Anda di halaman 1dari 18

Penelitian tentang Methyldopa Versus Labetalol dalam Manajemen Pre-

eklampsia dan Hipertensi dalam Kehamilan

Dharwadkar MN, Kanakamma MK, Dharwadkar SN, Rajagopal K, Gopakumar C, Divya James
Fenn J dan Balachandar V

Abstrak

Tujuan : Untuk menilai efikasi dan keamanan labetalol dibandingkan methyldopa


dalam manajemen kasus hipertensi terinduksi kehamilan (pregnancy-induced
hypertension / PIH) yang sedang maupun moderate.

Metode : Delapan puluh pasien dengan PIH diacak untuk menerima labetalol
(kelompok A) atau methyldopa (kelompok B). Pemberian obat
mempertimbangkan usia, status kehamilan, tekanan darah, kadar albumin urine,
efek samping, dosis obat, pengobatan tambahan, perpanjangan usia kehamilan,
New born Screening Test (NST), model terminasi, indikasi sectio caesarean,
keamananan perinatal dan skor APGAR. Nilai dikatakan signifikan apabila
p<0.05.

Hasil : Labetalol sangat efektif dalam mengontrol tekanan darah dimana sama
baiknya dengan methyldopa dalam hal onset terapi. Dengan pengontrolan tekanan
darah yang baik, dapat mencegah eklampsia dan kehamilan dapat lebih lama
sehingga pematangan fetus dapat tercapai. Labetalol memiliki efek samping yang
lebih rendah dibandingkan dengan methyldopa. Labetalol tidak berhubungan
dengan adverse effects pada fetus baik yang bersifat segera maupun yang lambat.
Peluang untuk melahirkan secara spontan lebih besar pada kelompok labetalol
dibandingkan dengan kelompok methyldopa. Meskipun begitu tidak ada
perbedaan antara kedua kelompok tentang intervesi obstetrik. Dalam hal dosis
yang efektif, diantara kedua kelompok obat aman untuk neonatus.

Simpulan : Labetalol lebih aman, lebih cepat dalam mengontrol tekanan darah
dengan mempertimbangkan perpanjangan durasi kehamilan dengan efek samping
1
minimal pada ibu sama seperti pada neonatus jika menggunakan manajemen
hipertensi pada gangguan kehamilan.

Kata kunci : Obat antihipertensi, kehamilan, pre-eklampsia, hipertensi,


manajemen.

2
Pendahuluan

Hipertensi merupakan masalah yang paling sering dijumpai pada


kehamilan. Hipertensi sering menyebabkan komplikasi pada kehamilan sebesar
10%, merupakan penyebab utama dalam morbiditas dan mortalitas maternal
maupun fetal. Penelitian valid yang melaporkan hipertensi dalam kehamilan telah
diselenggarakan di Australia, Canada, Denmark, Norway, Sweden, dan USA,
dengan penggunaan metode yang dapat dipercaya pada tiap negara. Di India
insidensi hipertensi terjadi lebih dari 6% - 8% dari seluruh kehamilan. Hal ini
sebagai risiko yang ada pada kehamilan, hipertensi berhubungan dengan tingginya
tekanan darah dan penyakit kardiovaskular pada perempuan.

Faktor prevalensi dalam populasi berhubungan dengan meningkat dan


menurunnya risiko hipertensi dalam kehamilan dan pre-eklampsia telah berubah,
tetapi dampaknya belum diketahui. Komplikasi hipertensi mencapai 10% dari
seluruh kehamilan dan berhubungan dengan meningkatnya risiko adverse fetus,
neonatus dan hasil maternal, termasuk kelahiran preterm, intrauterine growth
restriction (IUGR), kelahiran multipel, diabetes, hipertensi kronik, kematian
perinatal, gagal ginjal akut atau gagal hepar, perdarahan antepartum, perdarahan
post partum, dan kematian maternal. Penurunan risiko hipertensi dalam kehamilan
dan pre-eklampsia berkaitan dengan plasenta previa, merokok, aspirin dosis
rendah dan suplemen kalsium pada wanita berisiko tinggi, pengobatan diabetes
gestasional dan penggunaan obat antihipertensi. Sebagian besar kasus hipertensi
dalam kehamilan dan pre-eklampsia terjadi pada keadaan tertentu, meningkatnya
laju persalinan elektif lebih awal dapat mengurangi frekuensinya. Kecenderungan
adanya hipertensi dalam kehamilan dan pre-eklampsia merupakan hasil perubahan
dari semua faktor.

Proses identifikasi risiko ini berhasil mengkontrol naiknya tekanan darah


secara akut seperti titik pusat pada wanita dengan hipertensi berat, khususnya pre-
eklampsia. Selama periode maternal dan fetal kondisi hipertensi dikontrol dengan
obat antihipertensi. Risiko berkembangnya hipertensi berat dapat dikurangi

3
dengan menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi berat digunakan
untuk mencegah komplikasi maternal.

Obat antihipertensi spektrum luas merupakan kunci sukses dalam


pengobatan hipertensi dalam kehamilan dan plihan yang tepat, sesuai dengan
indikasi dan ketersediaan obat. Methyldopa paling sering digunakan dalam
pengobatan antihipertensi selama kehamilan karena efektifitasnya dan keamanan
untuk ibu dan fetus tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bereaksi
dan kurang berhasil sebagai obat hipotensi. Obat ini masih sering digunakan
sebagai obat pengontrol tekanan darah selama kehamilan. Methyldopa merupakan
obat adrenergik antagonis bekerja di pusat dimana distimulasi oleh reseptor α 2 di
sentral, penting untuk menurunkan aktifitas saraf simpatis dengan membuat
dilatasi arteri dan menurunkan tekanan darah. Selama 7 tahun follow up pada
kelompok yang menerima methyldopa menunjukkan tidak ada efek yang
merugikan pada anak. Pada dosis tinggi didapatkan efek sedatif dan depresan.
Methyldopa tidak digunakan apabila terdapat risiko depresi maternal meskipun
agen beta bloker atau antagonis kalsium lebih cocok.

Labetalol memiliki efek yang lebih baik dalam mengontrol tekanan darah
jika dibandingkan dengan agen antihipertensi lainnya. Labetalol merupakan
kombinasi α dan β bloker dan manfaat lainnya adalah membuat vasodilatasi arteri
yang membantu mengurangi resistensi vaskular dengan sedikit atau tidak
menurunkan cardiac output. Dengan manfaat tersebut, labetalol tersedia dalam
bentuk injeksi dan oral dan onsetnya muncul lebih awal daripada methyldopa.
Diketahui bahwa b-bloker dapat menembus sawar darah plasenta dan dapat
menyebabkan fetal bradikardi. Penelitian menyebutkan bahwa b-bloker
menurunkan nilai ambang fetus terhadap stres hipoksia. Delapan puluh pasien
dalam penelitian, 1 pasien yang melakukan NST tidak reaktif tidak diikutkan,
sebanyak 79 pasien yang dilakukan non-stress tests setelah 48 jam dari pemberian
obat dari dua kelompok menunjukkan reaktif dan tidak ada obat yang
menunjukkan adverse event pada fetus.

4
Bahan dan Metode

Pengambilan subjek

Sebuah penelitian randomisasi prospektif dengan 80 ibu hamil yang


diambil mulai tahun 2011 – 2013 di Departemen Obstetri dan Ginekologi,
Universitas dan Rumah Sakit Kedokteran Yenepoya , Mangalore. Semua ibu
hamil datang di klinik ante-natal dan wanita hamil dengan hipertensi
diikutsertakan dalam penelitian setelah mendapat izin. Penelitian ini telah
mendapatkan izin dari lembaga komite etik dari rumah sakit. Kriteria diagnosis
dan klasifikasi penyakit hipertensi dalam kehamilan sesuai dengan National High
Blood Pressure Education Program Working Group (NHBPEPWG). Riwayat
penyakit dan obstetri disertakan dan pemeriksaan fisik dilakukan saat awal
perekrutan. Tekanan darah diukur 2 kali/hari 12 jam setelah mendapatkan obat
dimana dilakukan pada kedua kelompok. Waktu yang dibutuhkan obat untuk
bereaksi dinilai dengan menilai parameter lain seperti efek samping, perpanjangan
waktu kehamilan, dan jumlah obat lain yang dibutuhkan. Morbiditas neonatus
seperti berat badan, skor APGAR setelah 5 menit, lama inap di NICU dan indikasi
rawat inap.

Wanita hamil dengan tekanan darah ≥140/90 atau tanpa proteinuria


dimasukkan dalam penelitian tanpa melihat status kehamilannya, usia kehamilan
dan usia ibu saat hamil. Seleksi pasien dibatasi kepada siapa : tidak mendapatkan
persetujuan pasien, pasien datang pertama kali saat hamil, pasien dengan
eklampsia, jumlah trombosit <100.000/mm3, HELLP sindrom, edema paru,
keguguran berulang dan diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit jantung,
gangguan hematologi, kehamilan mola, multiple gestasi.

Sejumlah 80 pasien yang datang ke klinik antenatal dimasukkan setelah


didiagnosis dengan hipertensi atau pre-eklampsia. Diantaranya terdapat 40 subyek
dengan pre-eklampsia dan 40 dengan hipertensi dalam kehamilan. Pasien secara
acak diberikan Labetalol (kelompok A) atau Methyldopa (Kelompok B) pada
setiap kelompok masing-masing pada 20 kasus. Riwayat yang lengkap,
5
pemeriksaan dilakukan secara detail. Tekanan darah diukur dengan menggunakan
sphygmomanometer pada lengan tangan kiri pasien posisi terlentang setelah
istirahat 20 menit. Alat ukur konvensional berupa sphygmomanometer air raksa
digunakan untuk mengukur tekanan darah dan fase I maupun fase V suara
Koratokoff menandakan tekanan darah sistolik maupun diastolik.

Pasien dikatakan selesai di follow up apabila telah dilakukan setelah 7-10


hari memiliki tekanan darah yang terkontrol, tidak menunjukkan adanya
proteinuri atau IUGR (intrauterine growth retardation). Setelah dikeluarkan,
pasien diminta untuk mentitrasi dosis obat yang diterima saat rawat inap dan
diminta untuk datang seminggu untuk follow up dan dimasukkan kembali apabila
tekanan darah tidak memuaskan.

Pasien yang tekanan darahnya masih tidak terkontrol padahal telah


diberikan terapi pada masing-masing kelompok maka dilakukan pengawasan di
rumah sakit dan diusahakan untuk mempertahankan kehamilannya dengan
tambahan obat seperti nifedipin dengan dosis bervariasi atau fenobarbital atau
magnesium sulfat. Kortikosteroid profilaksis diberikan pada pasien yang
kehamilannya <36 minggu supaya bayi yang keluar bagus kondisinya terutama
yang memiliki indikasi persalinan dengan induksi dan/atau SC. Tingkat
keberhasilan diukur sesuai dengan turunnya tekanan sistolik dan diastolik selama
48 jam pada hari ke-5 setelah pemberian obat dan hasilnya ditabulasikan.

Hasil

Sebanyak 80 pasien diikutkan dalam penelitian ini dengan desain


prospektif randomized trial 40 dengan pre-eklampsia dan 40 dengan hipertensi
kehamilan. Pada 40 pasien pre-eklampsia dibagi menjadi 2 masing-masing 20
pasien diberikan labetalol & methyldopa, begitupula pada pasien hipertensi
gestasional dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing 20 pasien diberikan
labetalol dan methyldopa.

6
Rata-rata berat lahir pada kelompok labetalol dengan hipertensi kehamilan
dan pre-eklampsia sebesar 2.6 dan 2.56 sedangkan rata-rata berat lahir kelompok
methyldopa dengan hipertensi kehamilan dan pre-eklampsia masing-masing
sebesar 2.5 dan 2.635 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
kedua kelompok. Nilai APGAR skor 5 menit untuk kelompok labetalol dengan
hipertensi sebesar 8 dan pre-eklampsia 7.55. Kelompok methyldopa untuk
hipertensi dan pre-eklampsia masing-masing sebesar 7.6 dan 7.85. Pada kelompok
labetalol terdapat 13 neonatus dengan hiperbilirubinemia, 4 dengan Respitarory
Distress Syndrome (RDS) dan 2 terkena Meconium Aspiration Syndrome (MAS).
Pada kelompok methyldopa terdapat 10 neonatus dengan hiperbilirubinemia, 5
RDS dan 2 MAS. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada morbiditas neonatus
diantara 2 kelompok obat.

Perbedaan rata-rata turunnya tekanan darah sistolik/diastolik dengan


labetalol selama 48 jam sebesar 9/6.7 mmHg dan hari ke-5 sebesar 11.9/8.7
mmHg dibandingkan dengan methyldopa sebesar 3.5/3.6 mmHg diikuti 48 jam
pertama sebesar 8.3/5.9 pada pasien hipertensi. Sama halnya pada pasien pre-
eklampsia, 48 jam turun sebesar 8.7/7.2 mmHg dan hari ke-5 turun sebesar
16.8/13.2 dengan labetalol dibanding 48 jam turun 1.5/2.2 mmHg dan hari ke-5
sebesar 8.3/6.6 pada kelompok methyldopa, jelas bahwa labetalol lebih efektif
menurunkan tekanan darah dan tetap menjaga tekanan darah dalam kondisi yang
optimal.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan usia yang
signifikan pada distribusi data pasien pre-eklampsia (p-0.567) dan pasien
hipertensi kehamilan memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal usia (p-0.211)
(Tabel 1). Tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua
kelompok tentang status kehamilan baik pada pre-eklampsia maupun hipertensi
dalam kehamilan (Tabel 2). Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
yang ditemukan pada kedua kelompok persentasi antara yang sudah pernah
berkali-kali berobat maupun yang baru berobat (Booked atau Unbooked) (Tabel
3). Tabel 4 menyajikan data yang menegaskan bahwa labetalol memiliki efek
7
yang lebih baik untuk mengontrol tekanan darah dengan onset yang cepat dimana
hal ini tidak ada pada methyldopa. Lebih lanjut tentang pemeliharaan tekanan
darah yang optimal terlihat pada seluruh pemberian terapi. Tabel 5
menggambarkan total dosis yang dibutuhkan per hari lebih banyak pada
methyldopa dan pada labetalol membutuhkan relatif lebih kecil dibuktikan dengan
nilai p pada kedua kelompok. Labetalol menunjukkan nilai yang signifikan secara
statistik sebesar p 0.005 pada hipertensi dalam kehamilan dengan memperhatikan
perpanjangan usia kehamilan dimana hal ini tidak dicerminkan pada pasien pre-
eklampsia (Tabel 6). Tidak ada perbedaan yang signifikan tentang berat badan
lahir pada kedua kelompok (Tabel 7). Nilai APGAR pada 5 menit pertama tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok (Tabel 8).
Terdapat perbedaan sedikit tapi tidak bermakna secara signifikan tentang
meningkatnya rawat inap di NICU pada methyldopa (Tabel 9). Tabel 10
menunjukkan morbiditas neonatus dalam kehamilan, variasi penyebab
hiperbilirubinemia, respiratory distress syndrome, meconeum aspiration
syndrome, IUGR, dan pre-maturitas jika dibandingkan pada kedua kelompok
tidak ada perbedaan secara signifikan.

Diskusi

Banyak negara yang menunjukkan penurunan laju hipertensi dalam


kehamilan dan/atau pre-eklampsia. Hasil tersebut diluar dugaan, sejak adanya
faktor positif yang berhubungan hipertensi dalam kehamilan seperti overweight
dan obesitas sebelum hamil, diabetes, kelahiran multipel, dan usia ibu saat hamil
umumnya mempengaruhi dan berhubungan dengan menurunnya laju hipertensi
dalam kehamilan. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab
utama kematian dan morbiditas ibu dan anak serta selama penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti, profilaksis tidak dibutuhkan. Banyak obat yang digunakan
dalam manajemen hipertensi dalam kehamilan. Variabel usia, paritas, penyakit
kronik, merokok dan kelahiran multipel mempengaruhi nilai laju hipertensi dalam

8
kehamilan dan pre-eklampsia. Penelitian yang dilakukan oleh Verma et al.
menyebutkan bahwa adanya adverse event ditemukan lebih sedikit pada
kelompok labetalol dibanding pada kelompok methyldopa. Pada penelitian yang
dilakukan oleh El-Qarmalawi et al. menyebutkan pasien yang menerima
methyldopa mengeluh adanya efek samping seperti merasa haus (22.2%), pusing
(14.8%), hidung tersumbat (7.4%), hipotensi postural (5.6%). Sebanyak 96 pasien
pada kelompok labetalol mengeluh dispneu, dan tidak ada efek samping lainnya.
Kecenderungan pada faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan tentang meningkatnya
hipertensi dalam kehamilan dan pre-eklampsia yang dilaporkan di USA dari tahun
1987 – 1998 (walaupun lajunya stabil dari tahun 1999 – 2004). Meskipun usia ibu
dan obesitas merupakan faktor yang paling sering, tetapi risikonya rendah.

Rata-rata dosis obat yang dibutuhkan oleh labetalol sebesar (500 ±


189.181) pada wanita dengan hipertensi dan 480 ± 188.065 untuk wanita pre-
eklampsia dibandingkan dengan methyldopa yang memerlukan dosis yang lebih
tinggi, 862.5 ± 375.876 pada wanita hipertensi dan 875 ± 433.013 pada wanita
pre-eklampsia dengan penjelasan bahwa methyldopa memerlukan dosis yang
lebih tinggi untuk dapat menunjukkan efikasinya (Tabel 5). Dari 40 pasien dalam
kelompok labetalol sebanyak 8 (20%) menjalani SC dan sisanya 32 (80%)
menjalani persalinan pervaginam. Pada kelompok methyldopa sebanyak 12 (30%)
yang menjalani SC dan sisanya 28 (70%) menjalani persalinan pervaginam
sehingga hal ini dapat membuktikan bahwa tidak ada hubungannya dengan
metode persalinan meskipun jumlah induksi sangat tinggi sebesar 50% pada
labetalol dan 47.5% pada methyldopa. Indikasi terminasi kehamilan dengan SC
pada satu satu kelompok obat sangat bervariasi, indikasi obstetri seperti occipito
posterior, dystosia servikal atau indikasi fetal seperti fetal distress, IUGR dengan
parameter dopler, oligohidramnion yang berat, PROM, cairan mekoneal. Tetapi
indikasi tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan penggunaan obat
yang dapat merubah grafik yang tidak bermakna secara statistik.

Dalam penelitian kami, rata-rata usia pada kelompok methyldopa 25.95 ±


3.94 tahun dan 26.65 ± 3.73 tahun pada kelompok labetalol. Seperti dalam
9
penelitian Verma et al. yang menyebutkan bahwa distribusi usia maksimum pada
penelitian 19 – 24 tahun pada kedua kelompok (64.44% pada kelompok
methyldopa dan 57.77% pada kelompok labetalol) dan tidak ada perbedaan
distribusi usia yang signifikan pada kedua kelompok. Kebanyakan usia pada
kelompok yang terdapat pada sebagian besar database penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan linear antara usia dan insidensi hipertensi yang
diinduksi kehamilan. Pada penelitian ini, sebanyak 32.5% pasien hamil pada
kelompok methyldopa dan 37.5% pada kelompok labetalol adalah primigravida.
Sisanya adalah multigravida. Prosentase primigravida lebih besar pada sebagian
besar penelitian dimana prevalensi primigravida sebesar 50% atau lebih.

Terdapat penurunan sebesar 40% setelah 48 jam pada pasien dengan urine
albumin +2 dan penurunan 15% pada urine albumin +3 tercatat sejak pemberian
labetalol dibandingkan dengan penurunan sebesar 15% pada pasien dengan urine
albumin +2 dan tidak ada penurunan pada pasien dengan urine albumin +3 sejak
hari diberikan obat sampai 48 jam setelah terapi methyldopa. Hal ini
menunjukkan bahwa labetalol meningkatkan fungsi ginjal meskipun parameter
penting ginjal tidak diikutsertakan dalam evaluasi fungsi ginjal terhadap obat-
obatan tersebut.

Labetalol merupakan obat antihipertensi yang efektif menurunkan tekanan


darah baik sitolik maupun diastolik dalam hipertensi yang diinduksi kehamilan.
Sebanyak 55% pada kelompok methyldopa yang menerima nifedipin dan
fenobarbital dimana sebanyak 25% kelompok labetalol menerima injeksi labetalol
dan fenobarbital. Hal ini menunjukkan bahwa methyldopa membutuhkan obat
tambahan dibandingkan labetalol. Dalam penelitian kami, dapat dilihat dengan
jelas bahwa labetalol merupakan obat yang efektif menurunkan tekanan darah dan
dapat menjaga kestabilan tekanan darah (Tabel 4). Sama seperti penelitian oleh
Cruickshank et al. yang menyebutkan bahwa labetalol dapat mengontrol tekanan
darah pada 45 dari 51 wanita yang diobati (88%) dalam 24 jam. Hal ini sangat
menarik karena peneliti lain juga menemukan hal yang sama – kelompok Lardoux
sebesar 82%, CA Michael 92%. Adanya penurunan tekanan darah baik sistolik
10
maupun diastolik selama 24 dan 48 jam dari pemberian methyldopa juga
dikemukakan oleh Hans dan Kopelman. Kelemahan dalam menggunakan
labetalol adalah keterbatasan ekonomi pada populasi di India. Sesuai pernyataan
dari Brunton et al. bahwa labetalol lebih efisien dalam mengontrol tekanan darah
dibandingkan methyldopa untuk pasien hipertensi dalam kehamilan derajat sedang
dimana hal ini dipertegas dalam penelitian kami dan penelitian sebelumnya yang
menyimpulkan bahwa labetalol lebih bermanfaat dibandingkan methyldopa, lebih
bagus dan lebih cepat dalam mengontrol tekanan darah.

Total kematian neonatus adalah 3, 2 (5%) pada kelompok methyldopa dan


1 (2.5%) pada kelompok labetalol; masih kontroversial, dimana Plouin et al.
membuat penemuan dan laporan kami tidak dapat memperkuat laporannya.
Peneliti ini juga menunjukkan terdapat 4 kelahiran pada methyldopa. Penelitian
Redman et al. menemukan 2 bayi lahir dari wanita yang mendapatkan labetalol
meninggal tetapi tidak ada kematian yang dilaporkan pada kelompok methyldopa.
Methyldopa memiliki efek samping seperti kekeringan/haus, depresi, dan mulut
kering dimana labetalol hanya membuat mual jika dibandingkan dengan
keduanya, dan hal ini bermakna secara signifikan. Kesempatan melahirkan secara
sponta lebih besar didapatkan pada kelompok labetalol. Kelompok pasien
labetalol, yang memerlukan induksi kehamilan, tercatat memiliki skor Bishop
yang baik saat induksi. Terbebasnya dari efek samping maternal dan fetal, aksi
hipotensi dan meningkatnya mortalitas perinatal dalam beberapa kondisi dengan
kehilangan fetus, dimana penggunaan labetalol merupakan hal yang tepat selama
kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleh El-Qarmalawi et al. menyatakan
bahwa tingginya insidensi persalinan normal pada kelompok labetalol dan
penelitian oleh Lamming dan Symonds melaporkan tingginya insidensi persalinan
normal pada kelompok labetalol.

11
Kesimpulan

Penelitian ini mengkonfirmasi penemuan sebelumnya bahwa labetalol


merupakan obat yang efektif dan aman untuk digunakan secara cepat dalam
mengontrol tekanan darah pada hipertensi yang diinduksi kehamilan. Rendahnya
efek samping fetal dan maternal dengan dibarengi dengan hasil perinatal yang
baik biasanya disertai dengan mortalitas dan morbiditas fetal maupun maternal
yang digunakan selama kehamilan. Tidak seperti obat antihipertensi lainnya,
labetalol dapat menurunkan resistensi perifer tanpa menurunkan maternal cardiac
output dan denyut nadi. Hal ini merupakan faktor tambahan dalam menjaga
perfusi plasenta secara adekuat dan oksigenisasi fetal dalam terapi hipertensi
dalam kehamilan dengan labetalol. Hanya satu faktor yang mengatur penggunaan
labetalol yaitu keterbatasan ekonomi pada populasi di India.

12
LAMPIRAN

13
14
15
TELAAH KRITIS JURNAL

Judul : Study of Methyldopa versus Labetalol in Management of Preeclampsia


and Gestational Hypertension.

Penulis : Dharwadkar MN, Kanakamma MK, Dharwadkar SN, Rajagopal K,


Gopakumar C, Divya James Fenn J dan Balachandar V.

1. Did the trial address a clearly Yes Can’t tell No


focused issue? √
An issue can be ‘focused’ in term
of Populasi penelitian adalah 80 ibu
- The population studied hamil yang diambil mulai tahun 2011 –
- The intervention given 2013 dalam Departemen Obstetri dan
- The comparison given Ginekologi, Universitas dan Rumah
- The outcomes considered Sakit Kedokteran Yenepoya ,
Mangalore.
Intervensi dan pembanding
dalam penelitian adalah diberikan
methyldopa dan labetalol pada
kelompok pre-eklampsia maupun
hipertensi dalam kehamilan.
Hasil yang diharapkan adalah
efektifitas dan keamanan pada
kelompok methyldopa dan labetalol.
2. Was the assignment of Yes Can’t tell No
patients to treatments √
randomized?
Ya, pada penelitian ini dilakukan
proses randomisasi pasien.
3. Were all of the patients who Yes Can’t tell No
entered the trial properly √
accounted for at its conclusion
- Was follow up complete? Ya, follow-up pasien dalam
- Were patients analysed in the penelitian ini komplit dan setiap
groups to which they were kelompok yang sudah diacak dianalisis.
randomised?

16
Detailed Questions

4. Were patients, health workers Yes Can’t tell No


and study personnel ‘blind’ to √
the treatment?
- Were the patients Tidak. Dalam penelitian ini
- Were the health workers tidak dilakukan proses blinding, pasien,
- Were the study personnel dokter maupun peneliti tahu tentang
pemberian obat.
5. Were the groups similar at the Yes Can’t tell No
start of the trial? √
In terms of other factors that might
effect the outcome such as age, sex,
social class Tidak, penelitian ini tidak
melihat usia ibu, usia kehamilan
maupun kelas sosial, tetapi semua
subyek yang dipilih yaitu hipertensi
dalam kehamilan dan pre-eklapmsia
diukur tekanan darahnya saat penelitian
dimulai.

6. Aside from the experimental Yes Can’t tell No


intervention, were the groups √
treated equally?
Ya, kedua kelompok ini
diperlakukan sama (diluar intervensi)
yaitu dititrasi obatnya setelah tekanan
darah turun, dan diberikan beberapa
obat apabila hasil tidak memuaskan.

B/ What are the results?

7. How large wat the treatment Labetalol lebih efektif


effect? menurunkan tekanan darah dan tetap
menjaga tekanan darah dalam kondisi
what outcomes are measured?
yang optimal. Selain itu diukur juga
berat badan lahir, APGAR skor, efek
samping seperti hiperbilirubinemia,
respiratory distress syndrome,
meconium aspiration syndrome.

17
8. How precise was the estimate p value pada penelitian ini baik pada
of the treatment effect? hipertensi maupun pada pre-eklampsia
sebesar p <0.001.
what are its confidence limits?

C/ Will the results help locally?

9. Can the results be applied to Yes Can’t tell No


the local population? √

Ya, hasil ini dapat diterapkan di


sini. Karena di Indonesia angka
kejadian hipertensi dalam kehamilan
maupun pre-eklampsi cukup tinggi.

10. Were all clinically important Yes No


outcomes considered? √

If not, does this affect the decision?


Ya, penggunaan labetalol lebih
efektif dalam menurunkan tekanan
darah dengan efek samping yang
minimal.

11. Are the benefits worth the Yes No


harms and cost? √

This is unlikely to be addressed by


Ya, penelitian ini memikirkan
trial. But what do you think? juga tentang adverse events, dan pada
kelompok labetalol memiliki efek
samping minimal serta harga yang
masih dapat dijangkau.

18

Anda mungkin juga menyukai