Wonosobo terkenal dengan kota asri, dan berhawa sejuk. Apalagi di
kabupaten Mojotengah, kalibeber sangat terkenal dengan kota santri. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai kota Al-Qur’an, karena dari salah satu pesantren yaitu PP. AL-Asy’aryyah yang memiliki ribuan santri, berhasil membuat mushaf besar berukuran 1,5x2 m, yang saat ini berada di Baitul Qur’an. Di kabupaten ini juga banyak terdapat hafidz hafidzah setiap tahunnya yang sudah menyebar diseluruh pelosok. Dan juga terdapat Universitas satu-satunya yaitu Universitas Sains Al- Qur’an yang dulunya IIQ (Institut Ilmu Qur’an).[ CITATION Ahm13 \l 1057 ] KH. Habibullah Indris merupakan putra KH Idris, yang disebut akrab dengan Mbah Idris, Ulama yang asli Wonosobo ini, yang sejak kecil hobi bermain bola. Beliau lahir bertepatan dengan tanggal dan bulan serta tahun kelahiran Ratu Belanda Yuliana, 30 April 1909 M. Karenanya pada asa kolonial pernah mendapat hadiah dari pemerintah Belanda disebabkan kesamaan dalam tanggal kelahiran Ratu Belanda, beliau mempunyai 12 saudara, diantaranya 3 saudara laki-laki dan 7 saudara perempuan. Beliau turut merumuskan naskah Resolusi Jihad 21-22 Oktober 1995, oleh karenanya tidak mengherankan jika dara perjuangannya terus mengalir dalam nadinya. Beliau aktif di NU sejak tahun 1962, akhlak kekyaiannya untuk menyantuni segenap lapisan masyarakat yang tidak mampu, tidak pernah lekang dalam ruas-ruas perjuangan beliau. Penyerbuan panjang ia lalui, sewaktu ngaji di banyak pesantren salah satunya di pesantren Krapyak Yogyakarta,menjadi anggota DPRD dari partai NU, dari PPP dan pernah pula dari partai Golkar. Menjadi salah satu pendiri IIQ yang kini menjadi UNSIQ dan berbagai lembaga mulai dari ekonomi kesehatan dan lainnya. Berpuluh-puluh tahun, ia mendampingi ulama besar Allahuyarham Mbah KH. Muntaha, ulama karismatik yang melahirkan karya Al-Qur’an Akbar. Sikap pendampingan sepenuh hati dan jiwa terhadap ulama besar tersebut disebutkannya hidmah.. hidmah itu ia lalui dengan sepenuh keikhlasan. Suka duka ia lalui demi hidmahnya kepada Mbah Muntaha atau karib dengan sapaan Mbah Mun. Ia sungguh sosok santri yang begitu tawadlu. Agaknya, semua manifestasi lahiriah tersebut merupalan penyingkapan dari proses penyerbukan panjang benih-benih ruhaniah religius Mbah Habib. Walaupun begitu tidak begitu banyak yang mengenal sosok Ulama ini, bahkan ada dari Mahasiswa Universitas Sains Al-Qur’an sendiri, begitulah sangat disayangkan sekali. Ulama asli Wonosobo ini adalah sosok yang penuh dengan keterusterangan sikap dan ucapan. Beliau merupakan salah satu Ulama yang menonjol sekaligus unik. Menurut penuturan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Wonosobo, Ngarifin Siddiq, selain lugas dalam berbicara dan sering disekelilingi nada humor, Mbah Habib berani melawan yang dianggapnya tidak benar. Ia juga mempunyai rasa yang sangat tresno terhadap umat. Dengan keteguhan jiwa orang yang menemukan dirinya sendiri Mbah Habib menjadi sangat dihormati semua orang, dicintai santri-santrinya, disegani kawan- kawannya. Dalam pandangan epistimologis, beliau adalah orang yang corak pemikirannya radikal, menggugat tatanan masyarakat dengan menawarkan perubahan total, memasuki pengembaraan spiritual, sehinggal melahirkan peradigma baru untuk merubah kehidupan masyarakat, hal ini yang memungkinkan beliau menempati maqom tertentu dalam tasawuf. Karenanya segudang ide dan pemikiran cemerlang yang bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi ulama lainnya dengan tetap memelihara harmoni antara umat. Aktivitas, ide, dan pemikirian beliau selalu berorientasi ke depan. Sehingga santri-santri beliau digembleng sedemikian rupa dengan harapan, dikemudian hari nanti mampu berinteraksi dengan komunitas masyarakat yang heterogin dan berbeda dkondisi sosialnya. Pada wisuda di Universitas Sains Al-Qur’an beliau memberikan pesan, agar mahasiswa tidak berhenti belajar hanya dikarenakan sudah lulus tetapi tetap harus terus belajar dimanapun, baik ditingkat strata satu ataupun strata dua.[ CITATION MHa15 \l 1057 ] Bagi masyarakat, keberadaan Mbah Habib merupakan magnet, sekaligus semern perekat yang membuat kohesivitas sosial dan benar-benar menjadi sturm dalam kehidupan sosial. Dalam realitasnya, memang secara gemilang telah melahirkan religius Al-Qur’an sebagai motornya. Dalam etape pengabdiannya, ia sangat ikhlas, tulus dan tanpa pamrih.” Tutur Ngarifin Karena itu, pantas jika banyak kalangan berebut mendatangi rumahnya, mulai rakyat biasa hingga para pejabat sowan kepadanya untuk mencium jemarinya, untuk meminta sekedaar nasehat atas pemecahan berbagai belitan masalah yang melilit. Tatapan matanya yang teduh, raut muka yang teduh serta tutur katanya yang menyejukkan dan sering dibumbui nada humor, seakan membasuh pekarangan batin umat yang kering kerongkongan. Mbah Idris adalah tipe kyai yang tidak terlalu menyukai polulasritas. Keengganan berpamer kepandaian dengan cara mengutip dalil dan sejumlah referensi Islam merupakan salah satu karakteristiknya. Bahkan dalam hal tertentu misalnya masalah fiqih beliau kadang bertanya kepada kyai yang secara umur lebih muda tinimbang beliau, atau ketika dimohon untuk memberikan doa. Dalam membedahkan pemikiran-pemikirannya beliau sangat jarang merujuk secara verbal dalil-dalil agama. Namun melalui proses perjumpaan dengan realitas- realitas sosial yang konkrit dan berangkat dari pemahaman agama. Pemandangan ini tampaknya ganjil, jika dimatriks dari kecenderungan sebagaian besar kyai yang suka berdalil ria. Namun betapapun Mbah Idris adalah sosok yang menjadikan nilai nilai Al-Qur’an sebagai ambang perjuangan dalam hidupnya. Isi Al-Qur’an yang beliau rumuskan menjadi berwatak tegar sekaligus kenyal. Tegar jika menyangkt masalah-masalah pokok. Dan kenyal jika menyangkut masalah juz’i dalam agama. Pada dirinya terdapat ketundukan yang mutlak terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian kita dapat memahami kalau dalam suatu waktu Mbah Indris dapat mengambil sikap melawan dan menyanggah atau menyetujui sesuatu. Secara intelektual, Mbah Indris bukanlah tipe Kyai pada masanya dulu, yang cenderung stagnan dalam memahami teks ajaran, mereka ini kebanyakan berlindung dengan dalil memelihara kesalafan. Dalam kaitan itu beberapa catatan perlu dikedepankan, yaitu sebagai berikut : 1. Bersama beberapa Ulama menghadiri pertemuan para Ulama atas prakarsa Hadratussy Syaikh KH. M Hasyim Asy’ari didaerah kawasan Surabaya dan merumuskan “Resolusi Jihad”. Sebagai konsekuensinya beliau masuk dalam barisan Hizbullah dan Laskar ketentaraan ingga berpangkat Mayor, namun setelah kondisi aman beliau meletakkan jabatan itu dan memilih lahan perjuangan memberdayakan masyarakat. Sebagai konsekuensinya beliau terlibat dalam berbagai forum seperti pertemuan Ambarawa, 10 November 1945, perebutan Yogyakarta dari kekuasaan Belanda dan sejumlah pertempuran lainnya. Keberanian beliau tahun 1948 mengalang solidarits untuk Muslim Palestina dari warga Nahdliyin dengan bentuk dukungan moril dan dana. 2. Pada awal tahun enam puluhan membuka madrasah-madrasah dilingkuangan warga nahdliyyin yang saat itu belum lazim dengan pendidikan formal, disebabkan cara pandang terhadap pendidikan formal dan kondisi ekonomi yang sangat tidak memungkinkan. Kontroversi di masyarakat kemudian muncul bahkan nyaris membawa penyudutan dalam dirinya. Namun semua itu bisa dilalui, dengan bahasa agamanya bicaralah kepada manusia dengan kadar kemampuan nalar mereka. Menjadi ikon untuk memaklumkan masyarakat yang tidak sekehendak beliau. 3. Keberanian Mbah Idris dalam ijtihad politiknya. Yang semuala berafiliasi dengan partai yang berbasis masa yang beragama Islam, berbalik dengan mendukung partai yang dipimpin oleh state. Akibatnya dari sikap politiknya ini pada awalnya mendapat kritikan yang tajam dari berbagai kalangan uatamnya justru para Kyai yang tidak sama dalam pandangan politiknya. Jika dipandang dari sudut politiknya sekitar awal dicanangkannya Khittoh NU 1926 di kalangan Kyai NU, sikap Mbah Idris cukuplah unik namun dalam pengamatan yang lebih jauh, sebagai suatu strategi yang ampuh dan jitu untuk membangun umat Islam tidak hanya dnegan ukuran politik secara praktis namun justru dengan high politik untuk mencapai hasil yang maksimal. Alhasil apa yang dilakukan Mbah Idris pada gilirannya justru menjadi batu loncata politik yang sesuai dengan tujuan Islam yaitu untuk kesejahteraan umat manusia. 4. Pengajan seton, penyelenggaraan pengajian ini, erat dengan syiar Islam dikota Wonosobo. Keberadaan Masjid sebagai salah satu elemen utama masyarakat juga menjadi bagian dari pengajian yang selanjutnya kegiatan ini berlangsung. Pada tahun 1961 Kh Idris bersama KH Masykur dan KH. Muntaha merintas pengajian setiap hari sabtu yang dikenal dengan pengajian seton. Awalnya adalah untuk membendung gerakan partai komunis yang melalui memprofokasi masyarakat dengan propagandanya. Pengajian ini terbukti efektif hingga saat ini masih tetap dihadiri ribuan masyarakat setiap hari sabtu. Disambing sebagai sarana komunikasi, pengajian ini juga dimaksudkan sebagai sarana penguat ajaran Islam ‘ala Ahlussunah wal Jama’ah, semakin tahun pengajian ini semakin banyak jama’ahnya karena sistem yang digunakan sangat menarik minat masyarakat yaitu dengan menggabungkan sistem pesantren dan pengajian umum Dengan demikian menunjukkan bahwa Mbah Idris bukanlah tipe Kyai yang biasa sebagaimana diasumsikan sebagian orang, tidak semata-mata berbuat atauu melakukan sesuatu berdasarkan legal formal serta berimpliksi sesat. Namun memasuki kawasan subtansi dari ajaran Islam, sebagai model untuk mengaktualisasikan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Secara paradigmatik cara pandang sebagaimana diatas mungkin salah, bahkan tidak melalui genre yang benar. Namun catatan ini setidaknya patut diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap Mbah Idris. Meskipun demikian, kehidupan Mbah Habib bisa dibilang sangat sederhana. Kesederhanaan hidupnya menjadi contoh bagi setiap orang yang kekurangan akibat terpaan berbagai cobaaan. Bagi orang yang dalam kondisi kecukupan atau berada, Mbah Habib menjadi sosok lembaran yang harus ditiru dalam kesederhanaan. [CITATION Sua18 \l 1057 ] Mbah KH Habibullah Idris yang meninggal dunia Sabtu Desember 2017, sekitar pukul 02.30 dan meninggalkan 1 orang istri dan 7 anaknya. Adapun pesan Mustytasyar PCNU Wonosobo, dari KH. Habibullah Idris, adalah:[CITATION LTN17 \l 1057 ] 1. Penguatan aqidah Aswaja dan nilai-nilai kejuangan yang dikonsep Hadratus Syaikh KH Hisyam Asyari tenteng komitmen kebangsaan, hubbul wathanminal iman. 2. Penguatan khidmah dan pelayanan terhadap umat dalam memerangi kebodohan dan kemiskinan dengan sepenuh tenaga dan keikhlasan. Prinsip dasarnya, siapa yang bertakwa dan ikhlas berjuang maka, “yarzuqhu min haitsula yahtasib.” 3. Peningkatan kualitas pengurus sebagai administrator yang profesional. Apapun bentuk kegiatan yang dilakukan harus terdokumentasi dengan baik sebagai bahan evaluasai dan pengembangan secara terus-menerus. Referansi : Ahmad Muzan. (2013, Agustus 16). Pendukung Resolusi Jihad NU dan Pelaku Pertempuran 10 November 1945. Retrieved April 28, 2018, from asramapelajarfatanugraha.blogspot.co.id
LTNNU Wonosobo. (2017, Dessember 23). Catatan Kecil Sekretaris LP Maarif
Wonosobo, Rohani, M.Pd.I. Retrieved April 27, 2018, from www.facebook.com
M Haromain/Al-hafiz. (2015, Desember 23). Unsiq Wonosobo Lepas Wisudawan
dengan Kewirausahaan. Retrieved April 28, 2018, from www.nu.or.id
Suara Merdeka. (2017, Desember 24). Mengenang Sosok Mbah Idris KH
Habibullah Idris. Retrieved April 27, 2018, from www.suaramerdeka.com
Wawancara dengan Salah satu mahasiswa Universitas Sains Al-Qur'an Jawa
Tengah di Wonosobo LAMPIRAN
Gambar 1.1 Pemakaman KH. Habibullah Idris
Gambar 1.2 KH. Khabibullah Idris dan Presiden Joko Widodo