Saat ini kanker telah menjadi penyebab utama pada kasus kematian di
seluruh dunia. Tingginya insidensi kanker berakibat pada peningkatan layanan
medis yang berkaitan dengan berbagai komplikasi yang diakibatkan oleh kanker
itu sendiri. Komplikasi komplikasi tersebut dapat muncul berupa penyakit yang
mengancam jiwa atau pun dapat pula berupa penyakit non asimptomatik,
keduanya membutuhkan waktu berminggu minggu hingga bulanan untuk
menegakkan diagnosis serta penanganannya. Meskipun begitu, seringkali
komplikasi kanker menjadi manifestasi awal dari penyakit kanker itu sendiri.
Berbagai komplikasi akibat kanker dapat dibagi menjadi komplikasi
langsung dan tidak langsung. Dinyatakan sebagai komplikasi langsung jika
adanya tanda tanda invasi atau pun desakan langsung dari struktur kanker ke
jaringan sekitarnya. Sedangkan komplikasi tidak langsung muncul sebagai
manifestasi sistemik berupa hiperkoagulasi, imunosupresi dan sindroma
paraneoplastik. Komplikasi akibat pembedahan dan yang berkaitan dengan
kemoterapi juga digolongkan ke dalam komplikasi tidak langsung dari suatu
kanker. Tabel 1 menguraikan berbagai komplikasi yang sering dialami oleh
pasien kanker.
Pemeriksaan radiologi memainkan peran penting pada tahap evaluasi
kanker dan komplikasinya. Pemeriksaan USG dan radiografi umumnya dilakukan
pada kasus kasus kanker karena harganya yang terjangkau, paparan radiasi yang
minim serta memiliki nilai diagnostik yang memadai. Meskipun begitu,
terkadang pemeriksaan MRI dan CT Scan juga perlu dilakukan pada beberapa
kondisi.
Pada artikel ini kami membahas tentang pentingnya pemeriksaan
penunjang radiologi dalam evaluasi komplikasi akut yang ditimbulkan oleh
kanker.
Pembahasan
Spinal Cord Compression Syndrome
Spinal Cord Compression Syndrome (SCCS) dialami pada sebanyak 2,5-6%
kelompok pasien penderita kanker. Deteksi dini terhadap SCCS sangatlah
penting untuk mencegah terjadinya defisit neurologis seperti paralisis dan
gangguan pengendalian usus/kandung kemih yang nantinya dapat menjadi
permanen apabila telat dalam penanganan selama beberapa jam saja. Prognosis
terbilang memburuk apabila telah terjadi paralisis atau respon terapi yang tidak
baik.
Komplikasi kanker akut non infeksius yang sering dialami
Sebanyak 80% dari kasus SCCS berawal dari kanker sebelumnya. Gejala
yang paling awal dan sering muncul adalah nyeri pinggang (90%) kemudian
disertai dengan gejala neurologis lainnya pada beberapa minggu kemudian.
Gejala lainnya berupa nyeri radicular, gangguan sensorik-motorik, gangguan saat
berjalan, disfungsi usus dan kandung kemih. Factor utama penentu prognosis
penderita adalah status neurologis pasien pada saat diagnosis awal; karena jika
deficit neurologis tidak respon terhadap terapi maka harus dicurigai kearah
kanker dengan komplikasi nyeri pada area dorsal.
Vertebrae thoracis pars columna merupakan jaringan yang paling rentan
mengalami kompresi (70% kasus). Sebagian besar kompresi tersebut berasal
dari extradural yang merupakan suatu metastase lesi vertebrae menyebabkan
terjadinya erosi kortikal dan mengalami desakan hingga ke kanalis spinalis.
Kanker payudara, paru, dan prostat merupakan kasus kanker yang paling
berkaitan dengan kondisi metastase tersebut dengan frekuensi mencapai 2/3
dari seluruh kasus yang ada. Terdapat juga beberapa jenis kanker lainnya yang
berakibat metastase serupa namun terbilang jarang seperti limfoma, sarcoma,
dan kanker paru dimana invasi dapat mencapai foramen intervertebrae dan
mendesak hingga chordae spinalis. Manifestasi tersebut pada pasien kanker
dapat juga disebabkan oleh factor non neoplastic seperti fraktur dan abses
spinal.
Sebanyak lebih dari 50% pasien dengan SVCS baru merasakan gejala
setelah ditegakkan diagnosis kanker. Prognosis bergantung pada penyakit yang
mendasari dan penyerta. Sebanyak 90% kasus SVCS berawal dari tumor maligna
seperti kanker paru, limfoma, dan metastase tumor mediastinum. Thrombosis
vena post kateterisasi biasanya tidak berkaitan dengan kondisi tersebut.
Efusi Pleura
Efusi pleura benigna dan manigna keduanya sama sama sering dialami
oleh penderita kanker. Hal ini dapat memicu terjadinya kompresi ke jaringan
parenkim paru sekitar hingga akhirnya pasien mengalami gangguan pernapasan.
Biasanya efusi pleura bersifat asimptomatik namun ketika gejala muncul pasien
akan merasakan dyspnea, batuk, nyeri dada, penurunan berat badan, anoreksia,
dan atau fatigue.
DVT dan TEP merupakan komplikasi yang paling sering dialami pasien
kanker akibat efek hiperkoagulasi yang ditimbulkan, efek tumor local, dan efek
samping pengobatan. Tumor ganas paling sering berkaitan dengan kejadian TEP
adalah kanker paru, kolon, dan prostat. Insidensi tromboemboli vena lebih tinggi
pada pasien yang mendapatkan kemoterapi dengan angka mencapai 10% pada
pasien kanker ovarium atau limfoma dan 28% pada pasien dengan glioma
maligna. Prognosis penderit akanker yang disertai TEP juga cenderung lebih
buruk dengan angka mortalitas mencapai 4-8 kali lipar daripada kelompok
pasien TEP tanpa disertai kanker.
Telah diketahui bahwa pemeriksaan penunjang yang dilakukan bukan
karena indikasi kanker pada sebanyak 4% penderita kanker dan secara
kebetulan ditemukan adanya kelainan pada arteri pulmonal. Temuan ini harus
segera dilaporkan dan disarankan untuk segera memulai terapi dikarenakan
telah muncul DVT dan kemungkinan akan muncul kejadian tromboemboli
lainnya.
Dinyatakan sebagai TEP akut apabila terdapat sebanyak satu atau lebih
filling defect di percabangan arteri pulmonal (Gambar 6). Beberapa kasus
termasuk tanda-tanda infark paru, ditandai dengan adanya gambaran opasitas
wedge-shaped parenkim paru perifer disertai dengan basis dan apeks pleura
yang berorientasi ke arah arteri pulmonalis yang mengalami sumbatan. CT juga
dapat digunakan untuk mendiagnosis kondisi alternatif lainnya seperti
pneumonia atau penyakit parenkim paru lainnya, atau penyakit perikardial,
pleura, atau mediastinum yang dapat berperan dalam menimbulkan gejala
dyspnea atau nyeri toraks.
Obstruksi Intestinal
Perubahan inflamasi akut pada usus halus sering dialami pada pasien
kanker, dan berbagai etiologi mungkin terlibat dalam proses ini. Kolitis
Neutropenik atau typhlitis adalah keadaan darurat yang menunjukkan
peradangan transmural pada sekum, kolon proksimal, dan terminal ileum. Ini
dapat berkembang pada anak-anak dan orang dewasa yang
immunokompromais, misalnya mereka yang menjalani perawatan untuk
leukemia, menjalani kemoterapi, atau yang telah menjalani transplantasi
sumsum tulang. Deteksi dini perlu dilakukan karena jika dibiarkan dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis intestinal. Angka morbiditas dan mortalitas
terbilang tinggi pada keadaan ini. Pasien biasanya mengalami demam,
neutropenia, dan nyeri perut.
Usus halus dan usus besar sensitif terhadap terapi radiasi. Dengan
demikian, aktinik enteritis dan kolitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding ketika tanda-tanda proses inflamasi muncul pada lokasi yang
sebelumnya terpapar radiasi. USG hanya berguna dalam beberapa kasus dan CT
scan umumnya merupakan metode terbaik dalam evaluasi mengenai keluhan
pada usus yang disampaikan oleh pasien. CT scan juga berguna untuk
menyingkirkan penyebab lain nyeri perut yakni obstruksi dan perubahan
inflamasi yang tidak berkaitan dengan kanker seperti appendicitis, diverticulitis,
dan inflammatory bowel disease.
Obstruksi Bilier
Obstruksi bilier dapat menjadi masalah sekunder akibat stasis bilier pada
pasien dengan infiltrasi metastatik diffusa dari hepar, hal ini menyebabkan
obstruksi duktus empedu intrahepatik kecil, atau dapat terjadi karena kompresi
saluran empedu utama pada pasien akibat metastasis atau limfoma atau
penyakit di intraduktus, misalnya, kompresi dari cholangiocarcinoma.
Pada kasus kompresi duktus biliaris, dilatasi diffusa dari saluran empedu
intra dan ekstrahepatik muncul pada bagian proksimal lokasi obstruksi (Gambar
9). Tumor semacam itu umumnya bertempat pada sistem porta hepatica,
pankreas atau di ampula. Pada kasus tumor pankreas atau ampula, sering
muncul gambaran “double duct sign”deisertai dilatasi sistem bilier dan saluran
pankreas. Namun, saluran pankreas utama tidak menyingkirkan diagnosis.
Gambaran cholangiocarcinoma dapat bervariasi mulai dari lesi polypoid
intraluminal pada saluran empedu, penebalan dinding hingga massa infiltratif
yang umumnya tidak berbatas tegas.
Komplikasi Pendarahan
Kesimpulan
Saat ini jumlah kasus onkologi terus meningkat terutama pasien dengan
komplikasi onkologi noninfektif yang asimptomatik. Pemeriksana penunjang
berupa pencitraan memainkan peran penting dalam mendiagnosis berbagai
kondisi akibat komplikasi nonasimptomatik tersebut. Pendekatan terapi berupa
peningkatan kualitas dan harapan hidup pasien.