Ishaku, Salisu, dkk. 2013. Attrition from care after critical phase of severe pre-eclamsia
and eclamsia: Insights from an intervention with magnesium sulphate in a primary are
setting in northen Nigeria. Nigeria. Hal: 1461-1466.
3. Prasetyawan. 2002. Perbandingan Kadar Kalsium Darah Pada Preeklamsia Berat dan
Kehamilan Normotensi. SMF Obgyn Undip. Semarang. Hal: 5-17.
4. Uzan, Jennifer, dkk. 2011. Pre-eclamsia: Pathophysiology, diagnosis, and Management.
France. Hal: 467-473.
5. Duley, Leila, dkk. 2006. Management of Pre-eclamsia. BMJ. Inggris. Hal: 463-468.
6. Sudhaberata, Ketut. 2001. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Tarakan. Hal:26-29.
7. Tukur, Jamilu. 2009. The Use of Magnesium Sulphate for the Treatment of Severe Pre-
Eclamsia and Eclamsia. Nigeria. Hal: 76-79.
8. Cunningham F, dkk. 2005. Hypertensive Disorders in Pregnancy. William Obstetrics,
edisi ke-22, New York. Hal: 706-747.
9. Gibbs, Ronald S. dkk. 2005. Hipertensive Disorder in Pregnancy. Danforth’s Obstetrics
and Gynecology, edisi ke-10. Wolters Kluwer. Hal:1-9.
10. Hipertensi dalam Kehamilan. 2013. Preeklamsia, dan Eklamsia. In: Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Indonesia. Hal:109-117.
11. Walker, James J. 2000. Severe Pre-eclamsia and Eclamsia. Bailliere’s Clinical Obstetrics
and Gynaecology Vol. 14. UK. Hal:57-70.
12. Pengelolaan Preeklamsia Berat dan eklamsia. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri
Emergensi Dasar (POED). Hal: 65-67.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Seorang Ibu hamil usia 42 tahun G6P3A2 dengan usia kehamilan 39-40 minggu masuk RS dengan
keluhan nyeri perut tembus belakang yang di alami sejak subuh. Nyeri perut disertai pelepasan
darah dari jalan lahir (+).
2. Obyektif:
Status Generalisata : Sakit sedang/gizi kurang/kompos mentis
Status Vitalis:
TD : 150/90mmhg N: 84x/mnt, reguler, kuat angkat
P : 20x/mnt tipe thoracoabdominal S: 36,50C
Pemeriksaan Fisis
Status Obstetri
 Palpasi (pemeriksaan luar)
Tinggi Fundus Uteri : 3 jari di bawah processus xyphoideus (36 cm)
Letak Janin : memanjang dengan punggung di kanan, bagian terbawah adalah
kepala, belum masuk PAP, penurunan 5/5
Denyut Jantung Janin : 149 x/menit regular
His : his 1 x/10 menit, lama <10 detik
Taksiran Berat Janin : 3410 gr
 Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher)
Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : kuncup, tebal, lunak
Pembukaan : belum ada pembukaan
Ketuban : ketuban tidak dapat dinilai

Pemeriksaan Lanjutan

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 10.9 11.5-16.0 d/dL

Leukosit 14.0 4.0-10-0 102/mm3

Eritrosit 4.49 3.80-5.80 106/mm3

Hematokrit 33.6 37.0-47.0%


Trombosit 312 150-400 103/mm3
Gula darah sewaktu 95 <110mg/dl

Serologi HbSag Non reaktif Non reaktif

Urin Rutin:
 pH : 6.0
 Albumin : +2
 Bilirubin : negatif
 Urobilin : negatif
 Eritrosit : negatif
 Lekosit : negatif
 Epitel : negatif
 Kristal : negatif
 Keton : negatif
3. Assessment (penalaran klinis) :
Preeklampsia adalah sindrom spesifik pada kehamilan yang dapat merusak hampir setiap
sistem organ. Proteinuria adalah penanda objektif yang menunjukkan kebocoran seluruh sistem
endotel dan menjadi petanda sindrom preeklampsia. Ekskresi abnormal protein dalam urin
selama 24-jam melebihi 300 mg atau protein urin: kadar kreatinin ≥ 0,3 atau persisten 30 mg/dL
(1+) protein dalam sampel urin. Bukti kerusakan multiorgan meliputi trombositopenia, gagal
ginjal, nekrosis hepatoseluler ("disfungsi hati"), gangguan sistem saraf pusat dan edema paru.
Preeklampsia termasuk salah satu bagian dari terminologi hipertensi dalam kehamilan
(HDK). Hipertensi dalam kehamilan digunakan untuk menggambarkan spektrum yang luas dari
ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah yang ringan atau berat dengan berbagai
disfungsi organ. Sampai sekarang penyakit HDK masih merupakan masalah kebidanan yang
belum dapat dipecahkan dengan tuntas.
Terminologi yang digunakan saat ini dan yang direkomendasikan oleh The NHBPEP
(National High Blood Pressure Education Program) working group, membaginya dalam empat
kategori:
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada
awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria dan tekanan darah kembali normal kurang
dari 12 minggu pasca persalian. Diagnosa akhir ditegakkan pasca persalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih) yang
terjadi sebelum kehamilan, atau sebelum usia kehamilan 20 minggu dan setelah usia
kehamilan 20 minggu dan menetap selama lebih dari 12 minggu setelah melahirkan
termasuk dalam klasifikasi hipertensi kronis.
3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia muncul
sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi
kronis.
4. Preeklampsia – eklampsia adalah pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
setelah usia kehamilan 20 minggu dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal
dan disertai proteinuria (≥ 0,3 gram protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia
dapat didefinisikan sebagai kejang yang bukan dikarenakan penyebab apapun kecuali
komplikasi pada wanita dengan preeklampsia.
Patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak
pada awal kehamilan. Pada kehamilan normal terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot arteri
spiralis tetapi pada preeklampsia terjadi suatu kegagalan total atau parsial dari fase invasi
trofoblas saat 16-20 minggu kehamilan, hal ini seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan
metabolik fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari
plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin
meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai
preeklampsia.
Pre-eklampsia berat dan eklampsia adalah komplikasi yang bahaya pada kehamilan. Di
inggris sekitar 5/1000 ibu hamil menderita pre-eklampsia berat dan 5/10 000 ibu hamil menderita
eklampsia. Angka kematian sebanyak 1,8% pada eklampsia dan 35% wanita yang mengalami
komplikasi darinya.
Eklampsia, yang dianggap sebagai komplikasi preeklamsia berat, umumnya didefinisikan
sebagai onset baru dari aktivitas kejang tonik-klonik (grand mal seizure) yang dapat disertai
dengan koma selama kehamilan atau setelah melahirkan pada wanita yang sebelumnya telah
memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia.
Eklampsia sangat erat kaitannya dengan preeklampsia baik ringan maupun berat karena
eklampsia merupakan komplikasi dari preeklampsia. Preeklamsia itu sendiri adalah kelainan dari
fungsi endotel vaskular dan vasospasme yang luas yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan
dapat berlangsung hingga 4-6 minggu masa nifas.
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90
mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang waktu paling sedikit 6 jam. Proteinuria adalah
terdapatnya protein 1+ atau lebih dipstick atau paling sedikit 300 mg protein dalam urin 24 jam.1
Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan tanda sebagai
berikut: Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg yang terjadi dua kali dalam waktu
paling sedikit 6 jam, Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam, edema pulmonal, oligouria,
nyeri epigastrium, sakit kepala menetap, gangguan visus.
Kejang pada pasien eklampsia ini tidak berhubungan dengan kelainan otak sebelumnya.
Eklampsia biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan atau dalam periode
postpartum. Meskipun demikian, eklampsia dapat muncul walaupun tidak ada riwayat hipertensi
dengan proteinuria sebelumnya, hal ini telah terbukti terjadi pada 38% kasus yang dilaporkan di
Inggris. Demikian pula, hipertensi tidak selalu ada dalam 16% kasus terakhir di Amerika Serikat.
Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
ibu di samping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapati angka mortalitas dan morbiditas
bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-
40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser
perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Insidens preeklampsia dan eklampsia
berkisar antara 4-9 % pada wanita hamil, 3-7 % terjadi pada nullipara, dan 0,8-5 % pada
multipara. Angka kejadian PE di Indonesia berkisar antara 3-10 %. Untuk itu diperlukan
perhatian serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.
4. Plan
Pada preeklampsia ringan jika kehamilan kurang dari 35 minggu dan tidak terdapat
perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan. Lakukan pemantauan tekanan
darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin. Lebih banyak istirahat, diet biasa dan tidak perlu
pemberian obat.
Jika tidak memungkinan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
- Diet biasa
- Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
- Tidak memerlukan pengobatan
- Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi jantung
atau gagal ginjal akut
- Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan. Nasehatkan untuk
istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat, periksa ulang 2 kali seminggu, jika
tekanan diastolik naik lagi rawat kembali.
- Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
- Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
- Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat
Jika kehamilan di atas 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika serviks
matang, lakukan induksi dengan Oksitosisn 5IU dalam 500ml Rinnger Laktat/Dextrose 5% IV 10
tetes/menit atau dengan prostaglandin. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin,
misoprostol atau kateter foley, atau lakukan terminasi dengan Sectio Cesarea.
Pada dasarnya pada pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia adalah sama, kecuali
bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
A. Pengelolaan kejang:
1. Perhatikan jalan nafas (airway), pernapasan (oxygen) dan sirkulasi (cairan intravena).
2. MgSO4 diberikan secara intavena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana
kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegah kejang).
3. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu keruang ICU yang
sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
 Berikan dosis awal 4 g MgSO4 Syarat pemberian MgSO4
sesuai prosedur untuk mencegah  Tersedia Ca Glukonas10%
kejang atau kejang berulang  Ada reflex patella
 Sambil menunggu rujukan, mulai  Frekuensi pernapasan >16kali/menit
dosis rumatan 6 g MgSO4 dalam 6  Jumlah urin minimal 0,5
jam sesuai prosedur ml/kgBB/jam

Cara pemberian dosis awal


 Ambil 4 g MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml
akuades
 Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
Cara pemberian dosis rumatan
 Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml
larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan
28tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau
kejang berakhir (bila eklampsia)
 Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, reflex patella dan jumlah urin
 Bila frekuensi pernapasan <16x/menit dan/atau tidak didapatkan refleks tendon
patella dan/atau terdapat oligouria (produksi urin<0,5 ml/KgBB/jam), jika
terjadi depresi napas, segera hentikan pemberian MgSO4, berikan Ca Glukonas
1 g IV (10 ml larutan 10%) bolus dalam 10 menit.
 Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai
adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan penilaian
awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 g IV
perlahan. Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.
B. Adapun pengelolaan Preeklamsia berat dan eklamsia menurut JNPK-KR:
Persiapan dan Pengelolaan
1. Beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjanan dan diberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan.
2. Dengarkan apa yang disampaikan ibu.
3. Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan.
4. Meminta bantuan.
5. Baringkan ibu pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi ludah, muntahan dan
darah.
6. Pastikan bahwa jalan napas ibu terbuka, bila tidak bernapas segera lakukan resusitasi.
7. Berikan Oksigen 4-6 liter/ menit melalui kanula atau 8-12 liter/menit melalui
sungkup.
8. Bila ibu kejang :
a. Lindungi dari resiko jatuh: ikat tangan dan kaki.
b. Isap lendir mulut dan tenggorokan, sesuai kebutuhan, setelah kejang.
9. Pasang infus intravena dengan menggunakan larutan ringer laktat atau glukosa 5%.
10.Lakukan pemeriksaan pembekuan darah.
Pengobatan anti kejang (Magnesium Sulfat)
1. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk
kering bersih atau pengering udara.
2. Beritahu pada ibu akan merasakan panas pada saat magnesium sulfat diberikan.
Alternatif I
3. Berikan 4 gram MgSO4 (10 ml) larutan 40% IV secara perlahan-lahan selama 5
menit.
4. Segera dilanjutkan dengan 6 gram MgSO4 40% (15 ml) dalam larutan ringer asetat/
ringer laktat selama 6 jam.
5. Jika kejang berulang setelah 15 menit, bberikan MgSO4 (40%) 2 gram IV selama 5
menit.
6. MgSO4 1 gram/ jam.
Pemberian dosis pemeliharaan Magnesium Sulfat
7. Masukkan 6 gram MgSO4 (15 ml) melalui infus ringer asetat/ ringer laktat untuk 6
jam, yang diberikan sampai 24 jam postpartum.
8. Awasi : kesadaran, tensi, nadi, nafas tiap 30 menit, produksi urin tiap 2 jam, dan
denyut jantung janin tiap 30 menit.
9. Bila terjadi henti nafas:
a. Bebaskan jalan napas.
b. Berikan Kalsium Glukonas 1 gram (10 ml dari larutan 10%) melalui suntikan
intravena secara perlahan-lahan sampai terjadi pernafasan spontan kembali.
Pemantauan Keracunan Magnesium Sulfat:
1. Henti nafas selama 1 menit setiap jam
2. Periksa refleks patella setiap jam
3. Pasang kateter menetap dan lakukan pengukuran urin setiap 4 jam
4. Catat pemberian obat dan temuan dalam catatan medik untuk ibu.
C. Pengobatan Diazepam untuk pencegahan kejang
Hanya digunakan apabila tidak tersedia Magnesium Sulfat.
1. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk basah
atau pengering udara.
2. Ambil 10 mg diazepam.
3. Berikan injeksi intravena secara perlahan-lahan selama 2 menit.
4. Bila digunakan alat sutik pemakaian ulang (non-disposible syringe), isap larutan
klorin 0,5% sampai memenuhi tabung suntik dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit untuk tindakan dekontaminasi.
5. Bila digunakan alat suntik sekali pakai, buang dalam tempat sampah yang tahan
tusukan.
6. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk basah
atau pengering udara.
7. Apabila kejang berulang, berikan suntikan ulangan dosis awal diazepam
Pemberian dosis pemeliharaan untuk diazepam
1. Berikan Diazepam injeksi 40 mg dalam 500 ml. Cairan infus (NaCl 0,9% atau ringer
laktat), dengan 15 tetesan/ menit.
2. Bila terjadi depresi pernafasan (dapat terjadi pada dosis melebihi 30 mg dalam 1
jam).
3. Bebaskan jalan nafas, bila diperlukan.
Kadar serum ion Magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot
pernafasan dan > 15 mEq/liter terjadi henti jantung.

D. Obat antikonvulsan lain yang dapat diberikan selain MgSO4:


1. 100 mg IV sodium thiopental.
2. 10 mg IV diazepam.
3. 20 mgIV sodium amobarbital.
4. Phenytoin : dosis awal 1000 mg IV, 16,7 mg/menit/1jam, 500 mg oral setelah 10 jam
dosis awal dalam 14 jam.
5. Perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen dan oksigen).
6. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
7. Aspirasi mulut dan tenggorokan.
8. Baringkan pasien pada sisi kiri, kepala sedikit lebih tinggi (posisi fowler) untuk
mengurangi risiko aspirasi.
9. Berikan O2 Nasal 4-6 L/menit.
10.Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang
F. Antihepertensi
Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi.
Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya:
1. Nifedipin: 4 x 10-30 mg per oral (short acting)1x 20-30 mg per oral (long acting).
2. Nikardipin: 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10
mg/jam.
3. Metildopa: 2 x 250-500 mg per oral (dosis maksimum 2000 mg/hari)
Antihipertensi golongan ACE Inhibitor (misalnya captopril), ARB (misalnya valsartan)
dan klorotiazid dikontraindikasi pada ibu hamil. Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di
masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan.
F. Pertimbangan terminasi kehamilan
1. Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 6 jam sejak
terjadinya kejang.induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat
dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
2. Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini
dianjurkan.
3. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.
G. Perawatan Post Partum
1. Monitoring tanda-tanda vital
2. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolic masih >95 mmHg
3. Pemeriksaan laboratorium lengkap setelah 24 jam pasca persalinan.
4. Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.
5. Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.

Maros, Mei 2018

Peserta, Pendamping

dr. Uswah Hasanuddin dr. Ignatius Budi, Sp. An

Anda mungkin juga menyukai